PENERAPAN DEPORTASI TERHADAP WARGA NEGARA ASING DI WILAYAH INDONESIA DALAM KAITANNYA DENGAN HAK ASASI MANUSIA

Oleh:

Putu Eni Aprilia Arsani∗∗

Made Maharta Yasa∗∗∗

Program Kekhususan Hukum Internasional dan Hukum Bisnis Internasional

Fakultas Hukum Universitas Udayana

Abstrak

Perkembangan transportasi yang pesat menggiring tumbuhnya angka perpindahan penduduk antar negara sehingga perlunya Indonesia sebagai anggota masyarakat Internasional untuk meregulasi proses keimigrasian. Negara yang berdaulat memiliki hak untuk menerima, menolak ataupun mengembalikan warga negara asing yang memasuki wilayahnya. Tetapi dengan hak yang dimiliki ini tidak serta merta negara dapat semena-mena mengembalikan warga negara asing dengan cara deportasi. Penelitian ini ditujukan untuk memberi wawasan mengenai penjaminan hak asasi manusia dalam proses deportasi di Indonesia. Metode penulisan yang digunakan berjenis yuridis normatif, yaitu analisis mengenai asas, teori, konsep, serta pasal-pasal. Warga negara asing yang melanggar keimigrasian di wilayah Indonesia tetaplah manusia yang memiliki hak asasinya. Deportasi seringkali menjadi tindakan jalan pintas dalam suatu kasus yang dilakukan warga negara asing di Indonesia, padahal deportasi bukanlah satu-satunya tindakan hukum yang dapat diterapkan. Hal ini bisa saja melanggar hak asasi manusia untuk dapat diadili dan didengar pembelaannya di hadapan Pengadilan. Mengatasi permasalahan ini penegak hukum keimigrasian memiliki peran yang penting dalam penegakan hak asasi manusia bagi warga negara asing tersebut dengan cara melakukan proses hukum yang

Tulisan ialah tulisan ilmiah diluar ringkasan skripsi

∗∗ Putu Eni Aprilia Arsani sebagai penulis ialah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana, apriliaebu@gmail.com

∗∗∗ Made Mahartayasa, SH., MH. sebagai pendamping ialah Dosen Bagian Hukum Internasional dan Hukum Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana, maharta_yasa@unud.ac.id

selaras dengan ketentuan peraturan perundangan, prinsip kemanusiaan dan kode etik profesinya sebagai pegawai imigrasi.

Kata Kunci : keimigrasian; warga negara asing; deportasi; hak asasi manusia

Abstract

Rapid Transportation Development led to the growth of population movements between countries so the need for Indonesia as a member of the international community to regulate immigration process. Sovereign States have the right to accept, refuse or return foreigners entering their territories. But with this right it does not necessarily give the country arbitrarily return a stranger by means of deportation. This research aims to provide insight into the human rights guarantee in the process of deportation in Indonesia. The writing methods used are normative, i.e. analysis of principles, theories, concepts, and chapters. Foreign citizens who violate immigration in Indonesian territory remain human beings who have their rights. Deportation is often the act of a shortcut in a case of foreign nationals in Indonesia, but deportation is not the only legal action that can be applied. This could have violated the human rights to be judged and heard of his defence before the court. Addressing this problem immigration law enforcement has an important role in the enforcement of human rights for the Stranger by means of legal process in accordance with the provisions of legislation, humanitarian principles and ethical code of conduct as an immigration officer.

Keywords:  immigration; Foreign nationals; Deportation;

Human Rights

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1 . Latar Belakang Masalah

Perkembangan transportasi tentu turut mempengaruhi perpindahan penduduk antar negara yang dapat terjadi dengan mudah dan cepat. Perpindahan penduduk yang semakin mudah didasari akibat pemetaan negara-negara yang sudah berubah dan juga perubahan struktur organisasi masyarakat. Tujuan perpindahan penduduk inipun beragam dari hanya untuk tujuan wisata atau sebagai turis, hingga tujuan untuk menetap di negara

lain Hal ini tentu harus diregulasi mengingat karena mudahnya perpindahan penduduk tersebut.

