PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PRAKTIK PLAGIARISME KARYA SENI LAGU/MUSIK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014

Putu Yoga Utama Putra, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

Anak Agung Sri Indrawati, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam article ini ialah untuk mengetahui dan memahami mengenai apa yang menjadi patokan atau dasar dari sebuah lagu/musik dapat dikatakan melakukan plagiarisme serta bagaimana cara penyelesaian sengketa bagi para oknum yang telah melakukan praktik plagiarisme terhadap lagu/musik dalam UU No 28 Tahun 2014. Metode penelitian yang digunakan dalam jurnal ini yaitu metode dengan pendekatan hukum normatif yang menggunakan sistem pengumpulan serta menganalisis bahan yang didapatkan baik itu bahan primer dan sekunder. Hasil penelitian pada jurnal ini yaitu pada UUHC ini tidak diatur secara jelas mengenai plagiarisme terhadap lagu/ musik tersebut. Terutama mengenai kapan suatu karya cipta seni musik/lagu tersebut dapat dikatakan melakukan suatu pelanggaran mengenai plagiarisme. Sedangkan plagiarisme yang diatur dalam UUHC ini hanya sebatas peniadaan nama pencipta serta tidak adanya izin dari pemegang sang pemegang cipta sehingga terjadi tindakan ekploitasi atau tindakan memperbanyak hasil cipta orang yang dilakukan tanpa izin. mengenai penyelesaian sengketa kasus tersebut, UUHC telah memberikan serangkain cara penyelesaian sengketa bagi para pihak atau pencipta yang merasa telah dirugikan haknya tanpa mengurangi hak dari pemerintah untuk turut menegakkan hukum mengenai hak cipta secara baik, efisien serta efektif.

Katakunci: Hak Cipta, Perlindungan Hukum, Plagiarisme, Penyelesaian Sengketa

ABSTRACT

The goal that the author wants to achieve in this journal is to see and understand what is the benchmark or basis of a song/music, it can be said to do plagiarism and how to resolve disputes for individuals who have practiced plagiarism against songs/music. The research method used in this journal is a method with a normative legal approach that uses an analysis system and the analytical material obtained both primary and secondary materials. The results of research in this journal are that Law No. 28/2014 does not clearly regulate plagiarism against the song/music. Exactly when a copyrighted work of music/song can be said to do something about plagiarism. Meanwhile, the plagiarism regulated in the UUHC is limited to the absence of the author's name and the absence of permission from the copyright holder, resulting in exploitation or acts of reproducing people's copyrights which are carried out without permission. Regarding the settlement of the case, UUHC has provided a series of dispute resolution methods for parties or creators who feel that their rights have been harmed without reducing the rights of the government to participate in enforcing copyright laws properly, efficiently, and effectively.

Keywords: Copyright, Legal Protection, Plagiarism, Dispute Resolution.

  • I.    Pendahuluan

    1.1    Latar Belakang Masalah

Manusia ialah makluk yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa yang dikaruniai akan akal dan pikiran. Yang dimana dengan akal dan pikiran tersebut manusia dapat menghasilkan suatu pemikiran, ide atau gagasan yang berupa penemuan, desain, seni, hingga karya tulis atau dengan kata lain disebut dengan Hak Kekayaan Intelektual.1 Kekayaan Intelektual ini menganut sistem yang berbasis perlindungan individual rights.2 Yang dimana akan memberikan suatu perlindungan kepada individu yang telah kreatif menghasilkan suatu karya-karya yang bermanfaat dengan pengorbanan berupa waktu, tenaga, uang hingga keluarga. Sehingga perlu untuk mendapatkan perlindungan dalam bentuk hak cipta3, dengan artian segala bentuk pengembangan-pengembangan HKI itu akan mendapatkan suatu perlindungan dalam bentuk hak cipta.4 Di dalam “Undang-Undang No 28 Tahun 2014 Tentang Hak cipta pada pasal 1 ayat (1)” juga telah diatur secara tegas mengenai definisi hak cipta”. Disana disebutkan bahwa hak cipta ialah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Atau dengan kata lain yang dimana hak cipta tersebut ialah hak eksklusif untuk pencipta atas karya yang telah ia buat.5 Tetapi jika hasil karya tersebut masih berbentuk ide maka hak cipta tidak dapat untuk melindungi karya cipta tersebut.6

