PERLINDUNGAN HUKUM KREDITOR SEPARATIS TERHADAP HAK JAMINAN YANG DIAGUNKAN OLEH DEBITOR PAILIT

OLEH :

I Made Teguh Adinata∗∗ I Made Dedy Priyanto∗∗∗

Program Kekhususan Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Abstrak

Di Indonesia terjadi krisis moneter pada tahun 1998, pada saat krisis moneter banyak perusahaan yang tidak sanggup untuk memenuhi pembayaran utang. Hal tersebut berdampak pada banyak perusahaan yang gulung tikar. Maka dari itu pemerintah merevisi Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 menjadi Undang-Undang No. 37 Tahun 2004. Namun revisi Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 menjadi Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 terdapat konflik norma didalamnya, dimana muatan pasal 56 dan 59 bertentangan dari pasal 55. Melihat permasalahan tersebut perlu dilakukan penelitian mengenai Perlindungan Hukum Kreditor Separatis Terhadap Hak Jaminan Yang Diagunkan oleh Debitor. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif. Hasil dari penelitian bahwa kreditor separatis berkedudukan yang paling tinggi karena memegang hak jaminan kebendaan merupakan posisi yang terkuat, jika debitor tidak mampu untuk memenuhi kewajiban maka kreditor separatis dapat melakukan eksekusi atas jaminan tersebut. Kreditor separatis juga tidak tergantung atau terpengaruh dengan kreditor lainnya. Namun dalam UU Kepailitan, pelaksannaan eksekusi kreditor separatis terhadap hak jaminan kebendaan dibatasi oleh UU kepailitan, dalam pasal 55 kreditor separatis memperbolehkan kreditor separatis melakukan hak eksekusinya seolah-olah tidak terjadi kepailitan, namun pada pasal 56 terjadi ketimpangan dengan memotong hak eksekusi dari kerditor separatis dengan penangguhan masa eksekusi paling lama 90 hari. Dalam pasal 55 hak jaminan kebendaan tersebut posisinya terpisah dari boedel pailit atau harta pailit, namun pada pasal 56 hak jaminan

Karya Ilmiah yang berjudul “Perlindungan Hukum Kreditor Separatis Terhadap Hak Jaminan Yang Diagunkan Oleh Debitor Pailit” ini merupakan karya ilmiah diluar dari ringkasan skripsi.

∗∗ I Made Teguh Adinata adalah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana. Korespondensi : teguhadinata99@gamil.com

∗∗∗ I Made Dedy Priyanto, SH., M.kn adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana.

kebendaan yang dipegang oleh kreditor separatis seolah-olah menjadi boedel pailit atau harta pailit di tambah dengan pasal 59 yang membatasi masa eksekusi paling lambat 2 bulan, hal tersebut membuat ketidak pastian hukum.

Kata Kunci : kepailitan, kreditor separatis, perlindungan hukum

Abstract

In Indonesia there was a monetary crisis in 1998, during the monetary crisis many companies were unable to meet debt payments. This has affected many companies that have gone bankrupt. Therefore the government revised Law No. 4 of 1998 became Law No. 37 of 2004. However, the revision of Law No. 4 of 1998 became Law No. 37 of 2004 there are conflicting norms in it, where the contents of articles 56 and 59 are contradictory to article 55. Seeing this problem, it is necessary to do a research on the Legal Protection of Separatist Creditors of Guarantee Rights Collateralized by Debtors. The method used in this case is the normative legal method. The results of the study that the separatist creditor has the highest position because he holds the material security rights is the strongest position, if the debtor is unable to fulfill obligations then the separatist creditor can execute the guarantee. Separatist creditors are also not dependent or influenced by other creditors. However, in the Bankruptcy Act, the execution of separatist creditor executions on the material security rights is limited by the bankruptcy law, in article 55 the separatist creditor allows the separatist creditor to exercise the right of execution as if bankruptcy did not occur, but in article 56 there was an imbalance by cutting the execution rights of the separatist creditors with Suspension of a maximum execution period of 90 days. In article 55 the security of material security is separate from the bankruptcy assets or bankrupt assets, but in article 56 the security of property rights held by separatist creditors seems to be a bankrupt bankruptcy or bankrupt assets are added by article 59 which limits the execution period of at least 2 months, it creates legal uncertainty.