Warga Negara Asing yang memasuki suatu wilayah dí luar negaranya harus turut mengikuti peraturan perundang -undangan dari suatu negara yang dimasukinya sebagai bentuk penghormatan kedaulatan negara tersebut.1 Dalam menyikapi perpindahan penduduk antar negara ini, Indonesia memiliki berbagai regulasi dan prosedur dalam menerima penduduk yang berkewarganegaraan asing untuk datang ke Indonesia. Regulasi yang diterapkan tentu suatu cerminan dari negara Indonesia yang dilandasi dengan konstitusi UUDNRI 1945. Hal ini perlu dilaksanakan secara tegas guna menghindari permasalahan hukum yang dapat mengganggu keamanan dan pertahanan negara. Terlebih penting lagi adalah regulasi ini menunjukkan kedaulatan negara Indonesia di mata dunia. Dengan kedaulatannya ini, Indonesia berhak menjalankan regulasi yang dimilikinya secara mutlak terhadap penduduk imigrasi yang datang ke Indonesia walau tidak membatasi hak asasi dari warga negara asing tersebut.

Berlandaskan permasalahan diatas, digunakan judul “Penerapan Deportasi Terhadap Warga Negara Asing Di Wilayah Indonesia Dalam Kaitannya Dengan Hak Asasi Manusia”.

  • 1.2    Rumusan Masalah

Mengacu pada permasalahan diatas, maka rumusan masalah yang diangkat antara lain:

  • 1.    Bagaimanakah pengaturan mengenai deportasi terhadap warga negara asing di wilayah Indonesia?

  • 2.    Bagaimanakah deportasi warga negara asing ditinjau dari pengaturan hak asasi manusia?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Indonesia mengatur pelaksanaan deportasi terhadap warga negara asing jika ditinjau dari pengaturan hak asasi manusia.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1.    Metode Penelitian

Penulisan ini berlandaskan atas metode yuridis normatif, yang dilakukan dengan cara memberi analisis mengenai asas, teori, konsep serta pasal-pasal.2 Hal ini berkaitan dengan peraturan terkait permasalahan diatas serta merujuk pada pendekatan perundang-undangan yang menjadi objek penelitian, yaitu: sampai sejauh mana kesesuaian hukum positif tertulis antara satu sama lainnya.

  • 2.2.    Hasil dan Pembahasan

    1.    Pengaturan Deportasi Terhadap Warga Negara Asing di Wilayah Indonesia

J.G.Starke mengungkapkan bahwa keimigrasian melingkupi seluruh pelaksanaan penegakan hukum dari suatu negara untuk memberi izin warga negara asing masuk ke wilayah kedaulatannya ataupun menolaknya. Hukum suatu negara berlaku terhadap sewarga negara asing yang memasuki wilayah negara tersebut selayaknya yang berlaku pada warga negaranya sendiri, walaupun tidak sama rata.3

Deportasi erat kaitannya dengan bidang keimigrasian sehingga sedikit banyak lebih diatur dalam Undang-undang No.6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Deportasi merupakan suatu tindakan administratif keimigrasian yang dilaksanakan secara paksa untuk mengeluarkan warga negara asing yang melakukan ataupun diduga melakukan kegiatan berbahaya atas ketertiban umum dari wilayah Republik Indonesia dimana pelaksanaannya hanya diberikan wewenangnya kepada pejabat keimigrasian. Pada pasal 75 ayat (2) mengatur mengenai tindakan administratif menindaklanjuti permasalahan keimigrasian menempatkan proses deportasi dalam hierarki terakhir sehingga deportasi merupakan jalur terakhir oleh negara untuk menindaklanjuti warga negara asing yang diduga dapat merusak ketertiban dan membahayakan keselamatan orang banyak ataupun menentang pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pelaksanaan deportasi dapat pula dilaksanakan terhadap orang yang memiliki riwayat tindakan hukum di negara asalnya, sehingga Indonesia memiliki wewenang untuk mendeportasi warga negara asing ini guna melanjutkan pelaksanaan hukum yang seharusnya di negara asal warga negara asing tersebut (Pasal 75 ayat (3)). Sehingga ada keterkaitan antara Deportasi dan Ekstradisi. Perbedaan ekstradisi dengan deportasi, yaitu: berdasarkan ada tidaknya perjanjian antara kedua belah negara untuk melakukan tindakan terhadap suatu warga negara dari salah satu negara yang memiliki riwayat hukum. Jadi dalam proses ekstradisi, diperlukannya suatu perjanjian antara kedua negara. Ekstradisi diawali dengan berpindahnya warga negara asing yang terlibat permasalahan hukum dari negaranya ke negara lain. Warga negara asing tersebut apabila sampai di Indonesia maka dianggap ancaman karena diduga dapat mengganggu

ketertiban umum dan dapat melakukan kejahatan. Jikalau negara dari warga negara asing tersebut meminta Indonesia untuk mengembalikan warga negaranya untuk dapat diproses hukum, maka Indonesia memiliki kemungkinan untuk menolak ataupun menyetujui. Maka disinilah diperlukan adanya perjanjian kedua negara untuk mengembalikan warga negara asing tersebut sehingga dapat dilaksanakannya ekstradisi.

