EFEKTIVITAS PEMBINAAN NARAPIDANA YANG DIJATUHKAN HUKUMAN PIDANA SINGKAT (STUDI DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIB KARANGASEM)

I Gusti Agung Ayu Dwi Rara Ningrat, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

Ibrahim R, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi pembinaan Narapidana yang dijatuhkan pidana penjara 3 bulan sampai dengan 1 tahun (Narapidana golongan B.IIA) dan kendala apa saja yang dihadapi selama proses pembinaan pada diri Narapidana. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode penelitian hukum empiris. Penelitian berlokasi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Karangasem. Sumber data adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dan kuesioner dengan responden, dan data sekunder diperoleh dari buku-buku, literatur, perundang-undangan dan berbagai dokumen tentang pemasyarakatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi pembinaan bagi Narapidana golongan B.IIA yang menjalani pidana penjara singkat dibagi menjadi pembinaan kemandirian dan keterampilan. Pembinaan kepribadian meliputi pembinaan agama dan rohani, sementara pembinaan kemandirian meliputi pelatihan kerajinan tangan, bengkel las, dan reparasi alat-alat elektronika. Pidana penjara singkat yang dijalani Narapidana golongan BIIA tidak menimbulkan kendala terhadap diri Narapidana itu sendiri, walaupun dengan waktu yang singkat namun pembinaan dirasa memberi banyak manfaat ssehingga ketika keluar dari LAPAS Narapidana dapat hidup mandiri dengan skill yang diperoleh. Namun, yang menjadi hambatan adalah terbatasnya waktu pembinaan dikarenakan kebijakan Covid-19.

Kata kunci : Narapidana, Pembinaan, Pidana Singkat

ABSTRACT

This study aims at determining the implementation of inmates development for those sentenced for three months to one year (prisoners of class B.IIA) of imprisonment and knowing the obstacles faced during the development period. It is a qualitative descriptive study with an empirical legal approach. The study was carried out in the Class IIB Karangasem Penitentiary. The sources of the data were primary and secondary data. The primary data were obtained from interviews and questionnaires with respondents, while secondary data obtained from books, literature, legislation and various documents on the correctional matter. The results showed that the implementation of inmates development program for prisoners of class B.IIA underwent a short imprisonment period divided into independence and skill development coaching. The skill development coaching included religious and spiritual development, while the independence development included handicraft, welding, and electronic appliances reparation training. The short imprisonment period did not impact the prisoners of class B.II A negatively. The short period of development benefited the prisoners to live independently after leaving the Penitentiary with the skills they acquired. The obstacle faced was the limited development time due to the Covid-19 policy.

Keywords : Prisoner, Development, Short Imprisonment

  • I.    Pendahuluan

    1.1    Latar Belakang

Secara konstitusional Indonesia adalah negara hukum sebagai halnya diformulasikan di dalam UUD NRI 1945 Pasal 1 ayat (3). Dalam pelaksanaanya, negara hukum tentu memiliki kebijakan-kebijakan (hukum) yang bersifat mengatur (regelendrecht) serta memaksa (wingendrecht).1 Oleh karena sifatnya yang memaksa maka terdapat sanksi yang dikenakan bagi pelanggar serasi dengan ketentuan hukum tersebut.

Seluruh pelanggaran dan kejahatan ini diatur dalam bentuk kebijakan-kebijakan serta dibubuhkan pada satu undang-undang yang disebut dengan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (wet boek van straftrecht). Hukum pidana merupakan hukum yang bertanggung jawab atas pelanggaran-pelanggaran yang melibatkan kepentingan umum atau perbuatan yang telah memenuhi syarat tertentu, dimana perbuatan tersebut diancam dengan hukuman pidana.2

Pidana berfungsi sebagai sarana untuk memberikan pembalasan terhadap pelaku kejahatan melalui sebuah penderitaan guna mencapai tujuan pemidanaan.3 Seorang Hakim dalam menjatuhkan pidana didasari oleh undang-undang dan hukum acara yang berlaku, dimana pada umumnya sanksi pidana penjara adalah sanksi yang paling sering dijatuhkan karena dianggap efektif dalam membuat pelaku tindak pidana jera.4 Selain pertimbangan-pertimbangan tersebut ada hal-hal lain juga yang menjadi rekomendasi Hakim ketika memutuskan berat ringannya pidana yang dijatuhkan yaitu hal yang dianggap klasikal yang lebih dikenal dengan istilah “hal yang meringankan pidana” dan “hal yang memberatkan pidana”.5 Pemidanaan tidak hanya berpengaruh kepada orang yang dijatuhkan pidana (narapidana), melainkan juga berpengaruh kepada masyarakat luas.

Melalui sejarah yang panjang, guna menegakkan hukum di Indonesia dewasa ini hukuman pidana penjara kerap kali diberikan sebagai usaha atau jalan terakhir mengingat hukum pidana dikenal sebagai obat terakhir dalam penegakan hukum (ultimum remidiun). Namun, dewasa ini konsep pemenjaraan dinilai tidak sesuai dengan perkembangan zaman sehingga konsep ini digantikan oleh konsep pemasyarakatan yang mengarah kepada penghargaan terhadap hak asasi manusia.6 Walaupun narapidana acap kali mendapat stigma negatif sebagai penjahat namun mereka tetaplah seorang manusia yang mempunyai kehidupan sosial dalam

masyarakat. Dengan demikian, pemidanaan dijadikan sebagai wadah pembinaan dan pendidikan narapidana agar dapat berarti dan bermanfaat ketika dikembalikan kedalam masyarakat, serta mampu mematahkan stigma negatif dari masyarakat yang menganggap bahwa seorang mantan narapidana akan tetap berkelakuan buruk.7

