KONSOLIDASI TANAH SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN EFISIENSI DAN PRODUKTIVITAS PEMANFAATAN TANAH PERKOTAAN SECARA OPTIMAL
on
KONSOLIDASI TANAH SEBAGAI UPAYA
MENINGKATKAN EFISIENSI DAN PRODUKTIVITAS PEMANFAATAN TANAH PERKOTAAN SECARA OPTIMAL
Oleh:
Ni Made Desy Ariyani*
I Wayan Parsa**
Program Kekhususan Hukum Pemerintahan, Fakultas Hukum, Universitas Udayana
Abstrak
Wilayah perkotaan memiliki luas yang relatif tetap sementara kebutuhan akan tanah terus meningkat. Kelemahan dalam manajemen perkotaan memicu timbulnya spekulasi, pemanfaatan tanah secara tidak sah atau liar, serta perkampungan kumuh (slum area). Menghadapi konflik pertanahan di perkotaan yang tak kunjung usai, maka perlu dilakukan konsolidasi tanah sebagai kegiatan menata ulang penguasan tanah, penggunaan tanah dan pengadaan tanah yang memiliki tujuan meningkatkan kualitas lingkungan serta pemeliharaan sumber daya alam dengan mengikutsertakan masyarakat untuk berperan secara aktif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sistem pelaksanaan konsolidasi tanah serta upaya untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas pemanfaatan tanah perkotaan secara optimal melalui konsolidasi tanah berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi Tanah. Penelitian ini menggunakan metode penelitan yuridis normatif dengan mengambil data sekunder melalui studi kepustakaan serta menggunakkan pendekatan perundang-undangan, pendekatan fakta, dan pendekatan konseptual. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa konsolidasi tanah menggunakan sistem sukarela dan wajib. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas pemanfaatan tanah perkotaan secara optimal dengan melakukan penataan kembali terhadap penguasaan, penggunaan serta pengadaan tanah.
Kata Kunci: Konsolidasi Tanah, Pemanfaatan Tanah, Tanah Perkotaan.
Abstract
Urban areas have a relatively fixed area while the need for land continues to increase. Weakness in urban management lead to speculation, illegal or illegal land use, and slum areas. Facing unresolved land conflicts in urban areas, land consolidation is an activity to rearrange land tenure, land use and land acquisition that aims to improve the quality of the environment and maintain natural resources by involving the community to play an active role. This reasearch aims to determine how the system of land consolidation implementation and efforts to improve the efficiency and productivity of urban land use optimally through land consolidation based on the Regulation of the Head of the National
Land Agency Number 4 of 1991 which is concerning Land Consolidation. This reasearch uses a normative juridical research method by taking secondary data through library research and using the legislative approach, factual approach, and conceptual approach. Based on this, it can be concluded that land consolidation uses a voluntary and mandatory system. Efforts are made to improve the efficiency and productivity of urban land use optimally by rearranging land tenure, use and procurement.
Keywords: Land Consolidation, Land Utilization, Land of City.
