PENERAPAN PEMBERIAN GRASI TERHADAP TERPIDANA HUKUMAN MATI
on
PENERAPAN PEMBERIAN GRASI TERHADAP TERPIDANA HUKUMAN MATI
Oleh
Nikita Kesumadewy
I Ketut Mertha
Ida Bagus Surya Darmajaya
Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRACT
Clemency is the forgiveness of a crime such as conversion, mutation, remission, or cancelling the executions of penalty for the suspected offenders which is granted by President. Clemency request applied to get law determination and fair decicion. However, in some cases, clemency is not granted by President. Especially the offenders of death penalty. Therefore, this paper will describe the reasons of clemency rejection. Besides, this paper also describes the remedies that should be taken if clemency request has rejected by President.
Key Words : Clemency, Death Penalty
ABSTRACT
Grasi adalah pengampunan terhadap tindak pidana yang berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh Presiden.1Permohonan grasi ini ditujukan untuk mendapatkan kepastian hukum dan keputusan yang adil. Namun, dalam beberapa kasus, grasi tidak dikabulkan oleh Presiden. Khususnya kasus terpidana hukuman mati. Oleh karena itu, tulisan ini akan menjelaskan apa yang menjadi alasan terjadinya penolakan permohonan grasi tersebut. Disamping itu, tulisan ini juga menjelaskan upaya hukum apa yang akan dilakukan terpidana bila permohonan grasinya ditolak oleh Presiden.
Key Words : Grasi, Hukuman Mati
Hukuman mati merupakan salah satu pidana pokok Indonesia selain hukuman penjara, kurungan dan denda yang dijatuhkan terhadap terpidana yang terbukti telah melakukan pidana yang amat berat dan sangat serius. Penjatuhan hukuman mati ini dimasukan dalam KUHP agar si tersalah tidak mengulangi suatu perbuatannya dan menimbulkan rasa takut orang banyak (prepensi general)untuk melakukan pidana
tersebut. Pengaruh prepensi general dari hukuman mati dikurangi oleh suatu politik grasi yang biasanya mengganti hukuman itu dengan hukuman penjara.2 Permohonan Grasi diajukan terpidana kepada Presiden untuk mendapatkan keringanan atau sekiranya dapat menghapuskan pelaksanaan pidana tersebut.
Namun tidak semua permohonan yang diajukan kepada presiden diterima dan terpidana harus melaksanakan putusan pidana tersebut. Praktik pemberian grasi ditujukan atas dasar asas persamaan dan kepastian hukum guna menghindari putusan pengadilan yang sewenang-wenang. Alasan-alasan diterimanya permohonan grasi terhadap terpidana mati ditujukan untuk memenuhi asas persamaan dimata hukum dan kepastian hukum agar tidak terjadi kekhilafan hakim, karena apabila terjadi maka hal ini tidak dapat diperbaiki lagi setelah hukuman itu dijalankan.
Tujuan yang diharapkan dari penulisan ini adalah untuk mengkaji pengaturan pemberian grasi yang diberikan presiden terhadap terpidana mati, serta mengetahui alasan-alasan yang dijadikan pertimbangan dalam pengabulan ataupun penolakan permohonan grasi.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah jenis penelitian hukum normatif karena meneliti sistematika hukum serta asas-asas hukum. Selain itu penelitian ini juga mengkaji dan meneliti peraturan-peraturan yang tertulis. 3 Karena penelitian ini adalah penelitian hukum normatif maka sumber hukum yang digunakan adalah sumber hukum primer dan sekunder. Bahan hukum primer berasal dari perundang-undangan, sedangkan bahan hukum sekunder berasal dari buku teks yang berisi prinsip-prinsip hukum dan pandangan-pandangan klasik para sarjana. Jenis pendekatan yang digunakan dalam skripsi ini adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Adapun teknik pengolahan bahan hukum yaitu setelah bahan
hukum terkumpul kemudian dianalisis menggunakan teknik deskripsi yaitu dengan memaparkan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder apa adanya.4
-
2.2 Hasil dan Pembahasan
Grasi adalah salah satu hak yang dimiliki kepala negara dibidang prerogatif selain amnesti, abolisi ataupun rehabilitasi. Grasi pada dasarnya merupakan pemberian dari presiden yang berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau pelaksanaan putusan kepada terpidana. Oleh karena hukuman mati itu tidak dapat diperbaiki lagi setelah dijalankannya hukuman dan untuk menghindari kekhilafan hakim maka grasi adalah cara yang tepat untuk mendapatkan keputusan seadil-adilnya. Presiden memberikan grasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.5
Tata cara pengajuan grasi, terpidana langsung menyampaikan permohonan tersebut kepada presiden, dan salinan permohonan tersebut disampaikan kepada pengadilan yang memutus perkara tingkat pertama untuk diteruskan kepada Mahkamah Agung. 6 Di dalam UU No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi dalam Pasal 11 ayat 1 menyebutkan bahwa presiden memberikan keputusan atas permohonan grasi setelah memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.
