PEMANFAATAN TANAH PERKOTAAN MELALUI KONSOLIDASI TANAH

I Wayan Pegi Putra Pratama, e-mail : [email protected], Fakultas Hukum Universitas Udayana

I Ketut Sudiarta, email : [email protected], Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRAK

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi Tanah menjelaskan bahwa terdapat 2 sistem pelaksanaan konsolidasi tanah, yaitu sistem sukarela dan sistem wajib. Upaya pemanfaatan tanah perkotaan secara optimal melalui konsolidasi tanah. Tujuan studi ini untuk mengkaji dan menganalisis sistem pelaksanaan konsolidasi tanah sebagai upaya pemanfaatan tanah perkotaan secara optimal serta mengkaji dan menganalisis upaya pemanfaatan tanah perkotaan secara optimal melalui konsolidasi tanah. Studi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan analisis konsep hukum. Hasil dari studi ini menunjukkan sistem pelaksanaan konsolidasi tanah diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi Tanah yang menjelaskan bahwa terdapat 2 sistem pelaksanaan konsolidasi tanah, yaitu sistem sukarela dan sistem wajib serta Upaya pemanfaatan tanah perkotaan secara optimal melalui konsolidasi tanah dilakukan dengan Penataan kembali aspek yang berkaitan dengan pengaturan penguasaan, pengadaan dan penggunaan tanah, serta dilakukan pembangunan melalui pemilihan lokasi yang harus kondisi diperhatikan lingkungan, dan kemampuan serta keinginan para pemilik tanah sebagai peserta konsolidasi dengan sasaran konsolidasi tanah meliputi direncanakan yang wilayah menjadi kota atau pemukiman baru, wilayah yang sudah mulai tumbuh, wilayah pemukiman yang tumbuh pesat, wilayah yang relatif kosong, serta wilayah yang sebelumnya merupakan wilayah bencana alam maupun social.

Kata Kunci : Pemanfaatan Tanah Perkotaan, Konsolidasi Tanah

ABSTRACT

Head of National Land Agency Regulation No. 4 of 1991 concerning Land Consolidation explains that there are 2 systems for implementing land consolidation, namely the voluntary system and the mandatory system. Efforts to optimally utilize urban land through land consolidation. The purpose of this study is to study and analyze the system of implementing land consolidation as an effort to optimally utilize urban land and to study and analyze efforts to optimize urban land use through land consolidation. This study uses a normative legal research method with legislation approach and legal concept analysis approach. The results of this study showk that the system of implementing land consolidation is regulated in the Head of National Land Agency Regulation No. 4 of 1991 concerning Land Consolidation, which explains that there are 2 systems for implementing land consolidation, namely the voluntary and mandatory systems as well as efforts to optimally utilize urban land through land consolidation. Restructuring aspects related to land tenure, procurement and land use arrangements, as well as development through site selection that must pay attention to environmental conditions, and the capabilities and desires of landowners as participants of consolidation with the target of land consolidation covering areas planned to become new cities or settlements. , areas that have begun to grow,

residential areas that are growing rapidly, areas that are relatively empty, and areas that were previously areas of natural and social disasters.

Keywords: Urban Land Utilization, Land Consolidation

  • I.    Pendahuluan

    • 1.1    Latar Belakang Masalah

Pemenuhan kebutuhan akan tanah menjadi salah satu langkah untuk mencapai kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang merupakan bagian dari tanggung jawab pemerintah.1 Sebenarnya pengaturan mengenai tanah merupakan amanat dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang tercantum dalam Pasal 33 ayat (3) yang menegaskan “bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, dalam artian negara memiliki kewenangan mengatur dan mengelola tanah karena tanah adalah bagian dari bumi.”2

Namun semakin berkembangnya kehidupan manusia, semakin kompleks pula permasalahan pertanahan terutama di daerah perkotaan. Luas wilayah perkotaan luas relatif tetap, akan tetapi kebutuhan tanah semakin meningkat. Banyaknya kepentingan berbagai pihak dalam di kawasan perkotaan juga permasalahan rumitnya ditambah penataan ruang di kawasan perkotaan.3 Kelemahan dalam manajemen perkotaan kemudian secara tidak langsung akan menyebabkan timbulnya spekulasi, kelangkaan pengembangan tanah perkotaan untuk pemukiman, berkembangnya dan tumbuh dikuasai dan pemilikan tanah serta pemanfaatan tanah secara liar atau tidak sah, perkampungan kumuh (slum area), dan sebagainya.4

Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, dari kehidupan manusia tidak bisa yang terpisahkan, karena tanah bagi manusia merupakan tempat untuk hidup dan sumber kehidupan. “Tanah bagi manusia mempunyai hubungan yang bersifat abadi, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang sering disebut Undang-Undang Pokok Agraria ( disingkat UUPA).” Penduduk senantiasa meningkat diikuti dengan kebutuhan akan tanah oleh masyarakatnya, namun tanah yang tersedia tetap luasnya dan tidak bisa bertambah. Nilai tanah diakibatkan dalam

hal ini sangat tinggi sehingga akses masyarakat ekonomi kecil untuk memiliki tanah terbatas, terutama di perkotaan.5

Hukum tanah nasional adalah “hukum tanah Indonesia yang tunggal yang tersusun dalam suatu sistem berdasarkan alam pemikiran hukum adat tertentu.”6 engingat hal tersebut, dalam menghadapi berbagai konflik pertanahan yang tak kunjung usai terutama di daerah perkotaan, maka diperlukan adanya pengaturan mengenai penguasaan dan pemanfaatan tanah secara optimal serta adanya ditingkatkan efisiensi dan produktivitas upaya untuk pemanfaatan tanah perkotaan konsolidasi tanah dilalui sehingga dapat dijadikan sebagai alternative solution bagi pihak pemerintah guna mewujudkan fungsi sosial tanah serta kualitas lingkungan perkotaan yang tertib dan tertata rapi.7 Fungsi sosial tanah telah didasarkan pada Pasal 6 UUPA sehingga bagi pemerintah tidak dijadikan hak atas tanah penghalang untuk wewenangnya dilaksanakan terkait konsolidasi tanah.

Semakin berkembangnya suatu wilayah baik perkotaan maupun perdesaan berbagai masalah dalam penataan ruang. Wilayah perkotaan perkembangan yang tidak beraturan daerah-daerah kumuh ditimbulkan. Wilayah perdesaan alihh fungsi terjadi secara sporadic yang hamparan areal pertanian sebabkan menjadi terpisah oleh pemukiman baru timbul. Penyalahgunaan tata ruang terjadi cenderung lahan berbentuk tidak beraturan, diatur perlu bidang-bidang tanah melalui konsolidasi tanah.

Pengertian Konsolidasi Tanah disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dan Peratuan Kepala BPN No. 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi Tanah, adalah “penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dalam usaha penyediaan tanah untuk kepentingan pembangunan perumahan dan permukiman guna meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumber daya alam dengan partisipasi aktif masyarakat.” Hasil akhir dari kegiatan Konsolidasi Tanah adalah sertifikat penataan dari hasil. Pelaksana kegiatan Konsolidasi Tanah adalah BPN berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Adapun peserta Konsolidasi Tanah adalah para pemilik tanah, baik secara perorangan maupun secara bersama, serta badan hukum publik atau badan hukum pemerintah.

Peran serta para pemilik tanah secara aktif, merupakan syarat mutlak bagi keberhasilan pelaksanaan konsolidasi tanah. Sumber pembiayaan kegiatan adalah APBN dan swadaya. Pembiayaan di luar APBN mengikuti standar yang berada dalam PP.

No. 128 Tahun 2015, yaitu berupa pelayanan konsolidasi tanah swadaya untuk tanah pertanian dan non-pertanian.

Wilayah yang relatif kosong. Di dalam areal perkotaan kadang kala ditemukan tanah yang kosong yang memungkinkan untuk dikem- bangkan. Wilayah yang sebelumnya merupakan wilayah bencana alam maupun sosial, seperti gempa bumi, kebakaran, kerusuhan, dan lain-lain. Untuk membangun kembali diperlukan renovasi/rekonstruksi. Lokasi Konsolidasi Tanah berbeda dengan lokasi penataan perta- nahan lainnya. Secara teknis lokasi Konsolidasi Tanah harus memenuhi syarat.

