PERLINDUNGAN HUKUM PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA SECARA SEPIHAK DALAM PUTUSAN NOMOR 10/PDT.SUS-PHI/2020/PN-DPS

I Gusti Lanang Agung Hendra Dharmayasa, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

I Gusti Ngurah Dharma Laksana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail : [email protected]

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perlindungan hukum pemutusan hubungan kerja secara sepihak dalam putusan dan pendapat majelis hakim pada Putusan Nomor:10/Pdt.Sus-PHI/2020/PN-Dps. PHK secara sepihak tidak boleh dilakukan karena hanya satu pihak saja yang diuntungkan dan pihak yang lain merasa di rugikan. Metode penelitian jurnal ini yaitu penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan kasus dan pendekatan undang-undang. Pendekatan kasus pada jurnal ini berpedoman ataupun mengacu pada putusan pengadilan. Jadi jurnal ini mengambil rumusan masalah bagaimana suatu perlindungan hukum pemutusan hubungan kerja secara sepihak terhadap pekerjanya berdasarkan Putusan Nomor 10/Pdt.Sus-PHII/2020/PN-Dps dan bagaimana pertimbangan hak pekerja yang di dapat pemutusan hubungan kerjanya secara sepihak berdasarkan Putusan Nomor 10/Pdt.Sus-PHI/2020/PN-Dps. Salah satu kasus yang unik untuk dibahas, Yayasan GMISB berselisih ataupun melawan KMB. KMBP Sebagai pekerja 21 tahun leih mengajar menjadi guru hanya mendapat perpanjangan kontrak. Penggugat atau Yayasan GMISB mendalilkan tergugat telah melakukan PHK secara sepihak dengan memaksa penggugat untuk mengundurkan diri, sementara tergugat mendalilkam penggugat telah mengundurkan diri melalui wasthapp. Pada faktanya penggugat tidak pernah menandatangani surat pengunduran diri yang draftnya di buat oleh tergugat. 21 tahun lebih penggugat sama sekali tidak pernah mendapatkan surat peringatan. Penggugat tidak lagi di perkenankan memasuki areal kerjanya atau kata lain di pandang sebagai bentuk pemutusan hubungan kerja secara sepihak. Majelis hakim dalam Putusan Nomor 10/Pdt.Sus-PHI/2020/PN-Dps mengabulkan hak pekerja yang di PHK secara sepihak dengan mendapatkan ganti rugi sebesar Rp.1.196.000.000.

Kata kunci: Pemutusan Hubungan Kerja, Perusahan, Sepihak

ABSTRACT

The purpose of this journal is none other than to obtain legal knowledge, especially labor law, to know the legal protection of unilateral termination of employment against the decisions and opinions of the panel of judges Decision Number: 10 / Pdt.Sus-PHI / 2020 / PN-Dps. Unilateral layoffs should not be carried out because only one party benefited and the other party felt that they were disadvantaged, the method was clarified as a normative research journal, court case approach and legal approach. The approach to this journal case is guided by or refers to the verdict. Sothis journal takes the formulation of the problem of how a legal protection for the unilateral termination of employment for workers based on Decision Number 10 / Pdt.Sus-PHII / 2020 / PN-Dps and how to consider the rights of workers who get unilateral termination of employment based on Decision Number 10 /Pdt.Sus-PHI/2020/PN-Dps. One of the unique cases to discuss, the GMISB Foundation is in conflict with or against KMB. KMBP As a 21-year-old worker, she only received a contract extension. The plaintiff or the GMISB Foundation argued that the defendant had unilaterally laid off by forcing the plaintiff to resign, while the defendant argued that the plaintiff had resigned through wasthapp. In fact, based on the plaintiff's evidence never signed the resignation letter that the defendant drafted. For more than 21 years, the plaintiff never received a

warning sound. Plaintiffs are no longer allowed to enter their working area or in other words, viewed as a form of unilateral termination of employment. The panel of judges in Decision Number 10/Pdt.Sus-PHI/2020/PN-Dps granted the rights of workers who were laid off unilaterally by receiving compensation of Rp. 1,196,000,000.

