PROBLEMATIKA PEMBENTUKAN RUU PERMUSIKAN

Oleh:

Gio Arjuna Putra∗∗ Nyoman Mas Aryani∗∗∗

Program Kekhususan Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRAK

Untuk menjamin hak-hak pelaku musik dan kelestarian musik tradisional di Indonesiayang masih menuai berbagai permasalahan maka untuk memberikan suatu kepastian, kemanfaatan dan keadilan hukum dalam bidang permusikan, muncullah upaya pembentukan produk hukum permusikan, sehingga berdasar kepada hal tersebut perlu adanya pengkajian atas produk hukum yang mengatur mengenai permusikan dalam hal ini adalah RUU Permusikan. Permasalahan hukum dalam penelitian ini adalah (1) Permasalahan Penjaminan Hak-Hak Pelaku Musik. (2) Problema Norma dalam RUU Permusikan. Metode penelitian dalam dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif. Berdasarkan hasil penelitian, permasalahan yang dihadapi bidang permusikan di Indonesia mencakup beberapa hal yakni permasalahan yang berkaitan dengan kesejahteraan para pelaku musik dan kelestarian musik tradisional yang semakin ditinggalkan. Selanjut problematika pembentukan produk hukum RUU Permusikan didasarkan pada realitas bahwa kurang matangnya proses perancangan produk hukum Permusikan itu sendiri, hal ini terlihat dalam dasar rujukan naskah akademik yang merujuk pada makalah anak sekolah menengah kejuruan dan beberapa substansi dalam Undang-Undang tersebut yang mengalami sebuah kekaburan norma. Hal-hal inilah yang mendorong adanya upaya pembatalan terhadap produk hukum ini.

Kata Kunci: Problematika,Produk Hukum,RUU Permusikan.

ABSTRACT

To guarantee the rights of musicians and the preservation of traditional music in Indonesia which still reaps various problems, in order to provide certainty, usefulness and legal justice in the discussion field, an effort to form a legal legal product is formed, so based on this there needs to be an assessment of legal products that regulating the issue of discussion in this case is the Issue Bill. Legal issues in this study are (1) Problems of Guarantee of Music Actors' Rights. (2) Norms of Problems in the Draft Bill. The research method in this study is a normative legal research method. Based on the results of the study, the problems faced by the discussion sector in Indonesia include several things namely issues relating to the welfare of the actors of music and the preservation of traditional music that is increasingly left behind. Furthermore the problematic formation of the Discussing Draft law product is based on the reality that the maturation of the

Problematika Pembentukan RUU Permusikan merupakan karya ilmiah diluar ringkasan skripsi.

∗∗ Gio Arjuna Putra adalah penulis pertama dalam karya ilmiah ini yang merupakan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana.

∗∗∗ Nyoman Mas Aryani adalah dosen pengajar Fakultas Hukum

Universitas Udayana, masaryani@gmail.com.

legal product drafting process is discussed, this is seen in the basic references of academic texts referring to papers of vocational high school students and some substance in the Act that experiences a blur of norms . These are the things that encourage the cancellation of the legal product.

Keywords: Problematic, Music Field, Draft Law Discuss.

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1.    Latar Belakang Masalah

