PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM TRANSAKSI PERDAGANGAN BARANG CACAT TERSEMBUNYI MELALUI INTERNET
on
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM TRANSAKSI PERDAGANGAN BARANG CACAT TERSEMBUNYI MELALUI INTERNET*
Oleh :
Ni Ketut Esa Savitri Mahawyahrty**
Ayu Putu Laksmi Danyathi*** Program Kekhususan Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRAK
Di era globalisasi pada ini, sangat penting bagi konsumen untuk mengetahui bahwa konsumen berhak untuk mendapatkan perlindungan ketika berhubungan dengan produsen dalam melakukan transaksi perdagangan secara online apabila dipihak konsumen dirugikan maka konsumen dapat menuntut agar produsen mempertanggungjawabkan kerugian yang dialami konsumen. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui dan memahami perlindungan konsumen pada ruang lingkup produk cacat yang dibeli melalui transaksi internet dan mengetahui bentuk pertanggungjawaban produsen terhadap barang– barang yang dipasarkan melalui Internet. Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu menggunakan metode penelitian normatif.
Perlindungan konsumen atas produk cacat yang dibeli melalui transaksi internet berhak mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Konsumen dapat mengajukan klaim ke produsen apabila terjadi cacat produk dan konsumen juga berhak mendapatkan suatu kompensasi akibat cacat produk tersebut. Dengan tingginya kemungkinan risiko dari transaksi jual beli melalui internet maka konsumen perlu meningkatkan ketelitian dan kehati-hatian serta bagi pihak produsen diharapkan dalam menentukan persyaratan yang mudah dipahami konsumen.
Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Transaksi melalui internet
ABSTRACT
In the era of globalization on this, it is important for consumers to know that consumers are entitled to protection when dealing with manufacturers in conducting online trading transactions when a consumer side is injured, consumers can demand that producers account for losses incurred by consumers. The purpose of this research is to know and understand how consumer protection in the scope of defective products purchased through internet transactions and know the form of the manufacturer's liability for goods marketed through the Internet. The method used in this research is to use normative legal approaches. Consumer Protection of defective products purchased through internet transactions is entitled to compensation, indemnity and/or replacement if the goods or services received are not in accordance with the Agreement or not as appropriate. Consumers can file a claim to the manufacturer in case product and consumer defects are also entitled to a compensation due to the product defect. With the high possible risk of buying and selling transactions over the Internet, consumers need to improve their thoroughness and prudence as well as to the producers are expected to determine the requirements that consumers easily understand.
Keywords: Legal Protection, Transactions via the internet
Teknologi internet tidak dibatasi oleh waktu maupun ruang bermakna seseorang bisa masuk dan mengeksploitasi apa saja di dalam Internet dan tentu saja di dalam Internet ada subyek, pola pikir, kebudayaan di dalamnya berbaur menjadi satu yang pada realitanya menciptakan moralitas yang global yakni percampuran berbagai macam budaya dan pola pikir. Konsekwensi dan hubungannya dengan dunia perdagangan adalah maraknya transaksi-transaksi perdagangan yang dilakukan melalui Internet, yaitu untuk mengetahui kualitas produk, dimana produk tersebut dibuat dan informasi lain tentang produk yang bersangkutan, semuanya dapat diperoleh di Internet.
Namun tidak semua transaksi melalui Internet dapat berlangsung dengan mudah dan lancar, karena secanggih apapun suatu teknologi pasti mengandung sebuah risiko yang belum
pernah terpikirkan sebelumnya. Demikian pula hal dengan transaksi di Internet yang juga mengandung risiko terutama dalam hal keamanan pembayaran. Selain itu pada transaksi melalui Internet, konsumen dalam keadaan sama sekali belum mengetahui wujud konkrit barang yang akan dibelinya, konsumen akan melihat produk melalui iklannya saja, sedangkan di sisi lain konsumen harus melaksanakan kewajibannya dalam bentuk membayar harga barang dan ongkos pengirimannya kepada penjual, kondisi ini mempoisisikan konsumen pada kondisi yang kurang kuat.
