PENGATURAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL MELALUI MEDIA SOSIAL DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA

Gede Ivan Aswinabawa Wijaya, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

I Made Sarjana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum terkait penjualan minuman beralkohol di media sosial dan untuk mengetahui bagaimana akibat hukum dari penjualan minuman beralkohol di media sosial. Penelitian ini menggunakan bahan pustaka serta mengkaji literatur–literatur dalam bidang hukum yang merupakan suatu metode penelitian hukum secara normatif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan. Hasil dari penelitian ini yaitu pengaturan hukum terkait penjualan minuman beralkohol di media sosial diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/4/2014 sebagaimana telah menjalani beberapa kali perubahan hingga diterbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 25 Tahun 2019, Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 8 Tahun 2020, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektornik (UU ITE), serta Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), selanjutnya akibat hukum dari penjualan minuman beralkohol di media sosial yaitu penjual minuman beralkohol di media sosial dapat dikenakan sanksi administratif maupun sanksi pidana.

Kata kunci: Penjualan, minuman beralkohol, melalui media sosial.

ABSTRACT

The purpose of this research is to know the regulations about selling alcoholic beverage through social media and to know the consequences of selling alcoholic beverage through social media. This research uses literature as well as reviews the literature in the legal field which is a method of normative legal research. The results of this research are the selling alcoholic beverage through media social are being regulated by Presidential Decree No. 74 of 2013, The Regulation of The Minister of Trade Number 20/M-DAG/PER/4/2014 that has gone through changes until The Regulation of The Minister of Trade of The Republic of Indonesia No. 8 of 2019 was made, The Regulation of National Food and Drug Agency No. 8 of 2020, The Act of Information and Electronic Transaction, also The Wetboek van Strafrecht (WvS), and the consequences of selling alcoholic beverage through social media are administrative sanctions and criminal sanctions on the seller of alcoholic beverage through social media.

Keywords: Sales, alcoholic beverage, through social media.

  • I.    Pendahuluan

    1.1    Latar Belakang Masalah

Globalisasi serta kemajuan zaman mempengaruhi perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia masa ini. Perubahan ini adalah akibat masuknya pengaruh budaya asing ke Indonesia, misalnya prilaku minum minuman beralkohol.1 Minuman beralkohol bukanlah hal yang baru dikenal oleh masyarakat di Indonesia. Minuman beralkohol tidak lagi dikenal sebagai komoditif eksklusif yang sulit didapatkan. Minuman ini dengan mudah untuk didapat, dibeli, bahkan dijual.2 Minuman beralkohol sangat mudah untuk didapatkan mulai dari pasar tradisional hingga media elektronik seperti media sosial yang menyediakan minuman beralkohol untuk diperjualbelikan. Minuman beralkohol merupakan minuman yang mengandung senyawa etanol. Kandungan senyawa etanol dalam minuman beralkohol tersebut dapat berasal dari hasil bahan pertanian yang mengalami proses fermentasi dengan destilasi maupun fermentasi tanpa destilasi. Dalam realitasnya faktor budaya dan tradisi kehidupan masyarakat di Bali tidak dapat dipisahkan dari minuman beralkohol. Hal ini dikarenakan adanya keterkaitan yang dimiliki antara adat istiadat dan upacara keagamaan di Bali dengan minuman beralkohol, yang dimana minuman beralkohol merupakan media ataupun sarana upacara adat serta keagamaan.3

Adanya masalah-masalah yang pemerintah harus perhatikan, yaitu mengenai minuman beralkohol yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat luas.4 Salah satu alasan dibentuknya regulasi yang ditujukan untuk mengendalikan peredaran, penjualan dan konsumsi dari minuman beralkohol tersebut dikarenakan dampak daripada konsumsi minuman beralkohol secara berlebih yang dapat menimbulkan permasalahan sosial dan gangguan kesehatan.5 Dampak negatif dari konsumsi alkohol berlebih yaitu rentan mengalami komplikasi penyakit yang dapat berakibat fatal, seperti gangguan pencernaan, penurunan fungsi otak dan saraf, disfungsi seksual, kanker, serangan jantung, diabetes, gangguan kehamilan, kerusakan tulang, gangguan fungsi mata, dan penyakit hati.6 Selain itu, dikutip dari detik.com, pada tahun 2019 silam seorang pemuda di Bali tewas dibacok usai pesta miras yang berujung pemukulan.7 Minuman beralkohol yang disalahgunakan serta diperjualbelikan tidak sesuai dengan standar mutu dapat merugikan serta membahayakan kehidupan serta nilai bangsa yang berpotensi melemahkan ketahanan nasional.8 Upaya pengendalian daripada peredaran serta penjualan minuman beralkohol juga dilakukan melalui

