Kebijakan Anti-Dumping World Trade Organization Sebagai Bentuk Tindakan Proteksi:Studi Kasus Bea Masuk Anti-Dumping Uni Eropa Kepada Impor Biodisel Indonesia
on
Kebijakan Anti-Dumping World Trade Organization Sebagai Bentuk Tindakan Proteksi:Studi Kasus Bea Masuk AntiDumping Uni Eropa Kepada Impor Biodisel Indonesia
Oleh :
Tubagus Satria Wibawa1 Made Maharta Yasa**
Program Kekhususan Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRAK
Dumping merupakan tindakan pengekspor yang menjual barangnya ke luar negeri lebih murah daripada dipasar domestiknya. Organisasi InternasionalWorld Trade Organization memberikan aturan mengenai masalah dumping di dalam Pasal VI General Agreement On Tariff and Trade. Berdasarkan aturan tersebut para pihak yang merasa dirugikan akibat adanya dumping diperbolehkan untuk melakukan tindakan balasan berupa pengenaan bea masuk anti-dumping. Dewasa ini peraturan tersebut disalahgunakan sebagai suatu bentuk tindakan proteksi yang dilakukan oleh suatu negara untuk melindungi pasar domestiknya, seperti tindakan proteksi yang dilakukan oleh Uni-Eropa kepada produk impor biodiesel Indonesia. Indonesia merasa sangat dirugikan dengan tindakan proteksi tersebut sehingga Indonesia mengajukan untuk menyelesaikan sengketanya dengan Uni-Eropa melalui lembaga penyelesaian sengketa WTO. Artikel ini akan membahas tentang bagaimana pengaturan dumping di dalam WTO dan keputusan WTO terkait dengan penerapan bea masuk antidumping yang di lakukan Uni-Eropa. Metode yang digunakan dalam menyelesaikan artikel ini adalah penelitian hukum normatif. Hasil kesimpulan yang diperoleh ialah, dalam menerapkan peraturan antidumping para pihak yang merasa dirugikan harus memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam Pasal VI GATT dan Anti-dumping Code agar peraturan ini tidak menimbulkan suatu tindakan proteksi yang dapat merugikan negara yang melakukan kegiatan ekspor. Badan penyelesaian sengketa WTO setuju bahwa Uni-Eropa telah gagal dalam
memenuhi beberapa kriteria yang diatur oleh WTO dalam menerapkan bea masuk antidumping kepada produk biodiesel Indonesia sehingga Uni-Eropa harus merubah keputusannya sesuai dengan aturan yang berlaku di dalam WTO-GATT.
Kata Kunci : World Trade Organization, Generral Agreement on Tariff and Trade, Perjanijian Anti-Dumping, Bea Masuk Antidumping
ABSTRACT
Dumping is the act of an exporter who sells his goods abroad cheaper price compare to his domestic market. The International Organization of the World Trade Organization provides rules regarding the issue of dumping in Article VI of the General Agreement on Tariffs and Trade. Based on the regulation, the parties who were harmed due to dumping were asked to take revenge in the form of imposition of Antidumping Import Duty. Nowdays the regulation is being misused as a form of protection measures taken by a country to protect its domestic market, such as protection measures carried out by the European Union for important biodiesel products in Indonesia. Indonesia is greatly disadvantaged by such protection measures so that Indonesia requests to resolve its dispute with the European Union through the WTO dispute resolution agency. this article will discuss how to regulate dumping in the WTO and WTO decisions related to the application of antidumping import duties carried out in the European Union. The method used in completing this article is normative legal research. The results of the conclusions obtained are that in implementing antidumping regulations the parties who feel aggrieved must meet the criteria as stipulated in Article VI of the GATT and Anti-dumping Code so that this regulation does not cause a protective action that can harm the country carrying out export. The WTO-GATT agreed that the European Union had failed to fulfill several requirements set by the WTO in implementing antidumping import duties for Indonesia's biodiesel products so that the European Union had to change its decisions in accordance with the applicable rules in the WTO-GATT.