Implementasi suatu pembinaan terhadap narapidana perlu juga dikritisi dimana ada asumsi bahwa pembinaan yang dilaksanakan cenderung hanya sekedar mengisi waktu luang narapidana, bahkan ada yang mengisitilahkan rumah tahanan sebagai “Sekolah Penjahat” dimana narapidana “kelas teri” akan menjadi lebih pintar setelah berguru dengan narapidana yang lebih senior. Hal ini jelas kurang berguna bagi kemajuan narapidana tersebut terutama bagi narapidana yang menjalani masa pidana secara singkat. Pidana singkat yang dimaksudkan disini adalah pidana penjara yang dijalani oleh narapidana golongan B.IIA atau narapidana dengan pidana penjara 3 bulan sampaidengan 12 bulan 5 hari (1 tahun).8

Data awal yang didapat oleh penulis, diketahui bahwa jumlah narapidana golongan B.IIA yang menempuh pidana penjara singkat di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Karangasem adalah sejumlah 5 (lima) orang, yang terdiri dari 4 (empat) orang laki-laki dan 1 (satu) orang perempuan dari jumlah total 136 orang per tanggal 7 Desember 2020.

State of the art penelitian ini digambarkan dengan belum adanya penelitian yang membahas mengenai efektivitas pembinaan narapidana khusus yang dijatuhkan hukuman pidana singkat, mengingat kondisi ini dirasa penting dibahas khususnya bagi pidana penjara singkat (3 bulan sampai dengan 1 tahun) karena ada kemungkinan pembinaan yang diberikan belum terlaksana dengan efektif mengingat waktu penahanan yang relatif singkat atau malah dengan masa pidana yang singkat pembinaan yang dilaksanakan tidak berjalan dengan baik sehingga terkesan pembinaan yang diikuti cenderung hanya untuk mengisi waktu luang narapida selama berada di dalam LAPAS. Penelitian sebelumnya lebih berfokus kepada efektivitas pembinaan kepada seluruh narapidana tanpa memperhatikan jangka waktu pidana yang diberikan baik pidana penjara jangka panjang maupun pidana penjara singkat. Penelitian terdahulu dengan judul ”Efektivitas Lembaga Pemasyarakatan Dalam Pembinaan Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatn Kelas IIA Denpasar” oleh Ni Made Destriana Alviani, I Ketut Mertha dan I Made Tjatrayasa menyimpulkan bahwa pembinaan narapidana di LAPAS Kelas IIA Denpasar tidak berjalan dengan efektif mengingat masih ada transaksi narkoba dan pungutan liar di dalam LAPAS9, selanjutnya penelitian berjudul “Efektivitas Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Merauke” oleh Erni Dwita Silambi dan Maryln Jane Alputila disimpulkan bahwa program pembinaan sudah baik namun dirasa akan lebih efektif

apabila sumber daya manusia bagi petugas LAPAS ditingkatkan terlebih pada pembinaan kemandirian bagi narapidana.10

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, penulis bermaksud mengangkat permasalahan ini dengan melakukan penelitian mengenai sistem pembinaan bagi pelaku pidana yang dijatuhi pidana penjara secara singkat.

  • 1.2    Rumusan Masalah

Bersumber pada uraian latar belakang di atas, maka diperoleh permasalahan sebagai berikut:

  • 1.    Bagaimana implementasi pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Karangasem bagi narapidana yang dijatuhkan pidana penjara 3 bulan sampai dengan 1 tahun (pidana singkat)?

  • 2.    Kendala apa yang dihadapi Narapidana selama pembinaan pidana penjara singkat?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Penulisan ini bermaksud memberikan edukasi serta pemahaman perihal sistem pembinaan bagi pelaku pidana yang dijatuhi pidana penjara secara singkat. Sedangkan tujuan khusus dari penulisan jurnal ilmiah ini untuk mengetahui implementasi pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Karangasem bagi narapidana yang dijatuhkan pidana penjara 3 bulan sampai dengan 1 tahun dan permasalahan apa saja yang timbul dalam proses pembinaan pada diri seorang Narapidana sebagai dampak dijatuhkannya pidana penjara singkat terhadapnya.

  • II.    Metode Penelitian

Penelitian hukum empiris adalah jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan jurnal ini, penelitian hukum empiris yakni penelitian yang fokus pada eksplorasi, deskripsi, dan eksplanasi fenomena atau kenyataan hidup yang terjadi di masyarakat. Penelitian hukum empiris ini adalah penelitian dengan metode serta teknik penelitian lapangan.11

Sumber data yang dipakai adalah data primer dan sekunder. Data primer yaitu data yang diterima dari hasil wawancara dengan responden yakni petugas pembina LAPAS, serta dari hasil kuesioner dengan responden yakni narapidana golongan B.IIA, sementara data sekunder yaitu data yang tidak diperoleh secara langsung dari lapangan, mancakup buku, literatur, perundang-undangan dan berbagai dokumen lain tentang pemasyarakatan yang berhubungan dengan penelitian ini.12 Data sekunder dibagi menjadi tiga bahan hukum yakni pertama bahan hukum primer berbentuk peraturan perundang-undangan yang mengacu pada objek penelitian, kedua bahan hukum sekunder berbentuk literatur dan dokumen ilmiah mengenai objek penelitian dan ketiga bahan hukum tersier berupa kamus hukum dan eksiklopedia selaku bahan penunjang guna mendeskripsikan bahan hukum primer dan sekunder.

Teknik pengumpulan data meliputi studi kepustakaan, wawancara dimana penulis mengadakan tanya jawab secara bebas terpimpin dengan responden dan kuesioner yaitu dengan cara penulis membuat daftar pertanyaan bagi narapidana yang menjalani masa pidana penjara singkat.