pengaturan ketentuan yang mengizinkan penjualan minuman beralkohol pada beberapa tempat tertentu layaknya hotel, bar, restoran, toko bebas bea maupun toko modern berupa supermarket dan hypermarket.

Media sosial berperan penting dalam penyebaran informasi kepada masyarakat Indonesia sebagai hasil dari perkembangan dan kemajuan teknologi. Kemudahan dalam berinteraksi sosial dan gaya hidup serta media sosial yang dapat diakses kapanpun dan dimanapun membuat orang banyak mengakses media sosial.9 Media sosial yang merupakan sebuah media untuk bersosialisasi antar sesama dan dilakukan dalam jaringan yang mempermudah orang untuk berkorelasi tanpa batasan jarak maupun waktu tidak luput keterikatannya dengan minuman beralkohol. Tidak sedikit pelaku usaha yang memanfaatkan media sosial untuk melakukan kegiatan usaha. Pembatasan izin penjualan minuman beralkohol yang hanya boleh diperjualbelikan di tempat yang ditetapkan dalam undang-undang seperti supermarket dan hypermarket didasarkan pada berbagai pertimbangan, salah satunya dikarenakan kemudahan masyarakat dalam mengakses pembelian terhadap minuman beralkohol. Lebih lanjut pembatasan itu diarahkan untuk mengawasi dan mengendalikan konsumen dibawah umur dalam mengkonsumsi minuman beralkohol. Pengaturan mengenai izin penjualan minuman beralkohol mengalami beberapa kali perubahan yang tentunya berpotensi kesalahpahaman mengenai pengaturan pengedaran dan penjualan minuman beralkohol. Berlandaskan hal tersebut, penulis tertarik serta terdorong untuk lebih dalam meneliti permasalahan hukum yang penting ini dengan mengangkat judul “PENGATURAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL MELALUI MEDIA SOSIAL DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA”.

Penulisan jurnal ini merupakan penuangan ide dalam bentuk tulisan yang orisinil. Dimana sepanjang pengamatan yang telah dilakukan, belum ditemukan jurnal dengan judul yang sama dengan karya tulis ini. Namun demikian, tak dapat dipungkiri tentunya ada beberapa tulisan yang memiliki konsep yang serupa namun memiliki fokus kajian maupun permasalahan yang berbeda dengan tulisan ini. Contohnya seperti penelitian oleh A.A. Ngr. Yadnya Wira R.P. tahun 2016 dengan judul “Pengaturan Minuman Beralkohol Golongan A Bagi Pelaku Usaha Toko Modern Minimarket”. Pada karya tersebut memiliki keterkaitan yaitu membahas mengenai terdapatnya konflik norma mengenai pengaturan minuman beralkohol golongan A bagi pelaku usaha toko modern minimarket. Namun, terdapat perbedaan fokus permasalahan yang dibahas. Karya tulis ini lebih membahas mengenai pengaturan penjualan minuman beralkohol melalui media sosial dalam hukum positif di Indonesia.

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1    Bagaimana pengaturan hukum positif di Indonesia terkait penjualan minuman beralkohol di media sosial?

  • 2    Bagaimana pengaturan sanksi pidana di Indonesia berkaitan dengan penjualan minuman beralkohol di Indonesia?

  • 1.3    Tujuan penelitian

Tujuan daripada penelitian ini yaitu untuk memahami bagaimana pengaturan hukum positif di Indonesia terkait penjualan minuman beralkohol di media sosial. Lebih lanjut tujuan penelitian ini yaitu untuk memahami pengaturan sanksi pidana di Indonesia berkaitan dengan penjualan minuman beralkohol di Indonesia.

