PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN TERHADAP POTENSI PENCEMARAN LINGKUNGAN

Oleh :

Luh Ani Setiawati* I NyomanWita**

Program Kekhususan Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana

Abstrak :

Lingkungan yang sehat merupakan salah satu faktor untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakatnya, terutama dalam pengelolaan limbah medis bahan berbahaya dan beracun. Di mana limbah medis tidak hanya berupa alat-alat medis, tetapi juga berupa cairan-cairan medis misalnya cairan bekas cuci darah, cairan dari kamar mandi atau dapur yang mana cairan-cairan ini tentu mengandung unsur berbahaya bagi lingkungan sekitar apabila tidak dikelola dengan baik. Oleh karena itu perlu ditinjau mekanisme pengelolaan limbah medis bahan berbahaya dan beracun dan dampak pengelolaan limbah medis yang berbahaya dan beracun terhadap potensi pencemaran lingkungan. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan. Untuk itu kesimpulan dalam jurnal ini bahwa mekanisme pengelolaan limbah medis bahan berbahaya dan beracun dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu pemisahan, penampungan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan. Sementara dampak dari pengelolaan limbah medis dan berbahaya dan beracun terhadap potensi pencemaran lingkungan adalah berdampak positif yaitu terpeliharanya lingkungan hidup yang sehat. Dan dampak negatifnya yaitu dapat mengancam keberlangsungan hidup makhluk hidup, karena lingkungan tempat tinggalnya sudah terkontaminasi limbah-limbah medis bahan berbahaya dan beracun.

Kata Kunci : Pengelolaan, Limbah Medis Bahan Berbahaya dan Beracun, Pencemaran Lingkungan

Abstract :

A healthy environment is one of the factors to improve the health of its people, especially in the management of medical waste from hazardous and toxic materials. Where medical waste is not only in the form of medical devices, but also in the form of medical fluids such as used dialysis fluids, fluids from bathrooms or kitchens where these liquids certainly contain harmful elements to the environment if not managed properly. Therefore it is necessary to review the mechanism for managing medical waste of hazardous and toxic materials and the impact of the management of hazardous and toxic medical waste on the potential for environmental pollution. The method used in this writing is a normative juridical legal method and with the approach of regulations. For this reason, the conclusion in this journal is that the mechanism for managing medical waste of hazardous and toxic materials is divided into several stages, namely separation, storage, transportation, utilization, processing, and / or stockpiling. While the impact of the management of medical and hazardous and toxic waste on the potential of environmental pollution is to have a positive impact, namely the maintenance of a healthy environment. And the negative impact is that it can threaten the survival of living things, because the environment in which they live has been contaminated with medical waste from hazardous and toxic materials.

Keywords : Management, Medical Waste of Hazardous and Toxic Materials

I     PENDAHULUAN

  • 1.1    Latar Belakang Penulisan

Kehidupan manusia selalu bergantung dengan lingkungan yang ada di sekitarnya, tanpa terkecuali. Manusia dan lingkungan tidak dapat dipisahkan, begitu juga sebaliknya, karena sumber kehidupan manusia ada dalam lingkungan (alam) dan manusialah yang mengelola lingkungannya agar dapat bertahan hidup.

Dalam Pasal 28H ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 (yang selanjutnya disebut UUD NRI 1945) sudah diatur ketentuan bahwa Setiap orang berhak untuk hidup sejahtera baik lahir dan batin, serta bertempat tinggal dengan

lingkungan hidup yang baik dan sehat, juga disebutkan bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik. Ini berarti bahwa negara telah menjamin setiap orang yang berada di wilayah Negara Kesatuan Indonesia berhak mendapat lingkungan hidup yang baik, karena lingkungan yang sehat salah satu faktor untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakatnya.

