PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN PERDAGANGAN ORGAN TUBUH MANUSIA DI

INDONESIA

Ni Putu Renanda Apriliani Dewati, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

I Dewa Made Suartha, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Tujuan dari penulisan jurnal ini untuk mengetahui dasar hukum bagi penjual, donor, dan transplantasi organ dan perlindungan hukum terhadap korban penjualan organ tubuh. Metode penulisan yang dipakai di dalam jurnal ini, yaitu yuridis normative. Masalah yang saya angkat dalam penulisan ini adalah bagaimana dasar hukum bagi penjual organ, dan untuk memahami mengenai perlindungan hukum bagi korban perdagangan organ tubuh manusia. Hasil yang didapatkan dalam penulisan ini adalah penjualan organ tubuh manusia diatur dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2009 mengenai Kesehatan yang terdapat dalam Pasal 64 Ayat (3) dan diatur juga dalam UU No. 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang terdapat dalam Pasal 5 yang merumuskan mengenai korban penjualan organ yang menyatakan organ tubuh manusia tidak dapat diperjual belikan dengan dalih apapun.

Kata Kunci : Perdagangan, Organ Tubuh, Illegal.

ABSTRACT

The purpose in writing this journal is to find out the legal basis for sellers, donors, and organ transplants and legal protection for victims of organ sales. The writing method used in this journal is normative juridical. The problem that I raise in this writing is how the legal basis for sellers organs, and to understanding the legal protections for victims of trafficking in human organs. The results obtained in this study is the selling of human organs which regulated in Law No. 36 of 2009 concerning health which is contained in Article 64 Paragraph (3) and is also regulated in Law No. 31 of 2014 concerning the Protection of Witnesses and Victims contained in Article 5 which formulates about the victims of organ sales which states that human organs cannot be traded under any pretext.

Keywords : Trading, Human Organs, Illegal.

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1    Latar Belakang

Kesehatan selama kehidupan manusia sangatlah penting. Manusia akan melakukan segala aktivitasnya secara maksimal dengan menjaga organ tubuhnya agar tetap sehat dan utuh. Akan tetapi tidak seluruh manusia mempunyai kesempatan dan keberuntungan yang serupa karena banyak orang yang masih mempunyai kekurangan atau kelainan dalam organ tubuhnya atau bahkan ada orang yang tidak memiliki organ yang lengkap dalam tubuhnya. Keadaan ini menjadikan para ahli dan sarjana mencari cara dan metode-metode yang dapat dilakukan demi menunjang kesehatan setiap manusia. Maka dari itu dengan adanya perkembangan dalam dunia kesehatan lahirlah metode transplantasi organ tubuh. Tak hanya secara global, namun hasil penelitian ini juga diterapkan di negara Indonesia. Permasalahannya banyak orang yang menyalahgunakan penyaluran dan pendonoran organ.

Perkembangan perdagangan organ manusia pada zaman sekarang semakin meningkat tiap tahunnya, contohnya seperti ginjal, jantung, hati, dan mata. Organ – organ tersebut diperdagangkan untuk digunakan dalam transplantasi kepada orang yang membutuhkan tetapi dengan cara yang salah, seperti diambil secara paksa dan / atau tanpa sepengetahuan korban. Tetapi ada beberapa orang yang secara terpaksa menjual organ tubuhnya karena terdesak faktor ekonomi, mengingat harga yang ditetapkan dalam upaya transplantasi ini nilainya sangat tinggi. Faktor harga tinggi ini menjadi pertaruhan besar terutama untuk masyarakat yang menetap di negara berkembang karena kemiskinan yang menjeratnya. Tidak luput untuk disebutkan, hal ini juga terjadi di Indonesia. Alhasil perdagangan organ menjadi liar dan tak terkendali, contohnya dapat kita jumpai di situs – situs internet yang tidak semua orang dapat mengaksesnya, karena perdagangan organ manusia ini masih besifat terselubung proses jual belinya.