Pemenuhan kebutuhan akan tanah menjadi salah satu langkah untuk mencapai kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang merupakan bagian dari tanggung jawab pemerintah.1 Sebenarnya pengaturan mengenai tanah merupakan amanat dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang tercantum dalam Pasal 33 ayat (3) yang menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, dalam artian negara memiliki kewenangan mengatur dan mengelola tanah karena tanah adalah bagian dari bumi.2
Namun semakin berkembangnya kehidupan manusia, semakin kompleks pula permasalahan pertanahan terutama di daerah perkotaan. Wilayah perkotaan memiliki luas yang relatif tetap, sementara kebutuhan akan tanah semakin meningkat. Banyaknya kepentingan berbagai pihak dalam pemanfaatan ruang di kawasan perkotaan juga menambah rumitnya permasalahan
penataan ruang di kawasan perkotaan.3 Kelemahan dalam manajemen perkotaan kemudian secara tidak langsung akan menyebabkan timbulnya spekulasi, kelangkaan pengembangan tanah perkotaan untuk pemukiman, tumbuh dan berkembangnya penguasaan dan pemilikan tanah serta pemanfaatan tanah secara liar atau tidak sah, perkampungan kumuh (slum area), dan sebagainya.4
Mengingat hal tersebut, dalam menghadapi berbagai konflik pertanahan yang tak kunjung usai terutama di daerah perkotaan, maka diperlukan adanya pengaturan mengenai penguasaan dan pemanfaatan tanah secara optimal serta adanya upaya untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas pemanfaatan tanah perkotaan melalui konsolidasi tanah sehingga dapat dijadikan sebagai alternative solution bagi pihak pemerintah guna mewujudkan fungsi sosial tanah serta kualitas lingkungan perkotaan yang tertib dan tertata rapi.5 Fungsi sosial tanah telah didasarkan pada Pasal 6 UUPA sehingga hak atas tanah tidak menjadi penghalang bagi pemerintah untuk melaksanakan wewenangnya terkait konsolidasi tanah.6
Konsolidasi tanah merupakan suatu metode pembangunan sebagai bagian dari kebijaksanaan yang mengatur penguasaan tanah, penyesuaian penggunaan tanah dengan rencana tata ruang
maupun tata guna tanah, pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan, dan peningkatan kualitas lingkungan hidup serta pelestarian sumber daya alam.7 Mengacu pada Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi Tanah, disebutkan definisi konsolidasi tanah dalam Pasal 1 angka 1, yaitu sebagai suatu kebijaksanaan yang berkaitan dengan menata ulang tanah baik dari segi penguasaan tanah maupun pengadaan tanah demi kepentingan pembangunan guna peningkatan kualitas lingkungan serta pemeliharaan sumber daya alam dengan mengikutsertakan warga masyarakat untuk berperan secara aktif.
Konsolidasi tanah yang sebagian besar dilakukan adalah konsolidasi tanah perkotaan, karena di kawasan perkotaan banyak ditemukan pemanfataan tanah yang tidak tertib dan merupakan daerah padat pemukiman. Konsep konsolidasi tanah perkotaan merupakan suatu kegiatan menata tanah yang tidak beraturan sehingga lebih teratur dengan menggeser, menggabungkan, memecahkan, menghapuskan, dan mengubah hak yang dimiliki terhadap tanah baik di daerah perkotaan/ pinggiran kota dalam konteks pemekaran serta penataan permukiman meliputi fasilitas sosial dan umum yang diperlukan oleh pemilik tanah yang sesuai Rencana Umum Tata Ruang Kota serta Daerah melalui partisipasi aktif dari masyarakat.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis membuat judul “KONSOLIDASI TANAH SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN EFISIENSI DAN PRODUKTIVITAS PEMANFAATAN TANAH PERKOTAAN SECARA OPTIMAL”.
Bertitik tolak dari judul dan latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan dua permasalahan yaitu:
-
1. Bagaimanakah sistem pelaksanaan konsolidasi tanah sebagai upaya meningkatkan efisiensi dan produktivitas pemanfaatan tanah perkotaan secara optimal?
-
2. Bagaimana upaya meningkatkan efisiensi dan produktivitas pemanfaatan tanah perkotaan secara optimal melalui konsolidasi tanah?
-
1.3 Tujuan Penulisan
-
1.3.1 Untuk mengetahui sistem pelaksanaan konsolidasi tanah sebagai upaya meningkatkan efisiensi dan produktivitas pemanfaatan tanah perkotaan secara optimal.
-
1.3.2 Untuk mengetahui upaya meningkatkan efisiensi dan produktivitas pemanfaatan tanah perkotaan secara optimal melalui konsolidasi tanah.
-
Metode penelitian adalah rangkaian cara yang dilakukan penulis untuk mencari suatu informasi sebagai penunjang tulisan yang sedang dilakukannya. Dalam menyusun jurnal ini digunakan metode penelitian yuridis normatif. Dimana metode yuridis normatif merupakan penelitian hukum dengan mengambil data sekunder melalui studi kepustakaan yang bersumber dari data yang telah didokumentasikan dalam bentuk bahan hukum berupa buku, jurnal, serta peraturan perundang-undangan terkait.8
Penulisan jurnal ini juga didukung dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan fakta, serta pendekatan konseptual.
