Perlindungan Hukum oleh Pemerintah Daerah terhadap Situs Warisan Cagar Budaya

I Made Dandi, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

I Ketut Sudiarta, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penilitian ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai bagaimana bentuk perlindungan hukum mengenai kelestarian Cagar Budaya di Indonesia serta Bagaimana peran pemerintah daerah dalam menjaga kelestarian cagar budaya didaerahnya masing-masing. Pada penelitian jurnal ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan serta berbagai literature yang memiliki relevansi terkait dengan pokok bahasan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa yaitu pertama, perlindungan hukum oleh pemerintah terkait perlindungan hukum situs cagar budaya ataupun benda cagar budaya terdapat dalam ketentuan Pasal 95 ayat (1) UU No 11 Tahun 2010 yang dimana pemerintah pusat maupun daerah memiliki kewajiban untuk melaksanakan pelestarian cagar budaya. Kedua, peran pemerintah daerah terhadap perlindungan situs warisan cagar budaya dalam melestarikan cagar budaya terdapat ketidakjelasan mengenai kewenangan antara pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, serta instasi terkait, mengakibatkan adanya saling lempar tangung jawab antar instansi yang ada. Sehingga dengan permasalahan ini terdapat kekaburan norma ataupun ketidakpastian hukum terkait perlindungan hukum oleh pemerintah daerah terhadap situs warisan cagar budaya. .

Kata Kunci: Peran Pemerintah, Perlindungan , Cagar Budaya

ABSTRACT

The purpose of this research is provide information about legal protection of ancient cultural heritage preseverance in Indonesia. In addition, examining the role of regional government towards cultural heritage on their respective region with the current regulations. The research method used on this research is normative legal research methods through the approach of applicable laws and regulations related to the topic. The results of this study indicates: first , the protection of cultural heritage or cultural heritage objects is contained in the provisions of Article 95 section (1) of act No. 11 of 2010 which states that the central and regional governments have protection to carry out cultural preservation. Seccond, the role of local governments in the protection of cultural heritage sites in cultural heritage there is unclear authority and accountability between central government as well as regional government is not explicitly regulated, in which this situation leads to responsibility shifting between existing institutions. Coordination and cooperation between government and related institution in carrying out their affairs in preserving national cultural heritage become necessary urgency supported with clear and firm regulations.

Keywords: Government Role, Protection, Cultural Heritage.

  • I.    Pendahuluan

    1.1    Latar Belakang Masalah

Kehidupan masyarakat Indonesia tidak terlepas dari kebudayaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Indonesia sejak dari masa purbakala hingga masa kerajaa-kerajaan yang ada di Indonesia. kebudayaan tersebut lahir dari interaksi masyarakat beraneka ragam yang bersifat majemuk dan membentuk sebuah kebudayaan yang adiluhung. Adapun beberapa wujud dalam bentuk cagar budaya misalnya dalam bentuk prasasti, candi, dan monumen bersejarah yang tersebar diberbagai wilayah diseluruh Indonesia. Hasil dari peninggalan purbakala tersebut saling berkaitan dengan sejarah dan budaya bangsa Indonesia yang membentuk kebudayaan, sehingga terbentuknya bangsa Indonesia seperti sekarang dengan berbagai keberagaman yang dimiliki bangsa Indonesia, setiap daerah-daerah yang ada di Indonesia memiliki berbagai situs cagar budaya baik berupa peninggalan zaman purba atau peninggalan pada zaman kerajaan hingga peninggalan zaman penjajahan kolonial Belanda yang hingga kini menjadi aset berharga buat pemerintah pusat dan daerah sebagai kekayaan budaya yang harus dilindungi dengan baik agar masyarakat dan generasi muda dapat belajar tentang bagaimana sejarah bangsa Indonesia dari jaman ke jaman hingga bangsa Indonesia terbentuk seperti sekarang. Maka dari itu sudah seharusnya ada landasan hukum yang bisa mencakup mengenai perlindungan situs warisan budaya yang ada di Indonesia untuk dapat melindungi peninggalan-peninngalan purbakala dan melestarikan cagar budaya yang ada diseluruh daerah di Indonesia.

Perihal perlindungan atau pelestarian sebuah situs cagar budaya Negara mengakui keberadaan hal tersebut terdapat dalam Pasal 32 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menjelaskan Negara mempunyai sebuah kewajiban memajukan kebudayaan nasional Indonesia dalam peradaban dunia serta Negara menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara serta mengembangkan nilai-nilai budaya yang dimiliki masyarakat.