Tingginya permintaan membuat transaksi organ tubuh manusia di pasar gelap kian marak terjadi hingga kini. Pada kasus ini bukan hanya oknum-oknum liar yang terlibat, akan tetapi tidak menutup kemungkinan juga ada keterlibatan pihak rumah sakit dan tenaga medis dalam transaksi tersebut. Akan tetapi, kemanusiaan dijadikan sebagai alasan atau dasar untuk menyamarkan partisipasi oknum-oknum yang terlibat. Tingkat keuntungan dari penjualan organ manusia ini cukup tinggi dengan tingkat laba yang di atas rata-rata, sehingga pelaku perdagangan organ ini semakin banyak mencari korban untuk di perdagangkan organ tubuhnya, sehingga pelaku mendapatkan keuntungan yang signifikan.

Banyaknya kasus jual beli organ tubuh manusia ini dilaksanakan dengan cara tersembunyi disebabkan oleh karena pemerintah belum dapat memaksimalkan aturan pidana materiil terkait hal ini. Aparat penegak hukum sering kali mengalami kesulitan untuk menentukan pertanggungjawaban pidana bagi pihak-pihak yang terlibat karena tugas dan peran dari masing-masing pelaku sulit untuk dilacak. Baik yang menjadi korban, pelaku, maupun hanya sekedar menjadi penyalur atau distributor, semuanya bermain cara yang terselubung sehingga kurang adanya kepekaan dan kesadaran masyarakat dan pemerintah dengan perkara ini. Indonesia sebagai negara hukum sudah seharusnya menelaah dan meninjau permasalahan ini lebih lanjut, karena pada dasarnya hukum menjadi payung bagi masyarakat, supaya masyarakat bisa merasa aman dan dalam kaitannya dengan hal ini masyarakat bisa menikmati kesehatan tubuhnya dengan cara yang baik dan tepat. Oleh karena itu, penulis ingin meninjau lebih lanjut terkait dengan perlindungan korban perdagangan organ tubuh manusia dan dasar hukum bagi penjual organ, donor organ serta transplantasi organ.

Penjualan terhadap organ tubuh manusia dilihat dari Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dilarang secara tegas karena perbuatan tersebut beresiko tinggi bila salah satu organ tubuh seseorang yang sangat penting tidak berfungsi lagi apabila telah diambil untuk diperdagangkan hal ini ditegaskan didalam Pasal 64 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 berbunyi: bahwa organ dan/ atau jaringan tubuh dilarang diperjualbelikan dengan dalih apapun. Kemudian dipertegas lagi di dalam Pasal 192: setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh dengan dalih apa pun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp. 1 miliar rupiah. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 melarang organ tubuh manusia diperjualbelikan. Namun dalam Undang-Undang tersebut juga memperbolehkan dilakukan tranplantasi terhadap organ tubuh manusia dan hanya untuk tujuan kemanusiaan saja tanpa dikomersialkan.

Artikel yang penulis angkat merupakan artikel yang bertemakan pidana kesehatan yang cukup sering mucul di berita, tindak pidana ini lumayan sering terjadi dikarenakan kebutuhan ekonomi. Menurut beberapa artikel yang penulis lihat yang berjudul “Pertanggungjawaban Pidana Bagi Pelaku Tindak Pidana Jual Beli Organ Tubuh Manusia” serta artikel yang berjudul “Analisis Yuridis Perundang-Undangan Terkait Tindak Pidana Jual Beli Organ Tubuh Untuk Kepentingan Transplantasi Organ Ginjal”. Akan tetapi disini penulis menggunakan sudut pandang pembahasan yang berbeda dari kedua artikel diatas, disini penulis menggunakan sudut pandang korban dan juga penulis disini tidak hanya membahas mengenai dasar hukum mengenai ginjal, tetapi mengenai secara keseluruhan organ tubuh manusia. Berdasarakan uraian tersebut, maka diangkatlah jurnal yang berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN PERDAGANGAN ORGAN TUBUH MANUSIA DI INDONESIA”.

  • 1.2    Rumusan Masalah

Sesuai dengan pembahasan latar belakang, adapun rumusan yang dapat dibuat di antaranya:

  • 1.    Bagaimanakah dasar hukum bagi penjual organ, donor organ dan transplantasi organ di Indonesia?