  • II.    Metode penelitian

Penelitian jurnal dengan judul “Pengaturan Penjualan Minuman Beralkohol Melalui Media Sosial Dalam Hukum Positif Indonesia” menggunakan metode penelitian hukum normatif. Metode penelitian hukum normatif sendiri meneliti hukum dari perspektif internal dengan norma hukum sebagai objek penelitiannya, yang berangkat dari adanya problem norma yaitu adanya kekaburan norma.10 Penelitian ini menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan bahan hukum yakni teknik studi dokumen, serta analisis yang dilaksanakan secara deduktif yakni suatu pola menarik kesimpulan dari sesuatu yang umum kepada sesuatu yang lebih khusus.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Pengaturan Hukum Positif di Indonesia Terkait Penjualan Minuman Beralkohol di Media Sosial

Dalam menganalisa mengenai pengaturan hukum terkait penjualan minuman beralkohol di media sosial, dapat dianalisa terlebih dahulu tentang pengaturan terkait minuman beralkohol menurut hukum positif di Indonesia. Melihat daripada sumber hukum yang telah disebutkan sebelumnya, dapat diketahui bahwa terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang meregulasi minuman beralkohol. Regulasi tentang minuman beralkohol dapat ditemui pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol yang kemudian dilanjutkan dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol yang sudah menjalani sejumlah perubahan.

Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 42 P/HUM/2012 dinyatakan bahwa Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol sudah tidak sah serta tidak memiliki kekuatan hukum sehingga di tahun 2013 dilakukan perbaikan sehingga ditetapkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol.11 Pada ketentuan Pasal 1 angka 1 PERPRES No. 74 Tahun 2013 diatur bahwa minuman beralkohol merupakan minuman dengan senyawa etil alkohol atau etanol terkandung di dalamnya yang merupakan olahan produk tani dengan kandungan karbohidrat melalui proses fermentasi dengan destilasi maupun fermentasi tanpa destilasi. Minuman beralkohol dapat dibagi dalam tiga penggolongan yaitu: minuman beralkohol golongan A, dimana di dalamnya terkandung senyawa etanol yang kadarnya hingga 5% (lima persen). Minuman beralkohol golongan B, di dalamnya terkandung senyawa etanol dengan kadar melebihi 5% (lima persen) hingga

20% (dua puluh persen). Minuman beralkohol golongan C, di dalamnya terkandung senyawa etanol dengan kadar melebihi 20% (dua puluh persen) hingga 55% (lima puluh lima persen). Selanjutnya minuman beralkohol sendiri dibedakan menjadi hasil produksi dalam negeri maupun minuman beralkohol asal impor. Segala jenis minuman beralkohol ini ditentukan sebagai barang dalam pengawasan, yakni dalam peredarannya serta penjualannya maupun pengadaannya.

Dalam PERPRES No. 74 Tahun 2013 juga ditetapkan bahwa pencantuman label pada minuman beralkohol wajib dilakukan dalam peredaran minuman beralkohol hasil produksi dalam negeri maupun hasil produksi luar negeri seperti pada peraturan maupun undang-undang dalam bidang pangan. Penjualan minuman beralkohol segala golongan hanya boleh dilakukan di restoran serta bar maupun hotel yang telah melengkapi syarat sesuai dengan undang-undang dalam bidang pariwisata. Selain itu, minuman beralkohol segala golongan juga boleh diperdagangkan pada toko bebas bea serta tempat tertentu sesuai ketentuan dari Bupati atau Walikota serta Gubernur untuk DKI Jakarta yang jaraknya tidak dekat dengan lembaga pendidikan maupun rumah sakit serta tempat peribadatan.12 Selanjutnya, penjualan minuman beralkohol golongan A dalam bentuk kemasan diperbolehkan pada toko pengecer. Pada PERMENDAG No.20/M-DAG/PER/4/2014 diatur dalam ketentuan Pasal 4 mengenai pengadaan minuman beralkohol yang dijelaskan bahwa pengadaan minuman beralkohol baik itu golongan A, golongan B, serta Golongan C produksi dalam negeri maupun luar negeri. Selanjutnya, pada Pasal 5 ayat (1) dan (2) dijelaskan mengenai perusahaan yang dapat melakukan pengadaan minuman beralkohol asal impor setelah memiliki penetapan sebagai Importir Terdaftar Minuman Beralkohol (IT-MB) dari Menteri Perdagangan dan perlu mempunyai Surat Izin Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol (SIUP-MB).

