Perlindungan Karya Cipta Podcast Audio Berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta Tahun 2014
on
PERLINDUNGAN KARYA CIPTA PODCAST AUDIO BERDASARKAN UNDANG-UNDANG HAK CIPTA
TAHUN 2014
Putu Juliantika Dewi, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
I Dewa Ayu Dwi Mayasari, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaturan dalam melindungi karya cipta podcast audio berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta dan mengetahui sanksi hukum apabila terjadi tindakan pembajakan seperti mengunggah ulang karya podcast audio oleh pihak lain tanpa izin podcaster. Penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan analisis konsep hukum. Hasil analisis menunjukkan bahwa podcast audio dengan topik bahasan seperti ceramah, kuliah, pidato maupun ciptaan sejenis lainnya telah diatur dalam Pasal 40 ayat (1) huruf b UUHC, sedangkan diluar dari jenis topik tersebut belum diatur sehingga terjadi kekaburan norma perihal tidak adanya penjelasan lebih lanjut terkait frasa “ciptaan sejenis lainnya”. Atas tindakan mengunggah ulang podcast audio oleh pihak lain dengan tujuan komersial secara tidak sah, dapat dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam UUHC dengan jalan melakukan pengaduan maupun mengajukan gugatan ganti rugi.
Kata Kunci: Podcast Audio, Pembajakan, Sanksi Hukum, Hak Cipta.
ABSTRACT
The purpose of this research is to analyze the arrangements in protecting the copyrighted work of audio podcasts under the copyright act and to know the legal sanctions in the event of piracy such as re-uploading audio podcasts work by other parties without the permission of podcasters. This writing uses normative legal research methods with a statutory approach and analysis of legal concepts. The results of the analysis showed that audio podcasts with a subject topic such as sermons, lecturers, addresses, or other works of utterance have been set out in Article 40 paragraph (1) letter b of the Copyright Act, while outside of these types of topics have not been regulated so that there is a blurring of norms regarding the absence of further explanation related to the phrase “other works of utterance”. For the act of unlawfully re-uploading audio podcasts by others for commercial purposes may be penalized as stipulated in the copyright Act by making a complaint of filing a claim for demages.
Keywords: Audio Podcasts, Piracy, Legal Sanctions, Copyright.
Canggihnya teknologi, ilmu pengetahuan yang maju serta meningkatnya kompleksitas kebutuhan manusia akan informasi dan komunikasi mendorong upaya untuk memaksimalkan pemanfaatan media baru. Di era serba digital ini setiap orang diberikan ruang tanpa batas untuk menyalurkan berbagai bentuk kreativitasnya pada media sosial seperti media baru dan digital. Hadirnya media tersebut menjadikan segala sesuatu yang menunjang kehidupan orang-orang saat ini semakin mudah, cepat dan praktis digunakan. Salah satu manfaat adanya media baru yaitu kegiatan seperti ceramah, berpidato, seminar, talk show biasanya dilakukan dihadapan penonton namun dengan adanya media baru, hal tersebut dapat diadakan baik melalui media audio maupun audio visual. Pemanfaatan media tersebut menjadi peluang bagi pembicara untuk menjangkau khalayak lebih luas bahkan dapat memperoleh nilai ekonomi dari konten yang diunggahnya. Media digital memberikan jangkauan informasi yang tidak terbatas, namun dapat menimbulkan kejenuhan, maka difase tertinggi masyarakat akan mencari berbagai macam media baru yang berbeda1 sebagai alternatif menemukan konten kreatif. Bentuk media yang akhir-akhir ini paling diminati adalah media audio yang didistribusikan melalui podcast audio. Direktur Jenderal Aplikasi Informatika mengemukakan sampai bulan April 2020, lebih dari 30 juta episode podcast di seluruh dunia berdasarkan laporan data Spotify disampaikan bahwa jumlah pendengar podcast paling banyak di Asia Tenggara adalah negara Indonesia.2
Podcast singkatan dari kata ipod dan broadcasting yang berarti siaran dengan menggunakan ipod (perangkat pemutar media digital), podcast merupakan konten audio digital yang dapat didengarkan secara langsung maupun diunduh terlebih dahulu melalui internet.3 Dalam dunia podcast, orang yang membuat konten podcast audio bukan disebut sebagai penyiar melainkan disebut sebagai podcaster karena adanya perbedaan antara podcast dengan radio. Perbedaannya radiokonvensional melakukan siaran secara terjadwal, linear dan satu arah melalui lembaga penyiaran, sedangkan podcast dilakukan dengan format siaran on-demand artinya
podcast sebagai media yang sesuai dengan kebutuhan , dapat didengarkan secara berulang-ulang dan pendengar bebas menentukan topik yang diinginkan.4 Popularitas podcast di indonesia mengalami perkembangan seiring dengan hadirnya bermacam-macam topik menarik yang dibawakan seperti cerita misteri, diskusi tentang sosial budaya, olahraga, seni, hiburan, hobi, musik, politik, kesehatan dan lain sebagainya. Tidak hanya dalam bidang hiburan, podcast juga dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran5 dengan mengunggah rekaman penjelasan materi kuliah, ceramah keagamaan, seminar, webinar, pidato ke platform penyedia layanan podcast melalui internet. Agar meningkatkan popularitas konten podcast audio dengan tujuan untuk menambah pendapatan dari kunjungan pendengar, biasanya podcaster mengundang bintang tamu dari kalangan artis, musisi, politikus hingga pejabat negara. Adapun jenis-jenis podcast yakni dari sisi pembawa acara antara lain: solo podcast apabila dibawakan oleh hanya satu orang podcaster saja, multi host jenis podcast yang dipandu oleh lebih dari satu orang podcaster tetap dan talk show jenis podcast berformat seperti wawancara yang biasanya mengundang bintang tamu untuk mendiskusikan permasalahan, berita serta kondisi terkini yang sedang terjadi ditengah masyarakat. Kemudian dari sisi format konten antara lain terdapat jenis Monolog adalah podcast yang dibawakan oleh satu orang dan jenis conversational yaitu podcast yang dibawakan lebih dari satu orang yang mana umumnya kedua jenis ini dibawakan untuk bercerita.
