KEDUDUKAN KEJAKSAAN DALAM

KETATANEGARAAN DARI PRESPEKTIF HUKUM TATA
NEGARA

Oleh:

Gede Narendra Ariesta Putra

Ni Luh Gede Astariyani**

Program Kekhususan Hukum Ketatanegaraan Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRAK

Kejaksaan merupakan salah satu lembaga yang memiliki peranan penting dalam peradilan. Kedudukan serta posisinya yang selama ini diatur dalam Undang-Undang No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (selanjutnya disebut UU Kejaksaan) ternyata memunculkan pertanyaan serta perdebatan karena berbeda denga tugas pokok dan fungsi dari kejaksaan itu sendiri, yang mana diatur didalam ranah pemerintah (eksekutif) Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana kedudukan kejaksaan dalam ketatanegaraan di Indonesia, serta bagaimana sebaiknya posisi kejaksaan dilihat dari independensi kejaksaan itu sendiri lewat metode normatif yakni melalui pendekatan peraturan perundang-undangan. Melihat bahwa Pasal 24 ayat (3) UUD NRI 1945 mengenai kekuasaan kehakiman memang mengakui adanya badan lainnya yang terkait dengannya namun tidak menjelaskan bahwa itu ada di bawah kekuasaan kehakiman Namun pada UU Kejaksaan, tempat dari kejaksaan sendiri ditempatkan diranah eksekutif pada Pasal 2 ayat (1) nya. Dengan adanya hal tersebut, independensi kejaksaan serta kedudukannya menjadi perdebatan. Hal ini karena fungsi dan kedudukan kejaksaan itu sendiri dirasa kurang tepat. Pembagian Kekuasaan membagi cabang kekuasaan yakni, eksekutif, legislatif dan yudikatif. Hal penting dari doktrin tersebut ialah terjadinya check and balances system dimana tiap cabang mengendalikan dan mengimbangi kekuatan cabang kekuasaan lainnya. Pengaturan mengenai keberadaan Kejaksaan menjadi satu atap dengan Yudikatif menjadi perlu demi legitimasi yang kuat serta menjaminnya independensi kejaksaan itu sendiri.

Kata kunci : Kejaksaan, Kedudukan,Hukum tata negara, Independensi

ABSTRACT

Attorney is the one of institution who has an important role in the Judiciary. The position of Attorney has been regulated in Act,law No.16/2014 concerning Attorney General’s Office of The Repuvlic of Indonesia (hereinafter referred to as the Act,law of Attorney) Its making some question and debate because of the task and fuction of the Attorney it self, which is set in the realm of Goverenment (executive) This certainly make a question about the how independent the Attorney too. This certainly raises questions about how the position of the Attorney in the state administration in Indonesia, as well as how the Attorney position should be seen from the prosecutor's independence through the normative method, namely

through the legislation approach. Seeing that articel 24 paragraph (3) of the Constitution of the Republic of Indonesia concerning judicial authority does recognize the existence of other bodies related to it but does not explain that is under the authorit od Judiciary. However the Act,law of Attorney , the place of Attorney is placedd in executive its regulated at the Article 2 Paracgrah (1). The independence of the Attorney and the position also be debated. This is because the function and position is inappropriate. Power Distribution divides branches of power, namely executive, legislative and judiciary. The important thing from this doctrine is the checking and balances system where each branch controls and counterbalances the power of the other branches of power. Arrangement regarding the existence of the Attorney to become on roof with the Judiciary is necessary for the sake of stro legitimacy and to guarantee the independence of the Attorney itself.