  • 2.    Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap korban perdagangan organ tubuh manusia di indonesia?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan jurnal ini adalah demi mengetahui dasar hukum bagi penjual, donor, dan transplantasi organ dan perlindungan hukum terhadap korban penjualan organ tubuh di Indonesia.

  • II.    Metode Penelitian

Jurnal ini dibuat dengan metode penelitian yuridis normatif, dimana penelitian hukum normative/doctrinial ialah suatu penelitian hukum dengan meletakkan hukum sebagai bangunan dari sistem norma. Permasalahan perdagangan organ ini belum ada pengaturannya didalam undang-undang yang ada di Indonesia, sehingga terdapat norma kosong didalamnya. Penulisan artikel ini memakai pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konsep (conceptual approach), dan pendekatan kasus (case approach). Bahan hukum pada artikel ini berupa bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan yakni KUHP, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentangxKesehatan, Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektonik, Peraturan Pemerintah Nomor. 18 Tahunx1981 tentang Bedah Mayat Klinis Dan Bedah Mayat Anatomis Serta Transplantasi Alat Atau Jaringan Tubuh Manusia, Undang-Undang No.13 Tahun 2006 tentangxPerlindungan Saksi dan Korban, dan Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007Xtentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Dasar hukum yang digunakan terdiri atas hukum positif Indonesia.1 Kemudian bahan hukum sekunder berupa buku dan jurnal hukum serta bahan hukum tersier seperti Kamus Hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

  • III.    Hasil dan Pembahasan

  • 3.1    Dasar Hukum Bagi Penjualan Organ, Donor Organ dan Transplantasi Organ Di Indonesia

Indonesia belum memiliki metode untuk mendapatkan organ yang akan ditransplantasikan secara tepat yang dimana berpotensi terjadinya kegiatan jual beli ogan secara illegal. Hal ini telah diatur di dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang terdapat dalam pasal 192 jo pasal 64 ayat (3).2 Pada aturan ini dirumuskan bahwa “setiap orang yang sengaja memperdagangkan organ dan jaringan tubuh dengan alasan apapun maka akan dipidana dengan pidana penjara 10 (sepuluh) tahun dan denda Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).” Pada pasal 64 ayat (3) dinyatakan sebagaimana “organ dan atau jaringan tubuh dilarang memperjual belikan dengan dalih apapun”. Artinya semua orang yang terlibat dalam perdagangan ini dapat dikenai pidana.

UU Kesehatan No.36 tahun 20093 melarang adanya kegiatan jual beli organ tubuh manusia, Pasal 64 ayat (1), (2), (3), Pasal 65 ayat (1), (2) dan (3), Pasal 66, dan Pasal 67 ayat (1) dan (2) membahas perihal izin memperbolehkan melaksanakan transplantasi organ dengan maksud kepentingan Kesehatan, tetapi dengan prinsip melarang tindakan memperjualbelikannya seperti yang sudah dirumuskan pada Pasal 192 mengenai sanksi akan tindak pidananya.4 Aturan lainnya adalah larangan untuk tindakan transplantasi yang diatur dalam Pasal 1 angka 7 serta Pasal 2 sampai dengan Pasal 7 UU Nomor. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dimana membahas perihal pelarangan dengan maksud transaksi organ tubuh yang telah ada aturannya. Sementara Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis Serta Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh Manusia pada PP No. 18 Tahun 1981, yang terdapat pada Pasal 17 Larangan transaksi alat serta jaringan tubuh, begitu juga Pasal 18 Larangan menerima serta mengirimkan organ tubuh manusia bagaimanapun bentuknya baik masuk ataupun keluar negeri.5