Hasil karya cipta podcast tidak dapat dilepaskan dari perlindungan Kekayaan Intelektual (KI) yang melekat pada diri pencipta ciptaan. KI dilindungi jika ide dan kemampuan intelektual seseorang sudah diwujudkan dalam bentuk nyata, memiliki keunikan yang berbeda dari karya cipta lainnya dan dapat dibaca, didengar, dilihat maupun dimanfaatkan.6 Salah satu bagian dari KI yakni Hak Cipta. Negara memberi perlindungan hukum terhadap karya cipta melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (dapat disingkat UUHC). Hak cipta sebagai hak eksklusif yang dimiliki oleh pencipta antara lain berupa hak memperbanyak, mempublikasikan dan memberikan kesempatan kepada pihak lain untuk memiliki sebagian dari hak tersebut berupa hak ekonomi.7 Perlindungan hak cipta menggunakan system automatically protection (perlindungan otomatis) yang diperoleh dari saat ciptaan lahir sehingga tidak diwajibkan melakukan proses pencatatan.8 Perlindungan atas karya cipta podcast, pada jenis topik yang digunakan seperti ceramah, kuliah,
pidato dan ciptaan sejenis dengan itu terdapat dalam ketentuan Pasal 40 ayat 1 huruf (b) UUHC.
Keunikan dari hasil karya cipta podcast berhasil menarik perhatian pendengarnya dengan variasi konten dan banyaknya platform yang ditawarkan, membuat masyarakat mudah untuk mengakses karya podcast milik orang lain. Khalayak tidak hanya hadir sebagai konsumen, namun berkesempatan untuk menjadi produsen podcast. Proses pembuatan karya podcast audio dapat dibuat dengan sederhana yaitu cukup merekam suara secara mandiri tanpa harus melalui lembaga penyiaran. Khalayak yang tertarik menciptakan podcast dapat merekam suaranya menggunakan aplikasi perekam suara pada handphone, bisa juga dengan microphone agar menghasilkan rekaman suara yang lebih berkualitas. Kemudian hasil rekaman diedit terlebih dahulu sebelum diunggah ke platform peyedia layanan podcast. Hasil rekaman podcast yang telah diunggah menghasilkan keuntungan ekonomi dengan monetisasi dukungan pendengar maupun pemasangan iklan. Kemudahan itu selain memberikan dampak positif namun juga dapat berdampak negatif bagi podcaster.
Karya cipta podcast yang dapat diunduh dan diunggah secara gratis pada platform layanan penyedia podcast, tidak menutup kemungkinan memberikan peluang adanya tindakan pembajakan konten podcast audio oleh pihak lain secara tidak sah. Perbuatan pelanggaran atas karya cipta podcast baru-baru ini terjadi yakni dilakukannya penggandaan karya podcast oleh perusahaan pemilik platform layanan podcast, yang mana perusahaan tersebut mengunggah ulang konten podcast milik orang lain yang kemudian didistribusikan tanpa izin podcaster. Tindakan ini tentunya menyebabkan kerugian bagi podcaster karena turunnya jumlah dukungan pendengar yang secara tidak langsung berpengaruh pada semangat podcaster maupun content creator untuk menuangkan ide kreatifnya. Apabila dilihat dari aspek hak ekonomi dan moral pencipta, dalam hal ini tentu telah dilanggar. Adanya kekaburan norma dalam mengatur serta memberikan perlindungan hak cipta atas karya podcast beserta topik bahasannya juga melatar belakangi terjadinya pembajakan. Dapat dilihat pada penjelasan Pasal 40 ayat (1) huruf b, tidak memberikan penjelasan lebih lanjut terhadap frasa “ciptaan sejenis lainnya”.
Adanya tindakan pembajakan terhadap karya cipta podcast menunjukkan bahwa pesatnya kemajuan dibidang teknologi, informasi serta komunikasi satu sisi berperan strategis dalam membangun hak cipta, namun di sisi lain juga menjadi alat untuk terjadinya pelanggaran. Podcast sebagai karya audio digital sampai saat ini belum mendapat perlindungan yang jelas dalam Undang-Undang Hak Cipta. Ketidakjelasan tersebut ada pada Pasal 40 ayat (1) huruf b, yang mana jenis topik pembahasan yang digunakan pada karya podcast audio sangat beraneka ragam seperti ceramah, materi perkuliahan, pidato, komedi, cerita misteri, diskusi antara narasumber dengan podcaster terkait olahraga, seni, sosial budaya, politik, hiburan, hobi, kesehatan dan lain sebagainya. Pada bagian penjelasan Pasal tersebut, tidak dijelaskan terkait frasa “ciptaan sejenis lainnya”. Apakah karya podcast audio dengan jenis materi digunakan seperti yang telah disebutkan diatas, dapat dikategorikan kedalam karya ciptaan sejenis lainnya?. Dalam UUHC wujud karya tersebut juga tidak ditegaskan masuk dalam karya teks atau rekaman suara seperti halnya ciptaan lagu dan/atau musik. Padahal audio digital podcast sebagai karya cipta sejatinya harus diberikan perlindungan.
