Penyalahgunaan Wewenang pada Kegiatan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dalam Perspektif Hukum

Administrasi*

Oleh:

Ni Made Saraswati Pratisthita**

I Gusti Ngurah Wairocana***

Program Kekhususan Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRAK

Sistem pengadaan barang/jasa yang baik merupakan sistem pengadaan yang mampu dalam pelasanaannya menerapkan prinsip-prinsip tata pemeritahan Sistem pengadaan barang/jasa yang baik tersebut merupakan sistem pengadaan yang mampu dalam pelasanaannya menerapkan prinsip-prinsip tata pemeritahan yang baik (good governance) serta membawa efisiensi, efektivitas belanja publik. Namun terdapat beberapa hambatan dalam kegiatan pengadaan barang/jasa seperti penyalahgunaan wewenang dalam pengadaan barang/jasa, persekongkolan antara pejabat pengadaan dengan penyedia barang/jasa, dan melipat gandakan harga barang pabrik guna memperoleh keuntungan pribadi maupun kelompok. Diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menjadi jawaban pemerintah guna memperbaiki permasalahan dalam pengadaan barang/jasa salah satunya di ranah Hukum Administrasi. Sehingga timbul permasalahan bagaimana aspek hukum Administrasi Negara dalam pengadaan barang/jasa serta bagaimana solusi dalam mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang pengadaan barang/jasa dalam perspektif hukum Administrasi Negara. Adapun penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan hasil penelitian bahwa dalam pengadaan barang/jasa, Hukum Administrasi Negara mengatur hubungan hukum antara penyedia dan pengguna pada proses persiapan sampai dengan proses penerbitan surat penetapan penyedia barang/jasa dan solusi dalam mencegah penyalahgunaan pada pengadaan barang/jasa salah satunya meliputi penerapan pemerintahan yang baik (good governance) serta kegiatan pengadaan barang/jasa secara elektronik yaitu melalui e-marketplace seperti yang diatur dala ketentuan Pasal 70 Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaang Barang/Jasa Pemerintah.

Kata Kunci : Penyalahgunaan wewenang, pengadaan barang/jasa, good governance

A good goods/service procurement system is a procurement system that is capable of implementing its implementing governance principles. The good procurement of goods/services system is a procurement system capable of implementing implementing good governance principles and bringing about

efficiency effectiveness of public spending. However, there are several obstacles in the procurement of goods/services such as abuse of authority in the procurement of goods/services, collusion between procurement officials and providers of goods/services, and double the price of factory goods in order to obtain personal or group benefits. The issuance of Presidential Regulation Number 16 of 2018 concerning Procurement of Government Goods/Services is the government's answer to correct problems in the procurement of goods/services, one of which is in the realm of Administrative Law. So that the problem arises how the legal aspects of the State Administration in the procurement of goods/services as well as how the solution in preventing abuse of the authority of the procurement of goods/services in the perspective of the law of State Administration. The writing uses normative legal research methods with the results of research that in the procurement of goods/services, the State Administrative Law regulates the legal relationship between providers and users in the preparation process up to the process of issuing letters of determination of goods/services providers and solutions in preventing abuse on procurement of goods/services one of these services includes the application of good governance (good governance) as well as electronic goods/services procurement activities, namely through e-marketplaces as stipulated in the provisions of Article 70 of Perpres No. 16 of 2018 concerning Procurement of Government Goods/Services.

Keywords      :  Abuse of authority, procurement of goods / services,

good governance

  • I    Pendahuluan

    1.1  Latar Belakang

Agar dapat terlaksananya pemberian pelayanan kepada masyarakat (public service) berupa pembangunan fisik maupun non fisik baik dalam pengadaan saranan dan prasarana tentunya perlu didukung oleh kegiatan pengadaan barang/jasa yang baik oleh pemerintah sebagai pengguna barang/jasa atau oleh badan usaha maupun orang-perorangan sebagai penyedia barang dan jasa. Dalam pengadaan barang/jasa oleh pihak pengguna agar terwujudnya barang/jasa yang mencapai kesepakatan baik waktu maupun harga serta kesepakatan-kesepakatan lainnya diperlukan metode serta proses tertentu dimana baik pihak pengguna dan pihak penyedia harus patuh terhadap etika serta norma pengadaan barang dan jasa yang berlaku.1 Perlu kita ketahui bahwa sistem pengadaan barang/jasa yang baik adalah yang

mampu dalam pelaksanaannya menerapkan prinsip-rinsip tata pemerintahan yang baik (good governance) serta membawa efisiensi, efektivitas belanjan publik, namun masih terdapat hambatan-hambatan nyata ketika mewujudkan tata pemerintahan yang baik yaitu seperti tingginya angka penyalahgunaan keuangan negara oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab sehingga menimbulkan kerugian terhadap negara yang cukup besar.