Penting sekali bagi konsumen untuk mengetahui bahwa sebenarnya mereka berhak untuk mendapatkan perlindungan ketika berhubungan dengan penjual atau produsen dalam melakukan transaksi perdagangan sehingga ketika terjadi kerugian dipihak konsumen yang disebabkan oleh penjual atau produsen maka konsumen dapat menuntut agar penjual ataupun produsen mau mempertanggungjawabkan kerugian yang dialami konsumen. Masalah perlindungan konsumen akhir-akhir ini mendapat sorotan masyarakat karena dalam praktek banyak dijumpai barang berkualitas rendah yang dihasilkan produsen.
Peran dari Hukum terhadap Perlindungan konsumen terdiri dari aspek hukum privat dan aspek hukum publik. Aspek hukum privat sesuai yang diatur pada Pasal 4 Undang-Undang Konsumen yaitu mengenai hak dan kewajiban dari konsumen. Sedangkan aspek hukum publik merupakan aspek hukum yang dimanfaatkan oleh negara, instansi pemerintah untuk melindungi kepentingan subyektif dari konsumen 1 secara hukum antara pengusaha dan konsumen di sini memiliki hubungan yang sangat dekat dan
saling memerlukan, dilihat dalam Undang Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UU Perlindungan Konsumen) pada Pasal 3 bertujuan untuk peningkatan kesadaran konsumen, kemampuan dan kemandirian guna melindungi diri mereka sendiri, mengangkat martabat konsumen dengan menghindari akses negatif terhadap penggunaan barang dan jasa, meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih untuk menentukan dan mengklaim hak-hak mereka sebagai konsumen, menciptakan sistem perlindungan konsumen, menciptakan kesadaran pelaku usaha konsumen mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga sikap jujur dan bertanggung jawab tumbuh dalam bisnis, meningkatkan kualitas barang dan jasa yang menjamin kelangsungan bisnis menghasilkan barang dan jasa untuk kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Dengan demikian produsen membutuhkan konsumen supaya mau membeli hasil produksinya, sebaliknya konsumen membutuhkan produsen untuk menyediakan barang dan jasa untuk pemenuhan kebutuhannya, sehingga kemudian terjadi hubungan timbal balik yang menciptakan hak dan kewajiban secara seimbang, di samping itu juga harus ada peraturan memadai agar kepentingan pihak produsen dan pihak konsumen terakomodasi.
Berdasar latar belakang, maka bisa dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
-
1. Bagaimana perlindungan konsumen atas produk cacat yang dibeli melalui transaksi melalui internet?
-
2. Apa bentuk pertanggung jawaban produsen terhadap barang-barang cacat yang dipasarkan melalui Internet?
Tujuan dari penulisan ini adalah :
-
1. Mengetahui dan memahami bagaimana perlindungan konsumen pada ruang lingkup produk cacat yang dibeli melalui transaksi internet.
-
2. Mengetahui bentuk pertanggungjawaban produsen terhadap barang–barang yang dipasarkan melalui
Internet.
Padal penelitianl metode yangl digunakanl adalah jenisl penelitianl normatif, dalam metode ini menggunakan sumber bahan hukum. Penelitianl kepustakaanl bertujuan untuk mencari kepastian hukum denganl caral mempelajari buku-buku literatur, majalah, surat kabar, dokumen, peraturanl perundang-undanga l yang berlaku
-
2.2. Hasil dan Analisis
2.2.1. Perlindungan Konsumen Terhadap Produk Cacat yang Dibeli Melalui Transaksi Internet
Keberadaanl E-Commerce saat ini sudah mulai membaik (stabil) denganl adanyal Undang-Undang No 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang–Undangl No.11 Tahunl 2008 Tentang Informasi danl Transaksi Elektronik, denganl adanyal kemajuanl Elektronik, sebagaimanal padal Pasal 3 menyebutkanl bahwal Pemanfaatanl Teknologi Informasi danl Transaksi Elektronik dijalankanl berdasar prinsip kepastianl hukum, iktikad baik,
kehati–hatian, manfaat, danl kebebasanl dalam memilih teknologi ataupunl netral teknologi.