Dalam rangka melakukan penelitian terkait perlindungan karya cipta podcast audio berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta Tahun 2014, telah dilakukan penelusuran terhadap jurnal ilmiah yang sejenis dengan tulisan ini sebagai acuan adalah : penelitian pertama yang ditulis oleh I Made Marta Wijaya dan Putu Tuni Cakabawa Landra dalam jurnal ilmiah Kertha Semaya 7, No.3 (2019) dengan judul “Perlindungan Hukum Atas Vlog Di Youtube Yang Disiarkan Ulang Oleh Stasiun Televisi Tanpa Izin” membahas tentang perlindungan karya cipta Vlog yang diunggah ke YouTube dan sanksi hukum atas kasus penyiaran ulang Vlog oleh stasiun televise tanpa izin.9 Penelitian kedua ditulis oleh Ni Wayan Mira Eka Pratiwi dan I Made Arya Utama dalam jurnal ilmiah Kertha Semaya 02, No.03 (2014) dengan judul “Penggandaan Musik Dalam Bentuk MP 3 Melalui Internet Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta” pembahasannya tentang penggandaan musik dalam bentuk Mp3 dikualifikasikan sebagai pembajakan dan sanksi hukum terhadap perbuatan tersebut.10 Perbedaan dengan jurnal ilmiah ini adalah terletak pada objek penelitiannya yang mana penulisan jurnal ini menggunakan podcast audio sebagai objek penelitian sedangkan jurnal pertama maupun kedua yang dijadikan acuan berfokus pada Vlog yang diunggah di YouTube dan Musik dalam bentuk Mp3 sebagai objek penelitian jurnal.
Berkenaan dengan beberapa penelitian yang telah dilaksanakan oleh peneliti lainnya, penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian secara lebih mendalam terkait kekaburan norma dalam mengatur sekaligus memberikan perlindungan hukum terhadap karya cipta podcast audio. Belum adanya hasil penelitian sebelumnya yang meneliti permasalahan ini, maka penulis mengangkat judul “PERLINDUNGAN KARYA CIPTA PODCAST AUDIO BERDASARKAN UNDANG-UNDANG HAK CIPTA TAHUN 2014”.
-
1. Bagaimana ketentuan perlindungan hukum karya cipta podcast audio dalam perspektif hak cipta?
-
2. Bagaimana sanksi hukum terhadap tindakan mengunggah ulang karya cipta podcast audio tanpa izin ?
Berkenaan dengan tujuan penulisan artikel yakni untuk menganalisa pengaturan hukum karya cipta podcast audio serta mengetahui sanksi hukum atas tindakan mengunggah ulang karya podcast secara tidak sah, tanpa izin dilihat dari perspektif perlindungan hak cipta.
Penulisan jurnal ilmiah ini menggunakan hukum normatif sebagai metode penelitian jurnal dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan analisis konsep hukum (analytical conceptual approach). Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis adanya kekaburan norma dalam Pasal 40 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta untuk melindungi karya cipta podcast audio, dengan cara menelusuri bahan hukum menggunakan teknik studi dokumen. Untuk mengkaji dan membahas permasalahan dalam penelitian ini, penulis menggunakan sumber bahan hukum primer yakni peraturan perundang-undangan, bahan hukum sekunder yang berasal dari berbagai buku, jurnal hukum dan sumber internet yang relevan dengan objek kajian. Untuk mendapatkan argumentasi akhir berupa jawaban terhadap permasalahan penelitian, dilakukan analisis bahan hukum dengan menggunakan teknik bersifat deskriptif.11
-
III. Hasil dan Pembahasan
-
3.1 Ketentuan Perlindungan Karya Cipta Podcast Audio dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
-
Setiap karya cipta diberikan perlindungan hukum apabila telah memenuhi syarat substantif hak cipta yaitu fiksasi, orisinal, dan kreativitas.12 Fiksasi adalah tindakan perwujudan dari sebuah ide maupun gagasan menjadi hasil karya cipta yang berbentuk nyata seperti termasuk di dalamnya perekaman suara, gambar atau keduanya yang dapat didengar, dilihat, digandakan atau dikomunikasikan dengan bentuk perangakat apapun (Pasal 1 ayat (13) UUHC). Orisinal mengandung arti ciptaan yang dalam penuangannya memiliki ciri khas dan memenuhi unsur keaslian tanpa mengadopsi dari karya orang lain, yang mana hasil ciptaan tersebut berwujud murni, nyata dan bersifat pribadi dari pencipta ciptaan13. Kreativitas dalam hak cipta berarti pencipta tidak hanya mewujudkan karya cipta secara cuma-cuma, namun atas dasar kemampuan intelektual pencipta dalam mengolah daya pemikiran dengan kreatif kemudian dituangkan dalam ciptaan, hasil karya cipta tersebut mengandung nilai dan dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.14 Suatu karya yang sesuai dengan syarat substantif hak cipta mendapat perlindungan secara otomatis sesuai dengan konsep automatic protection yang dilandasi oleh Berne Convention sehingga pencipta tidak wajib untuk melakukan pendaftaran atas ciptaannya.