Key words : World Trade Organization, Generral Agreement on Tariff and Trade, Anti-dumping Agreement, Antidumping Import Duty
Perkembangan zaman telah membuat kemajuan dibidang perdagangan terutama perdagangan antar negara atau perdagangan internasional. Kemaujan perdagangan ini, memungkinkan pasar-pasar domestik banyak mengembangkan produknya dengan cara menjualnya ke negara lain dengan harga yang kompetitif.2 Terkait hal tersebut kegiatan perdagangan antar negara ini sangat penting, maka ada peraturan yang mengatur hak dan kewajiban bagi para pihak yang melakukan perdagangan internasional yaitu dengan dibentuknya perjanjian General Agreement On Tariff and Trade (GATT) yang disepakati oleh negara-negara pada tahun 1947. GATT disempurnakan kembali untuk menyesuaikan dengan kemajuan zaman melalui berbagai putaran. Putaran akhir yang dilakukan yaitu Putaran Uruguay Round, membentuk organisasi internasional di bidang perdagangan pada tahun 1986-1994. Dengan disahkannya organisasi WTO pada 1 Januari 1995 maka organisasi ini yang memberikan perlindungan bagi para pihak yang melakukan transaksi dagang Internasional.3
Mekanisme pasar yang semakin terbuka dan bebas menyebabkan persaingan dagang antar negara diwarnai persaingan tidak sehat yang biasanya akan menjadi sengketa antar negara, misalnya tindakan Dumping yang diartika tindakan persaingan tidak sehat dengan mengekspor barang sejenis lebih rendah dari nilai wajar di pasar domestik negara pengekspor.4
Pada umumnya dumping dilakukan oleh negara maju atau produsen negara maju sebagai dasar untuk melakukan tuduhan
dumping terhadap produsen negara berkembang.5 Salah satu contohnya adalah tindakan Uni-Eropa dengan kebijakan anti-dumpingnya terhadap produk biodiesel Indonesia. Uni-Eropa menuduh produsen Indonesia menjual produk biodiesel pada anggota negaranya dengan harga dibawah nilai wajar sehingga merugikan produsen domestic biodiesel Uni-Eropa.6 Berdasarkan penyelidikan Uni-eropa membebankan bea masuk antidumping karena mengalami kerugian akibat dari adanya impor biodiesel dari Indonesia. Penetapan nilai margin bea masuk anti-dumping yang tidak wajar ini dinilai tidak sesuai dengan peraturan WTO yaitu Anti-Dumping Agreement.
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk meneliti “ Kebijakan Anti-Dumping World Trade Organization Sebagai Bentuk Tindakan Proteksi: Studi Kasus Bea Masuk Anti-Dumping Uni Eropa Kepada Impor Biodisel Indonesia ”
Berdasarkan hasil uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan beberapa permasalahan yaitu :
-
1. Bagaimanakah pengaturan anti-dumping dalam World Trade
Organization ?
-
2. Bagaimanakah keputusan World Trade Organization terkait
kebijakan anti-dumping yang diterapkan pada produk biodiesel Indonesia oleh Uni-Eropa?
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan AntiDumping dalam World Trade Organization serta keputusan World Trade Organization terkait kebijakan Anti-Dumping yang diterpkan pada produk biodiesel Indonesia oleh Uni-Eropa.
Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian hukum normatif. Metode ini juga biasanya disebut juga dengan penelitian kepustakaan yang melakukan studi dokumen dikarenakan penelitian ini ditujukan untuk melakukan kajian serta peneliti dengan mencari jawaban pada peraturan–peraturan yang tertulis saja atau bahan–bahan hukum yang lain.7
-
2.2 Hasil Dan Analisis
-
2.2.1 Pengaturan Anti-Dumping dalam World Trade
-
Organization
Negara-negara yang yang menyepakati GATT pada saat dibentuknya WTO akan menjadi “Original Members” sepanjang sudah memenuhi komitmen dan konsensi. Negara yang menjadi anggota WTO tentu saja harus menerima aturan yang telah disepakati oleh para anggotanya,aturan tersebut terbagi menjadi GATT, GATS (General Agreement On Trade in Services), dan TRIPs (Agreement on Trade Related of Intelectual Property Rights), TRIMs (Trade-Related Investment Measures).
I I Made Pasek Dianta, 2016, Metedologi Penelitian Hukum Normatif, Pernada Media Group, Jakarta, h. 82
WTO mengatur masalah dumping melalui Pasal VI GATT 1947 yang diimplementasikan dalam Agrement on Implementation of Article VI of GATT 1994 (Antidumping Code 1994) Pengaturan mengenai dumping dan Anti-Dumping dalam kerangka GATT-WTO dapat diuraikan sebagai berikut :8
-
a. Penentuan Dumping dan Kerugian dalam GATT-WTO
GATT memberikan kriteria umum tentang dumping yang dilarang, terdapat pada Pasal VI ayat (1) GATT 1947, yaitu:
-
1) Dumping yang dilakukan oleh suatu negara dengan di bawah harga normal atau less than fair value;
-
2) Adanya kerugian material atau adanya ancama kerugian material yang disebabkan oleh barang impor tersebut terhadap produsen barang sejenis dipasar dometik negara pengimpor; dan
-
3) Adanya hubungan causal link antara adanya barang dumping dengan adanya kerugian.