Data yang telah terkumpul dalam penelitian lapangan maupun dari penelitian kepustakaan selanjutnya dianalisis secara deskriptif kualitatif, maksudnya data-data tersebut diilustrasikan serta disusun secara analitis dalam wujud eksplanasi kalimat kemudian ditarik sebuah kesimpulan.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Implementasi Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Karangasem bagi Narapidana yang Dijatuhkan Pidana Penjara 3 Bulan sampai dengan 1 Tahun (Pidana Singkat)

Berdasarkan hasil wawancara dengan I Ketut Kawidana, S.H., Kasi Binadik di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Karangasem, pada tanggal 7 Desember 2020, pukul 10.46 WITA, implementasi pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Karangasem dilakukan dengan pembinaan sebagai berikut.

  • 1.    Pembinaan Kepribadian

Pembinaan kepribadian mencakup pembinaan agama dan rohani. Pembinaan ini dilakukan dalam upaya meneguhkan iman narapidana dalam pengertian agar dapat menyadari akibat-akibat dari perbuatan-perbuatan yang benar dan perbuatan-perbuatan yang salah. Di LAPAS Kelas IIB Karangasem pembinaan ini dilakukan oleh petugas yang ditunjuk dan petugas dari Departemen Agama serta kunjungan dari lembaga keagamaan serta mengadakan kegiatan ibadah rutin sesuai dengan agama masing-masing narapidana, pembinaan ini dilaksanakan sebanyak tiga kali dalam satu minggu, dengan harapan narapidana mau dan mampu kembali ke jalan kebenaran.

  • 2.    Pembinaan Kemandirian

Pembinaan kemandirian diberikan melalui agenda-agenda pendidikan keterampilan sebagi bekal narapidana setelah selesai menjalani pidana. Pendidikan keterampilan di LAPAS Kelas IIB Karangasem dilakukan oleh pihak intern LAPAS dan melibatkan pihak ketiga yakni Balai Latihan Kerja (BLK) Karangasem. Pendidikan keterampilan yang diberikan oleh pihak intern LAPAS meliputi keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri. Untuk kegiatan ini LAPAS Kelas IIB Karangasem telah memiliki fasilitas yang cukup memadai terutama di bidang pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan. Sementara pendidikan keterampilan yang diberikan oleh petugas dari BLK meliputi keterampilan untuk mendukung usaha-usaha mandiri, misalnya kerajinan tangan, bengkel las, dan reparasi alat-alat elektronika. Untuk keterampilan kerajinan tangan telah dilaksanakan kegiatan menganyam rotan walaupun volumenya masih kecil tetapi diharapkan mampu menyita waktu dan tenaga narapidana dan memberikan sedikit penghasilan untuk kegiatan sehari-hari.

Baik pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian dilaksanakan dari hari Senin sampai dengan Jumat selama satu tahun. Menurutnya proses pembinaan yang efektif tidak bisa hanya mengandalkan pihak intern LAPAS saja, melainkan pihak ketiga disini sanga berpengaruh pada keberhasilan pembinaan bagi narapidana. Oleh karena itu, kerjasama antar instansi terkait dinilai penting dan dalam hal ini LAPAS

Kelas IIB Karangasem bekerjasama dengan BLK (Balai Latihan Kerja) Karangasem guna mengadakan pembinaan kepada narapidana. Secara umum, prinsip pembinaan narapidana yang harus diperhatikan meliputi:

  • 1.    Pemberian nilai kehidupan sebagai warga negara yang baik dan bermanfaat di masyarakat

  • 2.    Penjatuhan pidana bukanlah balas dendam dari pemerintah

  • 3.    Bimbingan dilakukan guna mencapai efek jera bagi Narapidana

  • 4.    Negara berhak membuat narapidana menjadi lebih baik dengan masuk ke lembaga

  • 5.    Narapidana tidak boleh diasingkan dari masyarakat baik selama kehilangan kemerdekaan bergeraknya

  • 6.    Pekerjaan yang diberikan harus bertujuan membangun negara

  • 7.    Pancasila sebagai dasar dari pembinaan

  • 8.    Narapidana harus diperlakukan sama dengan masyarakat tanpa melabelkan atau memberikan stigma negatif sebagai ‘mantan’ penjahat

  • 9.    Pidana yang dijatuhkan kepada Narapidana hanya kehilangan kemerdekaannya 10. Kebutuhan pelaksanaan pembinaan harus disesuaikan dengan sarana lembaga yang memadai.13

Selain itu, terdapat komponen-komponen yang diperlukan untuk mencapai tujuan pembinaan dalam sistem pemasyarakatan, yaitu.

  • 1.    Diri Sendiri

Diri sendiri disini dimaksudkan adalah diri narapidana itu sendiri. Dimana ketika pembinaan pertama diberikan pengertian kepada narapidana kalau ingin merubah diri sendiri menjadi lebih baik maka kemauan itu harus muncul dari hati sanubari sndiri. Tanpa kemauan itu narapidana tidak akan bisa menerima dan memahami pembinaan. Kemauan yang kuat sangat diperlukan karena narapidana memegang dua peranan penting dalam pembinaan, yaitu sebagai subjek sekaligus juga sebagai obyek pembinaan. Sebagai subjek pembinaan, narapidana adalah pihak yang dituntut untuk mengembangkan dirinya sendiri agar mempunyai rasa percaya diri, kembali insyaf dan menghormati hak-hak orang lain untuk memulihkan kepercayaan dan penilaian orang lain pada dirinya. Sebagai obyek pembinaan, narapidana merupakan sasaran pengarahan terus menerus dan sistematis sesuai program pembinaan yang terencana sehingga tujuan pembinaan tercapai. Apabila peran ini dapat terlaksana dengan baik, narapidana akan memperoleh kesempatan untk merubah pola pikir dan tujuan hidupnya, serta narapidana telah siap menerima pembinaan selanjutnya.