Key word : Attorney, Position, Constitutional law, Independence

  • I.    Pendahuluan

    1.1.    Latar Belakang

Indonesia merupakan negara hukum. Hal ini berpijak pada perumusan hukum yang diatur secara gamblang pada UUD NRI 1945 pada Pasal 1 ayat (3). 1 Indonesia sebagai negara hukum memiliki ciri khas tersendiri bila dihadapkan dengan konsep negara hukum rechtsstaat maupun konsep negara hukum the rule of law. Meskipun memiliki kesamaan tujuan dalam hal untuk melawan kesewenang-wenangan atau absolutisme penguasa tetapi konsep negara hukum di Indonesia berpijak dan berpedoman pada ideologi bangsa yang berbeda dengan ideologi lain seperti kapialisme, liberalism ataupun sosialisme, ideologi bangsa tersebut yaitu Pancasila.2 Indonesia sebagai negara hukum, sehingga hal ini berakibat pada segala hal harus mengacu kepada produk hukum yang berlaku, terutama diperlukan aparat penegak hukum yang diberi wewenang, fungsi dan tugas lewat produk hukum yang secara formil merupakan dasar ataupun legitimasi dalam menegakan hukum.3

Negara hukum Indonesia mempunya ciri khas tersendiri yang sedikit berbeda dengan negara lain. Hanya untuk prinsip umumnya, seperti terjaminnya Hak Asasi Manusia,  pemisahan ataupun pembagian kekuasaan,

adanya kedaulatan rakyat, terselenggaranya pemerintahan yang berpijak pada aturan hukum yang ada serta adanya

peradilan administrasi negara masih digunaakn sebagai sebuah dasar untuk tertujunya negara hukum di Indonesia.4

Pada sistem peradilan pidana, terdapat tahapan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di pengadilan serta pelaksanaan putusan. Dengan melihat hal tersebut maka bagian-bagian dalam sistem peradilan pidana terdiri dari kepolisian, kejaksaan, pengadilan serta lembaga pemasyarakatan.5 Pada sistem peradilan pidana, peran dari kejaksaan benar-benar penting sebab menjadi penentu apakah suatu subjek hukum harus dilakukan pemeriksaan oleh pengadilan atau tidak. Keberadaan Kejaksaan ini diatur dalam Undang-Undang Kejaksaan Republik Indonesia ( selanjutnya disebut dengan UU Kejaksaan) yakni UU no.16 Tahun 2004. Pada aturan ini menjelaskan secara jelas mengenai kewenangan dalam menjalankan kekuasaan negara dalam hal atau bidang penuntutan tersebut dilaksanakan oleh kejaksaan. Selain memiliki peran dalam peradilan pidana, lembaga tersebut juga memiliki peran pula dalam hal keperdataan, dan juga tata usaha Negara yakni mewakili Negara atau pemerntah dalam hal perdata dan tata usaha   Negara.   Kejaksaan berperan melaksanakan

kewenangan itu dalam hal penuntutan dan juga menjalankan putusan pengadilan dan wewenang lain berdasar pada peraturan perundang-undangan.

Dari banyaknya aturan-aturan mengenai kejaksaan, dapat dilihat mengenai kedudukannya dalam sistem hukum Negara ini sangatlah penting. Tidaklah dapat disangkal

bahwasanya kejaksaan sendiri dalam melaksanakan tugas serta fungsina tidaklah berdiri sendiri justru malah berkemungkinan untuk dipengaruhi oleh pihak lain. Melihat dari UUD NRI 1945 dan juga UU Kejaksaan, ternyata terdapat perbedaan anggapan dalam hal dimana kedudukan kejaksaan itu sebenarnya. Padahal, dari segi fungsi sendiri Kejaksaan memiliki fungsi yang sangat sentral. Oleh sebab itu, Jurnal ini yang berjudul “KEDUDUKAN KEJAKSAAN DALAM KETATANEGARAAN DARI PRESPEKTIF HUKUM TATA NEGARA” dibuat agar dapat memberi pemahaman yang sekiranya belum jelas mengenai kedudukan kejaksaan.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimana kedudukan kejaksaan di dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia?

  • 2.    Bagaimana sebaiknya posisi Kejaksaan dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia dilihat dari Independensinya?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Tujuan dari dibuatnya penulisan jurnal ini ialah demi mengetahui kedudukan kejaksaan di dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia serta mengetahui bagaimana sebaiknya posisi kejaksaan dalam ketatanegaraan dilihat dari independensinya.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1.    Metode Penulisan Hukum

Penulisan pada jurnal ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Dimana pada saat ini, kedudukan Kejaksaan pada sisitem ketatanegaraan di

Indonesia harus diketahui keberadaannya dan apakah berpengaruh pada independensi dari Kejaksaan itu sendiri.