Isu hukum mengenai perlindunganl konsumenl semakinl mendesak dalam kasusl konsumenl yangl melakukanl transaksi E-Commerce denganl pedagangl di negaral lain.2 Dalam penipua l pembelianl danl penjualanl jarak jauh sedemikianl seringl terjadi danl denganl demikianl konsumenl harusl dilindungi, penipuanl tersebut dapat terjadi yangl melibatkanl keberadaanl penjual, barangl yan l dibeli, danl pesananl pembelianl danl pembayaranl oleh pembeli, penipuanl yangl berkaitanl denganl keberadaanl penjual misalnyal bahwal penjual, yaitu toko virtual yangl dimaksud, adalah toko fiktif. Barangl yangl dikirim oleh penjual antaral lainl barangl yangl
tidak dikirim ke pembeli, adal keterlambatanl pengirimanl yangl
lama, adal kerusakanl padal barangl yan l dikirim atau barangl yan l dikirim cacat, da l lain-lain. Sedangkanl yangl berhubunganl denganl pesananl pembelianl danl pembayaranl oleh pembeli ditolak oleh penjual kebenarannya.
Dalam permasalahan produk cacat yang diterima oleh konsumen dan tidak sesuai dengan apa yang telah dipromosikan, lebih tegasnya lagi diatur dalam Pasal 8 ayat (1) huruf f Undang-Undang Perlindungan Konsumen melarang pelaku usaha untuk memperdagangkan barang/jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangam, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut. Jadi jika pelaku usaha melanggar pasal ini merupakan suatu bentuk pelanggaran/larangan bagi pelaku usaha dalam
memperdagangkan barangnya.
Sebagai konsumen sesuai Pasal 4 huruf h Undang-Undang Perlindungan Konsumen, berhak mendapatkan kompensasi, ganti
rugi dan/atau penggantian apabila barang atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Sedangkan bagi pelaku usaha sesuai Pasal 7 huruf g Undang-Undang perlindungan Konsumen berkewajiban memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Transaksi jual beli dilakukan secara online berdasarkan Undang-Undang No 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang–Undangl No.11 Tahunl 2008 Informasi danl Transaksi Elektronik dan/atau Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik tetap diakui sebagai transaksi elektronik yang dapat dipertanggung jawabkan. Terkait dengan perlindungan konsumen, Pasal 48 ayat (1) Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik menegaskan bahwa pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Eleketronik wajib menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak,produsen, dan produk yang ditwarkan.
Jika barang yang diterima tidak sesuai dengan apa yang sudah dijanjikan maka Pasal 48 ayat (3) Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik mengatur dengan tegas yaitu pelaku usaha wajib memberikan batas waktu kepada konsumen dan/atau penerima kontrak untuk mengembalikan barang yang dikirim dan/atau jasa yang disediakan apabila tidak sesuai dengan kontrak atau terdapat cacat tersembunyi.
Undang-undangl harusl dapat denganl jelasl mendefinisikanl hubunganl hukum paral pihak yangl melakukanl transaksi E-Commerce. Firmanl Tumantaral Endipradjal menyatakanl bahwal
Hukum Konsumenl adalah: "Semual prinsip danl prinsip hukum yangl mengatur danl melindungi konsumenl dalam hubunganl da l masalah merekal denganl pemasok barangl atau jasa.3
Secaral umum danl fundamental hubunganl antaral Produsenl (perusahaanl yangl memproduksi barangl danl atau jasa) da l konsumenl (penggunal akhir dari barangl danl atau jasal untuk diri merekal sendiri atau keluargal mereka) adalah hubunganl yan l berkelanjutan.4 Hubunganl terjadi karenal keduanyal benar-benar salingl menginginkanl danl memiliki tingkat ketergantunganl yangl cukup tinggi antaral satu danl yangl lainnya.