  • 2.    Keluarga

Keluarga atau orang terdekat dari narapidana itu sendiri yang dapat berperan secara aktif dalam proses pembinaan. Peran aktif dari keluarga dapat berupa sumbangan masukan kepada pihak LAPAS mengenai pembinaan yang diberikan kepada anggota keluarganya yang menjadi narapidana. Dukungan dan motivasi dapat terwujud dengan memberikan perhatian yang tulus, perhatian yang tulus itu dapat ditunjukan dengan seringnya mengunjungi narapidana di LAPAS.

  • 3.    Masyarakat

Peran masyarakat dimulai dari saat narapidana menjalani pembinaan di LAPAS sampai narapidana bebas dan kemabli ke masyarakat. Masyarakat diharapkan memberi perhatian yang wajar terhadap mantan narapidana dalam memulai kehidupan secara wajar kembali. Dalam hal ini, kepercayaan mayarakat terhadap perubahan yang positif dari mantan narapidana harus ada.

  • 4.    Petugas LAPAS

Peran petugas LAPAS sangat berdampak besar dalam proses pembinaan bagi diri Narapidana, karena petugas secara aktif dan langsung memberikan pembinaan terhadap narapidana didalan LAPAS. Pembina dituntut untuk melaksanakan tugas pembinaan secara optimal. Tugas ini akan berhasil apabila dijalankan dengan kesungguhan hati, dedikasi, loyalitas yang tinggi dan siap menjadi panutan dalam perbuatan-perbuatan baik dari seorang pembina sangat diperlukan untuk mewujudkan pembinaan terhadap narapidana secara tepat sasaran dan berhasil.

  • 5.    Sarana dan Prasarana Pembinaan

Sarana serta prasarana yang memadai baik itu dalam memenuhi pembinaan keterampilan ataupun pembinaan mental/spiritual akan sangat mendukung bagi terlaksananya pembinaan terhadap narapidana, dimana dengan sarana dan prasarana yang memadai dapat melatih atau mengasah kemampuan narapidana sesuai dengan minat, bakat dan kemampuanya. Jika sarana prasarana yang disediakan oleh Lembaga pemasyarakatan kurang mencukupi kebutuhan bagi proses pembinaan maka hal itu tidak akan menunjang bagi terlakasananya pembinaan yang baik, yang dapat memberikan bekal bagi narapidana selepas ia menjalani masa pidananya.

Lima faktor diatas sangat berperan dan berpengaruh dalam keberhasilan suatu proses pembinaan bagi diri seorang Narapidana.

Selama berada dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Karangasem narapidana hanya kehilangan hak kemerdekaannya, walaupun demikian ia tidak akan kehilangan haknya sebagai warga negara sebagaimana diformulasikan pada Undang-undang Dasar Negara Republik Indoonesia 1945 Pasal 28G ayat (1) “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”14. Selama berada di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Karangasem narapidana harus melaksanakan ketentuan-ketentuan yang berlaku di LAPAS Kelas IIB Karangasem sebagai aturan rumah tangga yang harus dilaksanakan dan diharapkan narapidana dapat dan mampu melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai bagian dari pembinaan itu sendiri. Adapun hak dan kewajibannya adalah: 1.    Hak-hak narapidana15:

  • a.    Melaksanakan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing

  • b.    Menerima perawatan jasmani serta rohani

  • c.    Tetap memperoleh edukasi melalui pengajaran

  • d.    Menerima bantuan kesehatan serta penyajian makanan yang memadai

  • e.    Berkeluhkesah

  • f.    Memperoleh materi atau subjek bacaan serta siaran media massa lainnya yang layak

  • g.    Memperoleh bayaran atau insentif dari pekerjaan yang dilakukannya

  • h.    Keluarga atau orang tertentu lainnya dapat mengunjunginya

  • i.    Memperoleh pemotongan masa pidana

  • j.    Pembebasan bersyarat dapat diperoleh

  • k.    Cuti atau libur menjelang bebas dapat diperoleh

  • l.    Memperoleh hak lainnya serasi dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku

  • 2.    Kewajiban-kewajiban narapidana:

  • a.    Mentaati segala peraturan kedinasan yang berlaku didalam Lembaga Pemasyarakatan

  • b.    Menjalankan tugas-tugas atau perintah-perintah kedinasan yang diberikan oleh petugas

  • c.    Mengikuti kegiatan pembinaan yang telah diprogramkan oleh dinas

  • d.    Bagi narapidana wajib bekerja untuk kepentingan dinas pada jam yang telah ditentukan sesuai bakat latar belakang serta keahlian masing-masing

  • e.    Bersikap sopan dan santun baik terhadap petugas maupun sesama narapidana

  • f.    Menghormati pemeluk agama lain dan saling menghormati dalam melaksanakan ibadahnya

  • g.    Dilarang menyimpan atau membawa benda-benda berupa benda tajam, uang, obat-obatan terlarang, korek api dan lain sebagainya yang dapat membahayakan keamanan dan ketertiban tanpa sepengetahuan petugas

  • h.    Dilarang merusak atau menghilangkan barang-barang milik dinas

  • i.    Dilarang membawa atau menyimpan dan memepergunakan alat-alat komunikasi seperti handphone dan sejenisnya