Pendekatan yang digunakan ialah pendekatan lewat peraturan perundang-undangan. Menggunakan UUD NRI Tahun 1945 sebagai konstitusi negara, dan Undang-Undang No.16 tahun 2004 tentang Kejaksaan serta ketentuan-ketentuan lain yang saling berkaitan, secara normatif dengan menelaah produk hukum dalam peraturan perundang-undangan hingga dapat menarik kesimpulan yang logis.

  • 2.2.    Hasil dan Analisis

    • 2.2.1.    KEDUDUKAN KEJAKSAAN DALAM SISTEM

      KETATANEGARAAN DI INDONESIA

Secara umum, di dalam tiap Negara yang menganut prinsip-prinsip Negara hukum, terdapat tiga prinsip yang mendasar yakni adanya “Supremacy of Law” atau supremasi hukum, “equality before the law” atau kesetaraan di hadapan hukum, serta dalam melaksanakan penegakan dari aturan tersebut tidaklah boleh bertentangan dengan hukum “due process of law”. Pada tiap Negara yang mengakui diri sebagai Negara hukum, akan terlihat ciri yang ada, yakni menjamin bahwa Hak Asasi Manusia harus mendapat perlindugan, kekuasaan kehakiman yang merdeka, lalu Legalitas yang berarti, bahwa baik pemerintahan ataupun Negara serta warga Negara lainnya dalam melaksanakan atau setiap perbuatan haruslah berpijak pada hukum. 6 Kekuasaan Yudikatif yang bebas dan independen merupakan hal yang prinsip, serta sangatlah hal yang

penting bagi negara ini sebagai negara hukum. Prinsip ini mengehendaki kekuasaan kehakiman yang tersebas dari segala pengaruh dari siapapun, hingga dalam menjalankan fungsinya dapat hanya berpegang teguh pada hukum serta keadilan. Upaya yang dilakukan untuk mencapai hal tersebut ialah dengan, menata kembali lembaga-lembaga yudikatif, peningkatan kualifikasi hakim serta menata kembali peraturan perundang-undangan yang berlaku.7

Indonesia ialah Negara hukum dimana hal ini berarti ada sebuah jaminan berjalannya kekuasaan kehakiman yang merdeka ataupun independn dalam melaksanakan peradilan serta tugas-tugas lainnya dan demi menegakkan hukum serta keadilan berdasarkan konstitusi Negara dan aturan-aturan yang berlaku.

Kejaksaan sendiri merupakan sebuah lembaga yang dapat melakukan atau memiliki kewenangan melaksanakan kekuasaan negara dalam hal penuntuta dan juga memiliki kewenangan lain berdasarkan aturan yang berlaku, hal ini berpijak pada ketentuan yang tertera pada Pasal 2 ayat (1) UU Kejaksaan. Berpijak kepada ayat (2) pasal dan undang-undang yang sama makan dapat diketahui bersama bahwasanya kekuasaan Negara yang terdapat dalam ayat (1) tersebut dilaksanakan secara merdeka, atau dalam kata lain adalah independen.

Namun pada kenyataannya jaksa tersebut tidak hanya dapat bertugas sebagai penuntut umum dalam sidang di pengadilan saja, melainkan juga dapat berperan sebagai

seorang pengacara yang diberikan kuasa khusus untuk menyelesaikan perkara yang berkenaan dengan hukum baik itu perkara yang bersifat Perdata maupun TUN.8 Kedudukan serta peranan Kejaksaan dalam hal penegakan hukum diatur dalam UU Kejaksaan, maka dapat dilihat adanya ambivalensi diantara kedudukan kelembagaan (yakni kejaksaan sebagai salah satu bagian dari kekuasaan eksekutif dengan kata lain sebagai unsur pemerintah dengan kata lain pula pembantu presiden) namun memiliki fungsi dalam kekuasaan penuntutan dimana hal tersebut masuk dalam kekuasaan yudikatif.9

Kekuasan kehakiman di dalam peraturan perundang-undang di Indonesia di atur lewat UUD NRI Tahun 1945 pada BAB IX pasal 24 sampai Pasal 24C serta pada Pasal 25. Kejaksaan secara tidak langsung ditempatkan di dalam kekuasan eksekutif, walaupun kejaksaan sendiri tidak disebut secara langsung dalam Konstitusi negara tetap saja kejaksaan adalah suatu hal yang sulit rasanya dipisahkan dari kekuasaan Yudikatif.

