ASAS TIADA PIDANA TANPA KESALAHAN (ASAS KESALAHAN) DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI

Oleh :

A.A. Ngurah Wirajaya

Nyoman A. Martana

Program Kekhususan Hukum Pidana, Universitas Udayana

Abstrak:

Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan atau Asas Kesalahan merupakan asas yang fundamental dalam hukum pidana dan menjadi salah satu unsur pertanggungjawaban pidana dari suatu subjek hukum pidana.Kedudukan korporasi sebagai subjek hukum mengundang polemik terkait dengan adanya Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan dalam pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi.Korporasi tidak memiliki jiwa layaknya manusia sehingga tidak memenuhi unsur – unsur psikis untuk dapat dikatakan memiliki kesalahan. Berdasarkan hal tersebut, maka tulisan ini akan menjelaskan tentang keberadaan Asas Kesalahan sebagai salah satu unsur yang harus dipenuhi subjek hukum untuk dapat dipidana serta pengaruh Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan dalam pertanggunjgjawaban pidana korporasi.

Kata kunci :asas kesalahan, pertanggungjawaban pidana, korporasi

Abstract :

The principle of criminal nothing without fault or principle of fault is a fundamental principle in criminal law and became one element of criminal responsibility of a subject of criminal law.The position of the corporation as a legal subject invites polemic associated with the existence of the principle of criminal nothing without fault in criminal responsibility against corporate. Corporations do not have souls like human beings and not fulfilling elements ofa psychic can be said to have faults. Accordingly, this paper will be explain the existence ofthe principle of fault as one element that must be met the legal subject may be liable as well as the influence of the principle of criminal nothing without fault in corporate criminal responsibility.

Key word :principle of fault, criminal responsibility, corporation

  • I.    Pendahuluan

    A.    Latar Belakang

Keberadaan Korporasi sebagai subjek tindak pidana merupakan salah satu implikasi dari berkembangnya sistem pemidanaan dan pertanggungjawaban pidana di Indonesia.Penempatan Korporasi sebagai subjek tindak pidana sampai sekarang masih menjadi permasalahan, sehingga timbul sikap setuju/pro dan tidak setuju/kontra.Adapun yang setuju/pro menempatkan korporasi sebagai subjek tindak pidana mengemukakan

pendapatnyadiantaranya bahwa dipidananya pengurus saja tidak cukup untuk mengadakan represi terhadap delik – delik yang dilakukan oleh atau dengan suatu korporasi, karenanya diperlukan pula untuk dimungkinkan memidana korporasi, korporasi dan pengurus, atau pengurusnya saja.Sementara, yang tidak setuju/kontra mengemukakan diantaranya bahwa menyangkut masalah kejahatan sebenarnya kesengajaan dan kesalahan hanya terdapat pada para persona alamiah dan pidana dan tindakan yang berupa merampas kebebasan orang tidak dapat dikenakan terhadap korporasi. 1 Dari pendapat tersebut, bila ditelaah lebih jauh lagi maka salah satu permasalahan pokok yang juga menjadi inti pembahasan dalam tulisan ini adalah posisi korporasi sebagai subjek tindak pidana mengandung konsekuensi yuridis bahwa korporasi baru bisa dipidana atau dipertanggungjawabkan menurut hukum pidana apabila telah memenuhi syarat suatu subjek hukum, yang salah satunya adalah adanya kesalahan.

Mengenai hal ini terdapat persoalan, bagaimana konstruksi hukumnya bahwa korporasi dapat dinyatakan mempunyai kesalahan dan karena itu dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum pidana. Kesalahan pada pokoknya hanya dapat dilakukan oleh orang perseorangan karena orang perseorangan mempunyai kehendak dan niat, sementara korporasi sendiri tidak dapat melakukan kesengajaan atau kealpaan oleh karena korporasi tidak mempunyai jiwa layaknya manusia yang pada umumnya mengetahui bahwa perbuatan itu disengaja ataukah tidak.Hal ini juga merupakan konsekuensi yuridis dari keberadaanasas yang sangat mendasar dalam hukum pidana dan juga sebagai syarat agar subjek hukum dapat dipidana yaitu “Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan” (keine strafe ohne schuld atau geen straf zonder schuld atau nulla poena sine culpa).Dari asas ini dapat ditafsirkan bila korporasi yang diakui sebagai subjek hukum juga harus mempunyai kesalahan untuk dapat dipidana.