Maraknya kegiatan perdagangan organ, contohnya ginjal merupakan suatu kewajiban pemerintah untuk semakin teliti dalam menindak atau menangani permasalahan tersebut dalam UU Kesehatan. Pentingnya peran aparat yang berwajib seperti kepolisian diharapkan dapat bertindak tegas dalam menegakan hukum, dan juga para dokter, tenaga medis, serta rumah sakit agar dapat memutus ikatan perdagangan organ yang berlaku di Indonesia. Pengusutan itu tentu tetap dengan menjunjung asas praduga tidak bersalah. Lebih dari itu, seluruh pihak di bidang kesehatan pun ditantang menjawab isu ini dengan solusi yang tidak bertentangan dengan moral, hukum, dan etika.6 Kasus ini, dipicu karena permintaan untuk kebutuhan kesehatan, maka dari itu banyak terdapat kasus baik yang illegal maupun

yang legal. Tingginya biaya transplantasi organ tubuh mengakibatkan timbulnya tindakan yang tidak terpuji oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab atas perbuatannya untuk terpenuhinya permintaan, sehingga tindak pidana perdagangan organ tubuh manusia umumnya dimulai sejak adanya perdagangan manusia dengan kata lain human trafficking terlebih yang rentan terjadi pada perempuan dan anak tidak dapat dihindarkan.

Penjualan organ dapat dilakukan melalui situs internet, peraturan perundang-undang yang mengatur tindakan ini terdapat dalam UU Republik Indonesia Nomor 19/2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. Pada aturan tentang ITE tersebut tidak mengatur secara mendalam mengenai penjualan organ, akan tetapi dalam pasal 27 ayat (1) menjelaskan mengenai “mendistribusikan” merupakan tindakan menyebarkan dan/ atau mengirimkan info menggunakan perangkat elektronik dan/ atau dokumen-dokumen secara elektronik kepada masyarakat luas maupun pihak-pihak lain melalui Media Elektronik. Sedangkan “membuat dapat diakses” adalah semua kegiatan selain dari pendistribusian maupun transmisi lewat Sistem Elektronik yang mengakibatkan Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik tidak menjadi bagian privasi alhasil bisa diketahui siapapun. Pasal diatas menjelaskan mengenai segala kegiatan produksi, penjualan, serta pengadaan secara elektronik yang dilakukan secara sengaja ataupun bertentangan dengan hukum. Penjualan organ tubuh manusia tidak diatur secara khusus dalam pasal tersebut, namun bila ditinjau dalam Pasal 192 jo Pasal 64 ayat (3) UU 36 Th 2009, proses jual beli organ maupun jaringan tubuh dapat dijatuhi hukuman pidana yang merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum.

Jika kita melihat kembali KUHP Pasal 204 yang manyatakan “menjual, menawarkan, menyerahkan atau membagibagikan barang berbahaya” yang tercantum pada delik formil. Delik merupakan tindakan yang menitikberatkan suatu perpuatan atau tindakan yang tidak diperbolehkan atau dilarang.7 Tindakan yang “mengakibatkan orang mati” terklasifikasi kedalam delik materiil dengan memfokuskan pada akibat yang takk dilarang (tidak dikehendaki) dan oleh UU dapat diancam dengan pidana. Delik ini dianggap rampung jika akibat yang tidak diinginkan tersebut sudah terjadi. Unsur yang terkandung pada delik, baik unsur objektif maupun unsur subjektif dapat dijelaskan didalam garis besar seperti dibawah ini. Unsur subjektif merupakan bentuk kealpaan maupun kesengajaan sedangkan pada unsur objektif mencakup tindakan manusia, salah satu akibat yang dapat ditimbulkan adalah dengan adanya perbuatan melawan hukum serta dengan adanya situasi yang mendukung. Pasal 204 ayat (2) KUHP berisikan tentang “Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara selama waktu tertentu paling lama 20 (dua puluh) tahun”.

Unsur-unsur di dalamnya yakni:8

  • a.    Unsur subjektif: seseorang yang melakukan kesalahan.

  • b.    Unsur objektif:

  • 1)    Barang siapa;

  • 2)    Menawarkan, menjual, menyerahkan dan atau memberikan barang yang berbahaya;

  • 3)    Menyebabkan orang meninggal;

  • 4)    Dapat diancam atas pidana penjara maksimal atau paling lama 20 (dua puluh) tahun.

