PERLINDUNGAN HUKUM HAK POLITIK PEKERJA MIGRAN DALAM PEMILU DITINJAU DARI PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA
on
PERLINDUNGAN HUKUM HAK POLITIK PEKERJA MIGRAN DALAM PEMILU DITINJAU DARI PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA*
Oleh:
Ni Nyoman Yesi Rismadani**
Dewa Nyoman Rai Asmara Putra***
Program Kekhususan Hukum Internasional, Fakultas Hukum Universitas Udayana
Abstrak
Pemilu di Indonesia tidak terlepas dari berbagai permasalahan, salah satu diantaranya menyangkut HAM pekerja imigran. Akibat kelemahan yang dimiliki badan penyelenggara pemilu menyebabkan banyak dari mereka tidak dapat menggunakan hak pilihnya. Dua permasalahan yang diangkat dalam jurnal ini yaitu bagaimanakah penerapan dari pengaturan hak politik pekerja migran terkait dengan pelaksanaan pemilu di luar negeri sebagai pemenuhan HAM dan bagaimanakah peranan pemerintah Indonesia dalam melindungi hak politik pekerja migran agar tetap dapat menyalurkan haknya saat pemilu.
Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan ini adalah jenis penelitian hukum normatif dengan mengacu pada instrumen hukum internasional dan hukum nasional yang berkaitan dengan hak politik dari pekerja migran, dan dengan menggunakan metode pendekatan perundang-undangan dan analisis fakta dilapangan.
Hasil penelitian menunjukan pengaturan hak pilih pekerja migran dalam pemilu telah diatur dalam hukum HAM internasional dan nasional, bahkan tata cara pelaksanaan pemilu di luar negeri telah diatur dalam perundang-undangan khusus di bidangnya. Namun tetap saja pengaturan tersebut belum menjamin tersalurkannya hak pilih pekerja migran. Adapun peranan yang semestinya dilakukan oleh pemerintah merujuk pada standar-standar internasional untuk pemilihan umum oleh International IDEA yaitu pembaharuan hukum terhadap sistem pemilu dan KPU lebih selektif dalam membentuk PPLN yang bertanggung jawab dalam tugas dan fungsinya.
Kata Kunci: Hak Pilih, Pekerja Migran, Hak Asasi Manusia
Abstract
Elections in Indonesia are inseparable from various problems, one of which concerns the rights of immigrant workers. As a result of the weaknesses held by the electoral administration body, many of them cannot exercise their right to vote. Two issues raised in this journal are how to apply the regulation of the political rights of migrant workers related to the implementation of elections abroad as fulfillment of human rights and how the Indonesian government should play a role in protecting the political rights of migrant workers so that they can channel their rights during elections.
The method used in this writing is a normative legal research with reference to international legal instruments and national laws relating to the
political rights of migrant workers, and by using the method of legislative approach and fact analysis in the field.
The results of the study show that the regulation of the right to vote for migrant workers within it has been regulated in international and national human rights law, even the procedures for carrying out elections abroad have been regulated in legislation specifically in their fields. However, the arrangement still does not guarantee the distribution of the rights of migrant workers. The role that should be carried out by the government refers to international standards for elections by International IDEA, namely legal reform of the electoral system and KPU is more selective in forming PPLN that is responsible for its duties and function.
Keywords: Right to Vote, Migrant Workers, Human Right
Hak Asasi Manusia (selanjutnya disebut HAM) dikatakan sebagai hak yang bersifat fundamental dan universal.1 Dikatakan bersifat fundamental karena hak tersebut dibawa oleh setiap individu dari lahir sebagai anugrah dari Tuhan yang tidak dapat di ganggu gugat oleh siapapun. Bersifat universal karena hak tersebut dimiliki oleh setiap individu tanpa memandang suatu perbedaan, baik itu perbedaan agama, ras, kelamin, ataupun perbedaan dasar bangsa. Hak politik (political right) sebagai salah satu bagian dari HAM dengan sifatnya yang fundamental dan universal, maka dari itu negara yang bertanggung jawab atas setiap warga negaranya harus mengatur secara jelas dalam suatu konstitusi atas keberadaan dan pemenuhan hak tersebut. Salah satu cerminan dari adanya hak politik adalah pemilihan umum.