Keywords : bankruptcy, separatist creditor, legal protection

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1    Latar Belakang

Di Indonesia perkembangan ekonomi pada mulanya berputar dengan sangat baik, ditambah dengan pembangunan

yang dilakukan pemerintah yang bersinambungan. Hal tersebut membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi makro dan mikro yang lebih maju sejalan dengan perkembangan perusahaan kecil dan perusahaan besar di dalam perekonomian Indonesia. Hal tersebut menjadikan mobilitas sumber daya manusia dan usaha menjadi tinggi, dapat terjadi transaksi modal dan kekayaan yang semakin maju di dalam dunia perekonomian.

Namun krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998 menyebabkan banyak perusahaan yang tidak mampu memenuhi kewajiban pembayaran utang. Dunia usaha terkena imbas yang paling besar dari krisis tersebut dan selanjutnya banyak juga perusahaan yang bangkrut. Dengan demikian untuk melindungi kreditor dan debitor harus ada perlindungan hukum yang mengatur kedua belah pihak dimana bank sebagai pihak kreditor dan perusahaan sebagai pihak debitor.

Dasar hukum sangat diperlukan bagi perusahaan yang berstatus sebagai debitor maupun sebagai kreditor (bank) agar terpenuhinya hak dan kewajiban dengan seadil-adilnya agar tidak terjadi salah satu pihak merasa dirugikan. Debitor yang dinyatakan pailit, tidak hanya memberi imbas yang buruk ke debitor saja atau perusahaan saja namun imbasnya bersifat global.

Pailit merupakan keadaan debitor tidak bisa/tidak mampu untuk memenuhi kewajibannya untuk melakukan pembayaran utang kepada kreditor.1 Debitor tidak membayar hutang tidak hanya karena debitor tidak mampu tetapi terdapat alasan-alasan

debitor tidak mau membayar utang.2 Tindakan Pailit adalah tindakan penyitaan kekayaan Debitor yang akan menjadi harta pailit yang dikelola oleh Kurator dengan diawasi Hakim Pengawas. Prinsip kepailitan tersebut merupakan perwujudan dalam Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata, adalah kebendaan hak milik Debitor menjadi agunan bersama bagi semua Kreditor dari hasil pelelangan maupun penjualannya yang dibagi sesuai dengan jenis kreditor dengan asas keseimbangan.3

Revisi UU No. 4 Tahun 1998 menjadi UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang sangat penting, mengingat UU sebelumnya sudah tidak sesuai dengan kehidupan masyarakat yang semakin berkembang.4 Tujuan dari revisi UU tersebut untuk keseimbangan kreditor dengan debitor dalam permasalahan kepailitan, menguatkan ketentuan pelaksanaan, baik masa waktu, cara, pengelolaan harta pailit dan penyelesaian masalah agar lebih mudah.

Namun pada kenyataannya, revisi UU No. 4 Tahun 1998 menjadi UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang khususnya pasal 55 yang menyatakan bahwa kerditor separatis dapat melakukan eksekusi langsung hak jaminan kebendaannya seolah-olah tidak terjadi kepailitan tetap memperhatikan pasal 56,57,58 yang sudah sesuai dengan KUHPerdata dan Undang-undang No. 4 Tahun 1996

Tentang Hak Tanggungan beserta Undang-undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Namun dalam pasal 56 dan 59 menyimpang dari pasal 55. Pasal 56 menyatakan kreditor separatis baru dapat menjalankan eksekusi terhadap hak jaminan kebendaan setelah masa penangguhan paling lama 90 hari. Hal tersebut sama saja menghianati pasal 55 dengan memotong atau membatasi hak eksekusi yang dimiliki kreditor separatis, termasuk juga pasal 59 yang pada intinya menyatakan bahwa setelah masa penangguhan berakhir lalu kreditor separatis dapat melakukan eksekusi hak jaminan tersebut paling lambat 2 bulan. Jika belum terjual maka kurator akan menuntut hak jaminan tersebut menjadi boedel pailit. Hal itulah yang menjadi penyebab semakin berkurangnya hak eksekusi dari kreditor separatis. Maka dari itu, dengan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk meneliti lebih dalam mengenai masalah “Perlindungan Hukum Kreditor Separatis Terhadap Hak Jaminan Yang Diagunkan Oleh Debitor Pailit” 1.2 Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimana kedudukan hukum dari kreditor separatis terhadap jaminan kebendaan?