  • j.    Memakai pakaian atau baju dan atau kaos warga binaan pemasyarakatan yang diberkan oleh dinas selama waktu yang telah ditentukan oleh dinas. Undang-undang No 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, serta Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan merupakan landasan daripada pelaksanaan hak dan kewajiban Narapidana.16

Berdasarkan pemaparan di atas, maka Penulis berpendapat bahwa implementasi pembinaan di Lembaga Pemasyarakat Kelas IIB Karangasem umumnya telah berjalan dengan baik dan terorganisir. Keberhasilan dari suatu pembinaan tidak terlepas dari peran petugas LAPAS dimana sikap kekeluargaan yang ditunjukkan kepada narapidana akan sangat membantu dalam proses pembinaan karena perlakuan seperti itu akan membuat narapidana merasa diakui derajatnya sebagai sesama manusia yang berhak diperlakukan secara layak bukan hanya dipandang sebagai seorang penjahat. Selain itu, sarana dan prasarana yang memadai juga sangat mendukung proses pembinaan di dalam LAPAS.

3.2 Kendala yang Dihadapi Narapidana selama Pembinaan Pidana Penjara Singkat

Pemidanaan mempunyai pengaruh langsung terhadap Narapidana serta tidak hanya terhadap masyarakat luas.17 Penulis mencoba mencari tahu apakah ada kendala atau permasalahan yang muncul dari diri narapidana dan apakah pembinaan yang dilaksanakan memberikan pengaruh baik bagi diri narapidana.

Dalam penelitian ini Penulis menyebar kuesioner kepada 4 orang narapidana yang menjalani masa pidana singkat yang bersedia menjadi responden (subyek penelitian). Secara keseluruhan responden ini berjenis kelamin 4orang laki-laki, dimana responden tersebut merpakan narapidana golongan BIIA atau narapidana dengan masa pidana selama 3 (tiga) bulan sampai dengan 1 (satu) tahun.

Hasil dari penelitian ini Penulis sajikan dalam bentuk tabel-tabel berikut ini :

Tabel I. Persebaran pendapat Narapidana tentang perasaan mereka mengenai perbuatan pidana yang telah dilakukannya.

No

Pendapat

Frekuensi

%

1

Menyesal

4

100

2

Tidak menyesal

-

4

100

Sumber Data: Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Karangasem.

Tampak bahwa 4 orang (100%) narapidana yang menjadi responden dalam penelitian ini menyatakan penyesalannya atas perbuatan yang telah dilakukannya dan mengaku tidak ingin lagi dan jangan sampai masuk Lembaga Pemasyarakatan kembali, karena sudah merasakan tidak enaknya berada didalam LAPAS.

Tabel II. Alasan penilaian Narapidana terhadap perasaan mereka mengenai perbuatan [idana yang telah dilakukannya.

No

Penilaian

Frekuensi

Alasan

1

Menyesal

100%

  • •    Tidak bisa bertemu dengan keluarga

  • •    Malu     karena     telah

merugikan orang lain

  • •    Telah melanggar hukum

Sumber Data: Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Karangasem.

Perasaan menyesal timbul karena selama di dalam LAPAS narapidana tidak dapat bertemu dengan keluarga dan kerabat secara leluasa, serta rasa malu juga timbul dalam benak narapidana karena sadar perbuatannya melanggar hukum sehingga telah merugikan orang lain.

Tabel III. Persebaran pendapat Narapidana tentang pembinaan yang dilakukan diLembaga Pemasyarakatn Kelas IIB Karangasem.

No

Pendapat

Frekuensi

%

1

Sangat baik

-

-

2

Baik

2

50

3

Cukup

2

50

4

Buruk

-

-

17Ibid, 182.

I I                                                   I 4                               I 100

Sumber Data: Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Karangasem.

Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatn Kelas IIB Karangasem menurut narapidana yaitu sebanyak 2 orang (50%) menyatakan baik dan 2 orang lainnya (50%) menyatakan bahwa pembinaan di Lembaga Pemasyarakatn Kelas IIB Karangasem cukup.

Tabel IV. Alasan penilaian Narapidana terhadap pembinaan yang dilakukan di LAPAS Kelas IIB Karangasem.

No

Penilaian

Frekuensi

Alasan

1

Baik

50%

• Memberikan      banyak

pengalaman dan membuat diri merasa lebih baik

2

Cukup

50%

• Memberikan manfaat yang baik

Sumber Data: Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Karangasem.

Pembinaan yang dijalani narapidana dirasa telah memberukan banyak pengalaman dan manfaat bagi diri narapidana sehingga mereka merasa menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya.

Tabel V. Persebaran penadapat Narapidana tentang perasaan bosan selama mengikuti pembinaan di LAPAS Kelas IIB Karangasem.

No

Pendapat

Frekuensi

%

1

Ya

2

50

2

Tidak

2

50

4

100

Sumber Data: Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Karangasem.

Tampak dari tabel di atas bahwa 2 orang (50%) narapidana merasa bosan dan 2 orang (50%) menyatakan tidak bosan selama mengikuti pembinaan di dalam LAPAS.

Tabel VI. Tentang alasan penilaian Narapidana terhadap perasaan bosan/jenuh selama mengikuti pembinaan di LAPAS Kelas IIB Karangasem.

No

Penilaian

Frekuensi

Alasan

1

Bosan

50%

• Ingin    cepat    bertemu

keluarga

2

Tidak Bosan

50%

  • •    Perasaan senang mengikuti pembinaan

  • •    Fasilitas pembinaan yang bagus

Sumber Data: Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Karangasem.

Perasaan bosan bagi 2 orang (50%) narapidana timbul akibat rasa rindu ingin cepat keluar dari LAPAS dan segera bertemu dengan keluarga, sementara bagi 2 orang (50%) narapidana rasa bosan dapat teratasi karena perasaan senang dalam mengikuti pembinaan serta fasilitas pembinaan yang bagus sehingga mendukung berlangsungnya proses pembinaan.