Dalam ketentuan Pasal 14 ayat (3) PERMENDAG No.20/M-DAG/PER/4/2014 tertulis jika toko pengecer, layaknya minimarket, supermarket, serta hypermarket, maupun toko pengecer lain dapat menjual minuman beralkohol golongan A.13 Toko pengecer yang dimaksud tersebut yaitu toko pengecer dengan minimal luas lantai penjualan 12 (dua belas) meter persegi. Selanjutnya dilakukan perubahan terhadap ketentuan peraturan tersebut dimana minuman beralkohol golongan a tidak diperbolehkan untuk diperdagangkan di minimarket sesuai dengan PERMENDAG No.06/M-DAG/PER/1/2015 yang menjelaskan bahwa minuman beralkohol golongan A hanya boleh dijual pada supermarket serta hypermarket. Dilihat dari peraturan tersebut minuman beralkohol golongan A dilarang dijual pada minimarket.14 Pasal 15 PERMENDAG No.20/M-DAG/PER/4/2014 menjelaskan mengenai minuman beralkohol dapat dipedagangkan apabila konsumen berumur 21 tahun atau lebih serta memperlihatkan bukti identitas ke petugas atau pramuniaga. Selanjutnya pada Pasal 18 di peraturan yang sama dijelaskan dimana tiap perusahaan yang melaksanakan penjualan minuman beralkohol harus memiliki SIUP-MB.

Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) mengeluarkan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 8 Tahun 2020 tentang Pengawasan Obat dan Makanan yang Diedarkan Secara Daring. Dalam PERBPOM No. 8 tahun 2020 di dalam pasal 29 disebutkan minuman beralkohol tidak diperbolehkan untuk diedarkan secara daring. Pada PERMENDAG No. 120 Tahun 2018 dijelaskan bahwa peredaran minuman beralkohol merupakan tindakan penyaluran minuman beralkohol oleh pengecer, sub distributor, serta penjual langsung maupun distributor untuk dikonsumsi di tempat. Secara daring dapat diartikan sebagai kegiatan dalam jaringan yang terhubung dengan jaringan komputer, internet, dan sebagainya. Minuman beralkohol dilarang diedarkan secara daring dapat diartikan sebagai penyaluran minuman beralkohol dari distributor, sub distributor, serta pengecer maupun penjual langsung melalui jaringan komputer, internet, dan sebagainya tersebut dilarang atau tidak diperbolehkan.

Berkaitan dengan kegiatan penjualan barang di media sosial, terdapat hal-hal yang perlu diamati, salah satunya adalah tanggung jawab dari pelaku usaha yang dimana pelaku usaha dalam melakukan penawaran produk menggunakan sistem elektronik harus memberikan serta mencantumkan keterangan mengenai produk, produsen dan syarat kontrak dengan lengkap dan benar sesuai dengan Pasal 9 dalam UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Keterangan tersebut yaitu keterangan tentang identitas maupun keadaan daripada subjek hukum serta kompetensinya, serta keterangan lain yang menguraikan mengenai hal yang merupakan syarat sahnya suatu perjanjian dan penjelasan mengenai nama, alamat, dan deskripsi dari barang/jasa.