Seiring dengan perkembangan teknologi dan industri kreatif digital, memberikan pengaruh pada kemajuan media baru seperti karya rekaman suara digital yaitu podcast audio. Keunikan dari kreativitas karya podcast audio menjadi alternatif bagi masyarakat untuk mendapatkan ilmu pengetahuan serta berbagai macam informasi. Dengan mendengarkan podcast seseorang dapat lebih menghemat waktunya, dikarenakan podcast sebagai konten audio dapat didengarkan sembari melakukan pekerjaan apapun. Berbeda halnya dengan menonton konten audio visual seperti YouTube, yang harus selalu berfokus pada visualnya agar memahami topik yang dibahas oleh youtuber. Format siaran podcast yang bersifat on-demand memberikan kebebasan kepada para pendengar untuk dapat mendengarkan jenis topik apa saja secara berulang-ulang tanpa takut tertinggal seperti mendengarkan radio. Proses fiksasi yang dilakukan untuk mewujudkan karya podcast dapat dijalankan dengan cara yang sederhana. Untuk membuat podcast, orang-orang dapat mempersiapkan teks sesuai dengan topik yang ingin dibahas terlebih dahulu, kemudian melaksanakan proses produksi podcast dengan merekam suara menggunakan handphone atau microphone yang telah terhubung dengan aplikasi perekam suara. Setelah itu hasil dari rekaman suara diedit untuk ditambahkan suara latar serta meningkatkan kualitas suara dengan mengurangi noise. Agar karya podcast memiliki keunikan tersendiri, maka podcaster dapat melakukan branding podcast. Terakhir karya podcast audio yang telah dimonetisasi menggunakan layanan jasa periklanan seperti Google AdSense, dapat diunggah pada platform penyedia podcast untuk memperoleh keuntungan.
Luasnya jangkauan media sosial memberikan kemudahan untuk membuat dan mengunggah konten podcast yang dapat dilakukan melalui platform seperti Spotify, Anchor, Apple Podcast, Google Podcasts dan situs lainnya, khalayak juga dapat mengakses dan mengunduh karya podcast audio milik orang lain secara gratis. Bersamaan dengan diberikannya kebebasan dalam menikmati karya cipta milik orang lain tersebut, tindakan penyalahgunaan pun tidak dapat dihindari hingga akhirnya menimbulkan permasalahan hukum yang berhubungan dengan pelanggaran hak cipta seperti pembajakan dengan menyiarkan ulang karya podcast audio milik orang lain melalui internet tanpa izin pemegang hak cipta, yang mana hal tersebut bertujuan untuk menyediakan layanan konten gratis dengan mengambil manfaat dari penggunaan karya cipta milik orang lain tanpa izin demi memperoleh keuntungan. Karya podcast sangat mudah untuk digandakan kemudian didistribusikan secara gratis, bahkan hasil dari tindakan tersebut hampir tidak dapat dibedakan dengan karya orisinalnya.15 Maka dari itu, keaslian karya cipta podcast sebagai bentuk ciptaan yang lahir dari keahlian, kreativitas, kemampuan serta pengorbanan seseorang atas waktu, biaya, tenaga, pikiran hingga dapat mewujudkan sebuah karya16, perlu mendapatkan perlindungan.
Perlindungan hukum atas hak cipta yang berkaitan dengan karya rekaman suara dapat ditelusuri melalui dasar hukum pengaturannya yaitu dalam ranah internasional dan skala nasional.17 Secara Internasional, indonesia ikut serta dalam meratifikasi persetujuan internasional yang berkaitan dengan perlindungan hak cipta seperti salah satunya Trade Related of Intellectual Property Rights Agreement (Persetujuan TRIPs). Karya rekaman suara mendapatkan perlindungan dari adanya perluasan persetujuan TRIPs, sebagaimana ditentukan pada bagian 1 Pasal 1 TRIPs Agreement bahwa dalam materi pokok karakteristik dan ruang lingkup kewajiban, mengatur tentang free to determine yaitu ketentuan yang memberikan kebebasan kepada negara-negara anggota untuk dapat menerapkan perlindungan lebih luas dari yang diberikan oleh persetujuan TRIPs, sepanjang penerapan itu tidak bertentangan dengan persetujuan.18 Masuknya indonesia sebagai negara anggota perjanjian internasional, maka indonesia dapat melaksanakan perluasan dari masalah-masalah global mengenai Hak Milik Intelektual sebagaimana diatur dalam persetujuan TRIPs. Perluasan yang dimaksud adalah dalam hal memberikan perlindungan yang lebih luas serta spesifik selama adanya keselarasan sistem dan praktek hukum kekayaan intelektual Indonesia dengan persetujuan tersebut. Adapun perluasan aspek-aspek yang berkenaan dengan persetujuan TRIPs dalam melindungi materi ciptaan, diperluas menjadi19 : Karya-karya yang harus dilindungi menurut Konvensi Bern (Karya tulis, drama, seni, arsitektur, sinematografi, adaptasi), Program komputer, Kumpulan suatu informasi atau data, Pertunjukan langsung, pertunjukan yang disiarkan maupun perekaman gambar dari pertunjukan, Rekaman suara, Penyiaran.