Pemilihan lokasi Konsolidasi Tanah sebaiknya merupakan hasil rekomendasi dari kegiatan potensi Konsolidasi Tanah, kebijakan pemerintah Daerah setempat atau merupakan bagian dari kebijakan pembangunan sektoral. Pemilihan lokasi sebaiknya sudah langsung menunjuk secara persis lokasi kegiatan dalam bentuk data spasial dan data tekstual. Setelah ditetapkan sebagai lokasi kegiatan Konsolidasi Tanah melalui Surat Keputusan Kakanwil BPN Prrovinsi, lalu dimulai komunikasi dan koordinasi kepada perangkat Pemerintah Daerah dan Kepala Desa. Agenda berikutnya adalah penyuluhan kepada masyarakat calon perserta Konsolidasi Tanah. Isi penyuluhan terkait penyelenggaraan Konsolidasi Tanah. Pada masa penyuluhan ini materi disampaikan sejelas-jelasnya agar masyarakat mengerti dan mau terlibat dalam kegiatan Konsolidasi Tanah. Kegiatan Konsolidasi Tanah dimulai dengan pengambilan data kondisi eksisting, yaitu meliputi pendataan subjek objek tanah dan pengukuran bidang tanah, serta pemetaan topografi dan penggunaan tanah. Hasil dari pendataan tersebut kemudian menjadi dasar dalam pembuatan desain blok. Desain blok kemudian dibawa ke dalam musyawarah dengan masyarakat.

Kesepakatan Sumbangan Wajib untuk Tanah Pembangunan (SWTP), berdasarkan perhitungan nilai/harga tanah; dalam bentuk uang antara lain apabila: Peserta konsolidasi hanya mempunyai tanah dalam luasan. Berdasarkan perhitungan campuran antar luas tanah dengan harga tanah. Dihitung biaya pematangan tanah secara gotong-royong, dibandingkan harga tanah per M², sehingga masing bidang tanah dibebankan biaya pematangan tanah sesuai luas. mengevaluasi dan mengarahkan.8 Fenomena yang terjadi saat ini di kota-kota yang ekonominya bertumbuh dengan baik, maka pembangunan permukiman wilayah di kawasan perkotaan tersebut berkembang sangat pesat.

Konsolidasi tanah merupakan “suatu metode pembangunan sebagai bagian dari kebijaksanaan yang mengatur penguasaan tanah, penyesuaian penggunaan tanah dengan rencana tata ruang maupun tata guna tanah, pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan, dan peningkatan kualitas lingkungan hidup serta pelestarian sumber daya alam.”

Ketentuan dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi Tanah, disebutkan definisi konsolidasi tanah dalam Pasal 1 angka 1, yaitu “sebagai suatu kebijaksanaan yang berkaitan dengan menata ulang tanah baik dari segi penguasaan tanah maupun pengadaan tanah demi kepentingan pembangunan guna peningkatan kualitas lingkungan serta pemeliharaan sumber daya alam dengan mengikutsertakan warga masyarakat untuk berperan secara aktif.”9 Berdasarkan latar belakang tersebut, penting untuk dikaji mengenai “ANALISIS YURIDIS TERHADAP UPAYA PEMANFAATAN TANAH PERKOTAAN MELALUI KONSOLIDASI TANAH”.

  • 1.2    Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, diperoleh rumusan masalah sebagai berikut :

  • 1)    Bagaimana sistem pelaksanaan konsolidasi tanah sebagai upaya pemanfaatan tanah perkotaan secara optimal ?

  • 2)    Apa saja upaya pemanfaatan tanah perkotaan secara optimal melalui konsolidasi tanah ?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Studi ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis sistem pelaksanaan konsolidasi tanah sebagai upaya pemanfaatan tanah perkotaan secara optimal serta mengkaji dan menganalisis upaya pemanfaatan tanah perkotaan melalui konsolidasi tanah secara optimal.