-
2.2 Hasil dan Analisis
-
2.2.1 Sistem Pelaksanaan Konsolidasi Tanah Sebagai Upaya Meningkatkan Efisiensi dan Produktivitas Pemanfaatan Tanah Perkotan Secara Optimal
-
Pelaksanaan konsolidasi tanah terdiri dari mendaftarkan subjek dan objek tanah, pengukuran bidang tanah, serta pemetaan topografi dan penggunaan tanah. Hasil pendaftaran tersebut selanjutanya dijadikan dasar untuk pembuatan desain blok, yang kemudian dibawa dalam musyawarah bersama masyarakat.9
Konsolidasi tanah mengenal adanya 2 (dua) sistem pelaksanaan yang terdiri dari:10
-
a. Sistem Sukarela
Sistem sukarela dapat dilakukan apabila telah diperolehnya suatu persetujuan dari pemilik tanah di wilayah yang akan dikonsolidasi. Sistem sukarela diatur dalam Pasal 4 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi Tanah, yang menyatakan bahwa konsolidasi tanah dapat dilakukan setidaknya 85% dari pemilik tanah dimana luas tanah tersebut mencakup sekurang-kurangnya 85% dari luas seluruh areal tanah yang akan dikonsolidasi menyatakan persetujuan.
Penerapan sistem sukarela dalam konsolidasi tanah akan menimbulkan keuntungan bagi pemilik tanah berupa: 1. Pemilik tanah dapat secara langsung menikmati peningkatan nilai tanah;
-
2. Akan terbentuk petak-petak tanah yang teratur dan menghadap ke jalan serta meningkatkan efisiensi penggunaan tanah;
-
3. Mempermudah terciptanya lingkungan hidup yang lebih baik;
-
4. Realisasi pembangunan prasarana umum akan lebih cepat;
-
5. Mengurangi adanya pihak-pihak yang dirugikan seperti yang biasa terjadi dalam pembangunan sistem konvensional;
-
6. Dapat mewujudkan administrasi pertanahan yang tertib karena setiap bidang tanah secara langsung diterbitkan haknya saat pemberian sertifikat tanah.
-
b. Sistem Wajib
Dasar pelaksanaan sistem wajib adalah ikatan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk itu. Prinsip yang dianut dalam pelaksanaan konsolidasi tanah adalah prinsip penyediaan tanah untuk pembangunan prasarana berupa jalan serta fasilitas umum lainnya tanpa melalui pembebasan tanah. Dimana, penyediaan tanah tersebut diperoleh melalui sumbangan sebagian tanah dari pemiliknya yang disebut dengan istilah Sumbangan Wajib Tanah untuk Pembangunan (SWTP). Hal tersebut sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 6 ayat (1), (2), dan (3) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi tanah.
Dalam menetapkan besarnya Sumbangan Wajib tanah untuk Pembangunan (SWTP), lazimnya menggunakan sistem berdasarkan perhitungan luas tanah; perhitungan nilai atau harga tanah serta perhitungan campuran baik antara luas tanah dengan harga tanah. Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi Tanah, bahwa pelaksanaan konsolidasi tanah dengan sistem wajib pada dasarnya dibiayai oleh pemilik tanah melalui sumbangan yang telah ditentukan dalam Pasal 6. Sehingga terkait penyediaan tanah untuk kepentingan prasarana jalan dan fasilitas umum lainnya melalui konsolidasi tanah dengan sistem wajib, dapat dikembangkan alternatif kebijaksanaan sebagai berikut.
-
1. Kebijaksanaan jalur swadaya mayarakat, dimana pengadaan tanah prasarana dan fasilitas umum lainnya serta pembangunannya dilakukan oleh warga masyarakat itu sendiri. Pemilihan alternatif ini sangat ideal untuk diterapkan karena beban pemerintah akan diringankan. Namun dalam pengembangannya, harus memerlukan landasan hukum yang kuat bagi pelaksana yang berkaitan dengan sistem dan metode kerja dari perencanaan sampai pelaksanaan pengawasan.
-
2. Kebijaksanaan jalur campuran antara swadaya masyarakat dengan pemerintah, dimana pengadaan tanah untuk prasarana dan kepentingan umum lainnya dilakukan oleh warga masyarakat sendiri sementara pemerintah melaksanakan pembangunannya melalui APBN/APBD. Pemilihan alternatif ini merupakan langkah
awal untuk mewujudkan partisipasi masyarakat secara penuh dalam melaksanakan konsolidasi tanah.