Persoalan kepastian hukum sering kali terjadi dikarenakan peraturan perundang-undangan yang inkonsisten, bertumpang tindih, atau tidak meregulasi dengan sama hingga saling berbenturan. Disamping itu, ketentuan serta petunjuk yang ada tidak memberi kesempatan dalam melakukan penjualan minuman beralkohol melalui media sosial.15 Terkait dengan pengaturan hukum mengenai penjualan minuman beralkohol di media sosial, belum ada pengaturan yang jelas mengatur hal tersebut baik dari UU ITE maupun PERPRES dan PERMENDAG. Dengan hanya terdapat satu ketentuan pasal didalam PERBPOM No. 8 tahun 2020 yang mengatur mengenai pengedaran minuman beralkohol secara daring mengingat penafsiran bentuk pengedaran minuman beralkohol yang kurang dapat memungkinkan pengaturan ini sulit dimengerti dan memungkinkan untuk memunculkan kesalahan penafsiran. Dalam PERPRES No. 74 Tahun 2013 maupun PERMENDAG No.20/M-DAG/PER/4/2014 yang sudah menjalani beberapa kali perubahan dengan PERMENDAG No. 25 Tahun 2019 hanya mengatur mengenai penjualan minuman beralkohol secara konvensional atau secara langsung. Selain itu, di dalam UU ITE hanya mengatur secara implisit bahwa dalam transaksi elektronik dapat dilakukan apabila objek transaksi tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum. Belum adanya pengaturan hukum yang meregulasi secara spesifik mengenai penjualan minuman beralkohol secara daring dari UU ITE juga menjadi faktor yang mendorong banyaknya penjualan minuman beralkohol di media sosial.

  • 3.2    Pengaturan Sanksi Pidana di Indonesia Berkaitan Dengan Penjualan Minuman Beralkohol di Indonesia

Melihat kurangnya pengaturan mengenai penjualan minuman beralkohol secara daring khususnya melalui media sosial maka adanya peluang penjualan minuman beralkohol di media sosial sebagai cara alternatif dari pelaku usaha dalam melakukan kegiatan menjual minuman beralkohol mengingat salah satu alasannya karena Kementerian Perdagangan yang menerbitkan PERMENDAG No.06/M-DAG/PER/1/2015 dimana terdapat kebijakan yang menyatakan bahwa mulai 16 April 2015, kegiatan penjualan minuman beralkohol tidak diperbolehkan pelaksanaannya pada minimarket melainkan hanya diperbolehkan pada hypermarket maupun supermarket serta harus dikonsumsi di lokasi.16 Lebih jelasnya pada PERMENDAG No.06/M-DAG/PER/1/2015 produk minuman beralkohol golongan A harus ditarik dari peredaran mengingat minimarket dan pengecer lainnya tidak diperbolehkan melakukan kegiatan jual beli minuman beralkohol golongan A. Tidak hanya berlaku pada minimarket, larangan penjualan minuman beralkohol juga dapat berlaku bagi penjualan minuman beralkohol secara daring, dikarenakan penjualan secara daring dapat dianggap sebagai pengecer. Dalam pelaksanaannya, apabila pelaku usaha melakukan kegiatan penjualan minuman beralkohol melalui media sosial termasuk dalam pelanggaran terhadap PERMENDAG No.20/M-DAG/PER/4/2014 yang sudah direvisi beberapa kali menjadi PERMENDAG No. 25 Tahun 2019.

Dalam melakukan penjualan minuman beralkohol secara konvensional memerlukan izin legal sehingga produsen bisa memperjualkan minuman beralkohol sebagaimana dalam peraturan yang berlaku. Perusahaan yang hendak menjual minuman beralkohol diwajibkan mempunyai Surat Izin Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol (SIUP-MB) serta Surat Izin Tempat Usaha Penjualan Minuman Beralkohol (SITU-MB) agar legalitas usahanya diakui oleh Pemerintah. SITU-MB merupakan surat izin tempat usaha yang diperlukan untuk bisa menjual minuman beralkohol. Sedangkan SIUP-MB yaitu surat izin untuk bisa memperdagangkan minuman beralkohol. Dalam pelaksanaannya, penjualan minuman beralkohol melalui media sosial tanpa dilengkapi dengan perizinan sebagaimana disebutkan diatas tentunya bertentangan dengan isi Pasal 31 PERMENDAG No.20/M-DAG/PER/4/2014. Dengan menjual minuman beralkohol melalui media sosial, kejelasan tentang umur konsumen juga tidak dapat dipastikan dengan tepat. Penjualan minuman beralkohol secara daring khususnya melalui media sosial sangat rentan untuk diakses oleh anak-anak yang belum berusia 21 tahun atau belum cukup umur, sehingga cukup berisiko untuk menjualnya secara bebas dan daring. Bagi penjual yang melakukan kegiatan menjual minuman beralkohol untuk konsumen dibawah umur 21 tahun dapat dijatuhkan sanksi administratif yakni pencabutan SKPL-A, SKP-A, serta SIUP-MB, maupun izin teknis, sesuai dengan ketentuan Pasal 41 ayat (1) PERMENDAG No.20/M-DAG/PER/4/2014. Hal yang dapat dilaksanakan sebagai bentuk upaya pencegahan penjualan minuman beralkohol secara daring melalui sosial media yaitu dengan melakukan penyaringan bagi anak di bawah umur dengan mengisi identitas diri yang disertai KTP.