Keywords: Termination of Employment, Company, One-sided

I Pendahuluan

1.1.    Latar Belakang

kasus hukum dibidang hukum ketenagakerjaan yaitu pemutusan hubungan kerja sering di singkat dengan pemutusan hubungan kerja (PHK). Banyak upaya hukum yang dilakukan agar pemutusan hubungan kerja tidak dilakukan dan tidak adanya kata sepakat kedua belah pihak antara karyawan dan pengusaha. Walapun bipatrit dan tripatrit dilakukan, kata sepakat tidak juga di keluarkan kedua belah pihak dan berakhir ke pengadilan . Kondisi seperti saat ini, di situasi covid-19 pekerja atau buruh di negara Indonesia sangat memperhatikan karena tidak dapat bekerja dengan maksimal dan perusahan mengurangi karyawanya untuk mengefesiensi agar perusahan tetap berjalan. Masalah bermunculan mulai dari ketidak seimbangan antara jumlah lapangan pekerjaan dengan pencari kerja, keterampilan serta tidak meratanya distribusi tenaga kerja baik dari tingkat regional bahkan tingkat nasional, kesejahtraan dan perlindungan hukum ataupun jaminan hukum tenagakerja. Situasi seperti ini masih bertahan mampu memutar perekonomian, ada perusahan malah omset meningkat seperti perusahan yang membuat masker sekala besar, dan ada perusahan kesulitan keuangan mendorong perusahan untuk mengambil kebijakan praktik unpaid leave (mencutikan pekerja, namun tidak dibayar) merugikan pekerja/buruh, merumakan pekerja, dan hingga berujung pada pemutusan hubungan kerja dilakukan pegusaha secara sewenang-wenang.1 Upah yang di dapatkan tergolong minimum pada umumnya masih di bawah kebutuan hidup minimum, masalah perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerja.2

Diuraikan diatas potensi adanya kondisi menimbulkan dampak masalah-masalah dalam hubungan industrial. Masalah ketenagakerjaan perselisihan hubungan industrial, pendapat sepihak memberat salah satu pihak dan pihak yang satu diuntukan, terjadi pemogokan pekerja , melakukan kesalahan berat tergolong tindak pidana, melanggar penjanjian kerja bersama PKB, hingga berujung dengan berakhirnya pekerja atau karyawan di perusahan.

Seorang pekerja apabila mengalami pemberhentian hubungan kerja, waktu yang diperlukan tidaklah sebentar bisa dibilang waktu yang lama untuk menyelesaikannya kasus tersebut, begitu juga dengan upah atau hak yang didapatkan oleh karyawan belum tentu diterima upahnya secara utuh ataupun penuh, bisa hanya sebagian yang di kabulkan oleh majelis hakim. Selama proses pemutusan hubungan kerja pekerja tidak mendapatkan upah, pekerja harus menunggu dalam proses dikatakan lebih lama lagi, hingga ada kata sepakat kedua belah pihak perushaan dan

pekerja. Ada hal tidak sesuai dengan kenyataanya perusahan tidak mampu melindungi hak-hak karyawan yang notabene terjadi PHK di perusahan dan perusahan menolak membayar hak pekerja, hal ini tergolong melakukan PHK sepihak hanya menguntungkan perusahan dan merugikan karyawan karena hak karyawan tidak di dapatkan, seharunya proses PHK sesuai dengan aturan yang sudah ada dan sudah berlaku di bidang hukum ketenagakerjaa.

Melihat kondisi perekonomian saat ini banyak perusahan menemui berbagai permasalahan ekonomi bahkan tidak sedikit perusahan yang sampai gulung tikar, hal ini tentu saya berdampak pada terdapatnya pemutusan hubungan kerja terhadap karyawan atau burh secara sepihak dari perusahan.3 Suatu hubungan kerja ditandai dari adannya penandatanganan suart perjanjian kerja oleh pihak yang bersangkutan, dalam hal ini pekerja atau karyawan dengan pihak perusahan.