Dalam kegiatannya, pengadaan barang/jasa ternyata dapat menimbulkan implikasi negatif yang baik dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pokja (kelompok kerja) maupun oleh pihak penyedia/rekanan yang seringkali dipicu akan persekongkolan antara pejabat pengadaan dengan penyedia barang/jasa untuk mendapatkan keuntungan dengan bermain curang. Permasalahan yang seringkali timbul dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa yaitu kasus mark-up yang terletak pada penyerahan perhitungan HPS (harga perkiraan sendiri) oleh PPK dengan tanpa melakukan pengecekan kembali, kepada penyedia barang/jasa atau makelar dengan melipatgandakan harga barang pabrik yang sudah pasti memiliki harga yang berbeda dengan harga distributor maupun harga pasaran guna memperoleh keuntungan pribadi ataupun kelompok.

Dikeluarkannya kebijakan guna mengatur pengadaan barang/jasa yaitu Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, merupakan jawaban pemerintah guna memperbaiki sistem pengelolaan keuangan negara, dimana pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah untuk mewujudkan good governance dalam perihal pengelolaan keuangan negara seringkali ditemukan permasalahan pengadaan

barang/jasa salah satunya berada di ranah Hukum Administrasi Negara.

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimana aspek hukum Administrasi Negara dalam penyalahgunaan wewenang pengadaan barang/jasa?

  • 2.    Bagaimana solusi dalam mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang pengadaan barang/jasa dalam perspektif hukum Administrasi Negara?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

  • a.    Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaturan terkait pengadaan barang/jasa pemerintah yang baik dengan berlandaskan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik.

  • b.    Tujuan Khusus

  • 1.    Memahami aspek dari penyalahgunaan wewenang dalam pengadaan barang/jasa dari segi Administrasi Negara.

  • 2.    Mengetahui  bagaimana solusi dalam mencegah

terjadinya penyalahgunaan wewenang pengadaan barang/jasa dalam perspektif hukum Administrasi Negara.

II Isi Makalah

2.1    Metode Penelitian

Penelitian ini mempergunakan metode penelitian hukum normatif dengan menelaah bahan-bahan hukum serta mempergunakan metode pendekatan undang-undang (statute approach). Pendekatan undang-undang ini dilakukan dengan menganalisis berbagai peraturan serta regulasi yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang dibahas yaitu aspek hukum

Administrasi Negara dalam penyalahgunaan wewenang pengadaan barang/jasa.

Adapun pengertian mengenai Penelitian hukum normatif adalah pengkajian terkait bahan-bahan hukum seperti bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder, yang kemudian dipersatukan semua informasi-informasi yang relevan, esensial serta memiliki keterkaitan dengan permasalahan yang dibahas sehingga dapat ditentukan isu hukumnya (legal issues).2

Penelitian normatif ini menggunakan dua bahan hukum yaitu bahan hukum primer yang berupa Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dan bahan hukum sekunder yang berupa buku-buku hukum, jurnal-jurnal hukum, dan artikel-artikel hukum3, yang didapat melalui perpustakaan maupun media internet.

  • 2.2    Hasil dan Analisis

    • 2.2.1    Aspek    hukum    Administrasi    Negara    dalam

penyalahgunaan wewenang pengadaan barang/jasa

Presiden, menteri keuangan, menteri/pimpinan lembaga, kepala daerah, bendahara, serta pejabat lain memiliki kewenangan didalam mengelola keuangan negara. Keuangan sebuah negara yang cukup menjadi salah satu faktor pendukung keberadaan pemerintah sebagai perwujudan kekuasaan dalam mengatur kehidupan berbangsan dan bernegara. Keuangan negara sendiri apabila dikaitkan dengan hukum administrasi merupakan kaidah yang mengatur tata tertib pada proses kerjasama yang rasional oleh pemerintah dengan seluruh unsur penyelenggara negara serta masyarakat dalam rangka pelaksanaan kepengurusan terhadap semua hak dan kewajiban negara yang bernilai uang maupun

segala sesuatu yang berupa uang ataupun barang yang dijadikan milik negara yang berhubungan terhadap pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