Dalam Peraturan Menteri Nomor 9 Tahun 2014 tentang Penanganan Situs Bermuatan Negatif (Permen Kominfo 19/2014) terdapat peraturan mengenai situs

yang bisa digolongkan ke dalam database situs yang mesti diblokir Penyelenggara Jasa Akses Internet. Penjualan minuman beralkohol melalui media sosial dapat dimasukkan ke dalam database apabila instansi pemerintah atau aparat penegak hukum melaporkan penjualan minuman beralkohol melalui media sosial sebagai konten terlarang menurut peraturan perundang-undangan terkait. Instansi pemerintah serta aparat penegak hukum menerbitkan surat permintaan yang wajib berisi penilaian tentang jenis muatan yang dilarang serta alamat situs ataupun macam-macam pelanggaran menurut undang-undang yang berlaku. Dengan adanya permintaan dari instansi terkait mengenai situs atau website yang menjual maupun mengedarkan minuman beralkohol yang tidak sesuai dengan undang-undang, maka instansi yang dimaksud dapat meminta Kementerian Kominfo untuk memblokir situs tersebut.

BPOM resmi melarang peredaran minuman beralkohol secara daring. Pada Pasal 29 PERBPOM No. 8 Tahun 2020 ditentukan bahwa BPOM melarang peredaran minuman beralkohol secara daring. Bilamana terdapat pihak-pihak yang melanggar maka BPOM akan mengenakan sanksi administratif, mulai dari peringatan dan peringatan keras, hingga rekomendasi penutupan maupun pemblokiran sistem elektronik dari pelaku usaha. Pelaku usaha yang dimaksud tersebut dapat berupa apotek, sistem elektronik yang dimiliki pedagang besar farmasi, sistem elektronik yang dimiliki oleh industri farmasi, daily deals, merchant dalam sistem elektronik yang dimiliki penyelenggara sistem elektronik, classified ads, akun media sosial maupun bentuk media kegiatan e-commerce lainnya.

Berkaitan dengan peredaran minuman beralkohol tidak dilengkapi dengan izinnya, pelaku dapat dijatuhkan pidana penjara dan/atau denda menurut Pasal 204 serta Pasal 300 KUHP.17 Penjualan minuman beralkohol secara daring melalui media sosial dapat dijatuhi pidana penjara maksimal lima belas tahun sesuai isi Pasal 204 KUHP. Ancaman ini dapat dikenakan apabila penjual minuman beralkohol menjual, menganjurkan, memberikan, maupun membagikan minuman beralkohol tidak dengan memberitahu sifat bebahaya daripada minuman beralkohol tersebut. Penjualan minuman beralkohol secara daring melalui media sosial juga dapat dijatuhi pidana penjara maksimal satu tahun maupun denda maksimal empat ribu lima ratus rupiah sesuai isi Pasal 300 ayat (1) KUHP. Ancaman hukuman ini dikenakan apabila penjual minuman alkohol melalui media sosial menjual atau memberikan minuman beralkohol kepada orang yang sudah terlihat mabuk, atau dengan sengaja membuat mabuk anak yang belum berumur enam belas tahun, atau menggunakan kekerasan maupun ancaman kekerasan untuk memaksa orang untuk meminum minuman beralkohol.