Secara nasional karya rekaman suara perlindungannya diatur berdasarkan UU Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta. Pada ciptaan rekaman suara podcast audio dengan jenis topik yang digunakan yaitu ceramah, kuliah, pidato sudah mendapatkan perlindungan berdasarkan pasal 40 ayat (1) huruf b UUHC, sedangkan diluar dari jenis topik tersebut seperti cerita misteri, komedi, diskusi antara podcaster dengan narasumber tentang kondisi terkini yang sedang terjadi baik dalam bidang olahraga, seni, sosial budaya, politik, hiburan, kesehatan, hobi dan yang lainnya belum mendapatkan kejelasan perlindungan hukum. Dilihat dari isi Pasal 40 ayat (1) huruf b menentukan bahwa karya cipta yang memperoleh perlindungan terdiri atas ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya. Apabila ditelusuri penjelasan dari Pasal tersebut hanya terdapat frasa “Cukup Jelas”, hal ini berarti bahwa isi dari pasal tersebut sudah jelas dan tidak memerlukan penjelasan lebih lanjut. Perihal frasa “Ciptaan sejenis lainnya” dalam Pasal 40 ayat (1) huruf b bahwasannya pun perlu adanya suatu penjelasan lebih lanjut tentang apa saja klasifikasi ciptaan yang dimaksud sejenis dengan karya ceramah, kuliah serta pidato pada Pasal itu. Apakah dapat dipersamakan jenisnya
dengan topik bahasan seperti cerita misteri, komedi, diskusi serta jenis topik sebagaimana yang telah disebutkan diatas?. Tidak adanya suatu penjelasan pada Pasal tersebut memberi peluang untuk timbulnya berbagai macam interprestasi. Padahal Pasal 40 ayat (1) huruf b berpotensi memberikan perlindungan hukum untuk karya podcast audio karena subjek bahasan yang biasanya dibawakan oleh podcaster telah diatur dalam pasal tersebut, akan tetapi karena tidak adanya penjelasan lebih lanjut pada frasa “Ciptaan sejenis lainnya” maka menyebabkan ketentuan Pasal tersebut menjadi norma kabur sehingga berpengaruh dalam memberikan payung hukum untuk melindungi karya cipta podcast audio. Kekaburan norma ini pun menyebabkan banyak pelanggaran hak cipta atas karya podcast audio terutama berkaitan dengan tindakan mengunggah ulang podcast audio oleh perusahaan penyedia layanan podcast secara tidak sah untuk memperoleh keuntungan ekonomi. Sehingga perlu penjelasan lebih lanjut pada frasa “Ciptaan sejenis lainnya” serta ditegaskan bahwa jenis topik bahasan cerita misteri, komedi, diskusi antara podcaster dengan narasumber terkait kondisi terkini yang sedang terjadi yaitu dalam bidang olahraga, seni, sosial budaya, politik, hiburan, kesehatan, hobi dan yang lainnya sebagai jenis ciptaan yang dapat diwujudkan dengan karya rekaman suara digital yaitu podcast audio dan dapat dipersamakan dengan jenis ciptaan ceramah, kuliah, pidato. Adanya penjelasan serta penegasan tersebut, maka dapat memberikan perlindungan hak cipta yakni hak eksklusif bagi pencipta podcast audio.
Hak eksklusif mencakup hak moral dan hak ekonomi sebagai hak yang hanya diberikan untuk pencipta guna melindungi karya cipta untuk tidak dimanfaatkan oleh pihak lain tanpa izin. Hak moral diatur berdasarkan Pasal 5 sampai Pasal 7, hak ekonomi dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 11 UUHC. Hak moral adalah hak yang terikat secara abadi pada diri pencipta yang tidak dapat dihapus serta dihilangkan walaupun hak cipta telah dialihkan, dalam hak moral memuat hak untuk mencantumkan nama pemegang hak cipta sehubungan atas pemakaian ciptaannya dan hak integritas yaitu perlakuan serta sikap pencipta untuk mempertahankan haknya dalam hal terjadi tindakan yang bersifat merugikan kehormatan, martabat, serta reputasi pencipta.20 Hak ekonomi adalah hak pencipta untuk memperoleh manfaat ekonomi berupa royalti atas karya cipta yang dialihkan baik seluruh maupun sebagian ciptaannya, dalam hal ini pihak lain dilarang untuk menggunakan hak ekonomi tersebut tanpa adanya pengalihan hak secara sah seperti hibah, pewarisan, wasiat, wakaf, perjanjian tertulis atau sebab yang lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 16 ayat (2)).21 Oleh karena adanya hak eksklusif tersebut setiap orang maupun badan hukum yang ingin memanfaatkan ciptaan podcast milik orang lain dengan tujuan komersialisasi secara sah, wajib mendapatkan izin serta melakukan perjanjian tertulis berupa perjanjian lisensi dengan pencipta karya podcast.
Ciptaan ceramah, kuliah, pidato, dan karya cipta sejenis lainnya mendapat jangka waktu perlindungan selama hidup pencipta dan terus berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun setelah pencipta meninggal dunia, dihitung mulai tanggal 1 januari tahun berikutnya (Pasal 58 ayat (1) UUHC). Dalam dunia digital sama
halnya dengan karya sinematografi pada YouTube, perlindungan karya podcast audio juga telah mengadopsi kebijakan umum terhadap pelanggaran hak cipta yaitu Digital Millennium Copyright Act (DMCA) untuk mengklaim para pelanggar hak cipta khususnya terhadap karya podcast audio, yang mana klaim dapat dilakukan dengan cara mengirimkan pemberitahuan adanya pelanggaran atas ciptaan yang berisi informasi seperti salah satunya tanda tangan elektronik.22 Sebagaimana Pasal 1 ayat (12) Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menentukan bahwa Tanda Tangan Elektronik merupakan tanda tangan yang terdiri dari Informasi Elektronik yang diletakan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya serta digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi. Bentuk perlindungan yang diberikan DMCA dengan dilaksanakannya tandatangan elektronik oleh pencipta yaitu berupa kewenangan untuk melakukan penghapusan situs, halaman web dan atau file di internet (take down) atas karya cipta yang dilanggar.