Sementara di dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, kewenangan untuk melindungi dan mengelola lingkungan hidup tidak hanya pemerintah pusat yang memiliki kewenangan, tetapi juga pemerintah daerah serta lapisan masyarakat terkait pengelolaan dan pemanfaatan lingkungan tersebut.

Di dalam pengelolaan lingkungan tersebut tentu perlu adanya pengawasan lingkungan yang bertumpu pada pembangunan berkelanjutan, di mana pengawasan pengelolaan lingkungan tersebut merupakan instrumen penegakan hukum lingkungan yang bersifat preventif yaitu berupa cara pencegahan bagi upaya pengendalian terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.1

Terkait dengan hal di atas, pengelolaan lingkungan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah pengelolaan limbah medis bahan berbahaya dan beracun. Di mana pengertian Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (yang selanjutnya disebut LB3) menurut United Nations Environtment Programme (UNEP), yaitu semua jenis limbah yang bersifat padat, cair, maupun gas, selain limbah radioaktif, limbah infeksius, dan limbah kimia yang karena aktivitas kimianya atau dengan kata lain sifat racun yang dimilikinya, mudah meledak jika terkena limbah lainnya, dan sifat

lainnya yang dapat mengganggu kesehatan atau lingkungan sekitar, baik secara langsung ataupun tidak langsung (karena tercampur dengan limbah lainnya).2

Terkadang alat-alat medis yang digunakan oleh pemberi pelayanan kesehatan baik dari rumah sakit, puskesmas, maupun klinik pribadi untuk mengobati pasiennya tersebut mengandung bahan berbahaya dan beracun, ini akan sangat berbahaya bagi masyarakat dan lingkungan apabila setelah digunakan alat-alat medis tersebut tidak dikelola dengan baik dan sebagaimana mestinya. Sebagai contoh misalnya jarum suntik yang mungkin awalnya steril bisa sangat berbahaya apabila setelah digunakan lalu dibuang sembarangan (tidak pada tempatnya) apalagi limbah jarum tersebut sebelumnya digunakan pada pasien yang memiliki penyakit berbahaya dan menular, jika jarum suntik bekas tersebut mengenai orang lain (tanpa sengaja) dapat mengakibatkan orang lain tersebut celaka dan/atau terkena penyakit yang sama dengan pasien sebelumnya dari jarum suntik tersebut. Limbah medis tidak hanya berupa alat-alat medis, tetapi juga berupa cairan-cairan medis, misalnya cairan bekas cuci darah, cairan dari kamar mandi atau dapur di mana cairan-cairan ini tentu mengandung unsur berbahaya bagi lingkungan sekitar apabila tidak dikelola dengan baik.

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimana mekanisme pengelolaan limbah medis bahan berbahaya dan beracun?

  • 2.    Bagaimana dampak pengelolaan limbah medis yang berbahaya dan beracun terhadap potensi pencemaran lingkungan?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme pengelolaan limbah medis bahan berbahaya dan beracun terhadap potensi pencemaran lingkungan serta mengetahui dampak dari pengelolaan limbah medis yang berbahaya dan beracun tersebut.

II     ISI MAKALAH

  • 2.1    Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah penelitian hukum normatif yaitu studi dengan meneliti dari perspektif internal studi kepustakaan dan objek kajiannya merupakan sebuah norma hukum.3 Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan yaitu mengaitkan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan dengan isi makalah ini.

  • 2.2    Hasil dan Analisis

    • 2.2.1    Mekanisme Pengelolaan Limbah Medis Bahan Berbahaya dan Beracun Terhadap Potensi Pencemaran Lingkungan

Limbah medis menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu sisa dari suatu usaha atau pun kegiatan yang mengandung suatu zat dan komponen berbahaya yang secara langsung atau tidak langsung dapat menyebabkan kerusakan lingkungan serta membahayakan kesehatan manusia, lingkungan dan kelangsungan hidup makhluk hidup lainnya.