Kebudayaan nasional merupakan salah satu unsur asset bangsa Indonesia yang harus dilindungi dan perlu dilestarikan misalnya seperti prasasti, bangunan, arca hingga situs purbakala maupun benda bersejarah lain. Keberadaan cagar budaya itu memiliki arti penting untuk sejarah, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 pasal 1 angka 1 Tahun 2010 menyebutkan bahwa Cagar Budaya merupakan warisan budaya yang memiliki sifat kebendaan yakni dalam bentuk Benda , Bangunan , Situs , Struktur, dan Kawasan Cagar Budaya di darat ataupun di air perlu dilestarikan keberadannya karena mempunyai arti penting bagi sejarah serta lmu pengetahuan yang dilaksanakan melewati tahap penetapan. Berbicara mengenai cagar budaya secara garis besar diklasifikasi berupa situs cagar budaya yang keadaannya tetap terjaga serta lestari, selanjutnya yang kedua yakni cagar budaya yang kondisinya sangat memperihatikan yang teracancam hancur.1 Cagar Budaya merupakan hal berharga bagi bangsa karena dapat meningkatkan rasa kesatuan dan kesadaran jati diri bangsa maka dari itu cagar budaya perlu dilestarikan dan dilindungi untuk mengangkat harga diri bangsa serta kualitas bangsa yang besar dengan kekayaan budaya yang dimiliki dari berbagai peninggalan-peninggalan bersejarah yang tersebar dibergai daerah. Dalam melindungi Cagar Budaya yang

dimiliki bangsa Indonesia ada dua macam cara yang dilakukan dalam perlindungan Cagar Budaya yakni yang pertama yakni melindungi dari kerusakan dan kepunahan dengan cara memberikan upaya pendidikan budaya dari jaman ke jaman agar tidak ada benda-benda bersejarah dan peninggalan-peninggalan purbakala yang hilang. Perlindungan kedua yakni berupa perlindungan hukum, perlindungan hukum ini yang dilandaskan oleh regulasi dan norma hukum, terlebih diatur pada perundang-undangan.2 Dapat juga dilihat dalam Piagam Pelestarian Pusaka Indonesia di sana dijlelaskan bahwa bagaimana keperihatinan terhadap banyaknya jumlah benda pusaka Indonesia yang sangat bernilai tinggi telah rusak, hancur, hilang, dan keadaannnya sangat memperihatikan serta kelestariannya terancam akibat kurangya kepedulian dan perhatian dari pihak terkait dalam pengelolaan , pemanfaatan, serta perlindungan terhadap benda-benda pusaka tersebut.3

Perlindungan terhadap situs Cagar Budaya karena berbagai situs Cagar Budaya di daerah-daerah di Indonesia terjadi berbagai pengerusakan dan pencurian oleh pihak yang tidak bertanggungjawab dan berbagai kasus ditemukan perusakan terhadap situs arca dan situs bangunan hingga benda-benda perbukala bersejarah lainnya. Selain hal tersebut juga banyak ditemukan kasus penjarahan berbagai benda-benda cagar budaya yang tak terhitung jumlahnya dan seringkali benda cagar budaya tersebut banyak ditemukan oleh masyarakat kemudian menjualnya kepada kolektor benda-benda antik dan benda-benda bersejarah dengan nominal nilai ekonomis besar, seharusnya aset Cagar Budaya dirawat serta dilestarikan dengan cara dbuatkan sebuah museum akan berdampak baik sehingga dapat dikunjungi oleh berbagai kalangan masyarkat baik itu dari kalangan siswa dan mahasiswa sebagai media pembelajaran atau penelitian sejarah sehingga benda peninggal situs cagar budaya memiliki nilai ekonomis dan nilai manfaat bagi masyarakat dan kelestarian benda-benda bersejarah terawat dan terkelola dengan baik sehingga menghindarkan dari dari kerusakan maupun kepunahan situs-situs cagar budaya yang berharga. Dengan banyaknya berbagai kasus perusakan maupun pencurian benda-benda bersejarah hal tersebut membuktikan bahwa kurangnya perhatian pemerintah terhadap perlindungan situs-situs cagar budaya. Maka dari itu sudah seharunya perlu perhatian pemerintah dengan regulasi atau peraturan untuk memberi kepastian hukum serta bagaimana yang harus dilaksanakan dalam menyelesaikan kasus yang terjadi sehingga dapat meminimalisir terhadap tindakan-tindakan yang tidak bertanggung jawab terhadap berbagai situs cagar budaya. Usaha yang dilaksanakan dalam perlindungan aset bersejarah maupun zaman dahulu yaitu ditempatkan di galeri maupun museum yang pengelolaannya dilakukan pemerintah yang bekerjasama dengan instansi lainnya atau bekerjasama dengan pihak swasta.4 Karena situs cagar budaya mempunyai pengaruh pada eksistensi benda-benda peninggalan yang bersejarah bagi kekayaan budaya Indonesia.5