Hak cipta sebagimana diatur dalam “pasal 4 Undang-Undang No 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta” terdiri dari hak moral dan hak ekonomi.7 Hak moral merupakan hak yang memiliki sifat manunggal atau hal yang tidak dapat dipisahkan antara diri pencipta dengan hasil ciptaannya sedangkan hak ekonomi merupakan hak yang dimiliki oleh pencipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas hasil ciptaannya.8 Hak moral ini memberikan ijin atau kuasa bagi penulis/ pencipta dari suatu karya seni

untuk dapat melestarikan serta memberikan perlindungan bagi hasil karyanya. “Yang dimana hak moral tersebut terdiri dari hak pengakuan sebagai pencipta, hak keutuhan karya, hak pencipta untuk menggandakan hasil dari perubahan pada karya cipta mereka.” Salah satu hasil ciptaan yang dilindungi tersebut yaitu lagu dan/musik dengan teks atau tanpa teks sesuai dengan ketentuan “pasal 40 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta”.9 Lagu ialah karya yang memiliki sifat utuh atau satu kesatuan karya cipta yang terdiri dari melodi, syair atau lirik, dan aransemen yang termasuk notasi didalamnya.10

Dewasa ini perkembangan industri musik sangatlah pesat11. Hal tersebut terlihat dari banyaknya para musisi baru yang muncul dalam perindustrian musik di Indonesia, akan tetapi ada juga sisi buruk yang lahir dari hal tersebut yaitu makin maraknya praktik plagiarisme dalam berkarya musik. Hal tersebut dikarenakan pesatnya kemajuan serta pertumbuhan dari segi informasi serta teknologi yang memberikan akses dan kemudahan bagi seluruh masyarakat di Indonesia untuk mengambil atau menggunakan hasil cipta orang lain dengan sangat mudahnya. Salah satunya yaitu kasus lagu “Keke Bukan Boneka” yang baru saja dirilis pada tahun 2020 oleh Rahmawati Kekeyi Putri Cantika. Lagu tersebut dikatakan telah melakukan plagiarisme terhadap lagu “Aku Bukan Boneka” milik Rinni Wulandari dan lagu “Menulis Di Atas Kertas” ciptaan Papa T Bob yang dipopulerkan oleh 5 Anak Centil. Maka berdasarkan hal tersebut maka dilakukanlah penelitian untuk membahas lebih lanjut mengenai sejauh mana sebuah karya musik atau lagu tersebut dapat dikatakan melakukan plagiarisme atau pelanggaran terhadap hak cipta dan bagaimanakah cara penyelesaian sengketa bagi para oknum yang melakukan kegiatan plagiarisme tersebut.

Terdapat dua penelitian yang identik dengan penelitian ini, pertama berjudul “Perlindungan Hukum Pencipta yang Dirugikan Haknya atas Tindakan Plagiarisme” oleh Guswan Hakum. Memiliki titik fokus bahasan mengenai konsep plagiarisme yang terdapat dalam berbagai UU di Indonesia.12 Kedua berjudul “Regulasi Terkait Pengubahan Lirik Lagu Tanpa Seizin Pencipta Dalam Kegiatan Kampanye” oleh Ida Bagus Putu Emanda Pramana yang berfokus pada sanksi yang akan didapatkan apabila telah terbukti melakukan perubahan pada lirik lagu yang dilakukan tanpa izin oleh penciptanya untuk kepentingan kampanye13, sedangkan di dalam penelitian yang saya lakukan ini berfokus mengenai apa yang menjadi sebuah patokan atau dasar dari sebuah lagu atau musik tersebut dapat dikatakan melakukan plagiarisme dan

bagaimana penyelesaian sengketa bagi oknum yang telah melakukan plagiarisme terhadap lagu atau musik tersebut pada UUHC.

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimanakah perlindungan hukum terkait hak cipta atas lagu atau musik pada UUHC?

  • 2.    Apa yang menjadi Patokan atau dasar sebuah lagu atau musik dapat dikatakan melakukan plagiarisme?

  • 3.    Bagaimanakah penyelesaian sengketa bagi para oknum yang telah melakukan praktik plagiarisme terhadap lagu atau musik?

  • 4.    Tujuan penelitian

Tujuan dari dilakukannya penulisan karya ilmiah ini yaitu untuk mengetahui dan memahami mengenai bagaimanakah perlindungan hukum terkait hak cipta atas lagu atau musik pada UUHC, apa yang menjadi patokan atau dasar dari sebuah lagu atau musik dapat dikatakan melakukan plagiarisme serta bagaimana cara penyelesaian sengketa bagi para oknum yang telah melakukan praktik plagiarisme terhadap lagu atau musik.