Pada prinsip dasarnya pengelolaan limbah medis merupakan bagian dari kegiatan penyehatan lingkungan dan menjadi hal yang penting dalam pengelolaan lingkungan yang

berkelanjutan. Tujuannya juga berupa untuk menyelamatkan masyarakat dari potensi bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber pada limbah medis yang berbahan bahaya dan beracun tersebut.4

Dalam memudahkan pengelolaan limbah medis tersebut, perlu dilakukan penggolongan sebelumnya, di mana penggolongan limbah tersebut dapat dikategorikan sebagai berikut5 :

  • 1.    Limbah Padat

Golongan A

  •    Limbah-limbah yang terkontaminasi dari kamar bedah, misalnya dressing bedah, di mana pengertian dressing sendiri adalah sejenis penutup luka untuk melindungi, mengurangi, dan mempercepat dari penyembuhan luka.

  •    Bahan-bahan kimia terutama dari kasus penyakit infeksi atau penyakit yang dapat menular.

  •    Seluruh jaringan tubuh manusia baik yang terinfeksi atau tidak, bangkai atau jaringan tubuh hewan yang diteliti di laboratorium dan hal lainnya yang berkaitan dengan pembedahan.

Golongan B

Limbah yang berupa benda-benda tajam, seperti jarum suntik bekas, gunting, pecahan-pecahan gelas dan sebagainya.

Golongan C

Limbah-limbah medis yang berasal dari laboratorium dan postpartum.

Golongan D

Limbah-limbah yang mengandung bahan-bahan kimia atau bahan farmasi tertentu.

Golongan E

Limbah yang berupa cairan manusia, seperti urin dan darah.

  • 2.    Limbah Cair

Yaitu limbah yang mengandung berbagai macam unsur di dalamnya, seperti mikroorganisme, bahan-bahan organik atau non-organik. Biasanya limbah ini berasal dari hasil pembuangan dapur pelayanan kesehatan atau sebagainya.

Selanjutnya, setelah limbah-limbah tersebut digolongkan, barulah kemudian masuk ke mekanisme dari pengelolaan limbah medis berbahan bahaya dan beracun tersebut. Di mana, pada mekanisme ini dibagi dengan berberapa tahap yaitu pemisahan, penampungan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan.

  • a.    Tahap Pemisahan

Limbah medis yang sudah terkontaminasi penyakit yang berasal dari ruang pengobatan sebaiknya ditampung dalam bak penampungan dan dipisahkan sesuai dengan jenis atau kategori limbahnya. Bak untuk menampung pemisahan limbah medis ini dilapisi dengan kantong plastik. Khusus untuk limbah medis benda tajam, tempat penampungannya harus dari bahan yang tahan terhadap benda tajam. Di mana kantong plastik tersebut

diambil paling tidak sekali dalam satu hari atau jika limbah tersebut sudah mencapai tiga perempat penuh dari kantong plastik.

  • b.    Tahap Penampungan atau Pengumpulan

Limbah medis seharusnya diangkut sesering mungkin disesuaikan dengan kebutuhan, agar tidak terjadi penumpukan limbah dan akan menjadi sarang penyakit. Dalam menunggu tahap pengangkutan untuk dibuang ke tempat pembuangan, limbah medis yang tidak berbahaya dapat ditampung bersama dengan limbah lainnya, yaitu limbah yang pada umumnya tidak mengandung unsur bahaya.

  • c.    Tahap Pengangkutan

Setelah melalui tahap penampungan, limbah-limbah medis tersebut memasuki tahap pengangkutan. Pengangkutan tersebut dapat melalui jalur darat, laut, maupun udara. Media pengangkutannya dapat menggunakan mobil tangki, truk tangki, drum, dan lain sebagainya. Kemungkinan terjadinya kecelakaan dalam pengangkutan ini sangat perlu mendapatkan perhatian, karena hal tersebut dapat mengakibatkan celaka bagi manusia yang tidak langsung terlibat  dalam kecelakaan. Peraturan-

peraturan dalam bertransportasi sangat perlu guna mengantisipasi kejadian-kejadian yang tidak diinginkan ini. d. Tahap Pemanfaatan

Kegiatan mendaur ulang limbah, bertujuan untuk mengubah limbah B3 menjadi susbsititusi suatu bahan baku, atau menjadi bahan bakar yang aman bagi kesehatan manusia maupun lingkungannya.