Sejak berlakunya otonomi daerah dan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang membahas tentang pemberian kedaulatan oleh pusat kepada daerah saat mengelola kepentingan pemerintah secara lokal dan mandiri namun masih dalam

pengawasan pemerintah pusat. Otonomi Daerah adalah bentuk dari sebuah demokrasi dalam penyelenggaraan Negara kesatuan yang dimana rakyat memiliki wakilnya di daerah yang di wakili oleh wakilnya di lembaga pemerintah membahas soal kedaulatan, dalam otonomi daerah berdasarkan asas desentralisasi yang dimana rakyat mempunyai wewenang mengatur rumah tangganya dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan.6 Dalam ini pemerintah memiliki urusan pilihan dan urusan wajib yang dimana salah satu urusan wajibnya adalam dalam perlindungan kebudayaan, terkait dengan itu pusat maupun daerah mempunyai kewajiban pada perlindungan terhadap pelestarian situs cagar budaya.7 Namun di dalam prakteknya sering terjadi saling lempar tugas antara pusat dan daerah sehingga perlunya ketentuan hukum yang jelas guna mencerminkan kepastian hukum. Penelitian terdahulu yang digunakan sebagai tinjaunan didalam menuliskan jurnal ini adalah yang pertama merujuk pada penelitian Karen Angela Batara Tuppang yang berjudul Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Benda-Benda Bersejarah Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya yang membahas tentang bagaimana perlindungan hukum terhadap benda-benda bersejarah dan peran pemerintah dalam melestarikan benda-benda bersejarah di Indonesia.8 Selanjutnya yang kedua merujuk pada penelitian Malingkonor Legio Mario Hein yang berjudul Perlindungan Hukum Terhadap Cagar Budaya Minahasa Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2010 (Suatu Kajian Terhadap Waruga Yang Merupakan Cagar Budaya Minahasa) yang membahas mengenai peranan pemerintah terhadap perlindungan waruga yang cagar budaya minahasa dan bagaimana perlindungan hukum dan sanksi terhadap pengerusakan waruga yang merupakan cagar budaya minahasa.9 Terkait dengan kedua penelitian tersebut, penulis memiliki ide untuk membahas perlindungan hukum oleh pemerintah terhadap situs warisan cagar budaya yang belum optimal dan membahas isi aturan mengenai peran pemerintah daerah terhadap perlindungan situs warisan cagar budaya, ternyata dalam regulasi perlindungan cagar budaya sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 walaupun sudah memenuhi syarat-syarat sebagai cagar budaya tetapi perlu adanya pengesahan oleh menteri agar menjadi sebuah situs cagar budaya. Dalam kedua penelitian terdahulu tidak jelasnya kewenangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah serta instansi terkait. Terkait hal tersebut terdapat ketidakjelasan dan kekaburan norma. Dalam penelitian ini menjelaskan bagaimana peran pemerintah terhadap perlindungan situs warisan cagar budaya. Penulis memiliki ide dengan judul perlindungan hukum oleh pemerintah daerah terhadap situs warisan cagar budaya.

  • 1.2    Rumusan Masalah

Terkait perihal penulisan jurnal ilmiah ini yang membahas mengenai Peran Pemerintah Dalam Perlindungan Situs Cagar Budaya tersebut terkait dengan latar belakang masalah di atas dipaparkan, hingga diperoleh sebuah permasalahan yang dapat dijadikan sebuah rumusan masalah yakni :

  • 1)    Bagaimana bentuk perlindungan hukum mengenai kelestarian Cagar Budaya di Indonesia ?