Guna tercapainya pengelolaan keuangan negara yang baik terdapat salah satu bagian penting yaitu melalui pelaksanaan pengadaan barang/jasa. Dengan diterbitkannya Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah diharapkan dapat memperbaiki pelaksanaan pengadaan barang/jasa secara menyeluruh mengingat alokasi belanja barang/jasa yang cukup besar.4

Dalam pengadaan barang/jasa, Hukum Administrasi Negara mengatur hubungan hukum antara penyedia dan pengguna pada proses persiapan sampai dengan proses penerbitan surat penetapan penyedia barang/jasa.5 Pada saat proses persiapan pengadaan sampai dengan proses penerbitan surat surat penetapan penyedia barang/jasa instansi pemerintah yang merupakan hubungan hukum administrasi atau tata usaha negara, terjadi hubungan hukum antara pengguna dengan penyedia barang/jasa, keputusan yang dikeluarkan pada saat proses tersebut merupakan keputusan pejabat negara/daerah atau publik, dimana keputusan pengguna barang/jasa instansi pemerintah merupakan keputusan pejabat negara/daerah, maka apabila terdapat pihak baik penyedia barang/jasa atau masyarakat yang merasa dirugikan terhadap dikeluarkannya

sebuah keputusan terkait pengadaan barang/jasa tentunya dapat mengajukan gugatan pembatalah secara tertulis terhadap keputusan tersebut melalui Pengadilan Tata Usaha Negara sebagaimana dalam ketentuan Pasal 53 UU No. 5 Tahun 1986 jo. UU No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Penyalahgunaan wewenang menjadi salah satu alasan dapat diajukannya gugatan. Adapun yang dimaksud dengan penyalahgunaan wewenang dalam tindak pemerintahan menurut konsep Hukum Tata Negara atau Hukum Administrasi Negara selalu berkaitan dengan konsep de’tornement de pouvoir. Dalam hal ini pejabat menggunakan kewenangannya untuk tujuan lain yang menyimpang dari tujuan yang telah diberikan dari kewenangan tersebut, dengan demikian pejabat dianggap telah melanggar asas spesialitas (asas tujuan). Ketika mengukur apakah telah terjadi penyalahgunaan wewenang haruslah dibuktikan seccara faktual bahwa pejabat telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain, penyalahgunaan wewenang juga dilakukan secara sadar yaitu mengalihkan tujuan yang telah diberikan oleh wewenang dimana pengalihan tujuan tersebut didasarkan atas interest pribadi, baik untuk kepentingan diri sendiri maupun orang lain.6

Dalam hal pengadaan barang/jasa, penyalahgunaan wewenang memiliki arti sebagai tindakan tindakan Pejabat atau Badan Tata Usaha Negara yang melakukan kesengajaan diluar kewenangan-kewenangannya terkait proses pengadaan, adapun pejabat berwenang yang dimaksud seperti PA/KPA, Kepala Daerah, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Tim Pendukung maupun Tim Teknis. Penyalahgunaan wewenang dalam pengadaan barang/jasa ini memiliki contoh seperti pengumuman

dalam menentukan pemenang dalam suatu usaha non kecil tidak terlaksana dengan sebagaimana mestinya, yang mana seharusnya keputusan pemenang pengadaan barang/jasa diperuntukkan kepada pengusaha kecil. Dalam ketentuan Pasal 53 UU No. 5 Tahun 1986 jo. UU No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaaha Negara melarang Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara untuk berbuat sewenang-wenang pada saat mengeluarkan maupun tidak mengeluarkan suatu Keputusan Tata Usaha Negara. Misal, ketika sebuah keputusan yang digugat diekeluarkan atas dasar fakta yang tidak lengkap, sehingga keputusan tersebut terjadi atas kemauan sendiri, bukan karena dasar hukum sehingga dapat dikatakan sebagai keputusan yang bersifat sewenang-wenang.