Berbagai asasl yangl seharusnyal ditegakkanl menjadi solusi penegakanl hukum perlindunganl konsumenl adalah perlunyal secaral konsistenl upayal terusl menerusl untuk menerapka l prinsip–prinsip di bawah ini sebagai langkah konkrit :5 a. Menjunjungl tinggi larangan–laranganl yangl dikelompokkanl menjadi tindakanl pelaku bisnisl yangl bisal mencegah
perdaganganl (restrainl onl trade) ; denganl katal lainl terkandungl laranganl bagi pelaku usahal untuk menggunakanl posisi dominanl yangl bertujuanl untuk membatasi pasar sertal pengembanganl teknologi, danl sebagainya.
-
b. Laranganl tindakanl pelaku bisnisl yangl mengakibatka l
berkurangnyal persainganl (lessenl kompetisi) berisi hak setiap anggotal masyarakat untuk diizinkanl melakukanl kegiatanl ekonomi apal pun.
-
c. Laranganl yangl memungkinkanl pelaku bisnisl untuk tidak memberikanl pilihanl padal konsumen. Laranganl ini
dimaksudkanl agar pelaku bisnisl tidak mencari konsentrasi kegiatanl produksi danl pemasaran.
Pelaku bisnisl di Indosesial dalam melakukanl aktivitasl usahanyal berdasar prinsip-prinsip persainganl bisnisl yan l sehat sambil keseimbanganl antaral kepentinganl pelaku bisnisl da l kepentinganl publik seharusnyal didasarkanl asas–asasl yangl haru l dipatuhi oleh paral pelaku usahal danl konsumenl sebagai berikut : a. Asasl keseimbangan
Dalam memasarkanl produk yangl dihasilkannyal produsenl tidak hanyal berorientasi padal pencarianl keuntunganl semat l (profit oriented) denganl mengabaikanl prinsip-prinsip berusahal yangl benar, tanpal memperhatikanl kedudukanl konsumenl sebagai pemakai produk.
-
b. Asasl keamananl danl keselamatan
Setiap konsumanl berhak jaminanl keamananl danl
keselamatanl dirinyal padal waktu menggunakanl barangl yangl ditawarkanl kepadal konsumenl oleh pengusaha.
Dalam pandanganl paral sarjana, tanggungl jawab ata l kerugianl yangl diakibatkanl oleh bendal didasarkanl padal ajaranl risiko, sementaral yurisprudensi Belandal berpendapat bahwal liabilitasl muncul ketikal kerugianl terjadi adalah akibat kelalaianl dalam mengontrol objek di bawah pengawasanl mereka.6
Pelaku Usaha bertanggung jawab atas kerugian yang di derita oleh konsumen karena adanya kelalaian dalam melaksanakan pelayanan jual beli secara online. Mengenai ketersediaan barang dengan rincianya yang dipaparkan dalam sebuah aplikasi jual beli online, pada dasarnya berada dalam tanggungjawab pihak penjual barang. Namun mengenai tanggungjawab terhadap setiap kerugian yang diderita oleh
konsumen sudah sepatutnya dibebankan pada pelaku usaha jual beli online, karena selama proses transaksi berlangsung dari pihak pelaku usaha jual beli online yang berhadapan langsung secara digital dengan konsumen.7
Konsumenl Indonesial masih seringl mengalami pristiwa yangl sangat merugikannyal baik secaral materiil maupunl immaterial. Sebagaimanal dinyatakanl oleh Bada l Pengembanganl Hukum Nasional Indonesia, di manal kekecewaanl diungkapkanl oleh konsumenl karenal kualitasl produk tidak memenuhi standar.