Pasal 1 angka 1 UU RI No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (selanjutnya disebut UU Pemilu) dijelaskan bahwa pemilu merupakan salah satu sarana kedaulatan rakyat untuk memilih wakil-wakil rakyat yang dipercayai dapat memimpin dalam pemerintahan Negara Indonesia untuk jangka waktu 5 tahun
kedepan dengan sistem yang telah ditentukan. Hal ini menandakan bahwa warga negara memiliki peran yang penting untuk turut andil dalam menentukan pemerintahan dalam negaranya, baik warga negara yang berada di dalam negeri maupun yang berada di luar negeri termasuk para pekerja migran Indonesia.
Pekerja migran berdasarkan Pasal 11 International Labour Organization Convention adalah setiap orang yang bermigrasi dari satu negara ke negara lainnya dengan tujuan untuk bekerja. Setiap pemilu dilaksanakan, hak politik pekerja migran Indonesia menjadi hal yang sangat menarik untuk dibicarakan. Hal tersebut terjadi karena negara Indonesia sampai saat ini dinilai belum mampu melindungi hak politik yang dimiliki oleh pekerja migran Indonesia. Permasalahan yang dialami oleh para pekerja migran adalah tidak dapat tersalurkannya hak pilih yang mereka miliki.
Menurut informasi dari BBC News, permasalahan yang terjadi di Australia dan Hongkong berkaitan dengan Daftar Pemilih Tetap (selanjutnya disebut DPT). Ketidakakuratan DPT terjadi akibat tidak adanya pembaharuan data terhadap pekerja migran Indonesia, sedangkan setiap tahunnya akan selalu ada perubahan akibat pembaharuan kontrak. Hal tersebut membuat sebagian besar pekerja migran mendaftar sebagai Daftar Pemilih Khusus Luar Negeri (selanjutnya disebut DPKLN). Kekacauan semakin terlihat pada tempat pemungutan suara, dimana antrean DPT dan DPKLN tergabung menjadi satu sehingga menyebabkan antrean semakin panjang dan berimbas pada hak pilih yang dimiliki oleh DPT yang terancam tidak dapat tersalurkan walau telah mengantri berjam-jam lamanya. Tidak berhenti sampai disitu, penutupan tempat pemungutan suara oleh Panitia Pemilu Luar Negeri
(selanjutnya disebut PPLN) tetap dilakukan walau masih terdapat antrean pemilih yang akan menyalurkan hak pilihnya.2
Insiden lain terjadi di Singapura berdasarkan informasi yang di dapat melalui Kompas, permasalahan terjadi oleh pekerja migran yang telah menjadi DPT namun tidak mendapat surat undangan. Pembagian surat undangan yang tidak secara merata oleh PPLN ini menjadi pemicu pekerja migran tersebut kehilangan hak pilihnya karena terhalang ijin oleh majikannya apabila tidak memperlihatkan surat undangan tersebut.3 Sebagian pekerja migran di Korea Selatan yang bekerja jauh dari tempat pemungutan suara terpaksa golput akibat sistem pemungutan suara yang digunakan oleh PPLN. Kekecewaan mereka terjadi karena mereka diputuskan untuk wajib memilih langsung ke tempat pemungutan suara, tidak lagi menggunakan sistem pemungutan melalui pos. Pelaksanaan pemungutan suara yang dilakukan pada hari minggu dengan jarak tempuh kurang lebih 10 jam membuat mereka menelan kesempatannya untuk menyalurkan hak pilihnya.4
Permasalahan seperti pemaparan diatas menjadi hal yang menarik untuk di kaji dalam jurnal ini. Insiden diatas terjadi akibat kurangnya persiapan yang dilakukan oleh PPLN saat pelaksanaan pemilu yang berimbas pada terampasnya hak politik
yang dimiliki oleh pekerja migran Indonesia. Padahal hak politik merupakan bagian dari HAM yang keberadaannya telah dijamin dalam instrumen hukum internasional dan juga hukum nasional.