Meskipun di dalam KUHP tidak tercantum pasal yang menyatakan larangan tentang tindak pidana transplantasi organ manusia maka dalam rancangan KUHP terdapat satu pasal yang terkait dengan larangan tindak pidana perdagangan transplantasi organ dan/ atau jaringan tubuh. Larangan itu terdapat dalam satu pasal yaitu pasal 394. Isi pasal tersebut adalah :

Dalam Pasal 394 mengatur tentang apabila diketahui perbuatan dengan tujuan komersial dalam pelaksanaan transplantasi organ tubuh atau jaringan tubuh maupun dalam bentuk transfusi darah maka akan dipidana paling lama 5 tahun dan denda paling banyak katagori IV.9 Indonesia hanya memiliki aturan mengenai pendonor yang telah meninggal yang ada di Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh Manusia yang terdapat dalam Pasal 10-20.

  • 3.2    Perlindungan Hukum Terhadap Korban Penjualan Organ Tubuh Di Indonesia

Para korban maupun saksi penjualan organ mendapatkan perlindungan oleh negara untuk mendapatkan rasa aman sesuai dengan yang tertulis pada UU Republik Indonesia No.31/2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban pada pasalnya yang ke 5. Pada nyatanya perlindungan hukum bagi korban tindak pidana penjualan organ tubuh manusia tidaklah berbeda dengan perlindungan yang pasti diberikan kepadakorban tindak pidana lain. Pemberian perlindungan hukum untuk korban kejahatan dapat dilakukan dalam berbagai bentuk perlindungan, seperti dengan memberikan layanan konseling, bantuan hukum, pemberian restitusi serta kompensasi kepada para korban dan pelayanan atau bantuan medis, serta penyuguhan informasi terkait kasus yang sedang dijalaninya. Pemberian perlindungan hukum kepada kejahatan tentunya negara dan masyarakat secara bersama-sama harus mampu menentukan pengutamaan korban yang berhak menerima perlindungan hukum. Korban dengan ekonomi rendah dan korban dengan keterbatasan fisik atau kemampuan diri yang kurang dikarenakan tindakan pihak lain yang merugikan dirinya.

Indonesia memiliki permasalahan terhadap Hak Asasi Manusia seperti perdagangan organ tubuh manusia yang dapat berbentuk pemilihan, pengiriman, pemindahan, serta perolehan orang, dengan memakai ancaman, ataupun dalam bentuk–bentuk lainnya seperti penipuan, penculikan, kekerasan, pemaksaan yang bertujuan untuk memanfaatkan sesuatu dengan berlebihan dan mengambil suatu keuntungan, untuk tujuan eksploitasi.10 Berdasar pada Undang-Undang RI Nomor. 21 Tahun 2007 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Bab I Pasal 1

No. 7 eksploitasi yaitu aktivitas yang melawan hukum serta atau yang menentang persetujuan korbannya untuk mendapatkan manfaat dari cara memindahkan atau transplantasi atau mengalihkan organ jaringan tubuh manusia untuk memperoleh keuntungan dalam bentuk materiil ataupun formil. Perdagangan organ ini termasuk kedalam eksploitasi seksual, karena segala bentuk perbuatan pemanfaatan organ tubuh korban agar memperoleh keuntungan.11

Perlindungan hukum untuk masyarakat Indonesia bisa terpenuhi dengan baik jika dilaksanakan dengan penegakan hukum yang efektif dan terintegrasi. Perlindungan hukum tersebut serupa dengan penegakan hukum pada human trafficking. Adapun penegakan hukum di dalam aturan tindak pidana perdagangan orang di Indonesia yaitu dilaksanakan melalui pemidanaan yang berbentuk pidana penjara, restitusi, pidana denda, dan pidana kurungan. Dalam tingkatan pelaksanaannya, penjatuhan sanksi restitusi kepada pelaku perdagangan organ manusia masih belum banyak diterapkan melalui sistem peradilan pidana Indonesia.12