  • 2)    Bagaimana peran pemerintah daerah dalam menjaga kelestarian cagar budaya didaerahnya masing-masing ?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan jurnal ini untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman serta informasi mengenai bagaimana bentuk bentuk perlindungan situs cagar budaya yang dilakukan oleh pemerintah terkait dengan berbagai benda-benda bersejarah hingga peninggalan-peninggalan jaman purbakala dari kepunahan dan kerusakan yang diakibatkan oleh faktor perbuatan manusian maupun oleh alam, serta mengetahui bagaimana sebuah cagar budaya diatur dalam sebuah peraturan maupun regulasi yang dibuat pemerintah, dengan mengetahui bagaimana kepastian hukum terhadap perlindungan dan pelestarian sebuah situs cagar budaya dari berbagai ancaman dari pihak yang berniat buruk. melainkan jurnal ini serta memuat bagaimana peran pemerintah daerah sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat di dalam permasalahan perlindungan pada situs cagar budaya yang berada di daerah yang masing-masing. Memang tidak menyangkal bahwa dalam prakteknya di masyarakat terkadang pelaksanaannya tidak selaras dengan regulasi atau peraturan perundang-undangan yang sedang berlaku, maka oleh sebab itu dalam penulisan jurnal ilmiah ini akan membahas bagaimana hal tersebut bisa terjadi untuk menghindari ketidakpastian hukum. Pada jurnal ilmiah ini lebih menjelaskan perlunya kepastian hukum terhadap peran pemerintah dalam perlindungan terhadap situs cagar budaya.

  • II.    Metode Penelitian

Metode yang dipakai penulis didalam jurnal ini dengan menggunakan berbagai metode-metode penelitian sebagai refrensi. Pada penulisan jurnal ini menggunakan metode penelitian kepustakaan atau yang dikenal dengan metode penelitian normatif yang dimana dengan mengkaji sebuah peraturan peruturan perundang-undangan yang terkait terhadap permasalahan yang sedang diulas serta melalui pendekatan konseptual yang dimana menunjukan pada sebuah konsep, serta menggunakan sebuah doktrin yakni sebuah pandangan atau pemikiran para ahli yang terkait dengan ilmu hukum.10 Dalam menghimpun bahan menggunakan metode studi pustaka yakni dengan berbagai buku, jurnal, serta berbagai literatur yang berkaitan dengan masalah yang dibedah dalam pokok bahasan penulisan jurnal serta dalam pengelohan bahan tersebut menggunakan metode deskripsi dengan melihat peristiwa yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Jurnal ini menggunakan bahan hukum primer yang mengacu pada Peraturan Perundang-Undangan yang digunakan yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 , Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 , Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2014. Selanjutnya

mengenai bahan hukum sekunder dalam penulisan jurnal ini menggunakan berbagai literatur serta jurnal ilmiah yang terkait dengan rumusan masalah yang dibahas sedangkan bahan hukum terseier menggunakan bahan hukum sebelumnya sebagai perbandingan yang menunjang penulisan jurnal ilmiah ini.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

    3.1    Perlindungan Hukum Terhadap Kelestarian Cagar Budaya Di Indonesia

Sebuah Cagar Budaya memiliki suatu ciri khas atau keunikan tersendiri dan keunggulannya masing-masing yang harus dikelola dengan baik secara professional agar kondisi sebuah cagar budaya tetap terjaga dari pihak yang tidak bertanggungjawab hendak melakukan perusakan sebuah benda bersejarah hingga perusakan bangunan cagar budaya dan pencurian sebuah arca bersejarah maka dari itu diperlukan sebuah upaya perlindungan agar tetap lestari. Sebelum membahas mengenai perlindungan hukum terhadap kelestarian cagar budaya hendaknya terlebih dahulu menjelaskan tentang perlindungan hukum secara umum yang dinyatakan oleh pendapat para ahli, Mengutip pendapat Sajipto Rahardjo mengenai perlindungan hukum, perlindungan hukum merupakan memberikan sebuah pengayoman atau pendampingan terkait hak asasi manusia (HAM) yang diganggu pihak lain serta perlindungan itu diserahkan pada masyarkat agar memperoleh seluruh hak-hak yang diberi dari hukum..11

Friedman berpendapat mengenai keberhasilan sebuah penegakan hukum bergantung pada berperannya seluruh bagian unsur dari sistem hukum, sistem hukum menurut pendapat Friedman terdapat tiga unsur yakni sebagai berikut yang pertama struktur hukum, substansi hukum, dan budaya hukum. Namun pada perkembangannya Friedman menambahkan unsur baru yakni yang disebut dengan dampak hukum.12 Perlindungan hukum merupakan perlindungan terhadap subyek hukum dalam bentuk regulasi dalam bentuk perlindungan preventif maupun represif.13