-
1. Bagaimanakah penerapan dari pengaturan hak politik
pekerja migran dalam pemilu di luar negeri sebagai
pemenuhan HAM?
-
2. Bagaimanakah peranan pemerintah Indonesia dalam melindungi hak politik pekerja migran agar tetap dapat menyalurkan haknya saat pemilu?
Penulisan jurnal ini memiliki tujuan untuk mengetahui penerapan pengaturan hak politik yang dimiliki oleh pekerja migran sebagai bagian dari HAM dan menganalisa tindakan yang semestinya dilakukan pemerintah Indonesia dalam melindungi hak politik yang dimiliki oleh para pekerja migran agar tetap dapat menyalurkan haknya dalam pemilu.
Terkait dengan metode yang digunakan dalam penulisan jurnal ini adalah jenis penelitian hukum normatif,5 dengan mengacu kepada instrumen hukum nasional dan internasional yang berkaitan dengan hak politik pekerja migran dalam pemilu. Disamping metode penulisan, jurnal ini menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan dan menganalisis terhadap fakta yang ada di lapangan,6 dengan memadukan kedua pendekatan
tersebut, maka permasalahan yang diangkat dalam penulisan jurnal ini dapat terpecahkan.
-
2.2. Hasil dan Analisis
-
2.2.1. Penerapan Pengaturan Hak Politik Pekerja Migran
-
Dalam Pemilu di Luar Negeri Sebagai Pemenuhan HAM
Pengelompokan HAM dalam bidang sipil dan politik merupakan hak yang dalam pemenuhannya tidak dapat dikurangi (underogable of right) oleh siapapun bahkan negara sekalipun. Meski demikian, ada beberapa hak dalam bidang politik yang sifatnya dapat dibatasi oleh negara seperti berpartisipasi dalam publik, hak untuk memilih dan akses ke layanan publik.7 Namun, walaupun sifatnya yang terbatas bukan berarti pemerintah dapat semerta-merta untuk tidak mengindahkan pemenuhan hak-hak yang dimiliki oleh warga negaranya.
Hak pilih warga negara dalam pelaksanaan pemilu merupakan substansi terpenting dalam negara demokrasi. Moh. Kusnardi dan Hermaily Ibrahim mengemukakan suatu konsep pemahaman demokrasi, dimana rakyatlah yang memegang kekuasaan tertinggi dalam negaranya untuk menentukan pemerintahan yang dikehendaki.8 Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa setiap warga negara Indonesia yang telah memenuhi syarat-syarat untuk memilih berhak untuk turut serta dalam memberikan hak pilihnya dalam pemilu. Warga negara yang dimaksud adalah warga negara yang berada di dalam maupun diluar negeri termasuk para pekerja migran berhak untuk menyalurkan hak pilihhnya dalam pemilu Indonesia. Tugas negara
adalah menjamin, memfasilitasi dan memastikan hak pilih warga negara utamanya hak pilih para pekerja migran telah tersalurkan tanpa ada suatu diskriminasi yang menyebabkan terampasnya hak pilih yang dimiliki.
Rentannya pemenuhan HAM pekerja migran selalu menjadi permasalahan setiap pemilu dilaksanakan. Bahkan hingga sampai saat ini permasalahan tersebut terus bergulir seperti belum ada solusi yang dapat mengatasi jaminan penyaluran hak pilih pekerja migran dalam pemilu. Padahal hak untuk memilih telah menjadi bagian dari hukum internasional dan telah dilindungi dalam beberapa instrumen hukum HAM internasional.