Berdasarkan hal tersebut, agar mengantisipasi adanya suatu pelanggaran karya cipta podcast audio karena jangkauan media sosial sangat luas yang berdampak pada sulitnya para pencipta untuk mengetahui apabila ciptaannya mengalami pembajakan, maka tandatangan elektronik penting untuk dilakukan oleh pencipta khususnya podcaster dan content creator agar dapat memberikan perlindungi secara digital untuk lebih menjamin keamanan karya podcast audio. Selain itu, perlindungan hukum atas hak eksklusif pencipta podcast juga penting untuk diatur mengingat adanya kekaburan norma pada Pasal 40 ayat (1) huruf b UUHC terkait tidak adanya penjelasan lebih lanjut pada frasa “ciptaan sejenis lainnya”, hal itu membuka peluang terjadinya multitafsir serta dilakukannya pelanggaran atas karya cipta podcast oleh pihak yang tidak bertanggung jawab sehingga perlu dilakukan langkah konkrit seperti melakukan revisi undang-undang hak cipta agar memaksimalkan perlindungan karya cipta podcast.
Di era cyberspace dewasa ini marak terjadi pelanggaran terhadap hak cipta yang dilatarbelakangi oleh adanya beberapa faktor seperti minimnya tingkat pemahaman masyarakat untuk turut melindungi karya milik orang lain, masyarakat yang masih menganggap bahwa suatu ciptaan khususnya karya cipta yang diunggah diinternet itu bukanlah hak individu melainkan hak milik bersama23 yang memicu adanya pelanggaran untuk melakukan tindakan pembajakan hasil karya pencipta demi mendapatkan keuntungan ekonomi. Dari faktor tersebut membuktikan bahwasannya pelanggaran hak cipta pada dunia maya sering terjadi, seperti dialami oleh banyak content creator khususnya yang menciptakan karya podcast. Permasalahan berawal dari perusahaan pemilik
platform layanan podcast yang menyiarkan karya podcast milik salah satu content creator terkenal di indonesia, tidak hanya karya podcast video yang mengalami pembajakan juga menimpa podcaster sebagai pemegang hak cipta atas karya podcast audio. Hasil dari rekaman suara podcast diunggah ulang oleh perusahaan tersebut ke platform layanan miliknya tanpa izin pencipta, tepat pada waktu yang sama saat pencipta podcast mendistribusikan karyanya ke publik. Rekaman suara karya podcast yang asli dengan podcast bajakan bahkan sama dan sulit untuk dibedakan. Tindakan mengunggah ulang podcast ini tentunya dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan pengguna platform layanan podcast dan naiknya jumlah kunjungan pendengar sehingga perusahaan tersebut memperoleh keuntungan ekonomi. Hal itu secara langsung memberikan dampak merugikan pencipta karena jumlah kunjungan pendengar serta pendapatan ekonomi yang menurun.
Atas perbuatan yang dilakukan oleh perusahaan tersebut membuat para content creator khususnya podcaster menyampaikan keluhannya melalui akun media sosial instagram dan twitter miliknya untuk meminta pertanggungjawaban ke perusahaan itu agar menghapus konten podcast yang diunggah ulang pada platform milik perusahaan. Selain itu, para podcaster juga meminta bantuan kepada warganet untuk melaporkan platform penyedia layanan podcast milik perusahaan sebagai pembajakan. Tindakan mengunggah ulang karya cipta podcast audio oleh perusahaan tersebut apabila dilihat dari segi hukum, dapat dikualifikasikan sebagai pelanggaran dalam bentuk penggandaan hak cipta, yang mana bagian dari suatu pembajakan adalah penggandaan24 seperti ditentukan Pasal 1 ayat (23) UUHC pembajakan adalah suatu tindakan penggandaan ciptaan dan/atau produk hak terkait yang dilakukan secara tidak sah dan pendistribusian barang hasil penggandaan tersebut dimaksudkan secara luas untuk memperoleh keuntungan ekonomi. Merujuk pada pasal 9 ayat (1) huruf b, tindakan penggandaan ciptaan sebagai hak ekonomi hanya boleh dilakukan oleh pemegang hak cipta. Kemudian dalam ayat (2) dan (3) Pasal ini ditentukan bahwa untuk setiap orang yang ingin melakukan hak ekonomi seperti dimaksud ayat (1) diharuskan mendapat izin dan dilarang melakukan penggandaan maupun menggunakan secara komersial ciptaan apabila tanpa izin pemegang hak cipta. Mengenai tindakan yang dilakukan oleh perusahaan pemilik platform layanan podcast tersebut yang mengunggah ulang konten podcast pada platform miliknya tanpa izin podcaster tentunya sudah termasuk kedalam pelanggaran hak cipta. Ancaman hukuman atas tindakan pelanggaran tersebut ditegaskan sesuai Pasal 113 ayat (3) UUHC bahwa setiap orang yang tidak memiliki izin dari pencipta ciptaan atas tindakannya melakukan pelanggaran hak ekonomi seperti dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, b, e, g (penerbitan, penggandaan, pendistribusian, pengumuman ciptaan) dengan tujuan penggunaannya komersial secara tidak sah, maka memperoleh sanksi yakni pidana penjara maksimal 4 tahun dan/atau denda sebanyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
UUHC menganut sistem delik aduan sesuai dengan pasal 120 yakni suatu pengaduan seseorang yang merasa dirugikan kepada aparat penegak hukum atas
tindak pidana25, dapat diprosesnya delik aduan apabila pengaduan dilakukan secara langsung oleh setiap orang yang menjadi korban dan dirugikan kepentingan pribadinya26. Berkenaan dengan kasus mengunggah ulang hasil karya cipta podcast audio milik pencipta, berarti pelaku hanya dapat dipidana apabila pencipta telah melakukan pengaduan atas tindakan tersebut kepada pihak penegak hukum. Selain melakukan pengaduan, dalam menyelesaikan sengketa hak cipta juga dapat dilaksanakan dengan alternatif penyelesian sengketa, arbitrase atau mengajukan gugatan ganti rugi ke pengadilan yang berwenang yakni pengadilan niaga seperti termuat dalam Pasal 95 UUHC. Akibat hukum atas tindakan pelanggaran tersebut, yang apabila dapat dibuktikan adalah berupa pembayaran ganti rugi, hal ini dapat ditelaah bahwasannya pembajakan termasuk Perbuatan Melanggar Hukum sebagaimana dalam Pasal 1365 KUH Perdata yang menentukan tiap perbuatan yang melanggar dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut. Pertanggungjawabannya dengan membayar ganti rugi kepada pencipta yang karya ciptanya digunakan secara tidak sah untuk tujuan komersial, diharuskan bagi pihak yang melanggar hukum apabila perbuatan tersebut dapat dipersalahkan kepadanya. Jangka waktu pembayaran ganti rugi yaitu paling lama 6 (enam) bulan setelah adanya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (Pasal 96 ayat (3) UUHC).