Unsur pembangun kebudayaan dan peradaban salah satu ialah musik. Musik sebagai salah satu yang ada di dalam unsur budaya tentu mempunyai sumbangsih besar terhadap kemajuan peradabannya sebuah bangsa. Dalam menilai suatu bangsa apakah menemui suatu kemajuan atau tidak ialah dari terdapat atau tidaknya suatu apresisasi yang tinggi terhadap musik dan ada atau tidaknya hasil karya cipta musik yang baik. Waktu terus berlalu banyak hal yang berubah dan mengalami suatu perkembangan, musik menjadi salah satu hal yang mengalami suatu perkembangan. Musik berkembang dimana dulu menjadi bagian dari ritual keagamaan kini menjadi salah satu kebutuhan hiburan dalam masyarakat. Perubahan fungsi musik ini sendiri berimplikasi pada terdapatnya nilai ekonomis pada musik, hal inilah yang kemudian melahirkan adanya suatu industri musik. Kelahiran industri musik modern yang memikiki nilai ekonomis yang tinggi ini tentu memiliki suatu dampak yang tidak hanya positif semata, implikasi negatif dalam perkembangan industri musik ini juga diyakini oleh beberapa pihak memunculkan berbagai problematika baru. Permasalahan-permasalahan hukum yang muncul yakni terkait masalah hak cipta khususnya kasus pembajakan, permasalahan pembagian royalty berkaitan dengan hak kekayaan intelektual yang masih dikatakan memiliki berbagai masalah. Lebih lanjut perkembangan industri musik modern masih menimbulkan berbagai permasalahan sosial yakni

permasalahan kesejahteraan bagi para pelaku industri musik. Kemudian digitalisasi musik membuat bangkrutnya beberapa toko musik di daerah-daerah Indonesia.

Disamping permasalahan sosial tersebut perkembangan industri musik modern yang memiliki nilai ekonomis, ditakutkan dilihat dari aspek kebudayaan akan semakin mengancam kelestarian dari musik tradisional. Dalam negara kesejahteraan modern tugas pemerintah tidak hanya sebagai “penjaga malam”, negara diharuskan untuk aktif (partisipasi aktif) sehingga kesejahteraan bagi semua orang terjamin. 1 Gagasan terhadap pembentukan produk hukum dalam bidang permusikan dianggap sebagai solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan di bidang permusikan, namun Rancangan Undang-undang Permusikan (selanjutnya disebut dengan RUU Permusikan) sendiri nyatanya mengalami suatu penolakan yang meluas dalam masyarakat. Penolakan-penolakan ini diarahkan terhadap isi naskah akademik RUU Permusikan dan beberapa substansi Pasal yang ada di dalam RUU Permusikan. Pembentukan produk hukum yang sejatinya diarahkan untuk menyelesaikan permasalahan dalam bidang permusikan nyatanya dalam tahap rancangan sudah mengalami penolakan yang meluas dalam masyarakat sehingga Anang Hermansyah sebagai salah satu anggota Komisi X DPR RI selaku penggagas RUU Permusikan bersama para musisi negeri yakni Slank, Glenn fredly selaku perwakilan Kami Musik Indonesia, Edi Khemod selaku perwakilan Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan, Endah widiastuti dan Soleh Solihun bersepakat untuk mendesak DPR RI agar segera melakukann pembatalan RUU Permusikan beserta keseluruhan proses yang tengah dilaksanakan. Gagasan pembentukan produk hukum permusikan

yang ingin dibatalkan akan menimbulkan pertanyaan dan keresahan mengapa produk hukum yang diyakini sebagai sebuah jawaban terhadap kekosongan hukum yang ada dibatalkan, lantas bagaimana pula penyelesaian terhadap permasalahan-permasalahan di bidang permusikan.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

  • 1.    Permasalahan Penjaminan Hak-Hak Pelaku Musik

  • 2.    Problema Norma dalam RUU Permusikan

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Penulisan jurnal ini ditujukan agar para pembaca dapat mengetahui permasalahan permusikan di Indonesia yang menjadi alasan munculnya gagasan dalam pembentukan produk hukum permusikan dan bagaimana problematika pembentukan produk hukumpermusikan hingga mengalami penolakan.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1.    Metode Penelitian

Penulisan artikel Problematika Pembentukan Produk Hukum Permusikan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, yakni menempatkan hukum sebagai bangunan sistem norma. 2 Penelitian ini dilakukan dengan melakukan penelitian pada bahan pustaka yang ada yakni peraturan perundang-undanganyang kemudian mengadakan penelitian terhadap masalah hukum. 3 Penulisan ini menganalisis lebih lanjut mengenai gagasan pembentukan produk hukum Permusikan