Pertama, Pasal 21 ayat (3) Universal Declaration of Human Rights (UDHR) memberi pernyataan bahwa negara demokrasi menjamin kedaulatan rakyatnya dalam pemilu dan setiap individu berhak untuk kebebasan memberikan hak pilihnya. Pernyataan tersebut menandakan bahwa setiap warga negara, termasuk para pekerja migran yang tidak berada di dalam negara berhak untuk menyaurkan hak pilihnya tanpa adanya suatu diskriminasi dan negara bertanggung jawab atas pemenuhan hak tersebut.
Kedua, pada tanggal 16 Desember 1966, disahkan sebuah konvenan yang mengatur lebih spesifik tentang HAM di bidang sipil dan politik yaitu International Covenant on Civil and Politcal Rights (ICCPR), kovenan ini telah diratifikasi oleh Indonesia dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Politcal Rights (ICCPR). Kovenan ini juga telah mengatur hak politik untuk memilih dalam pemilu yang dimiliki oleh setiap warga negara yakni dalam Pasal 25 huruf (b) dan (c) bahwa setiap orang memiliki kebebasan tanpa batasan yang tidak sewajarnya untuk terlibat dalam hak pilih dan dipilih
dalam pemilu dengan mendapatkan akses berdasarkan persyaratan yang ada pada negaranya.
Ketiga, pengaturan yang lebih spesifik terkait dengan perlindungan para pekerja migran yakni UN Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Member of Their Families juga mengatur hak politik terhadap pekerja migran dan keluarganya. Ketentuan tersebut ada dalam Pasal 41 yang memberikan ruang kepada para pekerja migran dan keluarganya untuk terlibat dalam kegiatan pilih dan dipilih dalam pemilu sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku di negara asalnya. Sedangkan negara-negara tempat pekerja migran bekerja wajib untuk memfasilitasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan mereka.
Negara Indonesia yang berideologi Pancasila sangat menjunjung tinggi HAM yang dimiliki oleh warga negaranya. Indonesia telah mertifikasi beberapa instrumen hukum HAM internasional dan juga membentuk peraturan khusus tentang HAM. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia mengatur hak pilih yang melekat dalam diri setiap warga negaranya. Ketentuan mengenai hak pilih tersebut dapat dilihat dalam Pasal 23 ayat (1) dan Pasal 43 ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap individu bebas untuk memiliki keyakinan politik dan berhak untuk dipilih maupun memilih dalam pemilu dengan berdasarkan pada ketentuan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang terkait. Pernyataan tersebut mengandung arti bahwa setiap warganya tanpa terkecuali para pekerja migran memiliki hak yang sama dalam menyalurkan hak pilihnya tanpa suatu batasan dalam bentuk dan cara apapun yang dilakukan secara langsung maupun
tidak langsung.9 Terkait pengaturan pemilu Indonesia baik itu di dalam negeri maupun di luar Negeri telah diatur sedemikian rupa dalam UU Pemilu, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, dan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPRD.
Berdasarkan instrumen hukum yang telah disebutkan diatas, baik itu hukum internasional dan hukum nasional telah memberikan pengakuan dan mengatur hak pilih yang dimiliki warga negara termasuk para pekerja migran tanpa suatu diskriminasi. Namun penerapan dari pengaturan hak pilih tersebut pada kenyataannya belum mampu untuk memastikan bahwa hak pilih yang dimiliki oleh setiap individu khususnya pekerja migran dapat tersalurkan dengan sebagaimana mestinya dalam pemilu. Permasalahan tersebut terjadi karena pelaksanaan pemilu Indonesia di luar negeri tidak luput dari kelemahan dan kekurangan.