  • II.    Metode penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode dengan pendekatan hukum normatif yang menggunakan sistem pengumpulan serta menganalisis bahan yang didapatkan baik itu bahan primer dan sekunder.14 Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang memiliki sifat autoritatif seperti perundang-undangan sedangkan untuk bahan hukum sekunder yang digunakan yaitu buku, kamus dan jurnal hukum. Penelitian dalam jurnal ini menggunakan jenis pendekatan pada peraturan perundangan-undangan ( the statue approach), pendekatan analisis ( analytical approach ) serta pendekatan argumentatif dengan cara mengkaji dan menganalisis UU No 28 Tahun 2014.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

    3.1    Perlindungan Hukum Terkait Hak Cipta Atas Lagu Atau Musik Pada UUHC

Terdapat 2 jenis perlindungan hukum terkait hak cipta atau lagu atau musickpada UUHC yaitu pertama mengenai perlindungan hukum dalam aspek hak moral pencipta. Perlindungan dalam aspek hak moral dalam UUHC No 28 Tahun 2014 terdapat pada pasal 6 yang mengatur mengenai pencipta dapat memiliki informasi manajemen hak cipta dan atau informasi elektronik hak cipta. Informasi elektonik hak cipta ialah informasi yang memiliki hubungan terkait dengan segala aspek-aspek dalam hak cipta atas suatu karya yang meliputi infomasi manajemen hak cipta serta infomasi elektronik hak cipta.

Ketentuan mengenai hal tersebutlah yang diberikan oleh pemerintah sebagai solusi untuk memberikan rasa terjaminnya hak moral dari pencipta lagu atau musik. Dalam pasal 7 ayat (1) juga telah diatur bahwa informasi yang ada di informasi manajemen hak cipta ialah untuk mengidentifikasi tentang keorisinilan suatu karya, yang artinya jika seseorang ingin menggunakan karya seni orang lain maka dengan

mengakses ke dua informasi tersebut maka orang tersebut bias mendapatkan segala informasi mengenai karya seni tersebut.

Kedua adalah mengenai aspek hak ekonomi pencipta. Perlindungan hukum dalam aspek hak ekonomi ini terdapat pada pasal 9 ayat (2) dan (3) yang mengatur bahwa apabila ingin menggunakan karya seni orang lain yang dalam hal ini adalah lagu maka orang tersebut harus terlebih dahulu untuk meminta izin kepada si pencipta, dan jikalau tidak diberikan izin oleh pencipta maka tidak diperbolehkan untuk menggunakan hasil dari karya seni pencipta tersebut untuk digunakan sebagai kepentingan komersial seperti penggandaan lagu dan lain sebagainnya.

  • 3.2    Patokan Atau Dasar Sebuah Lagu Atau Musik Dapat Dikatakan Melakukan

    Plagiarisme

Kehadiran serta kemunculan lagu atau musik itu sendiri sudah ada sejak jaman dahulu kala. Yang dimana lagu atau musik tersebut sering juga digunakan sebagai sarana untuk mendampingi serta mengiringi segala macam aspek dari acara keagamaan. Selain itu, lagu atau musik itu sendiri juga sering digunakan baik itu untuk diperdengarkan, disiarkan maupun untuk dipertunjukkan di dalam kehidupan kita sehari-hari.15 Musik itu sendiri terkomposisi dari berbagai hal yaitu ritme, harmoni, serta melodi yang terkomposisi menjadi satu kesatuan.

Ritme ialah suara yang memiliki variasi horizontal serta aksen dari suatu suara yang teratur. Harmoni ialah keserasian atau keselarasan dari suatu paduan nada, yang dimana nada tersebut dimainkan secara bersamaan yang kemudian membentuk suatu instrument yang indah untuk didengarkan. Sedangkan melodi ialah tinggi, rendah serta panjang dan pendeknya suatu nada yang terdapt dalam suatu instrument musik. Lagu atau musik ini merupakan hasil karya cipta yang dilindungi sesuai dengan ketentuan pada “pasal 40 huruf d. Yang dimana lagu atau musik ialah suatu karya yang memiliki sifat utuh yang sebagaimana telah dijelaskan dalam penjelasan pasal 40 huruf d”.