Dengan demikian, atas tindakan mengunggah ulang karya podcast audio tanpa izin tersebut maka dapat dikenakan sanksi pidana seperti disebutkan pada Pasal 113 ayat (3) UUHC, sepanjang pencipta podcast yang merasa dirinya dirugikan melaksanakan pengaduan terlebih dahulu kepada pihak yang berwenang. Pencipta juga dapat mengajukan gugatan ganti rugi ke Pengadilan Niaga atas pelanggaran hak ekonomi seperti ditentukan Pasal 99 ayat (1) UUHC agar pihak yang melanggar dapat dijatuhi sanksi berupa pembayaran gantu rugi yang sebanding atas kerugian dialami pencipta. Dalam hal ini wewenang pemerintah untuk melakukan pengawasan atas pembuatan dan penyebarluasan konten pelanggaran hak cipta melalui sarana teknologi (Pasal 54 UUHC). Pemerintah juga berwenang untuk menutup sebagian atau seluruh konten yang melanggar hak cipta dalam sistem elektronik atau menjadikan layanan tersebut tidak dapat diakses apabila dalam hal ditemukan bukti yang cukup (Pasal 55 huruf b UUHC). Perihal itu, pemilik karya cipta podcast audio dapat memohon putusan sela kepada Pengadilan Niaga untuk menghentikan kegiatan pendistribusian, komunikasi, pengumuman, penggandaan karya cipta yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta (Pasal 99 ayat (2) huruf b UUHC).
Kedudukan hukum dalam melindungi karya cipta podcast audio sebagai karya kreatif dengan topik pembahasan yang digunakan seperti ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan sejenis dengan itu telah diatur sesuai Pasal 40 ayat 1 huruf (b) UUHC, namun terdapat kekaburan norma tepatnya pada frasa “ciptaan sejenis lainnya” yang pada bagian penjelasan pasal tersebut tidak dijelaskan lebih lanjut ciptaan yang dapat dikualifikasikan sejenis dengan ceramah, kuliah, dan pidato mengingat topik bahasan yang digunakan podcaster beraneka ragam jenisnya. Sanksi hukum tindakan mengunggah ulang karya podcast audio milik pihak lain oleh perusahaan pemilik platform layanan podcast tanpa izin sebagai bentuk pembajakan dapat dijatuhi hukuman pidana seperti telah ditentukan Pasal 113 ayat (3) UU Hak Cipta sepanjang pencipta melakukan pengaduan atas tindakan pelanggaran hak cipta (Pasal 120 UUHC). Pencipta juga dapat mengajukan gugatan ganti rugi ke Pengadilan Niaga (Pasal 99 ayat (1) UUHC) setelah adanya putusan pidana yang berkekuatan hukum tetap. Dalam hal ini terdapat perihal yang perlu diperhatikan oleh aparatur pembentuk undang-undang yaitu diharapkan merevisi kekaburan norma terkait kualifikasi dari jenis topik bahasan karya podcast yang belum diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta agar diberikan penjelasan lebih lanjut, mengingat bahwa karya podcast sebagai karya rekaman suara digital mengalami kemajuan dan perkembangan sehingga penting untuk dilindungi dari adanya tindakan pelanggaran atas karya podcast.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Dharmawan, Ni Ketut Supasti, Wiryawan, I Wayan, et.al. Harmonisasi Hukum Kekayaan Intelektual. (Denpasar: Swasta Nulus, 2018).
Dinatha, I Made Pasek. Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi Teori Hukum. (Jakarta : Prenanda Media Group, 2016).
Hartland, Najmah Roseola, Paliwara, Andy Jati, Putri, Annisa Sundiasih. et. al. Terpenjara Komodifikasi Media Vol. 3. Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang bekerjasama dengan Intelegensi Media (Malang : Instrans Publishing Group, 2020) .
Putra, Ida Bagus Wyasa dan Dharmawan, Ni Ketut Supasti. “Hukum Perdagangan Internasional”. (Bandung : Refika Aditama, 2017).
Jurnal Ilmiah
Indah D, Ni Putu Utami, Indrawati, A.A Sri dan Darmadi, Sagung Wiratni. “Karya Cipta Electronic Book (E-BOOK) : Studi Normatif Perlindungan Hak Ekonomi Pencipta”. Kertha Semaya : Jurnal Ilmu Hukum 03, No.03 (2015).