  • 2.    Bagaimana perlindungan hukum bagi kreditor separatis dalam melaksanakan hak eksekusi terhadap jaminan kebendaan?

  • 1. 3 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penelitian ini antara lain untuk mengetahui kedudukan kreditor separatis terhadap jaminan kebendaan dan untuk mengetahui perlindungan hukum kreditor separatis dalam melaksanakan hak eksekusi terhadap jaminan kebendaan yang diagunkan oleh debitor.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1    Metode Penelitian

Metode penelitian dalam penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, yang memiliki arti meneliti hukum dari segi internal dengan meneliti norma hukum.5 2.2 Jenis Pendekatan

Penulisan penelitian ini memakai pendekatan Perundang-undangan dimana dalam penelitian ini mengkaji ketentuan dalam undang-undang atau bahan pustaka lain. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menganalisis ketentuan norma yang konflik dalam perlindungan kreditor separatis.

  • 2.3    Sumber Bahan Hukum

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.6 Bahan hukum primer yakni UU Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang. Bahan hukum sekunder yang digunakan yakni bahan pustaka (literatur) yang berkaitan tentang Kepailitan

  • 2.4    Pembahasan

    2.4.1    Kedudukan Hukum Dari Kreditor Separatis Terhadap Jaminan Kebendaan

Di dalam kepailitan, tidak semua Kreditor mempunyai kedudukan yang sama. Perbedaan Kreditor tersebut semata-mata ditentukan oleh jenis atau sifat piutang masing-masing. Sifat piutang tersebut adalah :

  • 1.    Piutang Separatis yaitu piutang dengan jaminan kebendaan tertentu (seperti Hak Tanggungan, Gadai, Jaminan Fidusia) dipertegas dalam Pasal 1133 KUHPerdata;

  • 2.    Piutang dengan hak preferensi umum. Piutang ini terkait dengan harta pailit secara umum di pertegas dalam Pasal 1149 KUHPerdata;

  • 3.    Piutang dengan hak prefensi Khusus. Piutang ini terkait dengan harta pailit tertentu dipertegas dalam Pasal 1139 KUHPerdata

  • 4.    Piutang Konkuren. Piutang dengan pembayaran secara prorata bases dipertegas dalam pasal 1131-1132 KUHPerdata

  • 5.    Piutang istimewa khusus. Piutang Pajak yang dipertegas dalam Pasal 1137 KUHPerdata

Dari pemaparan sifat piutang tersebut maka, berikut jenis kreditor dalam kepailitan:

  • 1.    Kreditor separatis, merupakan pemegang hak jaminan kebendaan yang diagunkan oleh debitor. Yang dimaksud dengan hak jaminan kebendaan yaitu hipotik, gadai, hak tanggungan, jaminan fidusia dan lain sebagainya. Kreditor separatis memiliki hak eksekusi terhadap jaminan kebendaan tersebut jika debitor wanprestasi atau tidak dapat memenuhi pembayaran utang yang dipinjam, hak tersebut diatur dalam pasal 55 UU Kepailitan.7

  • 2.    Kreditor preferen, Hak istimewa yang dimiliki oleh Kreditor preferen adalah hak yang bersumber dari Undang-Undang yang diberikan kepada seorang Kreditor sehingga tingkat

Kreditor tersebut lebih tinggi daripada Kreditor lainnya (Kreditor Konkuren) semata-mata berdasarkan sifat piutang Kreditor tersebut (Pasal 1134 KUHPerdata). Kreditor preferen adalah Kreditor yang piutangnya mempunyai kedudukan istimewa. Artinya Kreditor tersebut mempuyai hak untuk mendapatkan pelunasan terlebih dahulu dari hasil penjualan harta pailit. Kreditor preferen merupakan Kreditor yang pelunasan piutangnya didahulukan dari Kreditor separatis dan konkuren dalam proses kepailitan.

  • 3.    Kreditor konkuren, merupakan Kreditor yang tidak termasuk golongan Kreditor separatis atau golongan Kreditor preferen. Pelunasan piutang mereka dicukupkan dari hasil penjualan/pelelangan harta pailit sesudah diambil bagian golongan separatis dan preferen. Hasil penjualan harta pailit dibagi menurut golongan imbangan besar kecilnya piutang Kreditor konkuren. Kreditor Konkuren merupakan Kreditor yang tidak memegang agunan dan yang tidak mempunyai hak istimewa serta yang tagihannya tidak diakui atau diakui secara bersyarat

Dalam pengertian diatas kreditor separatis memiliki beberapa ciri yaitu sebagai berikut:

  • a)    Dalam pasal 1134 KUH Perdata yang pada intinya menyatakan kreditor separatis merupakan kreditor preferen juga yang memegang hak jaminan kebendaan yang paling diistimewakan atau didahulukan pembayaan utangnya, karena memegang hak jaminan kebendaan. Pada intinya kreditor separatis termasuk kreditor preferen yang memegang hak jaminan kebendaan.