Di Indonesia saat ini sedang mengalami permasalahan yang cukup serius, yaitu mengenai prihal plagiarisme sebuah lagu. Terutama mengenai dasar atau patokan yang digunakan untuk mengetahui suatu karya seni lagu atau musik tersebut dapat dikatakan telah melakukan plagiarisme. Plagiarisme secara etimologi itu sendiri berasal dari bahasa yunani yaitu plagiarius, yang memiliki arti merampok atau membajak. Dan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia yaitu dalam “Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pencegahan Dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi pada pasal 1 mengatur bahwa “plagiat” (plagiarisme) ialah perbuatan secara sengaja atau tidak sengaja dalam memperoleh atau mencoba memperoleh kredit atau nilai untuk suatu karya ilmiah, dengan mengutip sebagianatau seluruh dan atau karya ilmiah pihak lain yang diakui sebagai karya ilmiahnya tanpa menyatakan secara tepat dan memadai”. Maka dari beberapa definisi tersebut plagiarisme dalam hal music atau lagu ialah suatu kegiatan atau tindakan untuk mengambil baik secara keseluruhan atau sebagian dari ciptaan orang lain untuk menjadi miliknya yang dimana plagiarisme ini merupakan suatu pelanggaran hak cipta dalam bentuk hak moral. Yang dimana pelanggaran terhadap hak moral tersebut merupakan sebuah konsep hukum yang menuntut adanya suatu pengakuan, penghormatan serta perlindungan bagi indentitas dan integritas bagi

pencipta. Dan apabila terjadi Pelanggaran terhadap hak moral ini, maka hal tersebut tentu saja memiliki dampak yang sangat serius terhadap harga diri, reputasi serta kepentingan pribadi pencipta.

Sebagaimana yang telah tercantum dalam Undang-Undang Hak Cipta. Hak moral merupakan suatu hak yang melekat pada diri penciptanya. Yang bersifat abadi sebagaimana telah diatur dalam “pasal 5 ayat (1) UUHC No 28 Tahun 2014 untuk :

  • a.    Tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada Salinan sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk umum.

  • b.    Menggunakan nama aliasnya atau samarannya.

  • c.    Mengubah ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat.

  • d.    Mengubah judul dan anak judul ciptaan.

  • e.    Mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan, modifikasi ciptaan, atau yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasi”.

Untuk melindungi dan mempertahankan hak moral sebagaimana dimaksud dalam “Pasal 5 ayat (1), Pencipta dapat memiliki:

  • a.    Informasi manajemen Hak Cipta; dan/atau

  • b.    Informasi elektronik

Hak Cipta Informasi manajemen Hak Cipta meliputi informasi tentang:

  • a.    Metode atau sistem yang dapat mengidentifikasi originalitas substansi Ciptaan dan Penciptanya; dan

  • b.    Kode informasi dan kode akses.

Infomarsi elektronik Hak Cipta meliputi informasi tentang:

  • a.    Suatu Ciptaan, yang muncul dan melekat secara elektronik dalam hubungan dengan kegiatan Pengumuman Ciptaan;

  • b.    Nama pencipta, aliasnya atau nama samarannya;

  • c.    Pencipta sebagai Pemegang Hak Cipta;

  • d.    Masa dan kondisi penggunaan Ciptaan;

  • e.    Nomor; dan

  • f.    Kode informasi. Yang dimana informasi manajemen Hak Cipta dan informasi elektronik Hak Cipta yang dimiliki dilarang dihilangkan, diubah, atau dirusak.”

Mengenai pembatasan serta pengecualian suatu karya seni musik itu sendiri masih mengalami kontrofersi. banyak para pakar ahli musik menggunakan patokan bar sebagai alat untuk mengetahui suatu music atau lagu tersebut telah melagukan plagiarisme Bar merupakan frase musik di dalam suatu lagu. Yang dimana bar pada lagu tersebut secara umum terdapat 4 ketukan. Sedangkan untuk bagian seperti verse dan chorus itu sendiri diukur menggunakan 8 bar yang pada umumnya sekitar 8 hingga 16 bar. Ada yang mengatakan apabila ada kesamaan hingga 8 bar dalam lagu tersebut dapat dikatakan plagiat. Akan tetapi ada beberapa pakar musik atau pengamat musik lain mengatakan cukup 2 bar saja sudah dapat dikatakan melakukan

plagiarisme terhadap suatu lagu, akan tetapi hal tersebut bukanlah yang menjadi patokan baku.16

Dalam UUHC No 28 Tahun 2014 terdapat beberapa pembatasan mengenai hak cipta tersendiri. Dapat dikatakan melanggar hak cipta apabila tidak sesuai dengan ketentuan pada “pasal 43-51 yang dimana ketentuan khusus mengenai pasal tersebut terdapat dalam pasal 44 ayat (1) yang mengatur mengenai “ tidak dianggapnya sebagai pelanggaran hak cipta jika sumbernya disebutkan atau dicantumkan secara lengkap untuk keperluan:

  • a.    Pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta atau pemegang hak cipta.