Kerugianl material atau bahayal bagi kehidupanl kosumenl diakibatkanl oleh ketidaksempurnaanl produk.8 Banyak produsenl yangl tidak menyadari tanggungl jawab produsenl dalam melindungi konsumenl atau memastikanl keselamatanl danl keamananl dalam mengkonsumsi produk yangl dihasilkan.
Product liability adalah istilah yangl dialih bahasakan menjadi tanggung jawab produk berbedal denganl pengajaranl pertanggungl jawabanl hukum padal umumnyal dimanal tanggungl jawab produk disebabkanl oleh keadaanl tertentu (produk cacat atau berbahay l bagi orangl lain) adalah tanggung jawab mutlak produsen yang disebut dengan strict liability.9 Kerugianl yangl diderital seseoran l menggunakanl produk cacat atau berbahaya, bahkanl penggunal
menjadi korbanl adalah tanggungl jawab absolut pengusahal atau setaral denganl itu.10 Produk dalam hal ini adalah a. Penghasil Produk.
-
b. Produsenl bahanl baku atau komponenl produk.
-
c. Setiap orangl yangl memasangl merek, nama, atau memberikanl tandal khususl untuk membedakanl produk merekal denganl orangl lain.
-
d. Tidak mengurangi tanggungl jawab pembuat produk, setiap importir produk dijual, disewakan, atau dipasarkan.
-
e. Setiap pemasok produk, jikal produk tidak dikenal atau pembuat produk diketahui tetapi importir tidak diketahui.
Denganl penerapanl tanggungl jawab absolut ini, pabrikanl telah dianggap bersalah atasl kerugianl konsumenl karenal produk cacat yangl relevan, kecuali jikal dial (pabrikan) dapat membuktikanl sebaliknyal bahwal kerugianl itu bukanl disebabkanl oleh pabrikan. Secaral umum, kompensasi akibat cacat padal barangl itu sendiri adalah tanggungl jawab penjual, denganl adanyal pertanggung-jawabanl produk daripadal kerugianl atasl barangl yangl dibeli, konsumenl dapat mengajukanl klaim berdasarkanl adanyal kewajibanl pabrikanl untuk menjaminl mutu suatu produk.
Permintaanl ini bisal dalam bentuk pengembalianl barangl sambil menuntut pengembalianl atasl hargal pembelian, atau bertukar barangl denganl kualitasl baik, klaim ini dapat ditujuka l padal produsenl danl jugal padal penjual sebagai pihak yangl memberikanl layananl untuk mendistribusikanl barangl atau produk dari produsenl untuk penjual (penyalur) berkewajibanl menjaminl kualitasl produk yangl merekal pasarkan. Yangl dimaksud denganl jaminanl padal kualitasl produk ini adalah jaminanl atau jaminanl bahwal barangl yangl dibeli sudah sesuai denganl standar kualitasl
produk tertentu. Jikal standar ini tidak dipenuhi makal pembeli atau konsumenl dapat memperoleh kompensasi dari produsenl / penjual. Pasal 1504 KUHPerdatal mengharuskanl penjual untuk menjaminl cacat tersembunyi yangl ditemukanl padal barangl yan l dijualnya. Cacat harusl berupal cacat yangl benar-benar sedemikianl rupal sehinggal menyebabkanl barangl tidak dapat digunakanl denganl benar, sesuai denganl kebutuhanl yangl harusl dijalani oleh objek itu sendiri. Atau hasil cacat dalam penguranganl kegunaa l objek dari penggunaanl yangl dimaksudkan.