  • 2.2.2    Solusi dalam mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang pengadaan barang/jasa dalam perspektif hukum Administrasi Negara

Penyalahgunaan wewenang yang berdampak terhadap timbulnya korupsi dalam kegiatan pengadaan barang/jasa tentunya merupakan contoh perbuatan yang bertentangan terhadap hukum. Hukum Administrasi Negara sebagai hukum yang mengatur hubungan pemerintah dengan masyarakat mempunyai peran yang penting didalam menangani korupsi yang terjadi di bidang pemerintahan salah satunya dalam penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pejabat dalam kegiatan pengadaan barang/jasa.  Pelaksanaan pencegahan

penyalahgunaan wewenang dalam pengadaan barang/jasa, pemerintah tentunya juga bertugas untuk meningkatkan berbagai upaya pencegahannya, dimana menurut Pembukaan UUD NRI 1945 dijelaskan bahwa, Negara diamanati untuk menunjukan

kesejahteraan umum. Hal tersebut dapat dimaknai bahwa Negara perlu memastikan agar tidak terjadinya kebocoran anggaran dalam pengadaan sehingga hasil pengadaan bisa optimal serta menunjang kesejahteraan rakyat.7

Pengadaan barang/jasa pemerintah tentunya harus dilakukan secara kredibel yaitu melalui pengaturan yang baik, tidak berpihak terhadap pihak-pihak tertentu, serta pengadaan yang kredibel juga dapat mencegah adanya persaingan usaha yang tidak sehat di kalangan pelaku usaha dan mengandung unsur-unsur pencegahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme antara aparat pemerintah dengan pelaku usaha. Pengadaang barang/jasa yang kredibel ini pun dapat memberikan keyakinan bagi salah satunya kalangan pelaku usaha, karena dianggap:8

  • 1.    Pengadaan dilakukan dengan proses yang tepat, oleh pegawai yang memang ahli sesuai kualifikasi yang ditentukan;

  • 2.    Pengadaan berhasil mendapatkan barang/jasa yang benar dari penyedia yang benar yang memiliki kualifikasi dalam menyediakan barang/jasa sesuai kualitas yang diharapkan;

  • 3.    Pengadaan dilakukan pada harga yang tepat guna terciptanya mekanisme persaingan sempurna untuk menghasilkan transaksi pada tingkat harga yang wajar.

Tindakan-tindakan hukum pejabat pemerintahan dalam rangka melayani atau mengatur warga negara merupakan adanya hubungan hukum antara pejabat pemerintahan dengan warga negara, sehingga tindakan-tindakan pejabat tersebut juga dapat

menimbulkan peluang munculnya perbuatan yang bertentangan dengan hukum yang melanggar hak-hak warga negara.9 Maka dalam perspektif Hukum Administrasi solusi guna mencegah munculnya perbuatan yang bertentangan dengan hukum khusunya penyalahgunaan wewenang dalam kegiatan pengadaan barang/jasa meliputi beberapa bidang, yaitu:

  • a.    Penerapan pemerintahan yang baik (good governance);

  • b.    Program publik pemerintah dalam kegiatan pengadaan barang/jasa;

  • c.    Perbaikan Oraganisasi Pemerintah.

Upaya pencegahan dalam penyalahgunaan wewenang dalam kegiatan pengadaan barang/jasa akan dapat terlaksana dengan lebih baik apabila ditunjang dengan prinsip good governance dan pembangunan berkelanjutan yang memiliki beberapa syarat, yaitu:

  • a.    Adanya pengawasan terhadap kekuasaan eksekutif, legislatiif, dan yudikatif;

  • b.    Adanya garis jelas akuntabilitas antara pemimpin politik, birokrasi, dan masyarakat;

  • c.    Sistem politik yang terbuka serta ikut terlibatnya masyarakat sipil yang aktif;

  • d.    Pelayanan publik yang profesional, berkompeten, memiliki kapabilitas, dan jujur yang bekerja dalam kerangka yang akuntable dan pemerintah dengan aturan dalam prinsip dan kepentingan publik atau masyarakat yang diutamakan;

  • e.    Sistem hukum yang tidak memihak, serta ketertiban umum yang menjunjung hak-hak politik dan sipil yang fundamental.