Sehingga bedanya dengan deportasi, yaitu: tidak adanya perjanjian antara negara penerima dan negara asal warga negara asing. Indonesia dalam hal terdapat penduduk yang tinggal secara ilegal di wilayahnya, maka dengan kedaulatan yang dimilikinya Indonesia dapat mengembalikan warga negara asing tersebut ke negara asalnya tanpa persetujuan negara asal.

Berkaitan dengan ijin tinggal, tertuang jelas dalam Pasal 78 ayat (1) UU Keimigrasian bahwa warga negara asing hendaknya mengurus surat ijin tinggal. Lebih lanjut dijelaskan apabila sudah dipegang, maka warga negara asing ini memiliki hak untuk tinggal di wilayah Indonesia sesuai dengan batas waktu yang tertera. Apabila setelah habis masa berlaku dari Izin Tinggal, warga negara asing tersebut masih mendiami wilayah Indonesia terhitung kurang dari 60 hari diluar batas waktu Izin Tinggal, maka warga negara asing tersebut dapat dibebankan biaya beban yang bersesuaian dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya Lebih dari 60 hari terhitung dari habisnya masa berlaku Izin Tinggal, warga negara asing tersebut masih mendiami wilayah Indonesia maka Indonesia memiliki hak untuk melaksanakan Tindakan Administratif seperti mengembalikan warga negara asing tersebut dengan cara deportasi maupun

dengan penangkalan.4 Selanjutnya dalam ayat 2 diatur mengenai warga negara asing kaitannya dengan pembayaran biaya beban, maka “Tindakan Administratif Keimigrasian berupa Deportasi dan Penangkalan dapat dilakukan apabila warga negara asing tidak memenuhi kewajibannya untuk membayar biaya beban”.

  • 2.    Deportasi Terhadap Warga Negara Asing Ditinjau Dari Pengaturan Hak Asasi Manusia

Negara berhak untuk mendeportasikan warga negara asing tersebut tetapi juga dibatasi oleh prinsip-prinsip hukum internasional terhadap perlakuan warga negara asing dengan diadakannya perjanjian internasional.5 Walaupun Indonesia sebagai negara penerima imigran memiliki hak untuk memberikan tindakan hukum terhadap warga negara asing yang berada di wilayahnya, namun hak ini tentu dibatasi oleh hak imigran itu sendiri yang memiliki hak asasi manusia. Walaupun deportasi merupakan suatu tindakan paksa, tetapi implementasinya tidak boleh melewati nilai-nilai kemanusiaan dan hak asasinya.

Hak sipil dan politik seseorang bisa saja dilanggar apabila orang itu dideportasi dengan cara semena-mena dan tidak manusiawi. Walaupun deportasi merupakan suatu tindakan paksa, tetapi implementasinya tidak boleh melewati nilai-nilai kemanusiaan dan hak asasinya.

Indonesia sendiri menjamin hak asasi manusia dengan memiliki Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia khususnya dalam pasal 34 bahwa “Setiap orang tidak boleh diasingkan atau dibuang secara sewenang-wenang” yang bersumber dari Pasal 9 Universal Declaration of Human Rights. Konsep-konsep mengenai hak asasi manusia secara fundamental

bercikal bakal dari Universal Declaration of Human Rights sehingga keberlakuan hak asasi manusia di dunia ini bersifat umum dan universal.6 Dari cikal bakal inilah hendaknya hak asasi manusia diakui dan dilindungi oleh negara-negara anggota PBB sebagai negara yang bermoral.7 Diharapkan Indonesia dan negara-negara anggota PBB lainnya dapat memajukan dan menegakkan prinsip ini sebagai bentuk perlindungan hak asasi manusia di seluruh negara.8 Sifatnya yang soft law tidak membuat UDHR memiliki kekuatan yang tidak mengikat.