Pengadilan hubungan industrial memutusakan upaya hukum sesuai dengan hukum yang berlaku serta upaya yang diberikan kepada seseorang untuk sesuatu hal tertentu yang melawan hukum.4

Hingga berakhirnya pula hak dan kewajiban diantara mereka (pengusaha dan karyawan) dengan berbagai macam alasan kedua belah pihak merupakan pemutusan hubungan kerja atau PHK.5 Berdasarkan uraian latar belakang jurnal diatas, Jadi judul jurnal ini memproleh judul dengan judul Perlindungan Hukum Pemutusan Hubungan Kerja Secara Sepihak Putusan Nomor: 10/Pdt.Sus-Phi/2020/Pn-Dps.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

Rumusan Masalah dapat dirumuskan menjadi dua (2) permasalahan:

  • 1.    Bagaimanakah perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja secara sepihak terhadap pekerjanya berdasarkan Putusan Nomor 10/Pdt.Sus-PHII/2020/PN-Dps?

  • 2.    Bagaimanakah pertimbangan hak-hak pekerja yang di dapat dalam pemutusan hubungan kerjanya secara sepihak berdasarkan Putusan Nomor 10/Pdt.Sus-PHI/2020/PN-Dps?

  • 1.3.    TujuanPenulisan

Penulisan penelitian ini memiliki tujuaan untuk mengetahui mengenai perlindungan hukum kepada pekerja sebagai guru swasta atas pemutusan hubungan kerja di yayasan GMISB kasus pemutusan hubungan kerja secara sepihak pada putusan nomor:10/Pdt.Sus-PHI/2020/PN-Dps. Serta tujuan khusus dari penulisan penelitian ini untuk mengetahui alasan mengapa yayasan melangsukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja guru serta pertimbangan majelis hakim terhadap pekerja pemutusan hubungan kerjanya berdasarkan Putusan Nomor 10/Pdt.Sus-PHI/2020/PN-Dps.

  • II.    MetodePenelitian

Penulisan penelitian ini menggunakan metode hukum yuridis normatif. Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kasus dan pendekatan perundang-undangan (statute approach). Pendekatan perundang-undangan pada jurnal ini berpedoman pada peraturan terkait hukum ketenagakerjaan. Pendekatan kasus pada jurnal ini berpedoman ataupun mengacu pada Putusan Pengadilan Nomor 10/Pdt.Sus-PHI/2020/PN-Dps.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

  • 3.1.    Perlindungan Hukum Pemutusan Hubungan Kerja Secara Sepihak Terhadap Pekerjanya Berdasarkan Putusan Nomor 10/Pdt.Sus-PHII/2020/PN-Dps

Salah satu hak manusia adalah untuk mendapatkan perlindungan hukum, dimana manusia sebagai subjek hukum baik dalam keadaan perorangan maupun ketika berada dalam suatu komunitas/kelompok atau dalam keadaan lainnya.6 Perlindungan hukum merupakan salah satu perlindungan yang diberikan kepada masyarakat untuk mendapat hak-hak yang sepantasnya didapatkan dari hukum tersebut. Perlindungan hukum dapat dilihat sebagai salah satu upaya hukum untuk mempertahankan harkat dan martabat serta hak-hak asasi manusia guna memberikan rasa aman dan nyaman dalam kehidupan bernegara.

Perlindungan tenaga kerja merupakan suatu sistem hubungan kerja secara harmonis tanpa adanya tekanan dari pihak manapun dan tak ada tekanan dari pihak yang kuat kepada pihak lemah. Perlindungan hukum sesuai dengan peratusan perundangaan yang berlaku. Hak buruh berupa uang pisah, uang ganti rugi perumahan dan pengobatan, uang penghargaan masa kerja, dan uang pesangon.7 Sesuatu hubungan hukum antara pengusaha dan pekerja atau karyawan suatu hal abstrak merupakan hubungan kerja. Kata lain tidak ada persamaan paham dalam hubungan kerja yang kedua belah pihak sepakati bersama.8 Hak-hak yang tidak terpenuhi dengan baik dapat menimbulkan adanya perselisihan hak, hal ini disebabkan dari adanya selisih pendapat mengenai pelaksaan atau penafsiran terhadap ketentuan yang telah tertuang dalam peraturan perundang-undangan, dalam peraturan perusahan maupun dalam perjanjian kerja, perselisihan hak ini juga sering disebut sebagai perselisihan normatif.9