Lebih lanjut dalam Pasal 537 KUHP juga penjual minuman beralkohol dapat dijatuhi dengan pidana kurungan paling lama tiga minggu atau pidana denda paling tinggi seribu lima ratus rupiah. Pihak yang diancam hukuman dalam pasal ini adalah para penjual minuman beralkohol secara daring melalui media sosial yang bukan kantin tentara memperjualbelikan maupun memberikan minuman beralkohol kepada anggota Angkatan Bersenjata berpangkat dibawah letnan atau kepada istrinya, anaknya maupun pelayannya. Lalu selanjutnya dalam Pasal 538 KUHP ditentukan bahwa penjual minuman beralkohol ataupun wakilnya, yang pada waktu menjalankan pencahariannya itu menjual atau memberi minuman keras atau tuak keras kepada anak-anak yang umurnya kurang dari enam belas tahun, dipidana dengan pidana

kurungan selama-lamanya tiga minggu atau denda sebanyak-banyaknya seribu lima ratus rupiah. Penjual minuman beralkohol secara daring melalui media sosial diancam dengan hukuman ini apabila dalam menjalankan pekerjaannya tersebut menjual atau memberi minuman keras atau tuak keras kepada anak-anak dibawah umur enam belas tahun. Apabila yang memberi minuman keras atau tuak keras kepada anak-anak dibawah umur enam belas tahun, pekerjaannya bukan sebagai penjual minuman keras atau pembantunya, tidak dapat dikenakan pasal ini. Apabila anak yang diberikan minuman keras atau tuak keras tersebut menjadi mabuk, maka dapat diancam dengan ketentuan pasal 300 KUHP.

  • IV.    Kesimpulan

Menelaah ketentuan pada hukum positif Indonesia, hanya terdapat satu peraturan yang secara eksplisit mengatur mengenai penjualan minuman beralkohol secara daring yaitu Pasal 29 PERBPOM No. 8 tahun 2020. Peraturan yang secara implisit mengatur penjualan minuman beralkohol di media sosial yakni PERPRES No. 74 Tahun 2013, PERMENDAG No.20/M-DAG/PER/4/2014 yang sudah menjalani sejumlah perubahan menjadi PERMENDAG No. 25 Tahun 2019, UU ITE, serta KUHP. Akibat hukum dari penjualan minuman beralkohol di media sosial adalah penjual minuman beralkohol di media sosial dapat dikenakan sanksi administratif maupun sanksi pidana. Sanksi administratif seperti peringatan, peringatan keras, pencabutan SKPL-A, SKP-A, serta SIUP-MB, ataupun izin teknis, hingga rekomendasi penutupan atau pemblokiran sistem elektronik milik pelaku usaha. Sanksi pidana yang dikenakan dapat berupa pidana kurungan, pidana penjara, atau pidana denda. Saran dari penulis yaitu diharapkan penjual minuman beralkohol di media sosial hendaknya memperhatikan terlebih dahulu pengaturan hukum yang mengatur mengenai penjualan minuman beralkohol secara daring khususnya melalui media sosial. Dengan memperhatikan pengaturan hukum yang berlaku dapat mengurangi dampak negatif dari pengaruh minuman beralkohol. Serta diharapkan pemerintah hendaknya membuat dan mensosialisasikan pengaturan yang khusus mengatur mengenai penjualan minuman beralkohol secara daring, sehingga pelaku usaha penjual minuman beralkohol di media sosial dan konsumen akan lebih mengetahui pengaturan penjualan minuman beralkohol secara daring khususnya melalui media sosial.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Diantha, I Made Pasek, Metodologi Penelitian Hukum Normatif Dalam Justifikasi Teori Hukum, (Jakarta, Prenada Media, 2017).

Sutedi, Adrian, Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa dan Berbagai Permasalahannya (Jakarta: Sinar Grafika, 2010).

Jurnal Ilmiah

Andriani, Luh Putu Vicky, dan I Gede Pasek Pramana, “Tinjauan Hukum Tentang Penjualan Minuman Beralkohol Oleh Banjar Pakraman”, Kertha Desa, Vol. 01 No. 01, (2018).