Tabel VII. Persebaran penadapat Narapidana tentang permasalahan yang ada selama mengikuti pembinaan di LAPAS Kelas IIB Karangasem.

No

Pendapat

Frekuensi

%

1

Ya

1

25

2

Tidak

3

75

4

100

Sumber Data: Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Karangasem.

Berdasarkan data tabel di atas 1 orang (25%) narapidana mengalami permasalahan selama mengikuti pembinaan di LAPAS Kelas IIB Karangasem, dan 3 orang (75%) menyatakan tidak ada permasalahan.

Tabel VIII. Alasan penilaian Narapidana terhadap permasalahan yang ada selama mengikuti pembinaan di LAPAS Kelas IIB Karangasem.

No

Penilaian

Frekuensi

Alasan

1

Ada

25%

• Waktu pembinaan yang sekarang dirasa terbatas selama pandemi covid-19

2

Tidak Ada

75%

• Pembinaan yang diikuti berjalan sangat baik

Sumber Data: Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Karangasem.

Permasalahan yang dihadapi oleh 1 orang (25%) narapidana disebabkan oleh waktu pembinaan yang dirasa singkat mengingat pemberlakuan protokol covid-19 yang membatasi kegiatan pembinaan yang melibakan lebih dari 20 orang. Sementara 3 orang (75%) narapidana tidak mengalami masalah berarti dan menurut mereka pembinaan berjalan dengan sangat baik.

Tabel IX. Persebaran pendapat Narapidana tentang sikap mereka dalam mengikuti program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Karangasem, dengan

senang hati atau tidak.

No

Pendapat

Frekuensi

%

1

Ya

4

100

2

Tidak

-

-

4

100

Sumber Data: Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Karangasem.

Kegiatan pembinaan dilaksanakan secara sukarela bukan karena paksaan siapapun, hal ini terlihat dari data tabel di atas bahwa 4 orang (100%) narapidana setuju bahwa program pembinaan mereka ikuti dengan senang hati.

Tabel X. Persebaran pendapat Narapidana tentang manfaat dari program pembinaan agama yang dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatn Kelas IIB Karangasem.

No

Pendapat

Frekuensi

%

1

Ya

4

100

2

Tidak

-

-

4

100

Sumber Data: Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Karangasem.

Lembaga Pemasyarakatan sebagai tempat membentuk Narapidana yang tersesat untuk kembali kejalannya, maka pembinaan agama penting guna membimbing

Narapidana bertakwa kepada Tuhan serta berakhlak mulia.18 Sebanyak 4 orang (100%) merasakan manfaat dari pembinaan agama di LAPAS.

Tabel XI. Persebaran pendapat Narapidana tentang manfaat program pendidikan keterampilan yang diadakan Lembaga Pemasyarakatn Kelas IIB Karangasem

No

Pendapat

Frekuensi

%

1

Bermanfaat

4

100

2

Tidak bemanfaat

-

-

4

100

Sumber Data: Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Karangasem.

Pendidikan keterampilan befungsi mengembangkan potensi serta menambah skill, sehingga selepas dari LAPAS Narapidana diharapkan mampu mandiri dan diterima kembali di masyarakat.19 Sebanyak 4 orang (100%) Narapidana merasakan manfaat daripendidikan keterampilan yang diperoleh dari LAPAS.

Tabel XII. Persebaran pendapat Narapidana tentang pembinaan yang diikuti dapat dijadikan bekal hidup selepas dari LAPAS

No

Pendapat

Frekuensi

%

1

Ya

4

100

2

Tidak

-

-

4

100

Sumber Data: Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Karangasem.

Pelaksanaan pembinaan di LAPAS harus berjalan dengan baik dan dapat memberikan bekal hidup agar ketika kembali ke masyarakat Narapidana dapat hidup mandiri.20 Dari data tabel diatas diketahui bahwa 4 responden (100%) menyatakan bahwa pembinaan memberikan bekal untuk hidup mandiri kedepannya.

Tabel XIII. Persebaran pendapat Narapidana tentang sarana dan prasarana pembinaan di Lembaga Pemasyarakatn Kelas IIB Karangasem

No

Pendapat

Frekuensi

%

1

Sangat Baik

-

-

2

Baik

2

50

3

Cukup

2

50

4

Buruk

-

-

5

Sangat Buruk

-

-

4

100

Sumber Data: Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Karangasem.

Sebanyak 2 orang (50%) narapidana menyatakan bahwa kondisi sarana dan prasarana di dalam LAPAS sudah baik, dan 2 orang (50%) menyatakan cukup, mengingat sarana

dan prasarana LAPAS merupakan hal yang berpengaruh dalam berhasilnya pembinaan yang baik bagi narapidana.

Tabel XIV. Persebaran pendapat Narapidana tentang keadaan dirinya selama berada di Lembaga Pemasyarakatn Kelas IIB Karangasem lebih baik atau tidak

No

Pendapat

Frekuensi

%

1

Ya

4

100

2

Tidak

-

-

4

100

Sumber Data: Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Karangasem.

Rumah Tahanan Negara hendaknya bereperan sebagai tempat yang memudahkan narapidana untuk mengahapus dosa dan rasa bersalah mereka. Pembinaan narapidana hendaknya secara psikologis dapat mengarahkan narapidana agar menyadari perbuatannya yang keliru sehingga tidak berbuat jahat lagi setelah narapidana itu menjalani pidana penjara. Tampak data tabel diatas bahwa Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Karangasem berhasil membuat para narapidana tersebut merasa lebih baik, lebih tenang dari sebelumnya, hal ini dapat dilihat bahwa 4 orang narapidana (100%) menyatakan dirinya merasa lebih baik setelah mendapatkan pembinaan baik pembinaan kemandirian maupun keterampilan. Keterangan ke-4 orang tersebut tampak mereka insaf akan kekeliruan dan kejahatan yang sudah pernah mereka lakukan dengan pidana penjara yang mereka peroleh.