  • 2.2.    Hasil dan Pembahasan

    2.2.1    Permasalahan Penjaminan Hak-Hak Pelaku Musik

Sebagai konsekuensi dari pilihan negara hukum maka segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan dan pemerintahan Indonesia harus senantiasa berdasarkan atas hukum yang salah satunya terwujud dalam peraturan negara. 4 Teknologi yang berkembang secara dinamis dan inovatif memberikan pengaruh pada bidang permusikan. Persoalan yang tak kunjung dituntaskan sampai saat ini adalah masalah pembajakan. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta memang sudah ada akan tetapi dalam realitanya pelaku industri belum benar-benar terselamatkan dari kasus pembajakan album musik yang berimplikasi pada tingkat kesejahteraan pelaku industri musik juga. Persoalan ini lahir dari belum baiknya pembagian royalti hak kekayaan intelektual. Secara garis besar terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi industri permusikan   di Indonesia yakni pertama terjadinya

ketidakseimbangan diantara musik tradisional dan modern. Musik tradisional dalam perkembangannya sebagai local genius cenderung menurun, hal ini dikarenakan berkembang pesatnya musik modern yang semakin menyingkirkan eksistensi musik tradisional. Pemerintah dituntut untuk lebih pro aktif dalam melakukan upaya-upaya pelestarian musik tradisional nonindustri musik. Selanjutnya yang kedua permasalahan tata kelola musik di Indonesia yang masih carut marut, dimana dalam proses kreasinya masih sangat bergantung pada mekanisme pasar. Idealnya diperlukan perbedaan dalam tata kelola industri musik modern dengan musik tradisional sehingga nantinya terdapat keseimbangan dalam perkembangan industri musik modern dan musik tradisional. Kemudian yang ketiga, banyak pihak yang

menyampaikan keresahannya terhadap apresiasi dan perlindungan hukum bagi pelaku industri musik sehingga dirasa perlu ada sebuah produk hukum yang mengakomidir masalah tersebut. Lebih lanjut yang keempat, persoalan yang menjadi tajuk pembahasan hangat saat ini adalah penting atau tidaknya suatu Pendidikan musik. Dalam melihat Pendidikan musik tidak sedikit yang memandang perlu adanya sertifikasi kompetensi bagi para pelaku industri musik dan sertifikasi kompetensi profesi Pendidikan musik.

  • 2.2.2    Problema Norma Dalam RUU Permusikan

Cabang kekuasaan legislatif adalah cabang kekuasaan yang merefleksikansuatu kedaulatan rakyat.5Dalam memaknai cabang kekuasaan legislatif terdapat beberapa pengaturan yang penting harus dipahami yakni pengaturan yang dapat mengurangi hak dan kebebasan warga negara, membebani harta kekayaan warga negaraserta yang berkaitan dengan pengeluaran-pengeluaran oleh penyelenggara negara. 6 Hal ini menegaskan salah satu fungsi utama cabang kekuasaan ini ialah fungsi legislasi. A Hamid S. Attamimi melihat proses legislasi tidak hanya dari kacamata politik atau kacamata hukum akan tetapi juga dikaitkan dengan hal-hal teoritik dan praktis yakni perspektif politik, hukum dan sosiologis.7 Menelaah lebih dalam maka berdasarkan pandangan tersebut dapat dipahami bahwa kualitas legislasi dapat dilihat dari dua hal, yaitu kualitas materi sebuah undang-undang dan proses pembentukan suatu undang-undang. Kualitas materi sebuah

undang-undang bertalian dengan pencerminan aspirasi masyarakat dalam suatu undang-undang sehingga melalui undang-undang tersebut dapat menjadi upaya perbaikan kehidupan masyarakat. Sedangkan kualitas dari proses pembentukan undang-undang bertalian dengan apakah dalam prosesnya pembentukannya sudah dilakukan secara komprehensif memenuhi landasan argumentasi, pilihan kebijakan dan membuka ruang partisipasi stake holder masyarakat yang ada. Menelaah lebih dalam pada RUU Permusikan mengalami penolakan meluas oleh masyarakat. Terdapat beberapa hal yang menjadi alasan mendasar atas penolakan tersebut. Penolakan berawal dari proses penyusunan naskah akademik RUU Permusikan.