Penyelesaian perselisihan dalam hubungan industrial dapat melalui penyelesaian bipartit menjadi salah satu jalan menyelesaian perselisihan dalam hubungan industrial yang dapat diselesaikan dengan cara non ajudikasi melaui form antara pihak pekerja melalui serikat buruh dengan perusahan dan dengan melibatkan pihak lain.10 Jika bipatrit tidak juga dengan kata sepakat antara kedua belah pihak

maka selanjutnya dengan cara tripartit penyelesaian tetap di jual pengadilan berupa mediasi, konsliasi, dan bisa arbitrase dengan cara ini sering disebut non litigasi atau penyelesaian di luar pengadilan, sedangkan kasus ketenagakerjaan dengan pemutusan hubungan kerja tetap melalui litigasi di dalam pengadilan. PKWT merupaka perjanjian kerja antara pihak pemberi kerja dengan penerima kerja bersangkutan akan terjadi hubungan kerja untuk pekerja terterntu atau waktu tertentu, PKWT berupa tertulis memakai bahasa indonsia dan bahasa asing, sehingga di butuhkan seorang juru bahasa.11 Sedangkan PKWTT merupakan bentuk perjanjian kerja anatara kedua belah pihak anatra pengusaha dengan pekerja/ karyawan untuk hubungan kerja yang sifatnya tepat.

Duduk perkara KMBP, laki-laki, Warga Negara Indonesia, jabatan terakhir sebagai Management Consultant beralamat di xxx, dalam hal ini diwakili oleh kuasa hukumnya IBAM S.H., DPL, S.H., M.H. dan IWGY, S.H., M.H., Para Advokat dan Konsultan Hukum, pada kantor xxx, beralamat di Jalan Danau XXX Denpasar - Bali, untuk selanjutnya disebut sebagai penggugat. Lawan Yayasan GMISB Berkantor Cabang di Jl. Tukadxxx Nomor xxx, Kec.Denpasar XXX, Kota Denpasar, Bali dan Berkantor Pusat di Jl.xxx, Jakarta dalam hal ini diwakili oleh kuasa hukumnya IWR, S.H., C.N., M.H., Advokat/Penasihat Hukum pada kantor Law FirmXXX, alamat Jl.XXX Jakarta Pusat, surat kuasa tertanggal 20 juli 2020 dan sebagai tergugat.

Menurut Udiana bahwa suatu gugatan yang diajukan pekerja/buruh kepada majikan/pemberi kerja berdasarkan Pasal 1365 BW tentang perbuatan melanggar hukum, maka gugatan tersebut (PHK tanpa izin dan pembayaran gaji dibawah standar upah minimum) merupakan perselisihan hak yang menjadi wewenang peradilan umum.12 Penggugat telah mengajukan surat gugatan tertanggal 7 Juli 2020, sudah didaftarkan dan di terima di kepaniteraan. Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Denpasar pada tanggal 10 Juli 2020 dibawah register perkara nomor : 10/Pdt.Sus-PHI/2020/PN.Dps,

Gaji pokok guru swasta KMBP terakhir Rp.38.000.000/gaji di tambah tunjangan tetap sebesar Rp2.000.000 yang dibayarkan secara bulanan, sehingga jumlah upah yang di terima pengugat melalui tranfer bank sebesarRp.40.000.000 perbulan secara bersih setelah di potong pajak yang di bayarkan oleh tergugat. Penggugat telah mempunyai hubungan kerja dengan tergugat sejak tahun 1998. Segi normatif hukum telah di atur pada pasal 57 ayat (1) dan ayat (2) UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, lebih di tegaskan pada pasal 15 ayat(1) KEP.100/MEN/VI/2004 tentang pelaksanaan perjanjian kerja waktu tertentu, secara terang benderang mengatur bahwa perjanjian kerja dibuat dalam bahasa Indonesia dan lalu