Salah satu substansi dari UUD NRI Tahun 1945 ialah mengatur perihal lembaga negara, tapi tetap saja pada amandemen UUD NRI Tahun 1945 yang terkait dengan lembaga belumlah terdapat hal pasti berkaitan dengan apa yang menjadi kategori ataupun definisi dari peristilahan lembaga Negara serta hal yang dapat menjadi tolak ukur bahwa suatu lembaga Negara dapat dikategorikan sebagai

suatu lembaga yang lahir langsung lewat UUD NRI 1945. Tidak adanya pengaturan tentang hal ini menimbulkan banyaknya   tafsiram    dalam    menefinisikan    dan

mengklasifikasikan apa itu lembaga negara.10

Kekuasaan kehakiman memanglah sebuah kekuasaan yang terpisah dari kekuasaan legislatif dan juga eksekutif. Melihat dari UUD NRI 1945, melihat dari Pasal 24 ayat (3) UUD NRI 1945 dengan adanya kata-kata badan-badan lain dalam pasal tersebut memang mengindikasikan adanya badan lainnya yang bisa jadi berada di dalam lembaga kekuasaan kehakiman. Namun, dalam pasal tersebut tidak dijelaskan bahwa badan-badan lain itu tempatnya berada di bawah kekuasaan kehakiman ataupun termasuk di dalam kekuasaan kehakiman. Badan-badan lain tersebut diatur di dalam undang-undang. Kejaksaan sendiri diatur tersendiri di dalam UU Kejaksaan. Hal ini menguatkan bahwa kejaksaan sendiri berarti berada dalam ranah atau bagian dari pemerintahan.

  • 2.2.2.    POSISI    SEBAIKNYA    KEJAKSAAN    YANG

    INDEPENDEN DALAM KETATANEGARAAN INDONESIA

Cabang kekuasaan yudikatif adalah salah satu cabang kekuasaan di dalam sistem kekuasaan negara yang modern. Bahasa Indonesia menyebut bahaw fungsi kekuasaan yang satu ini ialah sebagai cabang kekuasan “yudikatif”,dari bahasa Belanda judicatief. Pada bahasa Inggris, di samping “legislatife” ataupun “executive”, tidaklah dikenal mengenal adanya istilah dari “judicative” sehingga dalam pengertian yang sama istilah yang dipakai ialah “judicial” atau

“Judiciary” dan juga ada istilah “Judicature”.11 Melihat dari Independensi dari Kejaksaan, pasti akan melihat pada UU Kejaksaan itu sendiri yang menyatakan secara gamblang bahwa Kejaksaan memang berada dibawah kekuasaan pemerintah. Hal ini lah yang menimbulkan berbagai pertanyaan, tentang independensinya dalam menjalannya fungsi sebagai penegak hukum namun berada dalam bagian dari kekuasaan pemerintah. Pemikiran-pemikiran ini timbul karena lebih lekatnya citra Kejaksaan dengan kekuasaan kehakiman daripada dengan pemerintah. Hal ini tentu timbul dari kewenangan dari kejaksaan itu sendiri.

Pada sebuah sistem negara modern, mengenai cabang judiciary atau kekuasaan kehakiman, merupakan cabang kekuasaan yang dijalankan secara tersendiri. Menurut John Alder, ”The principle of separation of powers is particulary important for judiciary” . Bahkan Montequieu sendiri adlah seorang hakin (Prancis) , dalam bukunya “L’Espirit des Lois”, ia memimpikan bagaimana pentingnya suatu pemisahan yang jelas atau ekstrem diantara kekucaan legislatif, dan eksekutif dengan kekuasaan yudikatif.. 12 Sistem pemerintahan yang dianut dalam UUD NRI 1945 merupakan sistem pemerintahan presidensiil dengan fokus pada pemisahan kekuasaan secara berimbang.13

Sebagai komponen dari sistem peradilan pidana, kejaksaan dituntut untuk selalu menjaga independensinya dari campur tangan pihak manapun termasuk eksekutif.