  • e.    Tahap Pengolahan

Suatu proses untuk mengurangi atau menghilangkan kandungan zat atau sifat racun dan berbahaya dalam limbah, agar

aman atau tidak terlalu mencemari lingkungan dan memberikan dampak buruk bagi manusia maupun lingkungan.

  • f.    Tahap Penimbunan

Suatu proses menempatkan limbah B3 pada suatu fasilitas penimbunan yang ada, dengan tujuan untuk menyelamatkan kesehatan manusia dan lingkungannya.

  • 2.2.2 Dampak Pengelolaan Limbah Medis Bahan Berbahaya dan Beracun Terhadap Potensi Pencemaran Lingkungan

Dampak dari limbah medis bahan berbahaya dan beracun terhadap potensi pencemaran lingkungan mengakibatkan banyak penyakit yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan manusia dan lingkungan di sekitarnya dari yang paling ringan hingga yang paling berat. Selain itu dari yang kontak langsung dengan limbah berbahaya dan beracun atau yang menghirup udara yang tercemar. Dari jenis limbah berbahaya dan beracun seperti limbah infeksius, limbah bagian tubuh, limbah obat-obatan dan kimiawi, limbah radioaktif, yang mana dapat membawa resiko yang lebih besar terhadap kesehataan misalnya infeksi kulit, antraks, meninghitis, AIDS, demam berdarah, hepatitis A, B, C.

Pada Pasal 4 sampai Pasal 6 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, menyebutkan bahwa setiap orang berhak dalam memperoleh tingkat kesehatan yang sebaik-baiknya dan kesehatan ini diperoleh dengan mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat.6 Maksudnya adalah apabila lingkungan baik dan sehat tentu manusia akan dapat meningkatkan derajat kesehatannya dengan baik. Terpeliharanya lingkungan hidup yang sehat, tentu ini merupakan salah satu dampak positif dari

pengelolaan yang baik atas limbah-limbah baik yang bahan berbahaya dan beracun atau pun tidak.

Adapun dampak negatif dari tidak baik atau kurang tepatnya dalam pengelolaan limbah medis bahan berbahaya dan beracun sangat berbahaya bagi lingkungan hidup maupun manusia yang hidup di dalamnya.7 Apabila limbah medis tersebut tidak dikelola dengan baik, tentu akan dapat mengancam keberlangsungan hidup dari makhluk hidup, karena lingkungan tempat tinggalnya sudah terkontaminasi limbah-limbah medis bahan berbahaya dan beracun, dan limbah-limbah medis (khususnya limbah benda tajam) tersebut apabila bekas dipakai oleh pasien yang menderita penyakit serius dapat menularkan penyakitnya baik secara langsung dan tidak sengaja jika terkena limbah tersebut baik dalam tahap-tahap yang sudah disebutkan di atas.

Untuk mencegah agar pencemaran lingkungan hidup tidak terjadi secara terus menerus akibat pengelolaan limbah medis bahan berhaya dan beracun, perlu diadakannya suatu tindakan pencegahan, diantaranya8 :

  •    Upaya dengan preventif (pencegahan), yaitu dengan melakukan pencegahan terhadap pngelolaan limbah medis yang kurang tepat oleh fasilitas pelayanan kesehatan.

  •    Upaya bersifat represif (dengan tindakan), ini diambil tindakan terhadap orang atau pemberi pelayanan kesehatan yang tidak mau tertib mematuhi peraturan, serta yang melakukan tindakan pelanggaran terhadap lingkungan.