Tabel XV. Persebaran pendapat Narapidana tentang perlakuan Pembina di Lembaga Pemasyarakatn Kelas IIB Karangasem

No

Pendapat

Frekuensi

%

1

Sangat baik

1

25

2

Baik

3

75

3

Cukup

-

-

4

Buruk

-

-

5

Sangat Buruk

-

-

4

100

Sumber Data: Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Karangasem.

Jika kita perhatikan tabel diatas, maka menurut 3 orang narapidana (75%) perlakuan petugas/pembina LAPAS terhadap mereka baik, yaitu layaknya keluarga sendiri, dan 1 orang (25%) menyatakan sangat baik. Hal ini menunjukan bahwa hubungan antara petugas LAPAS dengan para narapidana memang baik.

Tabel XVI. Persebaran pendapat Narapidana tentang hubungannya dengan sesama Narapidana

No

Pendapat

Frekuensi

%

1

Sangat baik

1

25

2

Baik

3

75

3

Cukup

-

-

4

Buruk

-

-

5

Sangat Buruk

-

-

4

100

Sumber Data: Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Karangasem.

Salah satu alasan lain yang mendukung pendapat pembinaan di Lembaga Pemasyarakatn Kelas IIB Karangasem cukup baik adalah bagaimana hubungan narapidana dengan narapidana lainnya, hal ini dikarenakan dapat mempengaruhi terhadap keikut sertaannya dalam program pembinaan, jika hubungan dengan sesama narapidana tidak baik, kemungkinan terbesar narapidana tersebut akan malas mengikuti pembinaan karena enggan bertemu dengan narapidana lainnya. Tabel diatas jelas menunjukkan bahwa 1 orang narapidana (25%) menyatakan bahwa hubungan mereka dengan teman sesama narapidana adalah sangat baik, dan 3 orang (75%) menyatakan baik, dimana hubungan dengan sesama warga binaan mampu mengobati rasa bosan karena jauh dari keluarga.

Tabel XVII. Persebaran pendapat Narapidana tentang yang akan dilakukannya selepas menjalani pidana

No

Pendapat

Frekuensi

%

1

Bekerja

4

100

2

Belum terpikir

-

-

4

100

Sumber Data: Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Karangasem.

Terlihat dengan jelas bahwa tingginya semangat narapidana untuk hidup kembali dengan layak ditengah-tengah masyarakat, dalam artian bahwa 4 orang narapidana (100%) menyatakan keinginannya untuk bekerja selepas menjalani masa pidananya di Lembaga Pemasyarakatn Kelas IIB Karangasem dengan skill yang telah diperoleh semasa pembinaan di LAPAS.

Tabel XVIII. Persebaran pendapat Narapidana tentang hubungannya dengan keluarga

No

Pendapat

Frekuensi

%

1

Sangat baik

1

25

2

Baik

2

50

3

Cukup

-

-

4

Buruk

1

25

5

Sangat Buruk

-

-

4

100

Sumber Data: Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Karangasem.

Dukungan dari keluarga adalah faktor penting, karena faktor ini dapat memacu dan memotivasi narapidana untuk mengikuti kegiatan pembinaan dan meringankan tekanan psikis Narapidana.21Dari data tabel diatas menunjukan bahwa 1 orang narapidana (25%) mempunyai hubungan yang sangat baik dengan keluarganya, 2 orang (50%) menyatakan hubungan dengan keluarganya baik dan sisanya 1 orang (25%) menyatakan dengan keluarganya buruk.

Berdasarkan data-data yang diperoleh, maka Penulis berpendapat bahwa pidana penjara singkat tidak menimbulkan kendala atau permasalahan bagi narapidana untuk tidak mengikuti program pembinaan yang diadakan di LAPAS Kelas IIB Karangasem. Artinya bagi keempat orang responden dalam penelitian ini, pidana penjara singkat

tidak menjadikan mereka bersikap acuh terhadap pelaksanaan pembinaan. Menurut mereka jika mereka tidak mengikuti pembinaan yang diadakan maka hal tersebut malah akanmerugikan dirinya sendiri, selain itu dengan mengikuti pembinaan maka akan sedikit mengurangi perasaan bosan selama berada di LAPAS. Namun demikian pembinaan yang mereka ikuti bukan semata-mata karena mereka takut akan teguran dari petugas, mereka mengikuti pembinaan tersebut dengan sukarela dan dengan rasa senang hati agar mereka dapat merasakan manfaat pembinaan yang diberikan oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Karangasem namun memang dalam pelaksanaannya terdapat masalah mengenai waktu pembinaan yang dibatasi mengingat pembinaan harus dilaksanakan mengikuti protokol kesehatan selama pandemi covid-19, sehingga waktu narapidana dalam menjalani pembinaan dibagi mengingat jumlah peserta pembinaan tidak boleh melebihi 20 orang setiap kegiatan pembinaan.