  • II.    Metode Penelitian

Metode penelitian adalah rangkaian cara yang dilakukan penulis untuk mencari suatu informasi sebagai penunjang tulisan yang sedang dilakukannya. Dalam studi ini digunakan metode penelitian hukum normatif. Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Bahan hukum yang digunakan dalam studi ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer yang digunakan berupa peraturan perundang-undangan yang studi ini dengan terkait, selain itu bahan hukum sekunder yang digunakan adalah buku, jurnal maupun artikel terkait dengan pelaksanaan konsolidasi tanah. Bahan hukum primer dan sekunder dianalisis dengan tehnik deskriptif untuk memperoleh hasil akhir dari studi ini.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

  • 3.1    Sistem Pelaksanaan Konsolidasi Tanah Sebagai Upaya Pemanfaatan Tanah Perkotaan Secara Optimal

Tanah sebagai “salah satu sumber daya agraria, mempunyai peranan yang sangat penting dalam hidup dan kehidupan manusia, selain untuk memenuhi kebutuhan aspek ekonomi, tanah juga memiliki aspek sosial, budaya dan lainnya.” 10 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi Tanah, dalam Pasal 1 angka 1, yaitu sebagai suatu kebijaksanaan yang berkaitan dengan menata ulang tanah baik dari segi penguasaan tanah maupun pengadaan tanah demi kepentingan pembangunan guna peningkatan kualitas lingkungan serta pemeliharaan sumber daya alam dengan mengikutsertakan warga masyarakat untuk berperan secara aktif.”

Konsep konsolidasi tanah perkotaan merupakan “suatu kegiatan menata tanah yang tidak beraturan sehingga lebih teratur dengan menggeser, menggabungkan, memecahkan, menghapuskan dan mengubah hak yang dimiliki terhadap tanah baik di daerah perkotaan/ pinggiran kota dalam konteks pemekaran serta penataan permukiman meliputi fasilitas social dan umum.”

Pelaksanaan konsolidasi tanah terdiri dari mendaftarkan subjek dan objek tanah, pengukuran bidang tanah, serta pemetaan topografi dan penggunaan tanah. Hasil pendaftaran tersebut selanjutanya dijadikan dasar untuk pembuatan desain blok, yang kemudian dibawa dalam musyawarah bersama masyarakat.

Konsolidasi tanah mengenal adanya 2 (dua) sistem pelaksanaan yang terdiri dari:

  • a.    Sistem Sukarela

Sistem sukarela dapat dilakukan apabila telah diperolehnya suatu pemilik tanah dari persetujuan yang di wilayah akan dikonsolidasi. Sistem sukarela diatur dalam “Pasal 4 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi Tanah, yang menyatakan bahwa konsolidasi tanah dapat dilakukan setidaknya 85% dari pemilik tanah dimana luas tanah tersebut mencakup sekurang-kurangnya 85% dari luas seluruh areal tanah yang akan dikonsolidasi menyatakan persetujuan.”11 Penerapan sistem sukarela dalam konsolidasi tanah akan menimbulkan keuntungan bagi pemilik tanah berupa:

  • 1)    Pemilik tanah dapat secara langsung menikmati peningkatan nilai tanah;

  • 2)    Akan terbentuk yang teratur petak-petak tanah dan menghadap ke jalan serta meningkatkan efisiensi penggunaan tanah;

  • 3)   Mempermudah yang lebih baik lingkungan hidup terciptanya;

  • 4)    Realisasi akan lebih cepat pembangunan prasarana umum;

  • 5)    Mengurangi adanya yang dirugikan pihak-pihak seperti yang biasa terjadi dalam pembangunan sistem konvensional;

  • 6)    Dapat mewujudkan administrasi pertanahan yang tertib karena setiap bidang tanah langsung diterbitkan secara haknya saat pemberian sertifikat tanah.

  • b.    Sistem Wajib

Sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 6 ayat (1), (2), dan (3) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi tanah yaitu “dasar pelaksanaan sistem wajib adalah ikatan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk itu. Prinsip yang dianut dalam pelaksanaan konsolidasi tanah adalah prinsip penyediaan tanah untuk pembangunan prasarana berupa jalan serta fasilitas umum lainnya tanpa melalui pembebasan tanah. Dimana, penyediaan tanah tersebut diperoleh melalui sumbangan sebagian tanah dari pemiliknya yang disebut dengan istilah Sumbangan Wajib Tanah untuk Pembangunan (SWTP).”

Dalam menetapkan besarnya Sumbangan Wajib tanah untuk Pembangunan (SWTP), lazimnya menggunakan sistem berdasarkan perhitungan luas tanah; perhitungan nilai atau harga tanah serta perhitungan campuran baik antara luas tanah dengan harga tanah. “Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi Tanah, bahwa pelaksanaan konsolidasi tanah dengan sistem wajib pada dasarnya dibiayai oleh pemilik tanah melalui sumbangan yang telah ditentukan dalam Pasal 6.” Sehingga terkait tanah disediakan lainnya penting melalui konsolidasi tanah dengan sistem wajib, dapat dikembangkan alternatif kebijaksanaan sebagai berikut.