  • B.    Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keberadaan Asas Kesalahan sebagai salah satu unsur yang harus dipenuhi subjek hukum untuk dapat dipidana serta pengaruh Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan dalam pertanggunjgjawaban pidana korporasi.

  • II.    Isi Makalah

    A.    Metode

Adapun metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum normatif, dengan menggunakan pendekatan undang – undang (statue approach) dan

menggunakan studi dokumen atau bahan pustaka dengan meniliti bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

  • B.    Hasil dan Pembahasan

  • 1.    Asas Kesalahan Sebagai Salah Satu Unsur Yang Harus Dipenuhi Subjek Hukum Untuk Dapat Dipidana

Kesalahan merupakan salah satu unsur yang fundamental disamping sifat melawan hukum dari perbuatan, dan harus dipenuhi agar suatu subjek hukum dapat dijatuhi pidana. Menurut Sudarto, dipidananya seseorang tidaklah cukup apabila orang itu telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau bersifat melawan hukum. Jadi meskipun pembuatnya memenuhi rumusan delik dalam undang – undang dan tidak dibenarkan (an objective breach of a penal provision), namun hal tersebut belum memenuhi syarat untuk menjatuhkan pidana.Untuk pemidanaan masih perlu adanya syarat, bahwa orang yang melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau bersalah (subjective guild). Dengan perkataan lain, orang tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya atau jika dilihat dari sudut perbuatannya baru dapat dipertanggungjawabkan kepada orang tersebut. Disini berlaku apa yang disebut “asas tiada pidana tanpa kesalahan” (keine strafe ohne schuld atau geen straf zonder schuld atau nulla poena sine culpa), culpa di sini dalam arti luas meliputi juga kesengajaan.2

Kesalahan adalah dasar untuk pertanggungjawaban.Kesalahan merupakan keadaan jiwa dari si pembuat dan hubungan batin antara si pembuat dan perbuatannya.Adanya kesalahan pada seseorang, maka orang tersebut dapat dicela. Mengenai keadaan jiwa dari seseorang yang melakukan perbuatan merupakan apa yang lazim disebut sebagai kemampuan bertanggungjawab, sedangkan hubungan batin antara si pembuat dan perbuatannya itu merupakan kesengajaan, kealpaan, serta alasan pemaaf. Dengan demikian, untuk menentukan adanya kesalahan subjek hukum harus memenuhi beberapa unsur, antara lain : (1) Adanya kemampuan bertanggung jawab pada si pembuat, (2) Hubungan batin antara si pembuat dan perbuatannya yang berupa kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa), (3) Tidak adanya alasan penghapus kesalahan atau tidak adanya alasan pemaaf.3 Ketiga unsur ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain, dimana unsur yang satu bergantung pada unsur yang lain.

  • 2.    Pengaruh Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan dalam Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan atau Asas Kesalahan mengandung pengertian bahwa seseorang yang telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan hukum pidana yang berlaku, tidak dapat dipidana oleh karena ketiadaan kesalahan dalam perbuatannya tersebut. Asas ini termanifestasikam dalam pasal 6 ayat (2) UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menentukan bahwa : “Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabilapengadilan karena alat pembuktian yang sah menurutundang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorangyang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalahatas perbuatan yang didakwakan atas dirinya”.

Asas Kesalahan merupakan asas yang mutlak ada dalam hukum pidana, yaitu sebagai dasar untuk menjatuhkan pidana.4Akan tetapi, bagaimana pengaruh asas ini dalam memidana korporasi.Korporasi meskipun diposisikan sebagai subjek tindak pidana tapi tidak bisa disamakan dengan manusia.Korporasi pada dasarnya tidak termasuk kategori manusia sehingga korporasi tidak memiliki hak layaknya manusia, tidak dapat melaksanakan semua kewajiban, dan tidak dapat melakukan tindakan hukum layaknya manusia.Korporasi juga tidak memiliki jiwa layaknya manusia sehingga tidak memenuhi unsur – unsur psikis untuk dapat dikatakan memiliki kesalahan.