IV. Kesimpulan

Implementasi pembinaan terhadap narapidana termasuk narapidana golongan B.IIA yang melaksanakan pidana penjara singkat di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Karangasem dibagi dalam dua kategori yaitu pembinaan kepribadian serta pembinaan kemandirian, kedua bentuk pembinaan ini dilaksanakan dari hari Senin hingga Jumat selama setahun. Pembinaan kepribadian meliputi pembinaan agama dan rohani, sementara pembinaan kemandirian meliputi pelatihan kerajinan tangan, bengkel las, dan reparasi alat-alat elektronika. Hukuman pidana penjara singkat yang dijalani narapidana golongan B.IIA ternyata tidak menimbulkan kendala terhadap diri narapidana itu sendiri selama mengikuti pembinaan yang diadakan di LAPAS Kelas IIB Karangasem, hal ini terbukti dengan sikap antusiasme dari para responden yang berjumlah 4 orang (100%) narapidana dalam menjalani proses pembinaan. Bagi keempat narapidana tersebut dengan mengikuti program pembinaan berarti membantu diri sendiri dengan harapan ketika keluar dari LAPAS mereka dapat hidup mandiri dan bekerja guna menghidupi keluarganya. Namun ada hal yang dikeluhkan oleh narapidana tersebut yaitu waktu pembinaan yang terbatas dikarenakan situasi pandemi covid-19 dan beberapa lainnya kerap merasakan bosan ketika tidak sedang mengikuti pembinaan dikarenakan ingin cepat bertemu dengan keluarganya.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Ilyas, Amir, dan Mustamin, Maulana. Asas-Asas Hukum Pidana Memahami Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana sebagai Syarat Pemidanaan. (Yogyakarta, Rangkang Education Yogyakarta & Pu-KAP-Indonesia, 2012).

Marzuki, Peter Mahmud. Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta, Kencana, 2008).

Jurnal:

Alviani, Ni Made Destriana Alviani. Mertha, I Ketut Mertha dan I Made Tjatrayasa. ”Efektivitas Lembaga Pemasyarakatan Dalam Pembinaan Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatn Kelas IIA Denpasar”, Kertha Wicara: Journal Ilmu Hukum 4, no. 3 (2015).

Bahri, Syaiful dan Nurdin, Said. “Dukungan Orang Tua Terhadap Pembinaan Remaja

di LAPAS (Suatu Penelitian di LPKA Kelas II Banda Aceh).” JIMBK: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bimbingan & Konseling 4, no. 3 (2019).

Hananta, Dwi. “Pertimbangan Keadaan-Keadaan Meringankan dan Memberatkan Dalam Penjatuhan Pidana/Aggravating And Mitigating Circumstances Consideration On Sentencing.” Jurnal Hukum dan Peradilan 7, no. 1 (2018).

Nugraha, Aditya. "Konsep Community Based Corrections Pada Sistem Pemasyarakatan Dalam Menghadapi Dampak Pemenjaraan." Jurnal Sains Sosio Humaniora 4, no. 1 (2020).

P, Ketut Krisna Hari Bagaskara dan Wirasila, AA Ngurah. “Pidana Kurungan Sebagai Pengganti Terhadap Pelaksanaan Pidana Denda Dalam Tindak Pidana Mata Uang.” Jurnal Kertha Wicara 8, no. 4, (2019).

Pramesti, Komang Atika Dewi Wija dan Suardana, I Wayan. "Faktor Penyebab dan Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor (Curanmor) Di Kota Denpasar." Kertha Wicara: Journal Ilmu Hukum 9, no. 2 (2019).

Pratama, Devis Aji dan Maerani, Ira Alia. "Proses Pembinaan Narapidana Perempuan Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II. A Semarang." Prosiding Konferensi Ilmiah Mahasiswa Unissula (KIMU) Klaster Hukum (2020).

Rumadan, Ismail. "Problem Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia dan Reorientasi Tujuan Pemidanaan." Jurnal Hukum dan Peradilan 2, no. 2 (2013).

Silambi, Erni Dwita dan Maryln Jane Alputila. “Efektivitas Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Merauke”, Societas: Jurnal Ilmu Administrasi dan Sosial 4, no 1 (2015).

Tallesang, Sonda. "Dasar Pertimbangan Hakim dalam Penjatuhan Putusan Pidana Bersyarat sebagai Alternatif Pidana Penjara (Studi di Pengadilan Negeri Malang)." Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum 1, no. 1 (2014).

Utami, Penny Naluria dan H. A. M. R. Indonesia. “Keadilan bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan.” Jurnal Penelitian Hukum De Jure 17, no. 3 (2017).

Wardhini, Savitri Restu. W, Rama Wijaya KW dan Pasiska. “’Masuk Napi Keluar Santri’: Pembinaan Narpidana Berbasis Pesantren Di Lapas Kelas II A Kota Lubuklinggau.” Psychosophia: Journal of Psychology, Religion, and Humanity 2, no. 2 (2020).

Whiny Dhiniyati, Neneng. “Pembinaan Narapidana Melalui Pendidikan Keterampilan Pembuatan Sandal Untuk Kemandirian (Studi pada Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Tasikmalaya).” Indonesian Journal of Adult and Community Aducation 1, no. 1 (2019).

Wulandari, Sri. "Efektifitas Sistem Pembinaan Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Terhadap Tujuan Pemidanaan." Jurnal Ilmiah Hukum Dan Dinamika Masyarakat 9, no. 2 (2016).

Peraturan Perundang-Undangan:

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

Skripsi:

Nuramelia, Yussy Sri. “Tinjauan Yuridis dan Penologis tentang Penjatuhan Pidana Penjara secara Singkat pada Pelaku Kejahatan dan Sistem Pembinaanny.” Universitas Islam Indonesia (2006).

Shalihin, Malhini. “Strategi Lapas Kelas II A Curup Dalam Meningkatkan Kualitas Pembinaan Agama Islam Bagi Narapidana.” Institut Agama Islam Negeri Curup (2018).

Jurnal Kertha Negara Vol. 9 No. 5 Tahun 2021, hlm.316-331

331