  • b.    Keamanan serta penyelenggaraan pemerintahan, legislatif, dan atau peradilan.

  • c.    Ceramah yang hanya untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan.

  • d.    Pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta.

Maka berdasarkan uraian pada “pasal 44 ayat (1) terdapat dua point penting yaitu:

  • a.    mengenai penggunaan dan memanfaatkan hasil ciptaan milik orang lain sebagaimana sesuai dengan yang disebutkan di atas maka tidak akan dikatakan melanggar hak cipta selama sumber tersebut telah disebutkan atau dicantumkan secara lengkap. Dengan artian hasil karya cipta tersebut tidak hanya dinikmati oleh sang pencipta saja, akan tetapi masyarakat juga dapat menikmati, memanfaatkan serta menggunakan hasil karya cipta tersebut. Berarti untuk kepentingan non kemersial cukup dengan menyebutkan atau mencantumkan sumbernya saja secara lengkap, sedangkan untuk kepentingan komersial maka wajib meminta ijin kepada pencipta sesuai pada pasal 9 ayat (3) dan untuk prihal pencipta yang sudah meninggal maka sesuai pasal 5 ayat (2) maka dapat dialihkan dengan wasiat kepada ahli waris agar pengutip dapat meminta ijin pada pemegang hak cipta dengan memberikan royalty agar terhindar dari pelanggaran hukum.

  • b.    Mengenai konsep fair use, fair use adalah suatu konsep yang mengharuskan atau mewajibkan si pencipta suatu karya seni untuk mengiklaskan serta memberikan izin atas hasil ciptaannya untuk digunakan oleh masyarakat untuk berbagai kepentingannya. Konsep fair use yang terdapat dalam pasal 44 ayat (1) ini hanya sebatas untuk keperluan serta kepentingan pendidikan dan penyelenggaraan pemerintahan, legislative dan peradilan. Yang berarti untuk kepentingan atau tujuan komersial itu sendiri tidak masuk dalam kategori pengecualian”.

Pada “pasal 43 juga mengatur mengenai perbuatan yang tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta yaitu:

  • a.    Pengumuman, Pendistribusian, Komunikasi, dan/atau Penggandaan lambang negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli.

  • b.    Pengumuman, Pendistribusian, Komunikasi, dan/atau Penggandaan segala sesuatu yang dilaksanakan oleh atau atas nama pemerintah, kecuali

dinyatakan dilindungi oleh peraturan perundang-undangan, pernyataan pada Ciptaan tersebut, atau ketika terhadap Ciptaan tersebut dilakukan Pengumuman, Pendistribusian, Komunikasi, dan/atau Penggandaan.

  • c.    Pengambilan berita aktual, baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, Lembaga Penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lainnya dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap.

  • d.    Pembuatan dan penyebarluasan konten Hak Cipta melalui media teknologi informasi dan komunikasi yang bersifat tidak komersial dan/atau menguntungkan Pencipta atau pihak terkait, atau Pencipta tersebut menyatakan tidak keberatan atas pembuatan dan penyebarluasan tersebut.

  • e.    Penggandaan, Pengumuman, dan/atau Pendistribusian Potret Presiden, Wakil Presiden, mantan Presiden, mantan Wakil Presiden, Pahlawan Nasional, pimpinan lembaga negara, pimpinan kementerian/lembaga pemerintah non kementerian, dan/atau kepala daerah dengan memperhatikan martabat dan kewajaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Mengenai hal ini, lagu atau musik tidak termasuk atau menjadi perbuatan yang dianggap bukan pelanggaran hak cipta. Maka Plagiarisme karya seni musik itu dapat dianggap sebagai suatu pelanggaran apabila tidak mencantumkan sumbernya. Mengacu dengan hal-hal diatas, maka dapat disimpulkan juga bahwa dalam praktik plagiarisme lagu atau musik, plagiator telah melakukan tindakan untuk memperbanyak sebuah bagian yang substansional atau inti dari sebuah karya musik dengan tanpa meminta izin dari pencipta aslinya.