Tindak pidana penjualan organ dapat dikelompokkan dalam tindak pidana penganiayaan apabila korban dalam hal ini tidak mengalami hilang nyawa atau meninggal dunia. Hal ini berdasarkan penjelasan dalam Pasal 351 ayat (4) KUHP yang menyatakan bahwa secara sengaja merusak kesehatan orang lain termasuk ke dalam kategori penganiayaan. Apabila penganiayaan dilakukan dengan didahului oleh perencanaan dan dimaksudkan untuk memberikan luka berat maka pelaku dikenakan pasal penganiayaan berat yakni Pasal 355 KUHP. Kegiatan transplantasi organ tidak hanya dilakukan oleh satu pihak saja (misal hanya seorang dokter) melainkan dilakukan oleh beberapa oknum yang memiliki perannya masing-masing. Dokter misalnya, yang berperan sebagai pengeksekusi kegiatan transplantasi yang sebelumnya dibantu oleh pihak perekrut yang bertugas mencari korban yang akan diambil organnya, dapat dikategorikan sebagai peserta ini kemudian masuk sebagai penyertaan (Pasal. 55-56 KUHP) yang kemudian dapat dikenakan sanksi pidana yang aturannya diatur pada Pasal 57 KUHP.13

Stephen Schafer berpendapat ada beberapa cara sistem pemberian kompensasi dan ganti rugi kepada korban penjualan organ, seperti di bawah ini :14

  • 1.    Ganti Rugi (Damage) dapat diberikan dengan menempuh proses perdata. Cara tersebut merupakan pemisahan pengganti kerugian yang dituntut korban melalui proses pemidanaan.

  • 2.    Kompensasi yang memiliki sifat pidana yang kemudian bercampur dengan sifat perdata diberikan lewat pemrosesan pidana. Bentuk ganti rugi menurut cara ini merupakan denda ganti rugi atau kompensasi. Denda tersebut berbentuk tunai yang dijatuhkan kepada terpidana menjadi bentuk ganti rugi yang harus diberikan pada korban.

  • 3.    Ganti kerugian terhadap korban atau yang biasa disebut dengan kompensasi diberikan dengan mendapat dukungan dari beberapa sumber penghasilan negara. Perlu diketahui meskipun kompensasì diberikan pada suatu tindak pidana tersebut namun kompensasi yang dimaksud tidak termasuk kedalam aspek pidana karena Negara dianggap gagal dalam mencegah terjadinya suatu tindak pidana.

Rehabilitasi terhadap korban merupakan salah satu bentuk perlindungan hukum, baik secara social, medis, dan psikologis, dan juga pemulangan yang wajib dilaksanakan oleh negara, terkhusus untuk korban yang menanggung penderitaan tubuhnya, kejiwaannya, serta kehidupan sosialnya akibat dari tindakpidana human trafficking. Undang-Undang RI Nomor 21 tahun 2007 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang mengatur tentang penanganan dan pencegahan korban tindak pidana perdagangan manusia sebagai kewajiban pemerintah, rakyat, dan juga dibentuknya satuan tugas atau satgas untuk merealisasikan prosedur-prosedur yang sistematis dalam rangka pelaksanaan penanganan dan pencegahan perdagangan orang.15

Perdagangan organ ini memiliki dampak negatif seperti pelanggaran hak asasi manusia, membut korban tidak mampu hidup normal, bermunculan mafia pencuri organ, kasus ini termasuk kejahatan transnasional oleh (Persatuan Bangsa – Bangsa) PBB, organ - organ yang diambil bisa didapat dari orang yang hidup maupun yang dinyatakan telah tiada. Orang atau oknum-oknum tenaga Kesehatan yang dengan sengaja memperjualbelikan organ-organ tubuh manusia tanpa seijin dari orang yang diambil organnya dapat menjadi korban, dan oknum tersebut dapat dikenakan berupa sanksi sesuai dengan Undang-undang yang ada dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Hal ini dijelaskan dalam Pasal 64 ayat (3) yang menyebutkan bahwa organ dan/atau jaringan tubuh dilarang diperjualbelikan dengan dalih apapun. Pelaku penjualan organ dan/atau jaringan tubuh ini diancam pidana sebagaimana diatur Pasal 192 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009. Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja memperjual belikan organ atau jaringan tubuh dengan dalih apa pun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar (satu miliar rupiah). Pengaturan mengenai larangan perdagangan organ tubuh untuk tujuan transplantasi telah ada di dalam beberapa peraturan Perundang-undangan Indonesia. Sebagai salah satu tindak pidana khusus, maka pengaturan mengenai tindak pidana tersebut lebih lanjut diatur di luar KUHP.