Secara terang benderang mengatur bahwa perjanjian kerja yang tidak dibuat dalam Bahasa Indonesia dan huruf latin berubah menjadi perjanjian kerja untuk waktu tertentu (PKWTT) sejak adanya hubungan kerja. Kata renewal dalam renewal of Agreement yang dibuat oleh tergugat tersebut diatas dapat terlihat dengan jelas bahwa sifat pekerjaan penggugat merupakan pekerjaan yang dibutuhkan oleh tergugat sebagai pekerjaan pokok yang sifatnya terus menerus, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 59 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,

hubungan kerja untuk sifat pekerjaan tersebut tidak dapat didasarkan atas (PKWT). Pasal 59 ayat (7) UU Ketenagakerjaan, PKWT untuk pekerjaan yang menurut sifat dan jenisnya adalah pekerjaan yang terus menerus tanpa terputus-putus, maka demi hukum Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu (PKWT) tersebut menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Pada tanggal 11 Nopember 2019 tanpa alasan yang jelas dan berdasar hukum, tergugat mengirimkan surat pemberitahuan kepada penggugat, yang mana dalam surat tersebut terlampir surat pengunduran diri atas nama penggugat yang tidak pernah sama sekali dibuat oleh penggugat. Selain itu tergugat juga melarang penggugat untuk masuk ke areal tempat kerjanya tanpa dasar hukum dan alasan yang jelas. Tergugat yang memaksa penggugat untuk menandatangani Surat Pengunduran Diri yang tidak pernah dibuatnya. Surat pengunduruan diri seorang pekerja pada suatu perusahaan harus berdasarkan pada keinginan dan kehendak sendiri, yang mana dalam ketentuan Pasal 162 ayat (3) dan Pasal 151 ayat (3) UU Ketenagakerjaan, yakni:

  • a.    Mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri.

  • b.    Tidak terikat dalam ikatan dinas.

  • c.    Tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal pengunduran diri.

Apabila terdapat kasus dimana PHK yang dilakukan bersifat sepihak dan pekerja yang di PHK tidak mendapatkan hak-hak yang sudah seharusnya didapatkan, maka hal itu tentu saja dapat merugikan para pekerja.13 Pasal 154 UU Ketenagakerjaan ditegaskan pula bahwa pengunduran diri yang dilakukan oleh Pekerja dilakukan dengan mengajukan pengunduran diri secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha. tergugat lakukan kepada penggugat, terlebih penggugat telah mengabdi dengan profesional dan berintegritas selama 22 (dua puluh dua) tahun kepada tergugat, namun tergugat memilih mengakhirinya dengan cara yang tidak profesional dan melanggar amanat UU Ketenagakerjaan. Perundingan secara bipartit, yang mana telah dilaksanakan perundingan secara bipartit antara penggugat dengan tergugat di tempat milik tergugat (Sekolah) pada tanggal 5 januari 2020. Kemudian mengundang penggugat dan tergugat untuk hadir dalam perundingan bipartit II (kedua) yang diselenggarakan pada tanggal 20 Januari 2020 bertempat di ruang pertemuan Dinas Tenaga Kerja Pemerintah Kota Denpasar. Jelas tergugat tidak memenuhi undangan tersebut diatas dan tidak hadir dalam perundingan tersebut, maka oleh karena tidak hadirnya tergugat, dinas tenaga kerja pemerintah Kota Denpasar kemudian melimpahkan peselisihan ini kepada mediator pada dinas tenaga kerja provinsi bali, untuk dilaksanakan Perundingan secara Tripartite.

  • 3.2.    Pertimbangan Hak-Hak Pekerja Yang Di Dapat Pemutusan Hubungan Kerjanya Secara Sepihak Berdasarkan Putusan Nomor 10/Pdt.Sus-PHI/2020/PN-Dps.