Tentangl persoalanl penjual mengetahui atau tidak akanl menjadi cacat tidak menjadi masalah (Pasal 1506 KUH Perdata) apakah dial tahu atau tidak penjual harusl menjaminl semual cacat tersembunyi dalam barangl yangl dijualnya. Menurut Subekti dalam KUH Perdata: kata-katal tersembunyi ini seharusny l ditafsirkanl bahwal keberadaanl cacat tidak mudah dilihat oleh seseorangl yangl terlalu teliti, karenal sangat mungkinl bahwal seseorangl yangl sangat teliti akanl menemukanl cacat tersebut. Untuk cacat yangl mudah dilihat danl pembeli dapat melihat tanpal kesulitan, makal untuk cacat seperti itu penjual tidak bertanggungl jawab. Sebab cacat demikianl seharusnyal menjadi tanggungl jawab konsumenl (pembeli), dan cacat tersembunyi adalah cacat yang membuat barang itu tidak bisa digunakan sesuai dengan fungsinya dan cacat tersevut tidak diketahui oleh pembeli11
Di sinilah prinsip berlaku bahwal pembeli bertanggungl jawab atasl cacat yangl biasanyal perlu diperhatikanl danl mudah dilihat. Denganl demikianl cacat objektif mudah dilihat12 biasanyal tanp l pemeriksaanl yangl cermat dari ahli, merupakanl cacat yangl
tersembunyi. Dalam hal cacat tersembunyi padal barangl yangl dibeli, pembeli (konsumen) dapat mengajukanl klaim atau tindakanl untuk membatalkanl penjualanl danl pembelian, asalkanl ketentuanl tersebut dikembangkanl dalam waktu singkat, denga l perincianl sebagaimanal ditentukanl dalam Pasal 1508 KUHPerdata.
Kecuali penjual memintal dijanjikanl untuk tidak menanggungl apal punl jikal adal cacat tersembunyi padal barangl yangl dijualny l (Pasal 1506), makal itu berarti bahwal segalal cacat tersembunyi padal barangl yangl dibeli adalah risiko pembeli sendiri. Seperti dalam penjualanl barangl yangl sifatnyal mudah rusak, misalny l penjualanl barangl pecah belah (gelas, piringl danl sebagainya), jikal penjualannyal dalam jumlah besar, makal jikal penjual telah memintal yangl dijanjikanl tidak akanl menanggungl apal punl dalam hal cacat tersembunyi padal barangl yangl dijualnya, danl pembeli telah setuju, makal ini berarti adal cacat tersembunyi padal barangl yangl dibeli atasl risiko pembeli sendiri.13 Namun, konsumenl serin l terhambat oleh keterbatasanl atau pembebasanl dari tanggungl jawab pengusahal (produsenl danl penjual) atasl kerugianl yangl merekal derita, sebagaimanal tercantum dalam klausul yangl tercantum dalam perjanjianl standar yangl dibuat oleh pengusaha.
Undang–undangl Perlindunganl Konsumenl menyediakanl dual jenisl ruangl dalam menyelesaikanl perselisihanl konsumen, seperti penyelesaianl perselisihanl konsumenl melalui Pengadilanl danl penyelesaianl konsumenl di luar Pengadilan.14 Konsumenl di sini apabilal melakukanl tuntutanl tidak bisal menggugat produk/produsenl langsungl denganl tuduhan–tuduhanl yangl belum pasti, produsenl di sini memiliki tanggungl jawab kerasl dalam menyangkut terjadinyal kerugianl dari pihak kosumenl danl jugal
konsumenl apabilal menggugat ke Pengadilanl makal alasanl yan l harusl diajukanl adalah bahwal pihak konsumenl merasal dirugika l denganl pihak produsenl melalui transaksi internet.
Berdasar pembahasan, sehinggal bis l disimpulkanl sebagai
berikut :
-
1. Perlindungan Konsumen bagi pelaku usaha sesuai Pasal 7 huruf g UU perlindungan Konsumen berkewajiban memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Peraturan Pemerintah tentang
Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik dalam Pasal 48 ayat (3) juga mengatur dengan tegas yaitu pelaku usaha wajib memberikan batas waktu kepada konsumen dan/atau penerima kontrak untuk mengembalikan barang yang dikirim dan/atau jasa yang disediakan apabila tidak sesuai dengan kontrak atau terdapat cacat tersembunyi.