Indriastiti, Faiza dan Saksono, Wawan Tri. “Podcast sebagai Sumber Belajar Berbasis Audio (Audio Podcast As Audio-Based Learning Resources)”. Jurnal Teknodik 18, No.3 (2015).
Kurniawan, Efendik, Romadhon, Ahmad Heru, Kusumawardani, Indri Ayu dan Zakira, Akhmad Rudi Iswono. “Formulasi Kebijakan Concerto in Abstracto UU ITE”. Jurnal Magister Hukum Udayana 9, No.1 (2020).
Kusuma, I.G.A Larassati dan Wiryawan, I Wayan. “Akibat hukum atas Karya Fotografi yang Dikomersialisasikan Tanpa Izin di Media Sosial”. Kertha Semaya : Jurnal Ilmu Hukum 7 No.4 (2019).
Mahadewi, Kadek Julia. “Budaya Hukum dalam Keberlakuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta pada Pengrajin Perak di Bali”. Jurnal Magister Hukum Udayana 4, No.2 (2015).
Meisyanti dan Kencana, Woro Harkandi. “Platform Digital Siran Suara Berbasis On Demand (Studi Deskriptif Podcast di Indonesia)”. Commend : Jurnal Komunikasi dan Media 4, no.2 (2020).
Pratiwi, Ni Wayan Mira Eka dan Utama, I Made Arya. “Penggandaan Musik dalam Bentuk Mp3 melalui Internet Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta”. Kertha Semaya : Jurnal Ilmu Hukum 2, No.3 (2014).
Riyani dan Sari, Ayu Istana. “Penggunaan Podcast untuk Memperbaiki Pengucapan (Pronunciation) Mahasiswa dalam Berbicara Bahasa Inggris (Sebuah Penelitian Tindakan Kelas pada Mahasiswa Pendidikan bahasa Inggris Semester I Kelas 01, FKIP UNISRI pada Tahun Akademik 2019/2020)”. Research Fair Unisri 4, no.1 (2020).
Rois, M. Fahmi dan Roisah, Kholis. “Perlindungan Hukum Kekayaan Intelektual Kerajinan Kuningn Tumang”. Kanun Jurnal Ilmu Hukum 20 No.3 (2018).
Sanjiwani, Ni Nyoman Ayu Pasek Satya dan Putrawan, Suatra. “Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Hasil Karya Cipta Seni Ukir Patung Kayu Sebagai Ekspresi Budaya Tradisional Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta”. Kertha Negara : Jurnal Ilmu Hukum 7 No.10 (2019).
Sedayu, I Kadek Anjas Pajar, Indrawati, A.A Sri dan Priyanto, I Made Dedy. “Pelaksanaan Ketentuan Kewajiban Inventarisasi Ekspresi Budaya Tradisional terhadap Tabuh Telu Buaya Mangap di Kabupaten Gianyar”. Kertha Semaya : Jurnal Ilmu Hukum 5 No. 1 (2017).
Suryawan, Made Angga Adi dan Resen, made Gede Subha Karma. “Pelaksanaan Penarikan Royalti oleh Yayasan Karya Cipta indonesia Wilayah Bali pada Restoran di Kabupaten Gianyar atas Penggunaan Karya Cipta Lagu dan Musik”. Kertha Semaya : Journal Hukum 4, No.3 (2016).
Tus, Desyanti Suka A.K. “Perlindungan Hukum terhadap Keaslian Cerita Rakyat”. Jurnal Magister Hukum Udayana 3 No.3 (2014).
Wendy dan Westra, I Ketut. “Penerapan Delik Aduan dalam Pelanggaran Hak Cipta pada T-Shirt yang Dikeluarkan Joger Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta”. Jurnal Kertha Semaya : Jurnal Ilmu Hukum 8, No.2 (2020).
Wijaya, I Made Marta dan Landra, Putu Tuni Cakabawa. “Perlindungan Hukum atas Vlog di Youtube yang disiarkan Ulang oleh Stasiun Televisi Tanpa Izin”. Kertha Semaya : Jurnal Ilmu Hukum 7, No.3 (2019).
Wiryawan, I Wayan. “Perlindungan Hukum Hak Cipta (Kain Tenun Endek Bali) Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014”. Jurnal Aktual Justice 1, No.1 (2016).
Yulia Ambarawati, Putu Eka dan Novy Purwanto, I Wayan. “Pengaturan Pengambilan Tulisan Pada Karya Tulis Skripsi dalam Menghindari Plagiarisme”. Kertha Semaya : Jurnal Ilmu Hukum 8 No.1 (2019).
Internet
Anchor FM Inc. “Kebijakan Hak Cipta DMCA Anchor”. https://anchor.fm/dmca. Diakses Sabtu 3 Oktober 2020 Pukul 10:14 WITA.
Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. “Targetkan 5000 Peserta, Kominfo Dukung Kelas Belajar Podcast Siberkreasi Siaran Pers No. 101/HM/KOMINFO/08/2020.”https://www.kominfo.go.id/content/detail/2 9027/siaran-pers-no-101hmkominfo082020-tentang-targetkan-5000-peserta-kominfo-dukung-kelas-belajar-podcast-siberkreasi/0/siaran_pers .Diakses Sabtu, 12 September 2020 Pukul 16:39 WITA.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (Lembaran Negara republic Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menentukan bahwa Tanda Tangan Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5952).
Instrumen Hukum Internasional
Trade Related of Intellectual Property Rights Agreement
Jurnal Kertha Negara Vol. 9 No. 1 Tahun 2021, hlm. 58-72
72
Discussion and feedback