Laporan Migrant Care mencatat permasalahan terbesar dalam pelaksanaan pemilu Indonesia tahun 2019 di luar negeri diakibatkan oleh gagalnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam memfasilitasi hak politik warga negara Indonesia yang berada di luar negeri. Permasalahan tersebut dapat dilihat dari PDT yang tidak mencakup seluruh pekerja migran yang ada, penyebaran undangan yang tidak merata kepada PDT, sistem antri di tempat pemungutan suara yang kacau, dan penutupan tempat pemungutan suara yang tetap dilakukan saat antrian pemilih
masih panjang.10 Akibat insiden tersebut banyak pekerja migran yang terampas hak pilihnya. Mengingat bahwa pemenuhan hak pilih menjadi tanggung jawab negara, maka individu dapat meminta pertanggungjawaban kepada pemerintah atas terampasnya hak pilih yang mereka miliki.11
Insiden pelaksanaan pemilu di luar negeri menyebabkan hak pilih sebagian besar pekerja migran terampas. Negara melalui pemerintahannya di tuntut untuk bertanggung jawab terhadap perampasan hak pilih pekerja migran tersebut, karena negara dianggap lalai terhadap kewajiban internasionalnya dalam mencegah adanya pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi.12 Maka dari itu pemerintah yang dalam hal ini adalah Komisi Pemilihan Umum harus bergerak cepat untuk menangani dan mencari solusi untuk mengatasi permasalahn yang telah terjadi.
Mengacu pada standar-standar internasional untuk pemilihan umum yang di rumuskan oleh International Institute for Democracy and Electoral Assistance (International IDEA) telah dijadikan pedoman oleh pemerintah Indonesia untuk menyusun peraturan mengenai pemilu. Namun meski demikian KPU harus hati-hati dan teliti dalam menerapkan aturan tersebut. Permasalahan terkait PDT dan sistem pemungutan suara dalam pemilu Indonesia di luar negeri terus bergulir hingga menimbulkan keluhan warga negara Indonesia yang hak pilihnya terampas. Dari
sini pemerintah hendaknya melihat, memikirkan dan bergerak untuk mecari solusi yang kiranya efektif untuk mengatasi permasalahan tersebut. Seperti misalnya adanya pembaharuan hukum mengenai sistem pemilu yang di gunakan oleh Indonesia. Pembaharuan tersebut bisa seperti kemudahan dalam pendaftaran; perubahan terhadap mekanisme pemungutan suara menjadi lebih aman, mudah dan terjamin misalnya memalui evoting. Dengan begitu harapan agar permasalahan yang dialami oleh pekerja migran dapat diatasi dan hak pilihnya tetap dapat disalurkan sebagaimana mestinya.
Disisi lain KPU dalam menetapkan PPLN hendaknya harus hati-hati dan teliti. Seperti yang telah di tetapkan dalam standar-standar internasional agar setiap badan penyelenggara pemilu dapat mempertanggungjawabkan tugas dan fungsi yang telah diemban,13 dengan begitu besar harapan hak pilih semua para pekerja migran dapat tersalurkan. Adapun tugas dan fungsinya mencakup beberapa hal seperti memastikan para petugas bertanggung jawab atas pelaksanaan pemilu yang adil; memastikan bahwa prosedur pemberian suara telah dibuat dan di sosialisasikan kepada para pemilih dengan baik, memastikan seluruh pemilih telah menyalurkan hak pilihnya dengan baik dan aman.
Berdasarkan uraian dari hasil analisis diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
-
1. Hak pilih yang dimiliki oleh para pekerja migran telah diatur dalam hukum HAM Internasional dan juga hukum nasional Indonesia, bahkan tata cara pelaksanaan dari pemilu di luar negeri telah di atur dalam beberapa peraturan terkait dengan pemilu. Namun pengaturan tersebut belum mampu menjamin tersalurkannya hak pilih yang dimiliki pekerja migran di luar negeri, karena penerapan oleh lembaga penyelenggara khususnya PPLN yang kurang memperhatikan tanggung jawabnya dalam menjalankan pengaturan terkait untuk menjamin hak pilih yang dimiliki warga negara Indonesia di luar negeri utamanya para pekerja migran.