Dipayana, Satria Fajar Putra, dan I Gede Artha. "Implementasi Asas Praduga Tak Bersalah Oleh Pengguna Media Sosial Dalam Pemberitaan Pidana Di Media Sosial", Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum, Vol. 08 No. 10, (2019).

Huda, Ni'matul, Jamaludin Ghafur dan Ali Ridho. "Urgensi Pengaturan Peredaran Minuman Beralkohol di Daerah Istimewa Yogyakarta", Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM, Vol. 22 No. 01, (2015).

Janantara, I Putu Adi Sentana, I Wayan Parsa, dan I Ketut Suardita. "Upaya Pencegahan Peredaran Dan Penjualan Minuman Beralkohol Di Kabupaten Klungkung Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2015", Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum, Vol. 06 No. 02, (2018).

Janitra, Putu Alvin, dan Dewa Gede Rudy, "Pengaturan Mengenai Pengendalian, Peredaran, Dan Penjualan Minuman Beralkohol Golongan A Di Kota Denpasar", Jurnal Kertha Negara, Vol. 04 No. 01, (2016).

Maruti, Komang Arya Mukti, I Made Arya Utama, dan I Ketut Suardita. "Pengendalian Dan Pengawasan Terhadap Penjualan Minuman Beralkohol Golongan A Pada Toko Pengecer Di Kabupaten Badung", Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum, Vol. 04 No. 06, (2016).

Mokorimban, Marnan AT. "Proses Penegakan Penyalahgunaan Miras Serta Ancaman Hukuman Bagi Penjual Tanpa Ijin", Jurnal LPPM Bidang EkoSosBudKum, Vol. 04 No. 01, (2018).

Nasrudin, Khairu, "Penegakan Hukum Secara Terpadu Terhadap Tindak Pidana Peredaran Minuman Keras", Jurnal Hukum Khaira Ummah, Vol. 12 No. 04, (2017).

Pramana, I Gusti Ngurah Bagus dan I Made Udiana. "Pertanggungjawaban Pidana Bagi Pelaku Peredaran Minuman Beralkohol Tanpa Izin", Kertha Wicara: Journal Ilmu Hukum, Vol. 06 No. 02, (2017).

Riantara, Ketut Adi, dan I. Wayan Suardana, "Penegakan Hukum Tindak Pidana Peredaran Minuman Beralkohol Di Kota Singaraja (Studi Di Polres Buleleng)", Kertha Wicara: Journal Ilmu Hukum, Vol. 08 No. 08, (2019).

RP, Anak Agung Ngr Yadnya Wirya, dan Gede Marhaendra Wija Atmaja. "Pengaturan Minuman Beralkohol Golongan A Bagi Pelaku Usaha Toko Modern Minimarket", Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum, Vol. 04 No. 02, (2015).

Surya, Aryuda Pramana, I Ketut Markeling, dan Ida Bagus Surya Darmajaya, "Penertiban Penyalahgunaan Minuman Keras Dalam Penanggulangan Kriminalitas Di Kalangan Remaja (Studi Kasus Di Polda Nusra)", Kertha Wicara: Journal Ilmu Hukum, Vol. 05 No. 02, (2015).

Wirasasmita, Michael Anthony, "Pengaturan Pengendalian Dan Pengawasan Terhadap Penjualan Minuman Beralkohol Dalam Permendag No 6 Tahun 2015: Studi Penerapan Less Trade Restrictive Way Dalam WTO", Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), Vol. 06 No. 04, (2017).

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol.

Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2019 tentang Perubahan Keenam Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-

DAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol.

Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 8 Tahun 2020 tentang Pengawasan Obat dan Makanan yang Diedarkan Secara Daring.

Internet

https://www.halodoc.com/artikel/ini-dampak-negatif-kecanduan-alkohol-pada-tubuh

https://news.detik.com/berita/d-4681918/pesta-miras-berujung-pemukulan-seorang-pemuda-di-bali-tewas-dibacok

Jurnal Kertha Negara Vol. 9 No. 6 Tahun 2021, hlm.424-434

434