  • 1)    Kebijaksanaan jalur swadaya mayarakat, serta pembangunannya dilakukan oleh warga masyarakat itu sendiri. Pemilihan alternatif ini sangat ideal untuk diterapkan karena beban pemerintah akan diringankan. Namun dalam pengembangannya, harus landasan hukum diperlukan bagi pelaksana yang kuat yang berkaitan dengan sistem dan metode kerja dari perencanaan sampai pelaksanaan pengawasan

  • 2)    Kebijaksanaan, pengadaan tanah dan kepentingan umum lainnya dilakukan oleh warga masyarakat sendiri sementara pemerintah melaksanakan pembangunannya melalui APBN/APBD. Pemilihan alternatif ini merupakan langkah awal untuk mewujudkan partisipasi masyarakat dalam penuh secara konsolidasi tanah dilaksanakan.

  • 3)    Kebijaksanaan dengan swadaya masyarakat pada konsolidasi tanah yang dikaitkan, dimana pemerintah yang melaksanakan pengadaan tanah dan pembangunannya sementara yang dapat langsung prasarana dimanfaatkan, dilakukan konsolidasi. Alternatif ini dilaksanakan agar hasil dari pembangunan prasarana yang dibangun oleh pemerintah langsung dapat oleh masyarakat dimanfaatkan.

  • 4)    Kebijaksanaan khusus pada tanah-tanah objek landreform, dimana tanah untuk prasarana tanah yang dikonsolidasikan.

  • 3.2 Upaya pemanfaatan tanah perkotaan secara optimal melalui konsolidasi tanah

Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi Tanah, bahwa “konsolidasi tanah memiliki tujuan untuk mencapai pemanfaatan tanah secara optimal melalui peningkatan efisiensi dan produktivitas penggunaan tanah, dan memiliki sasaran yaitu terwujudnya suatu tatanan penguasaan serta penggunaan tanah yang tertib dan teratur sesuai kemampuan dan fungsinya dalam rangka tata tertib pertanahan.”12

Guna mewujudkan hal tersebut, upaya yang sangat ditekankan dalam konsolidasi tanah yaitu adanya penataan kembali seluruh aspek yang meliputi:

  • a.    Penataan kembali aspek yang berkaitan dengan pengaturan penguasaan, pengadaan dan penggunaan tanah, dimana tidak hanya berfokus pada penataan dan penerbitan bidang-bidang tanah, tetapi termasuk antara pemilik tanah dengan tanahnya;

  • b.    Penataan kembali aspek yang berkaitan dengan penyerasian pengguna tanah dengan rencana tata ruang maupun tata guna tanah;

  • c.    Penataan kembali aspek yang dengan penyediaan tanah untuk berkaitan kepentingan pembangunan prasarana dan diperlukan yang fasilitas umum;

  • d.    Penataan kembali aspek yang berkaitan dengan kualitas lingkungan hidup atau sumber daya alam konservasi ditingkatkan.13

Konsolidasi tanah dianggap penting karena konsolidasi tanah mempunyai ciriciri kekhasan sebagai berikut: “a. Prosedur pelaksanaannya menghormati hak atas tanah dan menjunjung tinggi aspek keadilan dengan melibatkan partisipasi aktif para pemilik tanah melalui musyawarah; b. Pemilik tanah diupayakan tidak tergusur dari lingkungannya; c. Keuntungan yang diperoleh dari hasil peningkatan nilai tambah tanah dan biaya pelaksanaannya didistribusikan secara adil i; d. Penataan penguasaan tanah dilakukan sekaligus dengan penataan penggunaan tanahnya serta pensertifikatan tanah yang telah dikonsolidasi; e. Biaya pelaksanaan diupayakan dari pemilik tanah sehingga tidak hanya mengandalkan biaya dari pemerintah yang sangat terbatas; f. Penggunaan tanah ditata secara efisien dan optimal dengan mengacu kepada Rencana Tata Ruang Wilayah/Rencana Pembangunan Wilayah, sekaligus menyediakan tanah untuk sarana dan prasarana yang dibutuhkan sehingga dapat mendukung kebijakan pemerintah daerah.”14