Maka mengenai batasan-batasan penggunaan wajar atau fair use.17 Terutama mengenai kapan suatu karya cipta seni lagu atau musik tersebut dapat dikatakan melakukan suatu pelanggaran mengenai plagiarisme dalam “UUHC No 28 Tahun 2014” tidak diatur secara jelas di dalam undang-undang tersebut. Mengenai kasus plagiarisme yang sedang menjadi permasalahan saat ini, khususnya pada kasus yang menimpa Rahmawati Kekeyi Putri Cantik yang dikatakan telah melakukan pelanggaran plagiarisme terhadap lagu atau musik “Aku Bukan Boneka” milik Rinni Wulandari dan lagu “Menulis Di Atas Kertas” ciptaan Papa T Bob yang dipopulerkan oleh 5 Anak Centil ialah mengenai pengambilan baik itu sebagian atau seluruhnya dari karya seni orang lain seperti pada bagian intro, notasi melodi, chord progresision serta kesamaan dari aransemen sebuah lagu yang melebihi 8 bar. Sedangkan plagiarisme yang diatur dalam UUHC ini hanya sebatas peniadaan nama pencipta serta tidak adanya izin dari pemegang atau pemilik hak cipta sehingga terjadi tindakan ekploitasi atau tindakan memperbanyak hasil cipta orang yang dilakukan tanpa izin.

  • 3.3 Penyelesaian Sengketa Bagi Para Oknum Yang Telah Melakukan Praktik

    Plagiarisme Terhadap Lagu Atau Musik

Plagiarisme dalam industri musik ini sudah sering terjadi, akan tetapi sedikit kasus yang sampai pada penyelesaian sengketa di pengadilan. Hal tersebut dikarenakan selama ini plagiarisme di dalam industri musik itu hanya sekedar isu dan desas-desus belaka seperti si A yang melakukan penjiplakan terhadap si B atau lain sebagainnya. Jadi hal ini sangatlah menherankan, di satu sisi para musisi sangatlah

menentang adanya plagiat atau plagiarisme pada karya seni lagu atau musik mereka akan tetapi di sisi lain mereka juga terlihat sangat lapang dada terhadap tindakan tersebut. Hal tersebut dapat dilihat dari sedikitnya kasus mengenai plagiarisme yang sampai pada penyelesaian sengketa di pengadilan. Jadi karya seni lagu atau musik di Indonesia sendiri dapat dikatakan sangat kurang dihargai baik itu oleh masyarakat atau oleh musisi itu sendiri. Jikalau suatu karya seni lagi atau musik itu merupakan suatu karya intelektual yang memiliki nilai yang sangat tinggi, tentu saja jika ada yang melakukan tindakan plagiarisme terhadap karya seni tersebut sudah seharusnya diberikan hukuman yang sepadan. Jadi seseorang itu tidak boleh seenaknya untuk mengambil baik itu sebagian atau keseluruhan dari karya orang lain

Pada kasus pelanggaran hak cipta khususnya pada kasus plagiarisme terhadap lagu atau musik tersebut merupakan pelanggaran terhadap hak moral. Yang dimana mengenai pelanggaran terhadap hak moral tersebut sesuai ketentuan “UUHC No 28 Tahun 2014” hal tersebut tidak dapat dipidana. Dikarenakan pada pelanggaran hak moral tersebut hanya dapat dikenakan sanksi perdata. Yang berarti untuk pihak yang merasa telah dirugikan sesuai dengan “pasal 98 UUHC No 28 Tahun 2014” hanya dapat menggugat secara perdata mengenai perbuatan yang bersifat distorsi atau modifikasi karya cipta si pencipta. Maka penyelesaian sengketa atas pelanggaran tersebut dapat dialakukan melalu pengadilan niaga, arbitrase, atau alternatif penyelesaian sengketa seperti mediasi, negosiasi atau konsiliasi.18

Pada “Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa mengatur bahwa Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.” Arbitrase menurut “pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yaitu ialah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.”

  • a.    Pada perkara perdata, “pasal 99 UUHC mengatur:

  • (1)    Pencipta, pemegang hak cipta, atau pemilik hak cipta terkait berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada pengadilan niaga atas pelanggaran hak cipta atau produk hak terkait.

  • (2)    Gugatan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa permintaan untuk menyerahkan seluruh atau sebagian penghasilan yang diperoleh dari penyelenggaraan ceramah, pertemuan ilmiah, pertunjukan atau pameran karya yang merupakan hasil peloanggaran hak cipta atau produk terkait.”