-
2. Pertanggung jawaban produsen terhadap barang-barang cacat yang dipasarkan melalui Internet adalah konsumenl dapat mengajukanl klaim berdasarkanl adanyal kewajibanl pabrikanl untuk menjaminl mutu suatu produk. Kompensasi akibat cacat padal barangl itu sendiri adalah tanggungl jawab penjual, denganl adanyal pertanggung-jawabanl produk daripadal kerugianl atasl barangl yangl dibeli. Permintaanl ini bisal dalam bentuk
pengembalianl barangl sambil menuntut pengembalianl atasl
hargal pembelian, atau bertukar barangl denganl kualitasl baik, klaim ini dapat ditujukanl padal produsenl danl jugal padal penjual sebagai pihak yangl memberikanl layananl untuk
mendistribusikanl barangl atau produk dari produsenl untuk penjual (penyalur) berkewajibanl menjaminl kualitasl produk yangl merekal pasarkan.
Adapun saran–sarannya sebagai berikut :
-
1) Dengan tingginya kemungkinan risiko dari transaksi jual beli melalui internet maka konsumen perlu meningkatkan ketelitian dan kehati-hatian juga, pengetahuan dalam bertransaksi melalui dunia maya untuk dapat menetapkan transaksi yang akan diambil, ini dapat dilihat dari setiap
persyaratan/perjanjian yang ditetapkan produsen dan kelengkapan bukti transaksi jual beli untuk memperkecil risiko konsumen terutama meminimalkan risiko menerima barang cacat dari transaksi tersebut.
-
2) Bagi pihak produsen diharapkan dalam menentukan persyaratan yang berupa perjanjian transaksi disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku, transparan, dan mudah dipahami konsumen, dengan tetap menjunjung tinggi kepuasan konsumen.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku
Barkatullah, Abdul Halim. 2014. Perlindungan Hukum bagi konsumen dalam Transaksi E-commerce. Pascasarjana FH UII Press. Yogyakarta.
Endipradja, Firman Tumantara. 2016. Hukum Perlindungan Konsumen. Setara Pers. Malang.
Juni, Sabarudin. 2015. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen dilihat Dari Segi Kerugian Akibat Barang Cacat dan
Berbahaya. Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum
Universitas Sumatra Utara. Medan.
Miru, Ahmadi. 2016. Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Ramli, Ahmad M. 2015. Cyber Law dan HAKI dalam sistem Hukum Indonesia. PT Refika Aditama. Bandung.
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, 2004, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk wetboek) Dengan Tambahan Undang-Undang Pokok Agraria dan Undang-Undang Perkawinan, Cet. XXXIV,Pradnya Paramita, Jakarta, h.374
Sidabalok, Janus. 2014. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Citra Aditya Bakti. Bandung.
Jurnal
Batas, Christian. 2014. Perlindungan Konsumen terhadap Produk Barang Cacat dan Berbahaya. Lex et Societatis. Vol. II No. 8.: 88-97.
Dita Dhaamya Natih, Perlindungan Konsumen Terkait Transaksi Jual Beli Barang Bermerek Palsu Secara Online. Vol. 7 No. 10
I Putu Agus Dharma Wijaya, Perlindungan Hukum dan Tanggung Jawab Para Pihak dalam Transaksi Bisnis Elektronik di Indonesia. Vol. 7 No.10. 2019. Hlm.11.
Undang-undang
Undang-Undang No. 8 Tentang Perlindungan Konsumen Tahun 1999.
Undang-Undang No 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas
Undang–Undangl No.11 Tahunl 2008 Tentang Informasi danl
Transaksi Elektronik
16
Discussion and feedback