Kemudian perihal definisi cagar budaya terdapat dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 menyebutkan bahwa cagar budaya memiliki sifat kebendaan yakni berupa benda,bangunan,struktur,situs, dan kawasan cagar budaya baik yang berada didarat maupun di air yang keberadaannya perlu dilestarikan karena mempunyai niali penting bagi sejarah serta ilmu pengetahuan dengan proses penetapan. Kemudian mengenai pelestarian dapat diartikan suatu bentuk tindakan atau kegiatan melindungi suatu situs bersejerah yang bernilai sangat tinggi.14

Hukum positif di Indonesia yang mengatur mengenai perlindungan kelestarian cagar budaya Indonesia sudah dimulai sejak jaman Hindia Belanda dengan dikeluarkannya Monumenten Ordonnantie 1931, namun karena pada saat itu dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan bangsa Indonesia saat itu , maka dibuatkan regulasi baru diharapakan dapat menjadi dasar perlindungan benda-benda bersejarah dan peninggalan purbakala untuk kepadannya. Oleh sebab itu kemudian untuk

menggantikan Monumenten Ordonnantie 1931 karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan pada masa itu maka dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 . Dengan dibentuknnya UU No. 5 Tahun 1992 dalam pelestarian sebuah cagar budaya sudah memiliki regulasinya tersendiri untuk menghindari terjadinya pelanggaran terhadap berbagai situs-situs cagar budaya. Pada UU No. 5 Tahun 1992 memiliki karakter sentralistik yakni meskipun sebuah objek atau situs cagar budaya serta daerahnya telah terpenuhi syarat-syarat sebagai cagar budaya sebagaiama dimuat pada regulasi tersebut tidak serta merta secara langsung sebagai cagar budaya, karena memerlukan sebuah pengesahan oleh menteri agar bisa menjadi sebuah cagar budaya.15 Dengan berikannya otonomi secara luas kepada daerah maka regulasi tersebut sudah tidak sesuai dengan perkembangan, oleh sebab itu kemudian dibentuklah regulasi baru yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, regulasi ini menggantikan regulasi sebelumnya sehingga UU No. 5 Tahun 1992 dianggap tidak berlaku. Dibentuknya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 sesuai dengan otonomi daerah pada masa sekarang memberikan wewenangnya kepada daerah dalam penanganan terkait benda, situs, serta daerah cagar budaya.

Terkait perlindungan hukum terkait situs cagar budaya ataupun benda cagar budaya terdapat dalam ketentuan Pasal 95 ayat (1) UU No 11 Tahun 2010 yang dimana pemerintah pusat maupun daerah memiliki kewajiban untuk melaksanakan pelestarian cagar budaya.

Ciri khas dari sebuah hukum yakni adanya suatu sanksi yang dimana dapat dikenakan terhadap suatu perbuatan yang sudah diatur oleh undang-undang, hal tersebut juga diatur jika misalnya terjadi pelanggaran terhadap perusakan sebuah situs cagar budaya atau pencurian benda bersejarah peninggalan purbakala hingga tindakan penjualan benda-benda bersejarah sebagaimana yang terjadi pada kasus yang menimpa seorang Heru Suryanto yang terjadi di daerah Surakarta dalam putusan nomor : 68/Pid B/2008/PN Ska telah didakwakan melakukan tindak pidana penjualan benda-benda bersejarah yang telah diatur dalam Pasal 26 UU No 11 Tahun 2010 Jo Pasal 236 ayat (1) KUHP, kemudian terdakwa mendapat tuntutan dari jaksa dipidana penjara selama dua tahun yang dikurangi masa tahanan, setalah mendengarkan keterangan dari tardakwa serta keterangan para saksi dan jaksa penuntut umum kemudian Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surakarta memvonis terdakwa hukuman penjara 1 tahun 6 bulan.16. Kejadian seperti ini bisa terjadi dikarenakan adanya faktor yang mempengaruhi misalnya kurangnya kerjasama antara asosiasi atau pihak terkait, kurangnya kepatuhan hukum oleh masyarakat, serta masih minimnya sososialisasi mengenai peraturan yang sedang berlaku dan kemudian permasalahan seperti inilah yang sedang dihadapi Pusat maupun Daerah berhubungan dengan pelestarian serta perlindungan situs cagar budaya yang memiliki pengaruh luas terhadap kesadaran akan kekayaan Indonesia serta menunjukkan bahwa Indonesia merupakan Negara yang memiliki peradapan yang hebat sejak jaman purbakala atau megalitikum hingga masyarkat Indonesia sudah mengenal sebuah kepercayaan atau agama pada era pengaruh jaman kerajaan Hindu-Budha yang pada saat itu dikenal sebuah kerajaan besar yakni kerajaan Majapahit,