Dalam menjalankan fungsi dari UUPPLH, dilihat dari perspektif-idealis, pengawasan insentif bersifat continue (berkelanjutan) sangat dimungkinkan dapat membantu mencegah serta mengurangi dampak dari limbah medis bahan berbahaya dan beracun, ini karena tingkat kualitas dan kuantitas dari pengawasan tersebut tetap terjaga,  baik  pemerintah pusat

maupun daerah. Serta pemerintah juga dapat melibatkan

masyarakat dalam pengawasannya dalam mencegah dan mengurangi negatif dari pengelolaan limbah medis tersebut.9 III.    PENUTUP

  • 3.1    Kesimpulan

Sehubungan dengan uraian pembahasan di atas jadi dapat disimpulkan :

  • 1.    Bahwa mekanisme pengelolaan limbah medis bahan berbahaya dan beracun harus melalui beberapa proses, dari penggolongan berdasarkan kategori limbahnya, hingga tahapan-tahapan pengelolaannya seperti tahap pemisahan yang sesuai dengan kategori limbahnya, tahap penampungan atau pengumpulan, tahap pengangkutan, tahap pemanfaatan, tahap pengolahan, dan/atau tahap penimbunan.

  • 2.    Pengelolaan limbah medis bahan berbahaya dan beracun dapat berdampak positif apabila dilakukan dengan sebagaimana mestinya, dan akan berdampak negatif ketika lingkungan sudah terkontaminasi limbah-limbah medis bahan berbahaya dan beracun, sehingga dapat menularkan penyakit baik secara langsung maupun tidak langsung jika terkena limbah tersebut.

    3.2


Saran

Pemerintah sebaiknya lebih menekankan lagi tentang

pengaturan pengelolaan limbah medis bahan berbahaya dan beracun agar tidak terlalu membahayakan manusia dan lingkungan sekitarnya serta penerapan sanksi yang tegas bagi pelanggar peraturan. Dalam pengelolaanya pemerintah perlu melibatkan masyarakat sekitar untuk membantu, tetapi pengawasannya tetap dilakukan oleh pemeritah.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Bethan, Syamsuharya, 2008, Penerapan Prinsip Hukum Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup Dalam Aktivitas Industri Nasional (Sebuah Upaya Penyelamatan Lingkungan Hidup dan Kehidupan Antar Generasi), Cet. Ke-1, PT Alumni, Bandung.

Diantha, Pasek, 2017, Metode Penelitian Hukum Normatif Dalam Justifikasi Teori Hukum, Cet. Ke-2, Prenada Media Group. Jakarta.

Hamzah, Andi, 2008, Penegakan Hukum Lingkungan, Cet. Ke-2, Sinar Grafika, Jakarta.

Muchtar, Masrudi, Abdul Khair, dan Noraida, 2016, Hukum Kesehatan Lingkungan (Kajian Teoritis Dan Perkembangan Pemikiran), Pustaka Baru Press, Yogyakarta.

Mukhlish dan Mustafa Lutfi, 2010, Hukum Administrasi Lingkungan Kontemporer, Setara Press, Malang.

Trihadiningrum, Yulinah, 2016, Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), Teknosin, Yogyakarta.

JURNAL ILMIAH

Tomy Arizona, I Gusti Ngurah, I Gusti Ngurah Wairocana, 2018, Efektivitas Pengaturan Pencegahan Pencemaran Lingkungan Hidup Oleh Limbah Air Di Rumah Sakit Umum Daerah Sanjiwani Gianyar, Vol. 6, No. 2, Maret 2018, Fakultas Hukum        Universitas        Udayana,        URL:

https://ojs.unud.ac.id/index.php/Kerthanegara/article/vie w/43549 diakses tanggal 30 Maret 2019.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059).

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144).

Peraturan Pemerintah Nomo 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 333, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5617).

14