Perbaikan organisasi pemerintah juga dapat menjamin perbuatan-perbuatan pemerintah yang sesuai dengan peraturan

perundang-undangan, perbaikan tersebut dapat melalui langkah-langkah sebagai berikut:

  • a.    Menyusun dan melaksanakan strategi yang menciptakan landasan etika yang kokoh bagi administrasi publik.

  • b.    Transparan dan keterbukaan pemerintah untuk memberikan informasi resmi pemerintah kepada masyarakat luas.

  • c.    Menyusun sistem keuangan internal yang dapat menjamin pengawasan yang baik dan efektif atas penggunaan sumber daya.

  • d.    Melaksanakan pengawasan dengan membentuk mekanisme pengawasan internal terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau badan administrasi negara maupun pegawai negeri sipil.

  • e.    Membentuk kinerja pemerintah dan memberi pendapat

terhadap layanan pemerintah.

  • f. Dibidang pengadaan barang dan jasa membangun sistem

keterbukaan tentang kegiatan pengadaan barang/jasa.

  • g.    Melakukan perubahan terhadap sistem administrasi negara atau sistem birokrasi yang terbuka, proses yang cepat dan sesuai dengan kebutuhan administrasi.

Apabila dilihat dalam Perpres No. 16 Tahun 2018 bahwa solusi guna memperkecil celah-celah korupsi maupun penyalahgunaan wewenang dalam pengadaan barang/jasa pemerintah yaitu dengan adanya pengadaan barang/jasa secara elektronik dengan memanfaatkan e-marketplace seperti yang dimuat dalam ketentuan Pasal 70 Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaang Barang/Jasa Pemerintah. E-marketplace pengadaan barang/jasa merupakan penyediaan infrastruktur teknis serta pendukung layanan transaksi bagi kementerian atau

lembaga maupun pemerintah daerah serta penyedia yang berupa katalog elektronik, toko daring, dan pemilihan penyedia.

Keberadaan e-marketplace juga menjadi salah satu solusi dari permasalahan korupsi dan penyalahgunaan wewenang dari pengadaan barang/jasa yang dilakukan secara konvensional, dimana pengadaan barang/jasa secara konvensional tersebut berpotensi menimbulkan efek negatif seperti, (1) penyuapan dalam memenangkan tender; (2) proses tender yang tidak transparan; (3) supplier yang memainkan harga dengan mematok harga tertinggi (mark up); (4) pengusaha yang tidak lengkap secara persyaratan administrasi tetap dapat mengikuti tender bahkan dapat memenangkan tender dengan suap; (5) tender yang tidak diumumkan secara terbuka; dan (6) keterbatasan jarak untuk mengakses bagi peserta yang berasal dari daerah, dan masih banyak lagi. Maka dari itu keberadaan e-marketplace ini tentu dapat memberikan kemudahan karena semuanya dilakukan melalui sistem elektronik.10

III PENUTUP

  • 3.1    Kesimpulan

Dari apa yang telah diuraikan pada bab penjelasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

  • 1.    Dalam pengadaan barang/jasa, Hukum Administrasi Negara mengatur hubungan hukum antara penyedia dan pengguna pada proses persiapan sampai dengan proses penerbitan surat penetapan penyedia barang/jasa. Apabila terdapat pihak baik penyedia barang/jasa atau masyarakat yang

merasa dirugikan terhadap dikeluarkannya sebuah keputusan terkait pengadaan barang/jasa tentunya dapat mengajukan gugatan pembatalah secara tertulis terhadap keputusan tersebut melalui Pengadilan Tata Usaha Negara sebagaimana dalam ketentuan Pasal 53 UU No. 5 Tahun 1986 jo. UU No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Salah satu penyebab diajukannya gugatan terkait pengadaan    barang/jasa    yaitu    karena    terdapat

penyalahgunaan wewenang dalam kegiatan pengadaan barang/jasa. Dalam hal pengadaan barang/jasa, penyalahgunaan wewenang memiliki arti sebagai tindakan tindakan Pejabat atau Badan Tata Usaha Negara yang melakukan kesengajaan diluar kewenangan-kewenangannya terkait proses pengadaan. Diterbitkannya Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah diharapkan dapat memperbaiki pelaksanaan pengadaan barang/jasa secara menyeluruh mengingat alokasi belanja barang/jasa yang cukup besar.