  • b)    Kreditor separatis memiliki kedudukan yang paling tinggi dibandingkan kreditor lainnya, karena kreditor separatis

tidak terpengaruh oleh kreditor lainnya. Dibandingkan dengan kreditor yang diistimewakan lainnya kreditor separatis ditambah dengan memegang hak jaminan kebendaan.8

  • c)    Kreditor separatis berdiri sendiri atau terpisah, hal tersebut mengartikan bahwa dibandingkan kreditor yang diistimewakan kreditor separatis dapat mengeksekusi sendiri jaminan kebendaan jika debitor wanprestasi atau tidak sanggup dalam pemenuhan kewajiban pembayaran utang.

Dari ciri tersebut kreditor separatis merupakan kreditor yang diutamakan perbayaran utangnya. Kata separatis berasal dari belanda yang diartikan pemisahan, yang dapat diartikan bahwa kreditor separatis berdiri sendiri. Kreditor separatis merupakan kreditor memiliki hak penguasaan dari jaminan kebendaan dari debitor, ia juga mendapatkan hak yang dapat mengeksekusi atau menjual jaminan tersebut dari debitor yang melakukan wanprestasi.

Dari penjelasan tersebut dipertegas dalam pasal 1134 KUH Perdata yang menyatakan bahwa kreditor yang memegang hak gadai dan hipotek lebih tinggi kedudukannya dari pada kreditor yang memiliki hak istimewa Dalam pelaksanaannya dipertegas dalam pasal 55 ayat (1) UU Kepailitan yang pada intinya menyatakan kreditor separatis dapat mengeksekusi hak jaminan kebendaan dan dengan memperhatikan ketentuan pasal 56, 57 dan 58 seolah-olah tidak terjadi kepailitan

Jadi kedudukan kreditor separatis dari segi hukum, kreditor separatis terhadap hak jaminan kebendaan yang diagunkan oleh

debitor adalah merupakan posisi yang terkuat, karena hak jaminan kebendaan merupakan hak yang terkuat. Jika debitor tidak mampu untuk memenuhi kewajiban maka kreditor separatis dapat mengeksekusi sendiri jaminan tersebut. Kreditor separatis juga tidak tergantung atau terpengaruh dengan kreditor lainnya. Hal tersebut membuat kreditor separatis tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun termasuk proses kepailitan sekalipun.

  • 2.4.2 Perlindungan Hukum Bagi Kreditor Separatis Dalam Melaksanakan Hak Eksekusi Terhadap Jaminan Kebendaan

Perlindungan hukum merupakan sebuah upaya dalam melindungi kepentingan dari seseorang dengan mengalokasikan suatu Hak Asasi Manusia kekuasaan kepada orang tersebut untuk bertindak dalam rangka kepentingannya.9 Dalam melaksanakan eksekusi hak jaminan yang diagunkan oleh debitor kepada kreditor separatis mendapat perlindungan hukum dari pasal 55 ayat (1) UU Kepailitan yang pada intinya menyatakan kreditor separatis dapat mengeksekusi hak jaminan kebendaan. Dengan memperhatikan ketentuan pasal 56, 57 dan 58. Ketentuan tersebut dalam pengertiannya seola-olah tidak terjadi kepailitan. Hal tersebut juga dapat dikatakan bahwa harta jaminan kebendaan dipegang haknya oleh kreditor separatis bukan merupakan boedel pailit.