Merujuk Pasal 1 angka 11 UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan j.o UU No 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan bahwa naskah akademik adalah suatu hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya pada suatu masalah yang mampu dipertanggungjawabkan secara ilmiah terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat. Naskah akademik seharusnya dalam metode penyusunan naskah akademik berdasar pada UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan j.o UU No 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ditentukan bahwa dapat melalui metode normatif dan metode yuridis empiris yang dikenal juga dengan penelitian sosiolegal. Pada dasarnya naskah akademik memiliki kegunaan sebagai acuan atau pedoman dalam menyusun dan membahas

Rancangan Undang-Undang. Naskah akademik RUU Permusikan dalam proses penyusunannya menjadikan makalah tugas anak sekolah menengah kejuruan sebagai rujukan pembuatannya inilah yang kemudian menjadi perhatian masyarakat luas yang mempertanyakan kedalaman penelitian hukum naskah akademik RUU Permusikan. Problematika dalam gagasan pembentukan produk hukum dalam bidang permusikan yakni RUU Permusikan tidak berhenti sampai disana, dalam perkembangannya beberapa substansi Pasal RUU Permusikan menjadi sorotan. Menelaah lebih dalam RUU Permusikan permasalahan setidaknya memiliki beberapaPasal bermasalah di dalamnya, Tetapi yang paling urgent atau krusial untuk di pahami bersama yakni berkaitan dengan :

Proses Kreasi Musik

Pada pokoknya Pasal 5 RUU Permusikan menentukan adanya sebuah larangan ketika melakukan Proses Kreasi yakni mendorong khalayak umum melakukan suatu tindakan melawan hukum, membawa pengaruh negatif budaya asing dan/atau merendahkan harkat dan martabat manusia khalayak umum. Merujuk kepada Pasal tersebut sejatinya terdapat sebuah kekaburan norma dalam Pasal 5 point e, hal ini dikarenakan tidak terdapat limitasi yang jelas terkait proses kreasi musik seperti apa yang dapat mendorong khalayak umum melakukan tindakan melawan hukum. Menelaah hakikat sejarah musik sendiri pada dasarnya kerap menjadi senjata masyarakat untuk menyampaikan ekspresinya guna mengkritik suatu pemerintahan, tentu pengaturan Pasal 5 point e ini nantinya bisa menimbulkan implikasi terjadinya rekayasa perkara yang bisa saja dilakukan oleh pemerintah yang ditakutkan untuk membungkam aspirasi-aspirasi masyarakat. Lebih lanjut menelaah dalam point f dan g

permasalahan serupa terjadi dalam hal pemberian ruang lingkup atau definisi limitasi yang jelas terkait bentuk dari pengaruh negatif budaya asing itu dan proses kreasi seperti apakah yang merendahkan harkat dan martabat manusia.

Kekaburan perumusan norma dalam Pasal 5 ini bertentangan dengan Pasal 5 point f UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan j.o UU No 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang menentukan bahwa perumusan materi suatu Pasal dalam Undang-Undang harus didasarkan pada asas kejelasan rumusan dalam pembentukan peraturang perundang-undangan sehinggu ketidakjelasan limitasi terhadap proses kreasi seperti apa yang dapat dikatakan merendahkan harkat dan martabat inilah yang bertentangan dengan asas kejelasan rumusan. Dalam suatu proses pembuatan rancangan undang-undang penting diperhatikannya peranan suatu asas hukum. Sistem hukum yang termasuk juga peraturan perundang-perundangan di dalamnya ketika dibangun tanpa didasarkan pada asas hukum maka ia akan menjadi tumpukan undang-undang semata, disinilah peranan asas kejelasan rumusan yang seharusnya menjadi pedoman dalam memberikan arah yang dibutuhkan. Sehingga dalam menghadapi perkembangan kehidupan manusia mestilah dihadapi sesuai dengan cita hukum yang ada dengan senantiasa mengacu pada asas-asas hukum.