-
2. Peraturan pemilu di Indonesia telah dibuat berdasarkan standar-standar internasional untuk pemilu yang di rumuskan oleh International Institute for Democracy and Electoral Assistance (International IDEA). Namun masalah mengenai penyaluran hak pilih terus bergulir, utamanya hak pilih pekerja migran. Maka dari itu pemerintah dapat melakukan pembaharuan hukum mengenai sistem pemilu. Selain itu, KPU hendaknya lebih selektif dalam menetapkan LLPN yang lebih bertanggung jawab akan tugas dan fungsinya.
-
1. KPU sebagai penanggung jawab pelaksanaan pemilu Indonesia hendaknya melakukan evaluasi terkait pelaksanaan pemilu baik itu di dalam negeri maupun diluar negeri. Sehingga ketika timbul beberapa permasalahan-permasalahan, KPU dapat bergerak cepat dalam mencari jalan keluar agar permasalahan tersebut tidak terjadi lagi pada pemilu periode selanjutnya.
-
2. KPU lebih selektif lagi untuk membentuk PPLN sebagai badan penyelenggara pemilu di luar negeri yang mampu bertanggung jawab atas tugas dan fungsinya untuk menjamin tersalurkannya hak pilih warga negara Indonesia utamanya pekerja migran dalam pemilu.
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin dan Zainal Asikin, 2014, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta
Ansori, 2016, “Penghilangan Hak Politik Dalam Sistem Demokrasi”, Jurnal Ilmu Hukum Universitas Brawijaya Th.1 Nomor 1, Juni 2016.
Assiddiqie, Jimly, 2006, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta Pusat.
Beckman, Ludvig, 2014, “The Right to Democracy and The Human Right to Vote”, Journal of Human Rights.
Buyung Nasution, Adnan dan A. Patra M. Zen, 2006, Instrumen Internasional Pokok Hak Asasi Manusia, Yayasan Obor
Indonesia, Jakarta.
International IDEA, 2001, International Electoral Standards
Guidelines for reviewing the legal framework of elections, Bulls Tryckeri, Sweden.
Karlsson, Erika, 2012, “Migrant Workers as Subjects of Human Rights”, Master Thesis Faculty of Law Lund University.
Mahmud Marzuki, Peter, 2016, Penelitian Hukum Edisi Revisi,
Prenadamedia Group, Jakarta.
Migrant Care, 2019, “ Pemantauan Pemungutan Suara
Pendahuluan Pemilu Serentak 2019 di Luar Negeri (Malaysia, Singapura, Hongkong)”, Laporan Migrant Care, tanpa tempat terbit.
Sri Utari, Ni Ketut, et. al., 2016, Buku Ajar Hukum Asasi Manusia, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar.
Universal Declaration of Human Rights (UDHR)
International Covenant on Civil and Politcal Rights (ICCPR)
UN Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Member of Their Families
International Labour Organization Convention
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4026)
Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109)
Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 176, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4924)
Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPRD (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4277)
BBC News Indonesia, 2019, “Ratusan Orang Tidak Bisa Nyoblos di Australia dan Hongkong, Pemantau Pemilu sebut ‘Implementasi Amburadul’, URL:
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-47933221, diakses pada Selasa 21 Mei 2019.
Jogjainside.com, 2019, “TKI di Korea Selatan Banyak Yang Tak Mencoblos”, URL : https://jogjainside.com/tki-di-korea-
selatan-banyak-yang-tak-mencoblos/, diakses pada Sabtu 11 Mei 2019.
Kompas. com, 2019, “Kisah TKI di Singapura Gagal "Nyoblos" karena Tak Dapat Izin Majikan”, URL:
https://internasional.kompas.com/read/2019/04/16/1908 3461/kisah-tki-di-singapura-gagal-nyoblos-karena-tak-dapat-izin-majikan?page=all, diakses pada Sabtu 11 Mei 2019.
15
Discussion and feedback