Dalam upaya peningkatan efisiensi dan pemanfaatan produktivitas tanah perkotaan secara optimal di kawasan perkotaan, maka dilakukan pembangunan melalui lokasi dipilih yang Rencana Tata Ruang Kota harus kondisi diperhatikan

lingkungan, dan kemampuan serta para pemilik keinginan tanah sebagai peserta konsolidasi. Maka dari itu, wilayah yang dijadikan sasaran konsolidasi tanah meliputi:

  • a.    Wilayah yang direncanakan menjadi kota atau pemukiman baru, dimana bentuk konsolidasi tanah dilakukan secara swadaya pemukiman baru di wilayah tersebut, serta developer juga dijual dapat dalam bentuk KTM maupun lengkap dengan rumahnya.

  • b.    Wilayah mulai yang sudah tumbuh, dimana pada umumnya tanah ini berlokasi di pinggiran kota yang dihuni sudah oleh kaum urban.

  • c.    tumbuh pesat pemukiman

  • d.    Wilayah yang relatif kosong, dimana dalam perkembangannya dapat dimungkinkan untuk dikembangkan.

  • e.    Wilayah yang sebelumnya merupakan wilayah bencana alam maupun sosial, dimana untuk membangun kembali diperlukan renovasi/rekonstruksi.

Bentuk peningkatan efisiensi dan produktivitas tanah dimanfaatkan perkotaan dari sasaran konsolidasi tanah yaitu dengan merealisasikan prasarana dan fasilitas umum yang diperlukan masyarakat seperti jalan, jalur hijau, pengairan, dan lain-lain sehingga optimalisasi tercapainya mungkin terhadap efisiensi dan produktivitas pemanfaatan tanah perkotaan yang juga menunjang efektivitas percepatan pembangunan dan pengembangan kota yang sesuai rencana tata ruang. Selain itu nilai tanah juga mengalami peningkatan karena wilayah tanah tersebut telah dikapling secara teratur dan dilengkapi dengan fasilitas umum. Hasil akhir dari kegiatan Konsolidasi Tanah adalah sertifikat penataan dari hasil. Pelaksana kegiatan Konsolidasi Tanah adalah BPN berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Adapun peserta Konsolidasi Tanah adalah para pemilik tanah, baik secara perorangan maupun secara bersama, serta badan hukum publik atau badan hukum pemerintah,

Manfaat yang dihasilkan dari peningkatan efisiensi dan pemanfaatan tanah perkotaan secara optimal, yaitu:

  • 1)    Bagi Pemerintah

  • a.    pembangunan diperlancar di kawasan perkotaan serta penghematan dalam penyediaan biaya untuk tanah dibebaskan.

  • b.    wilayah yang sesuai diciptkan dengan asas

  • c.    kepemilikan tanah ditertibkan serta penyelesaian sertifikatnya.

  • 2)    Bagi Peserta Konsolidasi

  • a.    fasilitas umum Tersedianya yang dikehendaki.

  • b.    nilai tanah peningkatan adanya karena harga tanah meningkat setelah ditata.

  • c.    diberikan jaminan dengan sertifikat yang diperoleh dalam waktu relatif cepat, serta memperkecil sengketa tanah.15

IV. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sistem pelaksanaan konsolidasi tanah sebagai upaya pemanfaatan tanah perkotaan secara optimal terdapat 2 sistem pelaksanaan konsolidasi tanah di Indonesia, yaitu sistem sukarela dimana konsolidasi tanah dilakukan apabila telah diperolehnya persetujuan dari seluruh pemilik tanah yang wilayahnya akan dikonsolidasi dan sistem wajib yang diatur dalam Pasal 6 ayat (1), (2), dan (3), dimana pelaksanaannya didasarkan atas ikatan peraturan perundang-undangan untuk itu melalui SWTP serta Upaya pemanfaatan tanah perkotaan secara optimal melalui konsolidasi tanah dilakukan dengan Penataan kembali aspek yang berkaitan dengan pengaturan penguasaan, pengadaan dan penggunaan tanah, serta dilakukan pembangunan melalui pemilihan lokasi yang harus memperhatikan kondisi lingkungan, dan kemampuan serta keinginan para pemilik tanah sebagai peserta konsolidasi dengan sasaran konsolidasi tanah meliputi wilayah yang menjadi kota direncanakan atau pemukiman baru, wilayah mulai tumbuh yang sudah, wilayah pemukiman yang tumbuh pesat, wilayah yang relatif kosong, serta wilayah yang sebelumnya merupakan wilayah bencana alam maupun sosial

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi Tanah

Buku :

Sumardjono, Maria S. Tanah dalam perspektif hak ekonomi, sosial, dan budaya. Jakarta : Penerbit Buku Kompas, 2008.