Distribusi Karya Musik

Dalam Pasal 10 RUU Permusikan menentukan pada pokoknya dalam hal distribusi terhadap karya musik dilakukan secara langsung atau tidak langsung kepada masyarakat. Menelaah

dalam Pasal 10 yang mengatur distribusi karya musik secara langsung maupun tidak langsung tersebut sejatinya pihak yang disebut sebagai distributor dalam hal ini adalah label rekaman, penyedia jasa distribusi produk musik fisik (kaset), maupun penyedia musik dalam bentuk digital sehingga memunculkan ketakukan hal ini akan membuat adanya penyempitan ruang kepada musisi untuk mendistribusikan sendiri karyanya. Serta berpotensi memarjinalkan musisi terutama merek yang independen dan berpihak kepada industri besar sehingga menimbulkan ketidakadilan. Rawl dan habermas mengatakan bahwa keadilan atau ketidakadilan bukan sesuatu yang alamiah (given) akan tetapi merupakan akibat dari perbuatan manusia sehingga hal tersebut dapat diubah.8 Dalam hal ini pembentukan produk hukum yang tidak memarjinalkan pelaku musik indipenden adalah salah satu caranya.

Lisensi dan Izin Usaha Promotor Musik dan Penyelenggara Acara Musik

Merujuk Pasal 18 ayat (1) ditentukan bahwa pertunjukan musik melibatkan promotor musik dan/atau penyelenggara acara musik yang memiliki lisensi dan izin usaha pertunjukanmusik sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Rumusan Pasal 18 ayat (1) menimbulkan keresahan bahwa nantinya akan menimbulkan masalah bagi pertunjukan musik independen (indie), hal ini dikarenakan Pasal tersebut memberikan sebuah kewajiban promotor maupun penyelenggara acara musik agar mempunya lisensi dan izin usaha pertunjukan musik. Lebih lanjut promotor maupun penyelenggara juga harus memiliki izin acara beserta kejelasan waktu dan lokasi acara tersebut dengan

dilengkapi kontrak dan pajak pertunjukan.

Uji Kompetensi Pelaku Musik Sebagai Profesi

Dalam hal uji kompetensi dan apresiasi menimbulkan konsekuensi hukum yang pada Pasal in casu menentukan bahwa agar didapatkan suatu legitimasi sebagai profesi sehingga pegiat musik yang meniti karir melalui cara-cara autodidak harus mengikuti uji kompetensi. Pengujian ini didasarkan pada pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman. Musisi yang telah bersertifikat diberikan apresiasi sesuai kualifikasi dan kompetensi yang dimiliki. Kemudian Honorarium para pegiat musik ditetapkan oleh pemerintah dengan standar tertentu. Pengaturan ini berpotensi menganaktirikan musisi independen dan cenderung menguntungkan pebisnis besar. Praktik uji kompetensi bagi pelaku musik diakui berlaku di sejumlah negara tetapi tidak ada negara yang mewajibkan perihal ini kepada seluruh pemusik. Pasal-Pasal terkait uji kompetensi juga berpotensi mendiskriminasikan pemusik autodidak.