Jika hasil eksekusi dari jaminan kebendaan tersebut tidak menutupi seluruh utang maka, kreditur sparatis akan menagih sisanya kepada debitor segbai kreditor konkuren. Berbeda dengan eksekusi jika jaminan kebendaan debitor lebih maka kreditor

sparatis wajib untuk mengembalikan sisanya ke debitor. Selain itu kreditor separatis mendapat perlindungan hukum dalam pasal 21 UU Hak Tanggungan yang menyatakan pemegang hak tanggungan tetap dapat melakukan segala haknya walaupun debitor sudah dinyatakan pailit. Hal tersebut mengartikan pasal 55 UU Kepailitan sudah sesuai dengan pasal 21 UU Hak Tanggungan, yang mengartikan bahwa jika debitor wanprestasi atau pailit maka kreditor separatis dapat melakukan segala hak jaminan kebendaan yang di pegangnya salah satunya yaitu hak tanggungan tersebut untuk memenuhi kewajiban yang harus dipenuhi oleh debitor.10 Juga di tegaskan dengan pasal 27 ayat (3) UU Jaminan Fidusia yang pada intinya menyatakan kreditor separatis memegang fidusia yang didahulukan haknya dan tidak hilang haknya karena adanya kepailitan, hal tersebut mengartikan kuatnya kedudukan dari kreditor yang memegang hak jaminan.

Dengan terdapat pengaturan hak eksekusi jaminan kebendaan tersebut semakin memperkokoh kedudukan kreditor separatis. Namun pada pasal 56 mulai terjadi kontradiktif dengan posisi kreditor separatis dengan hak jaminan kebendaannya. Pasal 56 ayat (1) UU Kepailitan pada intinya menyatakan hak eksekusi kreditor separatis ditangguhkan dengan jangka waktu paling lama 90 hari.11 Pasal tersebut tidak sesuai dengan pasal 55 ayat (1) dan pasal 21 Hak Tanggungan beserta pasal 27 UU Jaminan Fidusia, inti dari pasal 56 ayat (1) tersebut sama saja dengan membatasi atau memotong hak dari kreditor separatis. Di tambah dengan

pasal 59 yang pada intinya menyatakan setelah berakhirnya masa penangguhan dengan jangka wkatu paling lama 90 hari, kreditor separatis dapat menajalankan hak eksekusi jaminan kebendaan dalam jangka waktu paling lama 2 bulan setelah dimulainya masa insolvensi. Pasal 59 tersebut semakin mempersulit bagi kreditor separatis untuk menjalankan hak eksekusinya.

Berarti terjadi pergeseran hak eksekusi yang dimiliki kreditor separatis dalam mengeksekusi jaminan kebendaan dan menghilangkan hak atau kewenangan kreditor separatis selama masa penangguhan 90 hari tersebut. Hal tersebut menandakan bahwa terjadi penyimpangan terdahap prinsip dari kreditor pemegang hak jaminan kebendaan dan dipertegas dengan masa waktu eksekusi paling lambat 2 bulan.

Dari penjelasan tersebut maka dalam UU kepailitan yang mengatur penangguhan eksekusi paling lama 90 hari menjadi ketentuan yang kontradiktif, penangguhan tersebut menurut UU kepailitan bertujuan untuk memungkinkan terciptanya perdamaian, mengoptimalkan harta pailit dan kurator melaksanakan tugasnya secara maksimal. Namun kurator dapat melakukan tugasnya dengan menjual harta pailit sejak dikeluarkannya putusan pailit, hal tersebut menjadi tidak adil bagi kreditor separatis yang harus menunggu 90 hari terlebih dahulu sementara perdamaian bisa saja terjadi pada jangka waktu 90 hari tersebut.

Semakin rancunya pasal 56 tersebut mengartikan tidak memisahkan harta pailit atau boedel pailit dengan yang bukan merupakan boedel pailit, dimana pasal 56 tidak membedakan benda yang dibebani hak jaminan sebagai benda yang bukan termasuk boedel pailit. Sehingga Lembaga hak tanggungan

menjadi tidak diperhatikan, filosofi dari hak tanggungan menjadi

rancu.

Dalam pasal 59 terutama dalam ayat (2) yang pada intinya menyatakan setelah habisnya waktu eksekusi dan jaminan kebendaan belum terjual maka kurator akan menuntut agunan tersebut di kembalikan akan masuk boedel pailit. Selain itu ketentuan tersebut semakin membuat sikap UU Kepailitan tidak mengakui hak separatis dari kreditor yang memegang hak jaminan kebendaan karena berisi benda yang di bebani hak jaminan sebagai hatra pailit. Hal tersebut semakin memperkuan bahwa UU kepalitan tidak hanya membatasi atau memotong hak dari kreditor separatis namun merenggut hak kreditor yang memegang hak jaminan.