11

12


Namun nampaknya kejaksaan akan sulit untuk terbebas dari campur tangan eksekutif karena secara struktural, kejaksaan keberadaannya ada dalam naungan kekuasan eksekutif. Bagaimana pun juga, Jaksa Agung sebagai pemimpin lembaga kejaksaan secara struktural harus tunduk kepada atasannya, yaitu Presiden sebagai pemegang tertinggi kekuasaan eskekutif14

Pada bentuk dari ketatanegaraan Republik Indonesia, UUD NRI 1945 sudah sangat jelas membedakan dari cabang kekuasaan ini, di dalamnya terdapat legislatif, eksekutif, dan juga cabang kekuasaan yudikatif yang fungsi dari kekuasaan tersebut diterapkan dalam fungsi-fungsi lembaga Negara yakni diantaranya ada DPR, DPD, Presiden dengan Wakilnya, MA,BPK dan juga tedapat MK dan hal ini sebagai lembaga Negara utama atau dalam kata lain main state organs. Selain “main state organs” atau lembaga tinggi negara, UUD NRI 1945 juga mengatur mengenai adanya lembaga-lembaga konstitusional seperti, Kepolisian, Komisi Yudisial, TNI, Bank Sentral, KPU, Dewan Pertimbangan Presiden dan lain sebagainya. 15 Pemisahanan kekuasaan juga terkait erat dengan independensi peradilan. 16 Melihat dari keberadaan penegak-penegak hukum lainnya yang diatur melalui UUD NRI 1945, seakan membuat posisi Kejaksaan itu sendiri seperti tersingkirkan padahal dalam hal berjalannya peradilan para penegak hukum ini sama pentingnya.

Melihat pada UUD NRI Tahun 1945, tidak ada penjelasan mengenai kejaksaan ini ada dibawah kekuasaan mana, akan tetapi pada UU Kejaksaan menjelaskan bahwa Kejaksaan berada dibawah kekuasaan eksekutif. Pada UUD NRI 1945, menerangkan pada Pasal 24, bahwa badan lain yang yang dimaksud memiliki fungsi terkait dengan kekuasaan kehakiman yang dimaksud pada pasal tersebut diatur dalam undang-undang. Kekuasaan kehakiman jelas, berkaitan erat dengan peradilan dan tentu juga dengan Kejaksaan yang memiliki wewenang dalam hal penuntutan juga berkaitan erat dengan peradilan. Dalam hal independensi peradilan yang akan dilakukan oleh Kejaksaan ada baiknya ketika hal ini didukung pula dengan sebuah legitimasi yang kuat dengan tujuan terjaminnya independensi dari kejaksaan.

Lumrahnya terdapat dua hal penting yang sering dianggap sebagai hal pokok dalam system peradilan yakni, the principle of judicial independence, dan the principle of judicial impartialy Kedua hal ini diakui sebagai sebuah syarat dari dari system disemua Negara yang disebut modern constitutional state atau hukum modern. 17 Kejaksaan sebaiknya diatur dalam satu atap yang sama dengan kekuasaan kehakiman. Hal ini demi hadirnya legitimasi yang kuat untuk Independensi dari Kejaksaan itu sendiri. Selain itu, hal ini memungkinkan adanya perombakan serta penataan lembaga negara lain yang sama-sama lahir lewat konstitusi itu sendiri ataupun dengan yang tidak lahir dari konstitusi. Hal ini juga berdampak pula dengan keberadaan Jaksa Agung, ketika Kejaksaan ini diatur satu atap dengan

kekuasaan kehakiman maka pengangkatan Jaksa Agung akan dilaksanakan oleh Presiden dengan persetujuan DPR-RI sebagai bentuk tidak terjadinya kekuasaan yang absolute dan demi adanya check and balances pada cabang kekuasaan, yaikni eksekutif dan juga legislatif.