Selebihnya aturan mengenai Uji Kompetensi diatur dalam Pasal 32 ayat (1) bahwa “untuk diakui sebagai profesi, pelaku musik yang berasal dari jalur pendidikan atau autodidak harus mengikuti uji kompetensi.” Selanjutnya pada Pasal 32 ayat (2) ditentukan bahwa “uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan standar kompetensi profesi pelaku musik yang didasarkan pada pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman.” Kemudian standar kompetensi tersebut dijelaskan pada Pasal 32 ayat (3) yakni “Standar kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dan ditetapkan oleh Menteri dengan memperhatikan usulan dari organisasi profesi”. Dalam hal ini dapat dipahami bahwa pelaku musik dari jalur pendidikan

atau autodidak agar dapat diakui sebagai profesi haruslah mengikuti uji kompetensi yang dimana dalam hal ini, standar kompetensi untuk uji kompetensi terhadap pelaku musik ini ditetapkan oleh Menteri. Menelaah hakikat Menteri sebagai pembantu presiden yang juga sebagai bagian dari organ pemerintahaan menimbulkan keresahan dalam masyarakat dimana berdasarkan pendekatan historis, musik sejak orde lama hingga masa reformasi selalu menjadi senjata masyarakat untuk mengkritik berbagai kebijakan pemerintah yang merugikan atau merampas hak-hak masyarakat. Penentuan standar kompetensi dalam uji kompetensi oleh Menteri tentu meresahkan para pelaku musik yang beranggapan hal tersebut dapat saja menjadi bentuk represifitas pembatasan ekspresi yang dilakukan oleh pemerintah. Disamping itu yang perlu diperhatikan bersama adalah mengenai pengaturan sertifikasi yang menimbulkan implikasi pada status pelaku musik menjadi profesi, selebihnya memunculkan pertanyaan apakah pegiat musik yang erat kaitannya dengan seni ini nantinya diikat pula dengan suatu kode etik musisi. Musik adalah sebuah seni ekspresi jiwa yang teraktualisasi dalam sebuah harmoni tangga nada dan lirik sehingga pengikatan pelaku musik pada sebuah kode etik tentu akan membatasi kebebasan mereka dalam mengaktualisasi seni ekspresi jiwa.

Berdasarkan perkembangan aktual terhadap Rancangan Undang-Undang Permusikan, pada tanggal 12 Februari 2019 hari selasa telah diselenggarakan pertemuan yang dinamakan Konfrensi Meja Potlot, dimana dalam pertemuan tersebut mempertemukan Anang Hermasyah (Anggota Komisix DPR RI) selaku penggagas RUU Permusikan dengan para musisi negeri, diantaranya Slank, Glenn Fredly sebagai perwakilan Kami Musik Indonesia, serta dihadiri oleh Koalisi Nasional Tolak RUU

Permusikan yang diwakili Edy Khemod, Endah Widiastuti, Ricky Siahaan hingga Soleh Solihun. Pertemuan tersebut sedikitnya menghasilkan tiga kesepakatan yang akan diakomodir oleh Anang Hermasyah selaku penggagas RUU Permusikan salah satunya adalah upaya pembatalan. Selanjutnya RUU Permusikan ini pada akhirnya telah dibatalkan.

  • III.    PENUTUP

    • 3.1.    Kesimpulan

  • 1.    Peraturan Perundang-undangan saat ini dirasa belum mampu memberikan sebuah kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan sebagaimana yang seharusnya hal ini didasarkan pada masih peliknya permasalahan permusikan di Indonesia yang secara garis besar terbagi atas permasalahan perlindungan hasil karya musik, tata kelola industri musik yang masih carut marut, pelestarian eksistensi musik tradisional dan pembajakan. Berbagai permasalahan tersebut menimbulkan ketidaksejahteraan para pelaku industri musik tanah air.