setelah runtuhnya kerajaan Majapahit kemudian kehidupan masyarakat Indonesia manganut agama islam terbentuklah berbagai Kesultanan terdapat di wilayah Indonesia dan berlanjut ke masa kolonial penjajahan belanda hingga jepang. sehingga banyak melahirkan berbagai situs cagar budaya baik yang berupa sebuah prasasti, arca, candi, dan benda-benda kuno purbakal hingga bangunan yang bersejarah yang pengaruhnya berdampak sampai jaman reformasi seperti sekarang ini dibuatkannya sebuah museum nasional untuk menjaga, melindungi, dan memelihara peninggalan tersebut dan dapat dimanfaakan sebagai media penelitian dan media pembelajaran dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

  • 3.2    Peran Pemerintah Daerah Dalam Menjaga Kelestarian Cagar Budaya

    Didaerahnya Masing-Masing

Wilayah Negara ini merupakan kepulauan dengan lautan luas dibandingan dengan daratan, terbagi berbagai daerah-daerah tentu hal ini menjadi tantangan yang berat dalam mengelola sebuah Negara jika tidak dilaksanakan dengan baik dan adil terhadap masing-masing daerah otonom maka akan rawan bisa saja menyebabkan terjadi disintergrasi bangsa yakni keinginan untuk memisahkan diri dari kesatuan sebuah Negara sebagaimana yang terjadi di dunia dengan bubarnya Negara Uni Soviet hingga bubarnya Negara Yugoslavia yang memiliki keberagaman layaknya seperti Indonesia, namun yang terjadi Negara tersebut kini terbagi menjadi beberapa Negara dan sekarang hanya tinggal sejarah, hal tersebut juga terjadi di Indonesia yakni Timor Timur memutuskan untuk merdeka menjadi Negara merdeka yaitu Timor Leste dan beberapa daerah juga yang rawan untuk memisahkan diri dari bagian Indonesia karena merasa kurang adanya perhatian pemerintah pusat. Dengan demikian dalam penyelenggaraan pemerintahan Indonesia dengan asas pemerintahan desentralisasi yaitu penyerahan kekuasaan pusat pada daerah otonom yaitu pemerintah daerah yakni Gubernur atau Bupati sebagai wakil pemerintah pusat di daerah sehingga daerah mempunyai wewenang serta lebih leluasa pengelolaan kepentingan secara lokal. Berdasarkan hal tersebut desentralisasi melahirkan daerah otonom atau yang kemudian disebut otonomi daerah. Asas desentralisasi dapat menghindari terjadinya sebuah penumpukan kekuasaan dalam pemerintah antara pusat dan daerah.17Mengenai otonomi daerah tidak dapat dilepaskan dari yang namananya sebuah kewenangan yang diberikan pusat kepada daerah, yang diatur dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah yakni kewenangan yang dimiliki daerah seluruh urusan pemerintah kecuali yang dilaksnakan pusat. Berdasarkan pengelompokkan urusan itu daerah mempunyai hak dan kewajiban yakni urusan pilihan dan wajib. Urusan pilihan yakni berupa nyata yang dapat mensejahterakan masyarakat sedangkan urusan wajib yakni dalam bentuk kewajiban memberikan pelayanan mendasar kepada masyarakat.

Permasalahan dasar yang menjadi urusan wajib yaitu urusan kebudayaan dalam bentuk pelaksanaan perlindungan terhadap kelestarian cagar budaya karena Indonesia mempunyai berbagai macam peninggalan-peninggalan bersejarah dari jaman purbakala hingga peninggalan jaman kerajaan, warisan budaya tersebut haru tetap dilindungi dan dilestarikan sebagai bukti bahwa bangsa Indonesia memiliki peradapan yang tinggi dan kekayaan kebudayaan yang tidak dimiliki oleh bangsa lain.