Pertimbangan hak-hak pekerja yang di dapat pemutusan hubungan kerjanya secara sepihak berdasarkan Putusan Nomor 10/Pdt.Sus-PHI/2020/PN-Dps. Menurut ketentuan undang-undang, bagi bekerja yang bertugas dan berfungsi tidak mewakili kepentingan perusahan secara langsung, selain uang pengganti hak, juga diberikan

uang pisah yang besarnya dan pelaksanaanya diatur dalam perjanjian kerja atau perjanjian kerja bersama.14 Pertimbangan hukum majelis hakim dalam Putusan Nomor10 Pdt.Sus-PHI/2020/PN-Dps:

  • 1.    Megabulkan gugatan penggugat untuk Sebagian.

  • 2.    Menyatakan perjanjian kerja waktu tertentu antara penggugat dengan tergugat demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.

  • 3.    Menyatakan hubungan kerja antara penggugat dengan tergugat berakhir karena pemutusan hubungan kerja terhitung sejak tanggal 2 November 2019.

  • 4.    Menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara yang hingga saat ini ditetapkan sejumlah Rp.491.000,00

Jadi pertimbangan hak-hak pekerja pada kasus Putusan Nomor10/Pdt.Sus-PHI/2020/PN-Dps hak-hak pekerja yang di Pengusaha tetap wajib membayar uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali dan uang penghargaan hak. Dengan rincian sebagai berikut:

Uang Pesangon:

  • 2    x 9 x Rp.40.000.000,                              = Rp. 720.000.000

Uang Penghargaan Masa Kerja

  • 8    x Rp.40.000.000                                 = Rp. 320.000.000

Jumlah= Rp.1.040.000.000

Uang PenggantianHak

15% x Rp.1.040.000.000                           = Rp. 156.000.000,-

Total seluruhnya                                 = Rp.1.196.000.000,-

Total atau jumlah total hak-hak pekerja yang di dapatkan mulai dari uang ganti rugi, uangpenghargaan masa kerja dan uang pesangon yang wajib dibayarkan oleh pihak perusahan kepada karyawan guru sebesar Rp 1.196.000.000.

  • IV. Kesimpulan

Perlindungan hukum pemutusan hubungan kerja terhadap pekerjanya secara sepihak berdasarkan studi kasus Putusan Nomor: 10/Pdt.Sus-PHI/2020/PN-Dps adalah bahwa Penggugat telah mengabdi dengan profesional dan berintegritas selama 22 (dua puluhdua) tahun kepada tergugat, namun tergugat memilih mengakhirinya dengan cara yang tidak profesional. Tergugat melarang Penggugat berada di wilayah tempat kerja, perundingan secara bipartit, yang mana telah dilaksanakan perundingan secara bipartit antara penggugat dengan tergugat di tempat milik tergugat (Sekolah) pada tanggal 5 januari 2020. Kemudian mengundang penggugat dan tergugat untuk hadir dalam perundingan bipartit II (kedua) yang diselenggarakan pada tanggal 20 Januari 2020 bertempat di ruang pertemuan Dinas Tenaga Kerja Pemerintah Kota Denpasar. Alasan yang jelas tergugat tidak memenuhi undangan tersebut diatas dan tidak hadir dalam perundingan tersebut, maka oleh karena tidak hadirnya tergugat, Dinas Tenaga Kerja dan Sertifikasi Kompetensi Pemerintah Kota Denpasar kemudian melimpahkan sengketa ini kepada mediator pada Dinas Tenaga Kerja Energi Sumber

Daya Mineral Provinsi Bali, untuk dilaksanakan Perundingan secara Tripartit. Perlindungan hukum yang tercermin dalam Putusan Nomor 10 Pdt.Sus-PHI/2020/PN-Dps adalah sebagai berikut:

  • a)    Megabulkan gugatan penggugat untuk sebagian.

  • b)    Menyatakan perjanjian kerja waktu tertentu antara penggugat dengan tergugat demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.

  • c)    Menyatakan hubungan kerja antara penggugat dengan tergugat berakhir karena pemutusan hubungan kerja terhitung sejak tanggal 2 November 2019.