Adapun juga Konvensi Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik juga turut mengatur hak asasi imigran. Berdasarkan ketentuan perjanjian ini yang termuat dalam Pasal 13 bahwa pelaksanaan deportasi terhadap warga negara asing tersebut semata-mata untuk kepentingan hukum bukanlah kepentingan politik negara yang mendeportasi.

Salah satu kasus pendeportasian yang dilakukan Indonesia yang perlu dikritisi adalah mengenai kasus deportasi terhadap empat warga negara asing yang menjadi tenaga kerja asing ilegal di Bali. Mereka dituntut dengan Pasal 122 huruf (a) Undang-Undang Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian karena penyalahgunaan Visa On Arrival yang dimilikinya dengan bekerja di sebuah salon di Oberoi, Bali. Adapun mereka antara lain Marina Naloni Bozlee (18), Nicholas William Thomas Jones (22), Nancy May Evans (23) dan Steven Thomas Gibbs (25).

Berdasarkan kasus di atas, terhadap keempat tenaga kerja asing ilegal tersebut diambil jalur penyelesaian deportasi dan

selanjutnya dilakukan penangkalan 6 (enam) bulan untuk tidak masuk ke wilayah Indonesia. Kedua penyelesaian ini adalah bentuk tindak administratif keimigrasian. Penyelesaian terhadap kasus serupa tidak hanya berbentuk tindak administratif keimigrasian saja, tetapi adapun tindakan yuridis. Landasan hukum yang digunakan dalam kasus tersebut untuk memberikan sanksi hukum adalah Pasal 122 huruf (a) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011.

Ketentuan pasal tersebut sama sekali tidak menyebutkan mengenai deportasi dan penangkalan, melainkan hanya menjelaskan mengenai tindakan yuridis yaitu pidana penjara dan pidana denda. Pasal ini bermakna bahwa terhadap warga negara asing yang menjadi tenaga kerja ilegal di Indonesia harusnya diselidiki dan diproses di persidangan. Karena pada sesungguhnya, setiap orang berhak untuk didengar keterangannya di depan umum secara adil dan tidak memihak, walaupun warga negara asing sudah melakukan tindakan melawan hukum, tetap ia memiliki hak asasinya untuk memberi penjelasannya di persidangan. Begitupun terhadap keempat imigran ini seharusnya pelaksanaan hukumnya dipisah dan sendiri-sendiri.

Dalam kasus di atas, pemerintah seakan enggan untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut dan memilih untuk langsung mendeportasi warga negara asing tersebut. Deportasi dianggap tindakan yang paling efisien karena kepraktisannya mengembalikan warga negara asing ke negaranya dibandingkan dengan melakukan penyelidikan dan persidangan yang menghabiskan waktu dan biaya. Walaupun negara memiliki yurisdiksi untuk mendeportasi warga negara asing, tetapi tetap hak ini dibatasi oleh hak asasi yang dimiliki warga negara asing itu sendiri. Dengan melaksanakan deportasi secara cepat tanpa

melakukan penyelidikan bukti-bukti secara lengkap, tentu sudah melanggar hak asasi manusia yang bersesuaian dengan Pasal 10 UDHR.

Padahal sesungguhnya Indonesia melalui bidang keimigrasian sudah menyadari akan pentingnya perlindungan hak asasi manusia. Hal ini dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian di bagian menimbang yaitu : “…b. bahwa perkembangan global, …. sehingga diperlukan peraturan perundang-undangan yang menjamin kepastian hukum yang sejalan dengan penghormatan, pelindungan, dan pemajuan hak asasi manusia;…”

Pegawai Negeri Sipil dalam bidang keimigrasian tentu perlu memiliki etika dalam memperlakukan WNA yang hendak dideportasi. Pelaksanaan deportasi terhadap warga negara asing harus menjunjung tanpa keberpihakan antara Hak Asasi Manusia dan kedaulatan negara. Pelaksanaan penegakan HAM ini juga perlu diiringi dengan koordinasi antara pegawai Imigrasi itu sendiri dengan perwakilan pemerintah asing yang ada di Indonesia mengenai warga negaranya yang mengalami deportasi.

Adapun Konvensi Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya turut berperan dalam perlindungan imigran. Konvensi ini mengakui hak setiap orang untuk hidup dengan layak baginya dan keluarganya dan secara berkelanjutan. Negara hendaknya mengambil langkah yang memadai dalam proses deportasi warga negara asing agar tetap hak asasi manusia untuk hidup layak dapat terealisasikan.