  • III.    PENUTUP

    • 3.1.    Kesimpulan

  • 1.    Keberadaan dari Kejaksaan di dalam ketatanegaraan Indonesia  berada pada posisi yang menimbulkan

perdebatan melihat tugas dan fungsinya sendiri, Kejaksaan berada dalam tugas dan fungsi yang erat kaitannya dengan Kekuasaan Kehakiman namun hal ini tidak terdapat pada UUD NRI 1945, dimana pada Pasal 24 ayat (3) UUD NRI 1945 hanya menjelaskan mengenai badan-badan lain yang berkaitan dengan kekuasan kehakiman diatur lewat undang-undang. Hal ini berarti posisi dari Kejaksaan sendiri tidak termasuk di dalam kekuasaan kehakiman karena tidak ada keharusan badan-badan lain tersebut yang diatur lewat undang-undang masuk ke kekuasaan kehakiman. Namun, melihat dari UU No.16 Tahun 2014 tentang Kejaksaan, justru Kejaksaan ini diatur sebagai lembaga pemerintah.

  • 2.    Ketidakjelasan pada kedudukan yang dimiliki kejaksaan, menimbulkan pertanyaan seputar independensi dari kejaksaan itu sendiri. Pengaturan mengenai keberadaan Kejaksaan menjadi satu atap dengan Yudikatif menjadi perlu demi legitimasi yang kuat serta menjaminnya independensi kejaksaan itu sendiri ditambah dengan keterkaitan kejaksaan itu sendiri dengan lembaga-

lembaga negara lain baik yang lahir lewat Konstitusi ataupun yang tidak.

  • 3.2.    Saran

Pengaturan lebih lanjut mengenai keberadaan posisi yang jelas mengenai kejaksaan ini dirasa penting dilakukan. Hal ini terkair dengan tugas dan fungsi dari kejaksaan itu sendiri serta agar terhindarnya Kejaksaan dari intervensi pihak lain serta agar Kejaksaan itu sendiri memiliki legitimasi yang kuat demi menjamin independensi dari kejaksaan itu pula.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Titik Triwulan Tutik, 2010, “Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945”, Prenada Media, Jakarta

Jimly Asshiddiqe,2009, “Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara”, Rajagrafindo, Jakarta

Jurnal

Luh Gede Mega Krisma,2016, Kedudukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Sebagai Lembaga Negara Independen Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, Vol.4, No.05, Kertha Negara

Sunarjo,2014, Peradilan Sebagai Pilar Negara Hukum dalam Prespektif Pancasila, Vol.19, No.1, Jurnal Cakrawala Hukum

I Dewa Gede Dana Sugama, 2014, Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Vol.3, No.1, Jurnal Magister Hukum Udayana

Haposan Siallagan,2016,,Penerapan Prinsip Negara Hukum Indonesia, Vol.18, No.2, Sosiohumaniora Universitas Padjajaran

Ari Wibowi,2015, Independensi Kejaksaan Dalam sistem Peradilan Pidana Indonesia, Vol.12, No.1, Jurnal Hukum Istinbath IAIN Metro Lampung

Kadek Mitha Septiandini,2016, Ketentuan Tentang Pembatalan Perkawinan Oleh Jaksa Terhadap Hak Waris Anak Dalam Hukum Perkawinan, Vol.4,No.02,Kertha Semaya

Rommy Patra,2015, Urgensi Kejaksaan Ditur oleh Konstitusi, Vol.1, Issue.3, Halrev

I Gede Yusa,2017,Gagasan Rancangan Undang-Undang Lembaga Kepresidenan: Cermin Penegasan dan Penguatan Sistem

Presidensiil   Indonesia,   Vol.14,   No.13,Jurnal   Legislasi

Indonesia

Internet

Anonim, “Independensi Kejaksaan Dalam Kaitannya Dengan Sistem   Negara   Hukum    Di   Indonesia”,    URL:

https://www.kejaksaan.go.id/unit_kejaksaan.php?idu=28&id su=35&idke=0&hal=2&id=1543&bc=, diakses 29 Oktober 2019

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4401)

16