  • 2.    Solusi dalam mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang pengadaan barang/jasa dalam perspektif hukum Administrasi Negara salah satunya yaitu melalui Pengadaang barang/jasa yang kredibel karena yang dapat memberikan keyakinan bagi salah satunya kalangan pelaku usaha, karena dianggap Pengadaan dilakukan dengan proses yang tepat, oleh pegawai yang memang ahli sesuai kualifikasi yang ditentukan. Dalam perspektif Hukum Administrasi solusi guna mencegah munculnya perbuatan yang bertentangan dengan hukum khusunya penyalahgunaan wewenang dalam kegiatan pengadaan barang/jasa meliputi beberapa bidang seperti, Penerapan pemerintahan yang baik  (good  governance),

program publik pemerintah dalam kegiatan pengadaan barang/jasa, perbaikan Oraganisasi Pemerintah. Ketentuan Pasal 70 Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaang Barang/Jasa Pemerintan yang mengatur terkait emarketplace, bahwa E-marketplace pengadaan barang/jasa dapat memperkecil celah-celah korupsi maupun penyalahgunaan wewenang melalui sistem elektronik berupa katalog elektronik, toko daring, dan pemilihan penyedia, terhadap pengadaan barang/jasa yang dilakukan secara konvensional yang berpotensi menimbulkan efek negatif seperti, penyuapan dalam memenangkan tender, proses tender yang tidak transparan, supplier yang memainkan harga dengan mematok harga tertinggi (mark up), dll.

  • 3.2    Saran

Lembaga/kementerian maupun instansi sebagai pelaksana dari proses pengadan/jasa sebaiknya juga tetap mengutamakan itikad yang baik, begitu juga para pejabat pemerintahan yang terlibat pada kegiatan pengadaan barang/jasa sebaiknya memahami/mengikuti pelatihan dan keterampilan terkait pengadaan barang/jasa secara berkala agar tidak terjadi pelanggaran maupun tindakan yang sewenang-wenang untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu dan merugikan keuangan negara.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Adrian Sutedi, 2010, Aspek Hukum Pengadaan Barang/Jasa dan Berbagai Permasalahannya, Sinar Grafika, Jakarta

Jonaedi Efendi, Johnny Ibrahim, 2018, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Prenadamedia Group, Depok

H. Ishaq, 2017, Metode Penelitian Hukum, Alfabeta, Bandung

H. Abdul Latif, 2014, Hukum Administrasi Dalam Praktik Tindak Pidana Korupsi, Prenada Media Group, Jakarta

Jawde Hafidz A, Korupsi dalam Perspektif Hukum Addministrasi Negara, Sinar Grafika, Jakarta

JURNAL

Richo Andi Wibowo, 2015, “Mencegah Korupsi Pengadaan Barang Jasa (Apa yang Sudah dan yang Masih Harus Dilakukan?)”, Jurnal Integritas, Vol. 1, No. 1, h. 15, URL: http://acch.kpk.go.id/en/jurnal-integritas-volume-01

Beridiansyah, 2017, “Analisis Yuridis Terhadap Pengadaan Barang dan Jasa Guna Mencegah Korupsi”, Jurnal Integritas, Vol. 3, No. 2, h. 86, diakses pada tanggal 20 September 2019

Bhekti Arum Lestari, Lina Miftahul Jannah, 2019, “Tinjauan Perubahan Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah dalam Perpres Nomor 16 Tahun 2018”, Jurnal Administrasi dan Manajemen, Vol. 9, No. 1, h. 18, URL: http://ejournal.urindo.ac.id/index.php/administrasimanaje men

INTERNET

Peran Penting Pengadaan Barang/Jasa Sebagai Bagian Dari Pengelolaan       Keuangan       Negara,        URL:

https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/siaran-pers/keterangan-pers-peran-penting-pengadaan-barangjasa-sebagai-bagian-dari-pengelolaan-keuangan-negara/

Aspek Hukum Dalam Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, URL:https://bppk.kemenkeu.go.id/id/publikasi/artikel/147 -artikel-anggaran-dan%20perbendaharaan/13406-aspek-hukum-dalam-pengadaan-barang-dan-jasa-pemerintah

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Lembaran Negara Tahun 1986 Nomor 77; Tambahan Lembaran Negara Nomor 334) jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 35; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4380)

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 33).