Dalam hal ini, warga negara asing yang hendak dideportasi diperlakukan secara layak dan bersesuaian dengan ketentuan pasal di atas dalam ruang atau rumah detensi imigrasi. Selain itu, deportasi merupakan tindakan administratif yang sifatnya

individual. Tidak ada anggota keluarga atau siapapun kerabat dari warga negara asing yang hendak dideportasi, mendapat perlakuan tidak layak ataupun turut dideportasi. Walaupun anggota keluarga melakukan tindakan yang membuatnya harus dideportasi, proses deportasi tidak dapat dilakukan secara massal. Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan harus diproses secara terpisah dan sendiri-sendiri.

Terhadap warga negara asing yang merupakan anak-anak, ataupun hal-hal yang menyebabkan warga negara asing terpisah dengan anak-anaknya, maka pegawai imigrasi turut memperlakukan anak-anak ini secara khusus. Hal ini diatur pula dalam Pasal 14 ayat (1) Konvensi Internasional tentang Hak Sipil dan Politik. Tidak lupa pula bagi warga negara asing yang memiliki disabilitas, mereka berhak difasilitasi akomodasi yang beralasan dan diperlakukan dengan prinsip kesetaraan.

  • III.    PENUTUP

    • 3.1.    Kesimpulan

Perpindahan penduduk internasional sebagai bentuk globalisasi yang dialami Indonesia menuntut pemerintah untuk turut serta dalam meregulasi perpindahan ini. Hukum imigrasi Indonesia bernaung di bawah Undang-undang Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian dan ratifikasi konvensi-konvensi internasional mengenai keimigrasian.

Dengan regulasinya ini, Indonesia sebagai negara yang menerima imigran warga negara asing memiliki hak untuk menerima, menolak dan mengembalikan warga negara asing itu ke negara asalnya, sebagai bentuk kedaulatan negara terhadap wilayah teritorialnya. Namun dalam pelaksanaan deportasi, warga

negara asing tidak boleh dikembalikan dengan cara semena-mena terlebih lagi memperoleh tindak kekerasan.

  • 3.2.    Saran

Indonesia wajib menghormati hak asasi manusia dengan menjamin hak asasi manusia setiap penduduk baik itu warga negara Indonesia ataupun asing demi keberlangsungan keharmonisan dan keamanan dunia. Perlu dikembangkan lagi kesadaran pentingnya penghormatan terhadap hak asasi manusia karena hak inilah yang dibawa sejak lahir dan eksistensi seorang manusia. Perlu prinsip praduga tak bersalah terhadap warga negara asing yang mengalami deportasi dan sedang menjalani proses penyelidikan dan penyidikan. Mereka berhak untuk diadili dan memiliki kesetaraan di mata hukum. Mereka tidak pantas dihakimi dengan bentuk perlakuan semena-mena, sampai akhirnya vonis dijatuhkan dan pelaksanaan deportasi dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Starke, J.G.,  2007, Pengantar Hukum Internasional, Edisi

Kesepuluh, Sinar Grafika, Jakarta

Zainuddin, 2011, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta

Kusumaatmadja, Mochtar, 1999, Pengantar Hukum Internasional, Buku I, Putra Abardin, Bandung

Mauna, B., 2011, Hukum Internasional Pengertian, Peran, dan

Fungsi Dalam Era Dinamika Global, Edisi Kedua, Cetakan

Keempat, PT. Alumni, Bandung

Zein, Y.A., 2012, Problematika Hak Asasi Manusia (HAM), Liberti, Yogyakarta

Sabon, M.B., 2014, Hak Asasi Manusia: Bahan Pendidikan untuk Perguruan Tinggi, Universitas atma Jaya, Jakarta

Jurnal Ilmiah

Arsika, I Made Budi et al, 2016, Isu Hak Asasi Manusia dalam Penerapan Deportasi terhadap Tenaga Kerja Asing, Universitas Negeri Semarang

Artikel dan Internet

Bekerja di Salon, Imigrasi Bali Deportasi 4 Turis. URL https://www.kabarnusa.com/2014/11/kerja-di-salon-imigrasi-bali-deportasi.html

Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan Lembaga

Undang-Undang No. 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian

Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Instrumen Internasional

Declaration of Human Rights

International Covenant on Civil and Political Rights

International Convention on the Protection of the Rights of All

Migrant Workers and Members of their Families (ICRMW)

13