Berikut ini adalah hak-hak yang didapatkan oleh korban dalam hal ini sebagai saksi sesuai yang diatur dalam Pasal 5 UU Republik Indonesia No. 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13/2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban, yaitu :16

  • a.    Keluarga, pribadi, dan harta benda, mendapatkan perlindungan dan rasa aman dalam prosesnya yang berkenaan dengan saksi;

  • b.    Turut serta dalam memilih perlindungan dan keamanannya;

  • c.    Tidak mendapatkan tekanan;

  • d.    Mendapatkan penerjemah;

  • e.    Tidak mendapat pertanyaan-pertanyaan yang menyudutkan;

  • f.    Memperoleh keterangan terkait perkembangan kasus;

  • g.    Mengetahui perkembangan putusan pengadilan;

  • h.    Mendapatkan penerangan mengenai pembebasan;

  • i.    Privasi akan idenditas;

  • j.    Adanya identitas baru;

  • k.    Memperoleh tempat tinggal selama beberapa waktu;

  • l.    Memperoleh tempat tinggal yang baru;

  • m.    Pergantian biaya akomodasi;

  • n.    Adanya penasihat hukum;

  • o.    Memperoleh tunjangan hidup dalam jangka waktu tertentu hingga akhir periode Perlindungan;

  • p.    Memperoleh pendamping.

Perlindungan korban tindak pidana ini juga terdapat pada UU No.21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang diatur dalam Pasal 43 sampai 53. Pasal 43 mengatur mengenai Ketentuan terkait Perlindungan Korban dalam tindak pidana perdagangan dilakukan berdasarkan pernyataan korban yang memberikan kejadian yang menimpanya. Kesaksian korban diharapkan akan akan menjadi kebenaran materiil, maka hukuman yang akan diberikan kepada pelaku akan lebih sesuai dan adil yang akan dijatuhkan oleh hakim.

  • IV. Kesimpulan

Penjualan organ tubuh manusia ini diatur pada ketentuan peraturan perundang–undangan, yakni dalam UU Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Penjualan organ tubuh manusia tidak diatur secara khusus, namun apabila ditinjau dalam Pasal 192 jo Pasal 64 ayat (3) UU 36 Thn 2009, proses jual beli organ ataupun jaringan tubuh dapat dikenakan sanksi pidana mengenai perbuatan yang melanggar hukum. Perlindungan korban ini juga terdapat dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang diatur dalam Pasal 43 mengatur tentang Ketentuan Mengenai Perlindungan Korban. Serta bentuk perlindungan terhadap korban terdapat dalam Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang diatur dalam Pasal 5 sampai Pasal 7 berupa pemberian restitusi, kompensasi, pelayanan medis, rehabilitasi, bantuan hukum dan pemberian informasi.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Efendi,xS.H.I.,xM.H,xDr.xJonaedixdan Prof.xDr. Johnny Ibrahim, S.H., S.E., M.M., M.Hum.   Metode   Penelitian Hukum Normatif Dan   Empiris

(PrenadamediaxGrup,xSurabaya, 2018)

Ruju Paminto, Saptaning, Dehumanisasi Penjualan Organ Tubuh Manusia BerdasarkanxHukumxPositif (Cianjur , 2017)

RahmiXSyahruddin,XSri,X“TinjauanXYuridisTerhadap Tindak Pidana Dibidang TransplantasXOrganxTubuhxManusiaxDiIndonesia”, (2018)

Jurnal Hukum:

Mahasena,xAdhyaksa.x"PertanggungjawabanPidana Bagi Pelaku Tindak Pidana Jual Beli Organ TubuhXManusia." JurnalxMagisterXHukumXUdayana (UdayanaXMasterXLawXJournal),XUniversitasXUdayanax7,Xno.1 (2018).