Penentuan adanya kerugian, yang dimaksud adalah kerugian yang dapat menimbulkan kerugian material ataupun menimbulkan hambatan bagi industry domestik negara pengimpor hal tersebut diatur dalam Pasal VI ayat (1) GATT 1947. Dalam menentukan terjadinya kerugian harus didasarkan pada bukti positif dan adanya pengujian objektif sebagaimana dalam Pasal 3 Anti-Dumping Code 1994.
-
b. Tahap Penyelidikan dan Penerapan Bea Masuk
Antidumping
Pasal 5 ayat (1) Anti-Dumping Code 1994 menetapkan bahwa “Except as provided for in paragraph 6, an investigation to determine the existence, degree and effect of any alleged dumping shall be
initiated upon a written application by or on behalf of the domestic industry.”
Dalam terjemahan bebas dapat diartikan bahwa “Penyelidikan untuk menentukan keberadaan, tingkat, dan akibat setiap tuduhan dumping akan diawali dari permohonan tertulis oleh atau atas nama industri dalam negeri”. Berdasarkan Pasal 5.2 Anti-Dumping Code 1994 permohonan tersebut harus berisi adanya bukti adanya dumping, adanya kerugian sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal VI GATT, serta adanya hubungan sebab akibat antara dumping dan kerugian.
Pada prinsipnya berdasarkan Pasal 5.8 Anti-Dumping Code 1994 suatu investigasi harus dihentikan apabila produsen yang mendukung permohonan jumlahnya kurang dari 25% produksi dalam negeri, margin dumping kurang dari 2% dari landed export price, volume impor dari suatu negara kurang dari 3% dari total impor, kecuali volume impor dari semua negara yang diselidiki lebih dari 7 persen dari total impor.
Terkait hal tersebut apabila komite dari masing-masing negara mampu membuktikan bahwa ditemukannya tindakan dumping yang merugikan maka suatu negara diperbolehkan melakukan tindakan balasan berupa pengenaan Bea Masuk AntiDumping sebagaimana diatur dalam Pasal 9 dan 11 Anti-Dumping Code 1994mengenai penerapan dan pengumpulan Bea Masuk
Anti-Dumping serta jangka waktu, tinjauan, dan penyesuaian harga Bea Masuk Anti-Dumping.
GATT-WTO mengatur mengenai konsultasi dan penyelesaian sengketa dalam Pasal 17 Anti-Dumping Code 1994. Langkah awal yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah adalah dengan melakukan konsultasi di antara para pihak yang terkena masalah. Jika konsultasi yang dilakukan tidak mendapatkan hasil kesepakatan bersama dan bea masuk anti dumping telah diterapkan oleh anggota pengimpor, maka negara produen pengekspor dapat mengajukan keberatannya melalui lembaga penyelesaian sengketa WTO yaitu Dispute Settlement Body(DSB).
-
2.2.2 Keputusan World Trade Organization Terkait Kebijakan
Bea Masuk Antidumping Yang Diterapkan Uni Eropa Kepada Produk Biodiesel Indonesia
Penyalahgunaan Pasal VI dan Anti-Dumping Agreement (ADA) GATT-WTO sebagai salah satu bentuk proteksi terselubung bagi negara untuk melindungi pasar domestiknya pada umumnya sering dilakukan oleh negara maju. Sebagai contohnya Uni-Eropa sebagai salah satu tujuan ekspor biodiesel Indonesia, Uni-Eropa menuduh Indonesia melakukan dumping terhadap biodiesel Uni-Eropa. Sehingga pada bulan November 2013 Uni-Eropa memberlakukan bea masuk anti-dumping kepada produk biodiesel Indonesia.
Indonesia menganggap bea masuk anti-dumping yang dibebankan Uni-Eropa melebihi batas margin, sehingga berdampak pada penurunan nilai jual biodiesel Indonesia di Uni-Eropa. Indonesia sudah melakukan konsultasi dengan Uni-Eropa
tetapi tidak menemukan titik terang. Karena gagalnya konsultasi Indonesia membawa sengketa ini untuk diselesaikan melalui lembaga penyelesaian sengeta WTO.
Pada Januari 2018 WTO mengeluarkan pengumuman keputusan terkait permasalahan biodiesel tersebut. WTO memutuskan bahwa Uni-Eropa :
-
1. Uni-Eropa harus memperbaiki keputusannya terkait dengan penghitungan biaya produksi karena Uni-eropa tidak
menggunakan data yang telah disampaikan oleh eksportir Indonesia. Sehingga tindakan Uni-Eropa tidak sesuai
dengan ketentuan Pasal 2.2.1.1 Final Act Anti-Dumping Code 1994.