Balai Pelesatarian Cagar Budaya Provinsi Bali memiliki sebuah tugas dalam perawatan, penjagaan, perlindungan dan juga melaksanakan konvservasi perihal peninggalan

arkeologi yang bernilai sangat tinggi terhadap ilmu pengetahuan, pendidikan, penelitian, keagamaan hingga mempunyai nilai ekonomis bagi pariwisata.18 Badan ini adalah badan yang mempunyai tugas dalam bentuk memelihara, melindungi, pemugaran, pengamanan, dan penyuluhan hingga dokumentasi terkait situs atau benda bersejarah dan peninggalan purbakala bersifat benda bergerak serta yang tidak bergerak dan peninggalan yang berada dalam ruangan, lapangan, dan situs cagar budaya bawah air atau sejenisnya. Balai Pelestarian Cagar Budaya diketuai pimpinanan yang bernaung dan mimiliki tanggung jawab kepada Dirjen Kebudayaan. Selain itu pihak Balai Pelestarian Cagar Budaya juga melakasanakan zonasi cagar budaya. Pemanfaatan zonasi cagar budaya ini dilakukan yang memiliki tujuan edukatif, reaktif, apresiasif dan religi. Dalam penetapan fungsi zona, tata letak, luas dilakukan berdasarkan hasil penelitian yang mengedepankan peningkatan kesejahteraan masyarakat.19

Peran pemerintah daerah sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat didalam permasalahan ini yang membahas perlindungan hukum pada pelestarian cagar budaya dalam perihal ini pemerintah daerah Provinsi Bali membuat sebuah regulasi atau peraturan dalam upaya menjaga dan mengatur pelestarian cagar budaya bali melalui Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Pelestarian Budaya Bali yang mengatur mengenai peran Gubernur bertugas sebagai penyelenggara pelestarian dengan perpanjangan badan atau instansi dibawahnya agar melaksanakan perlindungan terhadap pelestarian warisan budaya yang juga mencakup cagar budaya bali dengan membentuk tim ahli untuk pelestarian warisan budaya bali dan menghimbau kepada masyarakat agar ikut andil dalam pelestarian warisan budaya bali untuk menghindari terkikisnya budaya bali dari perkembangan kehidupan masyarakat bali.

Sedangkan dalam bidang pengawasan dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Bali yang sudah termuat atau tercantum dalam peraturan tersebut melaksanakan tugasnya langsung terjun ke lapangan yakni seperti melaksanakan pengawasan terhadap kepala daerah atas kinerja yang dilaksanakan perihal pelestarian warisan budaya bali yang juga melibatkan pihak terkait, kemudian melaksanakan diskusi acara dengar pendapat dengan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali dengan mendengarkan langsung perihal saran maupun aspirasi demi terjadinya sinergiritas antara pihak terkait dalam perlindungan terhadap pelestarian warisan budaya bali.

  • IV.    Penutup

    4.1    Kesimpulan

Cagar budaya sebagai warisan peradaban negara sejak zaman dahulu merupakan sebuah tanda kemajuan bangsa. Indonesia sebagai negara yang memiliki kebudayaan tinggi sangat banyak memiliki situs cagar budaya yang meiliki nilai sejarah yang tinggi. Pemerintah sebagai representsi negara memiliki kewajiban penuh untuk melindungi serta melestarikan cagar budaya agar terhindar dari kerusakan yang terjadi. Pada UU No. 5 Tahun 1992 memiliki karakter sentralistik yakni meskipun sebuah objek atau situs cagar budaya serta daerahnya telah terpenuhi syarat-syarat sebagai cagar budaya sebagaiama dimuat pada

regulasi tersebut tidak serta merta secara langsung sebagai cagar budaya, karena memerlukan sebuah pengesahan oleh menteri agar bisa menjadi sebuah cagar budaya. perlindungan hukum terkait situs cagar budaya ataupun benda cagar budaya terdapat dalam ketentuan Pasal 95 ayat (1) UU No 11 Tahun 2010 yang dimana pemerintah pusat maupun daerah memiliki kewajiban untuk melaksanakan pelestarian cagar budaya. Adanya ketidakjelasan dan kekaburan norma tersebut mengakibatkan permasalahan yang terjadi seperti tidak jelasnya kewenangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah serta instansi terkait, sehingga terhadap ketidakjelasan tersebut menyebabkan saling lempar tanggung jawab dalam bentuk perlindungan cagar budaya yang pada akhirnya berdampak pada terbengkalainya cagar budaya yang ada sebagai suatu warisan yang perlu dilestarikan keberadaanya. Pemerintah hendaknya lebih memperhatikan situs warisan cagar budaya karena kebudayaan merupakan representasi sebuah Negara yang membuktikan bahwa suatu Negara memiliki sebuah peradaban yang hebat yang dapat meningkatkan kesadaran diri dan nasionalisme, serta pusat dengan daerah meningkatkan kerjasamanya untuk upaya perlindungan situs warisan cagar budaya. Pembentukan peraturan perundang-undangan yang baru hendaknya nantinya peraturan tersebut hendaknya dapat memberikan perlindungan yang lebih jelas terhadap situs cagar budaya yang ada di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Diantha, I Made Pasek. “Metodologi Penelitian Hukum Normatif Dalam Justifikasi Teori Hukum” (Jakarta : Kencana, 2016).