Dengan penjelasan demikian pasal 56 dan 59 yang terdapat pada UU kepailitan sudah menyimpang dari hak eksekusi Lembaga jaminan kebendaan dalam KUHPerdata, UU Hak Tangungan dan UU Jaminan Fidusia yang menentukan seharusnya kreditor pemegang hak jaminan atau kreditor separatis berhak mengeksekusi benda jaminan tersebut menjadi hilang dengan adanya ketentuan dalam pasal 56 dan 59 tersebut, hak tersebut juga mengartikan UU kepailitan tidak mengakui keberadaan kreditor separatis.

  • III.    PENUTUP

  • 1.    Kesimpulan

Kreditor separatis merupakan kreditor yang memiliki kedudukan yang paling tinggi karena memegang hak jaminan kebendaan yang digunkan oleh debitor, jika debitor pailit maka kreditor separatis memiliki hak untuk mengeksekusi hak jaminan kebendaan tersebut sesuai dengan pasal 55 UU

Kepailitan namun hak tersebut dipotong oleh pasal 56 UU Kepailitan yang menangguhkan waktu dari eksekusi hak jaminan paling lama 90 hari, pasal 56 menjadi pasal yang konradiktif mengingat tidak hanya bertentangan dengan pasal 55 saja namun juga bertentangan dengan UU hak tanggungan dan UU hak fidusia.

  • 2.    Saran

Undang-undang Kepailitan di revisi kembali agar tidak terjadi penyimpangan dengan KUHPerdata, UU Hak Tanggungan, UU Jaminan Fidusia, selain itu dengan direvisinya UU kepailitan dapat mempertegas kedudukan kreditor separatis atas jaminan kebendaan sehingga lebih memperjelas perlindungan hukum terhadap kreditor separatis dalam melaksanakan haknya mengeksekusi hak jaminan kebendaan jika debitor wanprestasi dan memperjelas pemisahan antara harta yang termasuk boedel pailit dan yang tidak termasuk boedel pailit.

DAFTAR PUSTAKA

Buku-Buku

Amiruddin dan Zainal Asikin, 2016, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Diantha, I Made Pasek, 2017, Metodologi Penelitian Hukum Normatif Dalam Justifikasi Teori Hukum, Prenada Media, Bali.

Faudy, Munir, 2014, Hukum Pailit Dalam Teori Dan Praktik, citra Aditya bakti, Bandung.

Jurnal Ilmiah

Astara, I Wayan Wesna, 2015, “Penundaan Kewajiban Pembayaran 14Utang Dalam Kepailitan (Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Niaga Nomor 20/Pailit/2011”) Jurnal Hokum Magister Ilmu Hokum Dan Kenotariatan, Fakultas Hokum Universitas Udayana, Denpasar, Diakses Tanggal 22 Mei 2019

Surjanto, Diana, 2018, Urgensi Pengaturan Syarat Insolvensi Dalam Undang-Undang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Acta Komitas, Vol.3 No. 2 Oktober 2018

Trianna, Komang, 2013, Pengaruh Undang-Undang Kepailitan Dan Undang-Undang Hak Tanggungan Terhadap Kedudukan Kreditur Pemegang Hak Tanggungan Apabila Debitur Pailit, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar.

WiradharmaI, da Bagus Adi, 2016, Perlindungan Hukum Terhadap Kurator Dalam Melaksanakan Tugas Pengurusan Dan Pemberesan Harta Debitor Pailit, jurnal Hukum Fakultas Hukum Universitas Udayana

Pramana, Putu Arya Aditya, 2013, Pengaruh Undang-Undang Kepailitan Dan Undang-Undang Hak Tanggungan Terhadap Kedudukan Kreditur Pemegang Hak Tanggungan Apabila Debitur Pailit, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar

Dewi, Wulan Wiryanthari, 2017, Akibat Hukum Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Terhadap Status Sita Dan Eksekusi Jaminan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar

Pratama, I Putu Yoga Putra, 2019, Perlindungan Hukum Terhadap Kreditor Atas Penyusutan Nilai Objek Jaminan Hak Tanggungan Dalam Perjanjian Utang Piutang, Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum, Universitas Udayana.

Prastika, Kadek Septian Dharmawan, 2018, Kedudukan Kreditur Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Milik Atas Tanah Berdasarkan UndangUndang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum, Universitas Udayana.

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undnag-Undang Hukum Perdata,

Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan

Undang-Undang No. 04 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

15