Permohonan grasi yang diajukan ini tidak selalu dikabulkan atau diterima oleh Presiden. Profesor Pompe telah menyebutkan sejumlah keadaan-keadaan, yang dapat dipakai sebagai alasan untuk memberikan grasi, yaitu :7
-
a. Adanya kekurangan di dalam perundang-undangan, yang didalam suatu peradilan telah menyebabkan hakim terpaksa menjatuhkan suatu pidana tertentu, yang apabila kepada hakim itu telah diberikan suatu kebebasan yang lebih besar,
akan menyebabkan seseorang harus dibebaskan atau tidak akan diadili oleh pengadilan ataupun harus dijatuhi suatu pidana yang lebih ringan.
-
b. Adanya keadaan-keadaan yang telah tidak ikut diperhitungkan oleh hakim pada waktu menjatuhkan pidana, yang sebenarnya perlu diperhitungkan untuk meringankan atau untuk meniadakan pidana yang telah ia jatuhkan. Tentang hal ini, profesor Pompe telah menyebutkan beberapa contoh, yaitu misalnya keadaan terpidana yang tidak mampu untuk membayar pidana denda yang dijatuhkan oleh hakim atau dalam keadaan terpaksa atau overmacht.
-
c. Terpidana baru saja dibebaskan dari lembaga pemasyarakatan oleh profesor Pompe telah dikatakan bahwa pasal 15 dari Keputusan mengenai Grasi yang berlaku di negeri Belanda itu telah selalu menunjukan kepada hal tersebut.
-
d. Pemberian grasi setelah terpidana selesai menjalankan suatu masa percobaan, yang menyebabkan terpidana memang dapat dipandang sebagai pantas untuk mendapatkan pengampunan.
-
e. Pemberian grasi yang dikaitkan dengan hari bersejarah. Menurut profesor Pompe, grasi seperti ini didapat membuat terpidana selalu ingat kepada hari bersejarah yang bersangkutan, dan dapat membantu pemerintah dalam mencapai tujuannya, apabila grasi seperti itu diberikan kepada orang-orang terpidana yang telah melakukan tindak pidana tindak pidana yang bersifat politis.
Apabila permohonan grasi tersebut tidak dikabulkan oleh presiden, dikarenakan tidak terjadinya suatu keadaan yang dijelaskan Pompe diatas maka terpidana akan melaksanakan hukumannya setelah keputusan presiden itu keluar.
Sebagai contoh pengabulan terhadap permohonan grasi terdapat pada kasus narkoba yang dilakukan Deni Setia Maharwan dan Merika Pranola yang telah divonis mati. Namun setelah diajukan permohonan grasi terhadap presiden, pidana mati mereka berubah menjadi pidana penjara seumur hidup. Presiden membatalkan pidana mati tersebut dikarenakan terpidana sudah mengakui perbuatannya dan mengakui bahwa dirinya bersalah.8
Sedangkan penolakan permohonan grasi dialami oleh Fabianus Tibo, Dominggus da Silva dan Marinus Riwu yang merupakan terdakwa pidana mati atas pembunuhan,
penganiayaan dan perusakan di tiga desa di Poso. Tibo cs dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Negeri Palu. Tibo lalu tiga kali mengajukan grasi kepada presiden dan 2 kali peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung dan semuanya ditolak.9
Permohonan grasi dapat dikabulkan untuk terpidana hukuman mati oleh presiden karena, yaitu sebagai berikut:
-
a. Hukuman mati itu pada dasarnya tidak dapat diperbaiki lagi setelah dijalankannya hukuman dan untuk menghindari kekhilafan hakim maka grasi adalah cara yang tepat untuk mendapatkan keputusan seadil-adilnya.
-
b. Keadaan-Keadaan seperti keadaan terpaksa (overmacht), ketidakmampuan terpidana untuk bertanggungjawab dan lain-lain merupakan alasan-alasan Presiden memberikan grasi.
DAFTAR PUSTAKA
Hanitjo, Ronny, 1991, Metode Penelitian Hukum, Ghalia Indo, Jakarta.
Kansil, C.S.T, dan Christine S.T Kansil,2007, Pokok-Pokok Hukum Pidana (Hukum Pidana Untuk Tiap Orang), PT. Pradnya Paramitha, Jakarta.
Lamintang, 1984 Hukum Penintensier Indonesia. C.V ARMICO, Bandung.
Muhammad Mirza Harera, Pemberian Grasi Terhadap Dua Terpidana Narkoba Sesuai UU, , http://merdeka.com/peristiwa/pemberian-grasi-pada-dua-terpidana-narkoba-sesuai-uu.html,Diakses terakhir pada tanggal : 12 Oktober 2012.
Soekanto, Soerjono,1986.Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta.
Wikipedia, http;/id.m.wikipedia.org/wiki/Kasus_Tibo .diakses terakhir pada tanggal 7 April 2013
5
Discussion and feedback