-
2. Uni-Eropa tidak konsisten dengan Pasal 2.2 Anti-Dumping Code 1994 dan Pasal VI ayat (1) (ii) GATT karena dalam membangun nilai normal tidak menggunakan biaya untuk input utama yang bukan biaya yang berlaku di Indonesia.
-
3. Uni-Eropa tidak konsisten dengan Pasal 2.2 dan Pasal 2.2.2 (iii) Anti-Dumping Code 1994 dengan menentukan batas keuntungan untuk produsen Indonesia terlalu yang terlalu tinggi.
-
4. Uni-Eropa gagal dalam membangun harga ekspor untuk salah satu produsen biodiesel Indonesia.
-
5. Uni-Eropa tidak konsisten dengan Pasal 3.1 dan 3.2 AntiDumping Code 1994 yang disebabkan karena Uni-Eropa gagal dalam memperhitungkan perbedaan antara produk biodiesel PME Indonesia dengan biodiesel CFFP 0 yang diproduksi Uni-Eropa
-
6. Uni-Eropa gagal dalam membangun margin dumping untuk produk biodiesel Indonesia sehingga tidak konsisten dengan
Pasal 9.3 Anti-Dumping Code1994 dan Pasal VI: 2 dari GATT dengan menetapkan bea masuk yang terlalu tinggi.
Maka Uni-Eropa harus mengimplementasikan keputusan WTO terkait dengan pasal-pasal yang dilanggar agar disesuaikan dengan Pasal VI GATT dan Anti-Dumping Agreements (ADA). Untuk sanksi, negara yang melanggar peraturan diwajibkan untuk menyesuaikan aturannya dengan WTO dengan jangka waktu yang telah diberikan WTO, namun apabila negara tersebut tidak mengimplementasikan keputusan WTO tersebut dan tetap melanggar, maka dapat dikenakan sanksi berupa harus membayar kompensasi atau dikenakan retaliasi.
-
III. PENUTUP
-
1. Pengaturan Anti-Dumping dalam WTO diatur melalui Pasal VI GATT yang kemudian dimplementasikan di dalam AntiDumping Code 1994. Pengaturan mengenai dumping dan antidmping dalam kerangka GATT-WTO memiliki muatan dari Penentuan Dumping dalam GATT-WTO, Penentuan Kerugian dalam GATT-WTO, Penyelidikan Awal dan Lanjutan, Penghentian Penyelidikan, Pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping (Anti-Dumping Duties), Komisi Praktik AntiDumping (Committee on Anti-Dumping Practices), Konsultasi dan Penyelesaian Sengketa.
-
2. Keputusan WTO terkait kebijakan bea masuk antidumping yang diterapkan Uni-Eropa kepada produk biodiesel Indonesia menegaskan bahwa Uni-Eropa telah gagal dalam memenuhi kriteria ketika menerapkan kebijakan antidumping kepada produk biodiesel Indonesia. Uni-Eropa
diharuskan memperbaiki lagi kebijakannya tersebut sesuai dengan yang berlaku di dalam WTO.
-
1. Diharapkan setiap anggota WTO mengikuti aturan-aturan yang sudah ditentukan, hal tersebut sangat penting bagi kelangsungan hubungan internasional setiap negara untuk menghindari konflik-konflik yang dapat merusak hubungan baik antar Negara.
-
2. Diharapkan Uni-Eropa mengikuti aturan WTO sehingga tidak menimbulkan sengketa maupun hambatan yang dapat merugikan negara lainnya yang melakukan kegiatan ekspor ke negaranya .
Baftar Bacaan
Buku
Pandika Rusli, 2010, Sanksi Dagang Unilateral Di Bawah Sistem Hukum WTO, Bandung, Pt. Alumni
Pasek Diantha I Made, 2016, Metedologi Penelitian Hukum Normatif, Pernada Media Group, Jakarta.
Syahmin AK, 2007, Hukum Dagang Internasional (dalam Kerangka Studi Analitis), Jakarta: Raja Grafindo Persada,
Wyasa Putra Ida Bagus, 2008, Aspek- Aspek Hukum Perdata Internasional Dalam Transaksi Bisnis Internasional, PT Refika Aditama, Bandung,
Yulianto Syahyu, 2014, Hukum Anti Dumping di Indonesia, Analisis dan Panduan Praktis Jakarta:Ghalia Indonesia,
Konvensi
General Agreement on Tarrifs and Trade (GATT) tahun1994
Jurnal
Pradnya Yustiawan Dewa Gede, 2018, Perlindungan Industri Dalam Negeri Dari Praktik Antidumping, URL : Journal.undiknas.ac.id Diakses tanggal 4 April 2019
12
Discussion and feedback