Mengenai hal tersebut, terdapat beberapa ahli yang mengemukakan pendapatnya. Menurut Suprapto, Korporasi dapat memiliki kesalahan, seperti apa yang dikemukakannya, yaitu badan – badan bisa didapat kesalahan bila kesengajaan atau kelalaian terdapat pada orang – orang yang menjadi alat – alatnya. Kesalahan itu tidak bersifat individual, karena hal itu mengenai badan sebagai suatu kolektivitet.Dapatlah kiranya kesalahan itu disebut kesalahan kolektif, yang dapat dibebankan kepada pengurusnya. Selain daripada itu, cukup alasan untuk menganggap badan hukum mempunyai kesalahan dan karena itu harus menanggungnya dengan kekayaannya, karena ia misalnya menerima keuntungan yang terlarang. Hukuman denda yang setimpal dengan pelanggaran dan pencabutan keuntungan tidak wajar yang dijatuhkan pada pribadi seseorang, karena mungkin hal itu melampaui kewenangannya.5Mengenai pendapat tersebut, Muladi mengemukakan pendapatnya bahwa “asas tiada pidana tanpa kesalahan” tetap berlaku, sepanjang dilakukan oleh pengurus, sehingga kalau suatu tindak pidana benar – benar dilakukan oleh korporasi (pembuat fiktif), maka “asas tiada pidana tanpa kesalahan” tidak berlaku.6

Sementara, mengenai asas tiada pidana tanpa kesalahan atau asas kesalahan pada korporasi, khususnya menyangkut pertanggungjawaban korporasi, Suprapto pada intinya mengemukakan bahwa tidaklah mungkin badan hukum dipertanggungjawabkan atas perbuatan orang lain yang dilakukan dengan sengaja. Hal ini tidak mungkin karena pada badan hukum tidak ada unsur kesengajaan.Barda Nawawi Arief juga mengemukakan bahwa untuk dapat dipertanggungjawabkannya suatu badan hukum, prinsip atau asas kesalahan tanpa tindak pidana ditinggalkan. 7 Muladi pun memberikan kesimpulannya bahwa dalam masalah pertanggungjawaban pidana korporasi, asas kesalahan masih tetap dipertahankan, tetapi dalam perkembangan di bidang hukum, khususnya hukum pidana yang menyangkut pertanggungjawaban pidana korporasi, asas kesalahan atau “asas tiada pidana tanpa 8

kesalahan” tidak mutlak berlaku.8

  • III. Kesimpulan

Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan atau Asas Kesalahan merupakan asas yang mutlak dalam hukum pidana sebagai dasar dalam penjatuhan pidana. Untuk menentukan adanya kesalahan subjek hukum harus memenuhi beberapa unsur, antara lain : (1) Adanya kemampuan bertanggung jawab pada si pembuat, (2) Hubungan batin antara si pembuat dan perbuatannya yang berupa kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa), (3) Tidak adanya alasan penghapus kesalahan atau tidak adanya alasan pemaaf.Terhadap Korporasi sebagai subjek hukum, pengaruh Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan atau Asas Kesalahan sebagai dasar pertanggungjawaban ditinggalkan.Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan tetap berlaku, sepanjang tindak pidana dilakukan oleh pengurus, sehingga kalau suatu tindak pidana benar – benar dilakukan oleh korporasi (pembuat fiktif), maka Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan atau Asas Kesdalahan tidak berlaku.

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Barda Nawawi, 1988, Perbandingan Hukum Pidana,Badan Penyediaan Bahan Kuliah FH – UNDIP, Semarang.

Muladi & Dwidja Priyatno, 2012, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Sudarto, 1983, Hukum dan Perkembangan Masyarakat, Sinar Baru, Bandung.

Suprapto, 1963, Hukum Pidana Ekonomi Ditinjau dalam Rangka Pembangunan Nasional, Widjaja, Jakarta.

5