  • 2.    Problematika gagasan pembentukan produk hukum RUU Permusikan sendiri nyatanya mengalami suatu penolakan yang meluas dalam masyarakat. Penolakan-penolakan ini diarahkan terhadap isi naskah akademik RUU Permusikan dan beberapa substansi Pasal yang ada di dalam RUU Permusikan. Pembentukan produk hukum yang sejatinya diarahkan untuk menyelesaikan permasalahan dalam bidang permusikan nyatanya dalam tahap rancangan sudah mengalami penolakan yang meluas dalam masyarakat sehingga pada akhirnya Anang Hermansyah selaku penggagas

RUU Permusikan ini kini mendorongnya pembatalan terhadap RUU Permusikan beserta keseluruhan prosesnya.

  • 3.2.    Saran

  • 1.    Permasalahan permusikan di Indonesia seharunya dapat disikapi dengan bijak, dalam hal ini harus benar-benar dipastikan apakah suatu keresahan yang disampaikan merupakan sebuah permasalahan yang terjadi di dalam masyarakat atau justru hal tersebut tidak lain tidak bukan hanya merupakan sebuah titipan kepentingan segelintir golongan tertentu yang mencari keuntangan dalam bergulirnya isu tersebut.

  • 2.    Penyusunan naskah akademik haruslah dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dalam hal ini metode penyusunan naskah akademik harus senantiasa didasarkan kepada UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan j.o UU No 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.  Dalam kaitannya pada

permasalahan yang terjadi dalam industri permusikan di Indonesia  dibutuhkan beberapa  perubahan atau  revisi

terhadap Undang-Undang atau produk hukum lainnya yang terkait dalam permasalahan permusikan ini sebagai contoh penjaminan atas kesejahteraan pelaku industri musik terhadap hasil karya musiknya harus mampu diberikan oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Selebihnya berkaitan RUU Permusikan ini sudah sewajarnya produk hukum ini dibatalkan, berkaca pada penolakan masif yang dilakukan oleh masyarakat yang justru mayoritas berasal dari kalangan industri musik sendiri. Produk hukum

seharusnya dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam masyarakat sesuai dengan adagium hukum lex semper dabit remedium yang berarti hukum memberi obat. Dalam hal RUU Permusikan, tidak menjadi sebuah penyelesaian permasalahan permusikan, produk hukum ini justru melahirkan sebuah permasalahan baru.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Asshidiqie, Jimly, 2009,Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Cet.Kedua, Konstitusi Press, Jakarta.

_______________, 2010, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Konstitusi Press, Jakarta.

Bernard Arief Sidharta, 2010, Ilmu Hukum Indonesia, FH Unika Parahyangan, Bandung

I Gde PantjaAstawa & SuprinNa’a, 2009, Memahami Ilmu Negara & Teori Negara, PT Refika Aditama, Jakarta.

Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, 2017, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Soekanto, Soerjono, 2009, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Negara Republlik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 183, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6398)

JURNAL ILMIAH

Anggono, B.D, 2018, Tertib Jenis Hierarki dan Materi Muatan Peraturan Perundang-Undangan:   Permasalahan dan

Solusinya, Masalah-Masalah Hukum, No,1 Jilid 47 Januari 2018.

Astariyani, N.L.G & Wairocana Ngurah I.GST, 2019, Delegation Of Gouvernor Regulation in Ensuring Utility and Justice, Jurnal Magister Hukum Udayana No. 3 Vol. 8 September 2019.

Astariyani, N.L.G, Sudiarta, K.I & Cok. Istri Diah WPD (2019), Legal Hermeneutics in the Preparation of a Case in the Province of Bali, Udayana Journal of Social Science and Humanities, No. 1 Vol 3 Februari 2019

Putuhena, M.I.F, 2012, Politik Hukum Perundang-undangan Dalam Upaya Meningkatkan Kualitas Produk Legislasi, Jurnal Hukum No. 3 VOL. 1 Desember 2012.

Sumadi, A.F, 2015, Hukum dan Keadilan Sosial Dalam Perspektif Hukum Ketatanegaraan, Jurnal Konstitusi, No. 4 Vol. 12 Desember 2015.

17