  • d)    Menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara yang hingga saat ini ditetapkan sejumlah Rp.491.000,00

Pertimbangan majelis hakim kepada guru swasta mendapatkan hak yang di akibatkan akibat PHK berupa mulai dari uang pesangon, uang masa kerja dan uang ganti rugi yang berpedoman dengan aturan yang berlaku. Hak-hak pekerja yang di peroleh, akibat hukum terjadi dan majelis hakim mengabulkan hak pekerja di PHK secara sepihak Putusan Nomor 10/Pdt.Sus-PHI/2020/PN-Dps adalah sebesar Rp.1.196.000.000. Pada pemutusan hubungan kerja secara sepihak hendaknya diberikan seadil-adilnya dan aturan norma yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Farianto dan Darmanto, Himpunan Putusan Mahkamah Agung DalamPerkara PHI Tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Disertai Ulasan Hukum, (Jakarta, PT.Raja Grafindo Persada, 2010).

Sutedi, Adrian, Hukum Perburuhan, (Jakarta, Sinar Grafika, 2011).

Suwiryo, Broto,Hukum Ketenagakerjaan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Berdasarkan Asas Keadilan, (Jawa Timur, LaksbangPressindo, 2017).

Udiana, I Made, Kedudukan dan Kewenangan Pengadilan Hubungan Industrial, (Denpasar,Udayana University Press, 2016).

Wijayanti, Asri, Hukum Ketenagakerjaan pasca reformasi, (Jakarta,Sinar Grafika,2010).

JurnalIlmiah

Amilia, Sri Intan. “Penyebab Terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja Oleh Pengusaha Terhadap Pekerja Ditinjau Berdasarkan Hukum Ketenagakerjaan.” Jurnal Hukum Kertha Semaya Univesitas Udayana Vol. 1 No.10 (2018).

Arwini, Ni Luh Putu Sintia, “Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Pekerja Kontrak Cleaning Service Pada BPR Karya Sari Sedana di Kabupaten Badung”, Jurnal Hukum Kertha Semaya Univesitas Udayana Vol. 06No.07 (2018).

Desri wulandari, Ida Ayu. “Penyelesaian Perselisahan Hubungan Industrial Dalam Perkara Demosi Karyawan Kontrak Pt.Dewata Seminyak (Studi Kasus Putusan Nomor.03/Pdt.Sus-Phi/2016/PnDps).”Jurnal Hukum Kertha Semaya Univesitas Udayana Vol. 2 No. 22 (2014).

Fathammubina, Rohendra and Apriani, Rani. “Perlindungan Hukum Terhadap Pemutusan Hubungan Kerja Sepihak Bagi Pekerja.” Jurnal Univesitas Singa perbangsa KarawangVol. 3 No. 1 (2018).

Gita Mogi, Erica, “Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Yang Di Phk Sepihak Oleh Perusahaan Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan”, E-Journal Universitas Sam Ratulangi Manado, Vol 5 No.2, (2017).

Grace, Angelia, “Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Akibat Pemutusan Hubungan Kerja (Phk) Sepihak Berdasarkan Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 211/Pdt.Sus-Phi/2018/Pn.Bdg)”, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara, Vol. 03 No. 01 (2020).

Maringan, Nikodemus, “Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Secara Sepihak Oleh Perusahaan Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan”, Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion, Edisi 3, Vol. 3 No. 3 (2015).

Randi, Yusuf. “Pandemi Corona Sebagai Alasan Pemutusan Hubungan Kerja Pekerja Oleh Perusahaan Dikaitkan Dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan.” Jurnal Hukum Universitas Padjadjaran Vol. 3 No. 2 (2020).

Simpen, I Ketut. “Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Menurut Undang – Undang KetenagaKerjaan.” Jurnal Hukum Universitas MahendradattaVol. 2 No. 2 (2020).

Widayanti. “Tinjauan Perlaksanaan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.” Jurnal Univesitas 17 Agustus 1998 SemarangVol. 15 No. 2 (2018).

PeraturanPerundang – Undangan:

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer).

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Kesehatan.

Jurnal Kertha Negara Vol. 9 No. 6 Tahun 2021, hlm.476-484

484