Lebih lanjut mengenai hal tersebut pemilik, pemegang, atau ahli warisnya juga memiliki hak untuk meminta putusan sela atau putusan provisi kepada pengadilan niaga agar memerintahkan pihak yang telah melanggar untuk menghentikan segala macam bentuk pelanggaran hak cipta agar tidak menimbulkan serangkaian kerugian lain yang lebih besar bagi pemegang hak cipta. Dan untuk pelanggaran atas hak moral yang pencipta telah meninggal dunia maka dapat diajukan oleh ahli warisnya. Yang

dimana gugatan perdata tersebut bisa di ajukan di pengadilan niaga yang berada di Jakarta, makasar, Surabaya, dan medan.19

  • b.    Melalui jalur hukum pidana. Dapat dilihat pada ketentuan “pasal 95 ayat (4) yang mengatur bahwa selain pelanggaran hak cipta dan/ atau hak terkait dalam bentuk perbajakan. Sepanjang para pihak yang bersangkutan diketahui keberadaannya dan/ atau berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia Harus menempuh terlebih dahulu penyelesaian sengketa melalui mediasi sebelum melakukan tuntutan pidana.”

  • c.    Melalui penyelesaian sengketa. Dapat dilihat pada ketentuan “pasal 95 ayat (1) yang mengatur bahwa penyelesaian sengketa hak cipta dapat dilakukan melalui alternatif penyelesaian sengketa, arbitrase atau pengadilan.” Yang berarti selain penyelesaian sengketa melalui perdata dan pidana, untuk para pihak yang bersangkutan juga dapat menggunakan arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa.

Pada putusan Pengadilan Niaga bisa mengajukan permohonan kasasi dengan batas waktu paling lama yaitu 14 hari dihitung mulai dari tanggal putusan Pengadilan Niaga yang telah diucapkan pada sidang terbuka. Permohonan pengajukan kasasi tersebut didaftarkan pada Pengadilan Niaga yang memutus gugatan tersebut dengan cara membayar biaya yang telah ditetapkan oleh pengadilan. Lalu Panitera Pengadilan Niaga akan mendaftarkan permohonan kasasi tersebut sesuai dengan tanggal permohonan yang telah diajukan serta memberikan sebuah tanda terima yang sebagaimana telah ditandatangani oleh Panitera kepada pemohon kasasi pada tanggal hari pendaftaran. Setelah itu Panitera akan menyampaikan permohonan kasasi pada pihak termohon dengan rentan waktu paling lama 7 hari dihitung sejak hari permohonan kasasi telah didaftarkan.

Maka berdasarkan hasil analisis tersebut dapat dilihat bawasannya UUHC telah memberikan perlindungan hukum serta cara penyelesaian sengketa bagi pencipta dan pelanggar hak cipta tersebut. Hal tersebut terlihat dari sudah adannya pengakuan hak serta perumusan tindak pidana baik itu yang berkaitan dengan plagiarisme maupun pelanggaran yang berkaitan dengan pelanggaran hak cipta beserta sanksi pidananya serta berbagai macam alternatif upaya penyelesaian sengketa bagi pencipta yang merasa telah dirugikan haknya tanpa mengurangi hak dari pemerintah untuk turut menegakkan hukum mengenai hak cipta secara baik, efisien serta efektif.

IV. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perlindungan hukum terkait hak cipta untuk karya seni lagu atau musik telah di atur di dalam UUHC yang dimana hal tersebut terdapat pada pasal 6, 7 ayat (1) dan 9 ayat (2) serta (3). Permasalahan mengenai patokan atau dasar dari sebuah lagu atau musik tersebut dapat dikatakan melakukan plagiarisme pada UUHC tidak diatur secara jelas, akan tetapi untuk menangani permasalahan tersebut penulis sependapat dengan beberapa para ahli yang mengatakan bahwa jikalau karya seni lagu atau musik tersebut memiliki kesamaan lebih dari 8 bar maka dapat dikatakan sebagai plagiarisme. Penyelesaian sengketa terhadap kasus tersebut pada UUHC dapat diselesaikan dengan tiga cara yaitu melalui jalur perdata pada pasal 99 UUHC, jalur

pidana sesuai pasal 95 ayat 4 UUHC dan melalui alternatif penyelesaian sengketa seperti arbitrase atau pengadilan sesuai dengan pasal 95 ayat 1 UUHC. Saran yang dapat diberikan oleh penulis yaitu mengenai pembatasan atau fair use suatu lagu atau musik dikatakan telah melakukan plagiat harus lebih dijelaskan secara eksplisit dalam UUHC karena bagi masyarakat umum atau musisi sendiripun masih butuh pemahaman yang lebih dalam mengenai hal tersebut sehingga perlulah dilakukan revisi lebih lanjut mengenai aturan-aturan tersebut agar tidak terjadi perdebatan atau perbedaan pendapat mengenai batasan atau fair use dari plagiarisme itu sendiri sehingga dapat memudahkan masyarakat untuk lebih mengerti serta memahai hal tersebut supaya tidak terjadi pelanggaran mengenai hak cipta dikemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Asikin, Zainal, Amiruddin. “Pengantar Metode Penelitian Hukum." (Jakarta: Rajawali Pers, 2016).