Erlia,XFebrinaXS.X"Pertanggungjawaban Pidana Bagi Pelaku Perdagangan OrganxTubuhxManusia Dan Transplantasi Organ." Phd Diss., Universitas Airlangga,x2013.

MiraXJunita, NiXMade,XIXDewaXGedeXDanaXSugama“Upaya Mediasi Dalam PenyelesaianxSengketaXMalpraktikXMedis ”Kertha Wicarax: Jurnal Ilmu Hukum, [S.l.], v.8, n.11, p.1-16, oct. (2019) ISSN 2303-0550.

Sakti, RizkyXWira.x"TindakXPidanaXTransplantasiXOrgan Tubuh Manusia DitinjauXDariXUU No. 36XTahun 2009 Tentang Kesehatan." Lex Crimen 7, No.x10x(2019).

Achmad,XAngelinaXV. "KajianXYuridis TerhadapXTindakXPidana Aborsi Yang Dilakukan OlehXDokterxMenurutXUndang-undangXNomorX36XTahun 2009 TentangxKesehatan." Lex Crimen 4, no. 6 (2015).

Laki,XYeseniaXAmerelda.X"TindakxPidana Perdagangan Organ Tubuh Manusia Menurut Ketentuan Hukum Positif Indonesia." Lex et Societatis 3, no. 9 (2015).

Gani, RuslanxAbdul, andYudi Armansyah.x"Penegakan HukumxKasus Jual Beli Organ TubuhDi Indonesia: Model Integratif Dengan Pendekatan Hukum Islam Dan UU Kesehatan." Fenomena: Jurnal Penelitian 8, No. 2 (2016): 158-180.

Purandari, Twenty. "Pertanggungjawaban Hukum Pelaku Eksploitasi Seksual pada Anak melalui Internet." Media Iuris 2, no. 2 (2019). H. 233-258.

Putra, Frengky Andri. "Analisis Yuridis Perundang-undangan Terkait Tindak Pidana Jual Beli Organ Tubuh untuk Kepentingan Transplantasi Organ Ginjal (Studi Perbandingan antara Indonesia dengan Philipina)." Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum 1.2 (2013).

Syaufi, Ahmad. "Perlindungan Hukum terhadap Perempuan dan Anak Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang." Muwazah 3, no. 2 (2013). H.460.

Takariawan, Agus,xand SherlyXAyunaXPutri.X"PerlindunganXhukum terhadap korban humanXtraffickingXdalamXperspektifHak Asasi Manusia." Jurnal Hukum IusxQuiaxIustumx25, no. 2 (2018). H. 237-255.

Handayani Nursamsi, Anita, “Korban Tindak PidanaxPerdagangan Orang (Kajian Viktimologi terhadap Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang di Wilayah Hukum Polwil Banyumas, Tesis Pada Program Magister Hukum Unsoed” (2017).

Susilo,xRetnoxAndriany.x"KebijakanXPerlindungan Hukum Bagi Anak Korban Trafficking Dalam Peraturan Perundang-undangan Di Indonesia." Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum (2016).

Peraturan Perundang-Undangan:

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentangxKesehatan (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063)

Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektonik (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843)

Peraturan Pemerintah Nomor. 18 Tahunx1981 tentang Bedah Mayat Klinis Dan Bedah Mayat Anatomis Serta Transplantasi Alat Atau Jaringan Tubuh Manusia (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3195)

Undang-Undang No.13 Tahun 2006 tentangxPerlindungan Saksi dan Korban. (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4635)

Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007Xtentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4720)

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Internet:

“Transplantasi Organ Tidak Dilindungi Hukum Yang Rinci”, hukumonline.com, 16 July 2003, https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol8354/ transplantasi-organ-tak-dilindungi-hukum-yang-rinci?page=2 (akses 15 Juli 2020).

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pengertian Komersial, diakses dari https://kamusbahasaIndonesia.Org/Komersial/Mirip (akses 18 Juli 2020).

Jurnal Kertha Negara Vol. 8 No 5 Tahun 2020, hlm. 12-22

22