Setiawan, Yudhi. Instrumen hukum campuran (gemeenschapelijkrecht) dalam konsolidasi tanah. Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2009.

Jurnal :

Ariyani, Ni Made Desy, dan I. Wayan Parsa. "Konsolidasi Tanah Sebagai Upaya Meningkatkan Efisiensi Dan Produktivitas Pemanfaatan Tanah Perkotaan Secara Optimal.” Kertha Negara: Journal Ilmu Hukum 7”, no. 4: 1-15.

Candrakirana, Isabela, Oloan Sitorus, dan Widhiana Hestining Puri. "Konsolidasi Tanah perkotaan sebagai instrumen pengadaan tanah bagi kepentingan umum." BHUMI: Jurnal Agraria dan Pertanahan 40 (2014): 649-662.

Djanggihi, Hardianton, dan Salle Salle. "Aspek Hukum Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum." Pandectat: Research Law Journal 12, no. 2 (2017): 165-172.

Kapoh, Scivi Junifer. "Pengaturan Konsolidasi Tanah Untuk Pembangunan Perumahan Menurut UU No. 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman." LEX ET SOCIETATIS 5, no. 6 (2017).

Mariadi, Ni Ny, dan I. Gede Surata. "Pelaksanaan Pembagian Tanah Oleh Pemerintah Kabupaten Buleleng Kepada Masyarakat Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 Tentang Pembagian Tanah Dan Pemberian Ganti Kerugian Di Kecamatan Dan Kabupaten Buleleng" Kertha Widya 6, no. 2 (2019).

Nurlindan, Ida. "Metode Konsolidasi Tanah untuk Pengadaan Tanah yang Partisipasif dan Penataan Ruang yang Terpadu." Jurnal Hukum Iusy Quiat Iustum 18, no. 2 (2011): 161-174.

Nurlinda, Ida, and Ani Pujiwati. "Konsolidasi Tanah: Studi Kasus Kecamatan Gedebage, Kota Bandung." MIMBAR: Jurnal Sosial dan Pembangunan 27, no. 1 (2011): 87-96.

Prastika, Ida Bagus, and I. Nyoman Wita. "Pengendalian Tata Ruang Dalam Pembangunan Dan Perencanaan Tata Kota.” Kertha Negara: Journal Ilmu Hukum.”

Ramadhonan, Ana. "Pelaksanaan Konsolidasi Tanah Perkotaan Untuk Pembangunan Jalan By Pass Di Kota Bukittinggi." JCH (Jurnal CendekiaT Hukum) 3, no. 1 (2017): 73-84.

Rahayu, Desak Putri Tri dan Ketut Tjukup, “Pengaturan Hukum Terhadap Penataan Ruang Di Kota Denpasar dalam Mengimplementasikan Fungsi Sosial Tanah dari Perspektif Agraria”, Kertha Negara: Journal Ilmu Hukum 6, no. 2: 1-15

Suyasa, I. Putu Oka, dan I. Gusti Ngurah Parwata. "Tinjauan Yuridis Pemanfaatan Lahan Desa Suwung Kauh Sesbagai Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung Kertha Negara: Journal Ilmu Hukum.”

Wisnawa, Kadek. "Perubahan Pemanfaatan Lahan Pelaba Pura Di Desa Pekraman Panjer, Kota Denpasar. RUANG: Jurnal Lingkungan Binaan (SPACE: Journal of the Built Environment) 2, no. 1 (2015).

Wijaya, Gede Putra, dan Triyono Ana Silviana. "Praktik Konsolidasi Tanah Perkotaan Sebagai Alternatif Model Pembangunan Wilayah Perkotaan Tanpa Pembebasan Tanah." Diponegoro Law Journal 5, no. 2 (2016): 1-18.

Jurnal Kertha Negara Vol. 8 No. 8 Tahun 2020, hlm. 1-11

11