H. Oka Yoeti, Pariwisata Budaya, Masalah dan Solusinya, (Nuansa Aulia, Bandung, 2006).

Sojaya, Jajang Agus. Cermin Retak Pengelolaan Benda Cagar Budaya. Kedaulatan Rakyat Edisi pertama, (cetakan petama, Certe Posse, Yokyakarta, Tahun 2014).

Satjipto Rahardjo, “Ilmu Hukum” , (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000).

Jurnal

Arifin, Hafidz Putra. "Politik Hukum Perlindungan Cagar Budaya di Indonesia." Dialogia Iuridica: Jurnal Hukum Bisnis dan Investasi 10.1 (2018).

Ariany, Lies. "Perlindungan Hukum terhadap Keberadaan Rumah Banjar di Kota Banjarmasin",Banua Law Review 1.1 (2019).

Aridhayandi, M. Rendi. "Peran Pemerintah Daerah Dalam Pelaksanaan Pemerintahan Yang Baik (Good Governance) Dibidang Pembinaan Dan Pengawasan Indikasi Geografis",Jurnal Hukum & Pembangunan 48.4 (2018).

Harjiyatni, Francisca Romana, and Sunarya Raharja. "Perlindungan Hukum Benda Cagar Budaya Terhadap Ancaman Kerusakan di Yogyakarta." Mimbar Hukum-Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada 24.2 (2012).

Hein, Malingkonor Legio Mario. "Perlindungan Hukum Terhadap Cagar Budaya Minahasa Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2010 (Suatu Kajian Terhadap Waruga Yang Merupakan Cagar Budaya Minahasa." Lex Et Societatis 7.5 (2019).

Novrisa, Maria Yasinta Chrisna. "Konflik Kepentingan Pihak BPCB (Balai Pelestarian Cagar Budaya) Dan Pihak Industri (Batu Bata) Dalam Kebijakan Pelestarian Cagar Budaya Trowulan Kabupaten Mojokerto", Jurnal Muda (2014).

Paramiswari, A., and S. Purwani. "Perlindungan Hukum Ekspresi Budaya Tradisional Dalam Bingkai Rezim Hak Cipta” , Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 7.1 (2019).

Rosyadi, Khalid. "Analisis Pengelolaan Dan Pelestarian Cagar Budaya Sebagai Wujud Penyelenggaraan Urusan Wajib Pemerintahan Daerah (Studi Pada Pengelolaan Dan Pelestarian Situs Majapahit Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto)",Jurnal Administrasi Publik 2.5 (2014).

Setiawan, Andry, and Dewi Sulistianingsih. "Harmonisasi UU No. 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya Dalam Upaya Pelestarian Benda Cagar Budaya Kota Semarang",Jurnal Abdimas 17.2 (2013).

Siregar, Hendrik Fasco, Nurhayati Nurhayati, and Siti Nurwullan. "Analisis Perlindungan Hukum Terhadap Geopark Nasional Celetuh Sebagai Kawasan Geowisata Di Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat", Jurnal Surya Kencana Satu: Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan 10.1 (2019).

Tuppang, Karen Angela Batara. "Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Benda-Benda Bersejarah Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya", LEX ET SOCIETATIS 7.7 (2020).

Widyawati, Nursiyama Linda, and Joesron Alie Syahbana. "Keseriusan dan Konsekuensi Sikap Pemerintah Daerah Terhadap Pelestarian di Kawasan Kota Lama Semarang", Teknik PWK (Perencanaan Wilayah Kota) 2.2 (2013).

Zain, Zairin. "Strategi Perlindungan Terhadap Arsitektur Tradisional Untuk Menjadi Bagian Pelestarian Cagar Budaya Dunia", NALARs 13.1 (2014).

Zuraidah. “Pengelolaan Cagar Budaya Untuk Kepentingan Publik Di Kabupaten Gianyar Bali”, PUSTAKA Vol. XVIII, No.1 (2018).

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3470).

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5168).

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587).

Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Pelestarian Budaya Bali (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2014 Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah Pronvinsi Bali Nomor 4).

Jurnal Kertha Negara Vol 10 No 3 Tahun 2022 hlm 247-258

258