Dharmawan, Ni Ketut Supasti. “Harmonisasi hukum kekayaan intelektual Indonesia”. (Swasta Nulus, 2018).

Yustisia, Tim Visi. “Panduan Resmi Hak Cipta: Mulai Mendaftar, Melindungi, dan Menyelesaikan Sengketa.” (VisiMedia, 2015)

Jurnal Ilmiah

Ambarawati, Putu Eka Yulia, and I. Wayan Novy Purwanto. "PENGATURAN PENGAMBILAN TULISAN PADA KARYA TULIS SKRIPSI DALAM MENGHINDARI PLAGIARISME." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 8, no. 1, (2019): 1-12.

Ardika, Komang, and Marwanto Marwanto. "PEMANFAATAN LAGU SECARA KOMERSIAL PADA RESTORAN SERTA KEBERADAAN PENGUNJUNG YANG MENYANYIKAN LAGU SECARA VOLUNTEER." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 7, no. 6, (2019): 1-13.

Dewi, Gusti Agung Putri Krisya, and I. Wayan Novy Purwanto. "PELAKSANAAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN HAK CIPTA DI BIDANG PEMBAJAKAN SINEMATOGRAFI (FILM/VIDEO)." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 5, no. 1, (2018): 1-19.

Dewi, Anak Agung Mirah Satria. "Perlindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Cover Version Lagu Di Youtube." Udayana Master Law Journal 6, no. 4 (2017): 508-520

Dewi, Cok Istri Dian Laksmi. "PENYELESAIAN SENGKETA TERHADAP PELANGGARAN MORAL DALAM KERANGKA PERLINDUNGAN HAK CIPTA." Jurnal Yustitia 12, no. 1 (2018): 13-20.

Hakim, Guswan. "Perlindungan Hukum Pencipta yang Dirugikan Haknya atas Tindakan Plagiarisme." Halu Oleo Law Review 2, no. 1 (2017): 416-428.

Irmayanti, Si Luh Dwi Virgiani and Ni Putu Purwanti. “Upaya Perlindungan Hukum Bagi Pencipta Lagu Terkait Unggahan Cover Version pada situs Soundcloud.” Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum 7, No. 4, (2019): 1-15.

Maharani, Desak Komang Lina, and I. Gusti Ngurah Parwata. "PERLINDUNGAN HAK CIPTA TERHADAP PENGGUNAAN LAGU SEBAGAI SUARA LATAR

VIDEO DI SITUS YOUTUBE." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 7, no. 10, (2019): 1-14.

Ndoen, Margaritha Rami, and Hesti Monika. "PRINSIP FAIR USE TERHADAP COVER VERSION LAGU DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN HAK CIPTA (Perbandingan Antara Undang-Undang Hak Cipta Indonesia Dengan Amerika Serikat)." Paulus Law Journal 1, no. 1 (2019): 1-8.

Pawitram, M. R. A, N. K. S. Dharmawan, and A. K. S. Indrawati. “Pengaturan Lembaga Manajemen Kolektif Berkaitan Dengan Penarikan Royalti Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.”Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum 5, No. 1, (2017): 2

Pratiwi, Ni Wayan Mira Eka, and I. Made Arya Utama. "PENGGANDAAN MUSIK DALAM BENTUK MP3 MELAUI INTERNET DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA." Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum 2, No. 3, (2018): 1-6.

Pramana, Ida Bagus Putu Emanda, I. Wayan Wiryawan, and I. Nyoman Mudana. "REGULASI TERKAIT PENGUBAHAN LIRIK LAGU TANPA SEIZIN PENCIPTA DALAM KEGIATAN KAMPANYE." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 8, no. 2, (2020): 121-131.

Wijaya, I Made Marta, and Putu Tuni Cakabawa. “Perlindungan Hukum Atas Vlog Di Youtube Yang Disiarkan Ulang Oleh Stasiun Televisi Tanpa Izin.” Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum 7, No. 3, (2019): 1-15.

Peraturan Perundang-undangan

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pencegahan Dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 5599.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599.

Sumber Internet

Diakses di https://www.youtube.com/watch?v=Bi4eAZeZKEE&t=118s pada Minggu 12 Juli 2020 pukul 10.30 WITA

Jurnal Kertha Negara Vol. 9 No. 12 Tahun 2021, hlm.1027-1038

1038