-
3. Kebijaksanaan jalur campuran antara pemerintah
dengan swadaya masyarakat yang dikaitkan dengan konsolidasi tanah, dimana pemerintah yang
melaksanakan pengadaan tanah dan pembangunannya sementara tanah-tanah warga masyarakat yang langsung dapat memanfaatkan prasarana, dilakukan konsolidasi. Alternatif ini dilaksanakan agar hasil dari pembangunan prasarana yang dibangun oleh pemerintah dapat langsung dimanfaatkan oleh masyarakat.
-
4. Kebijaksanaan khusus pada tanah-tanah objek landreform, dimana tanah untuk prasarana dan fasilitas umum serta bidang tanah yang dikonsolidasikan adalah tanah yang langsung dikuasai oleh negara sebagai objek dari landreform tersebut. Alternatif ini dikembangkan dalam mengatur penguasaan pemilikan dan penggunaan tanah sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah.
-
2.2.2 Upaya Meningkatkan Efisiensi dan Produktivitas Pemanfaatan Tanah Perkotaan Secara Optimal Melalui Konsolidasi Tanah
Konsolidasi tanah dipandang sebagai upaya pemanfaatan ruang yang efisien, efektif, dan produktif karena secara holistik melakukan pemanfaatan ruang dengan cara menata kembali penguasaan dan pemilikan serta penggunaan dan pemanfaatan tanah.11 Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun
1991 tentang Konsolidasi Tanah, bahwa konsolidasi tanah memiliki tujuan untuk mencapai pemanfaatan tanah secara optimal melalui peningkatan efisiensi dan produktivitas penggunaan tanah, dan memiliki sasaran yaitu terwujudnya suatu tatanan penguasaan serta penggunaan tanah yang tertib dan teratur sesuai kemampuan dan fungsinya dalam rangka tata tertib pertanahan.
Guna mewujudkan hal tersebut, upaya yang sangat ditekankan dalam konsolidasi tanah yaitu adanya penataan kembali seluruh aspek yang meliputi:12
-
a. Penataan kembali aspek yang berkaitan dengan pengaturan penguasaan, pengadaan dan penggunaan tanah, dimana tidak hanya berfokus pada penataan dan penerbitan bentuk fisik bidang-bidang tanah, tetapi termasuk juga hubungan hukum antara pemilik tanah dengan tanahnya;
-
b. Penataan kembali aspek yang berkaitan dengan penyerasian pengguna tanah dengan rencana tata ruang maupun tata guna tanah;
-
c. Penataan kembali aspek yang berkaitan dengan penyediaan tanah untuk kepentingan pembangunan prasarana dan fasilitas umum yang diperlukan;
-
d. Penataan kembali aspek yang berkaitan dengan peningkatan kualitas lingkungan hidup atau konservasi sumber daya alam.
Dalam upaya peningkatan efisiensi dan produktivitas pemanfaatan tanah perkotaan secara optimal di kawasan perkotaan, maka dilakukan pembangunan melalui pemilihan lokasi yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kota harus
memperhatikan kondisi lingkungan, dan kemampuan serta keinginan para pemilik tanah sebagai peserta konsolidasi.13 Maka dari itu, wilayah yang dijadikan sasaran konsolidasi tanah meliputi:14
-
a. Wilayah yang direncanakan menjadi kota atau pemukiman baru, dimana bentuk konsolidasi tanah dilakukan secara swadaya berupa kapling-kapling tanah matang (KTM) oleh developer yang akan membangun pemukiman baru di wilayah tersebut, serta developer juga dapat menjual dalam bentuk KTM maupun lengkap dengan rumahnya.
-
b. Wilayah yang sudah mulai tumbuh, dimana pada umumnya tanah ini berlokasi di pinggiran kota yang sudah dihuni oleh kaum urban.
-
c. Wilayah pemukiman yang tumbuh pesat, dimana pemukiman tersebut tumbuh dengan pola persil tanah yang tidak teratur sehingga mempunyai kesulitan untuk menjangkau atau mengakses prasarana dan fasilitas umum lainnya.
-
d. Wilayah yang relatif kosong, dimana dalam perkembangannya dapat dimungkinkan untuk
dikembangkan.
-
e. Wilayah yang sebelumnya merupakan wilayah bencana alam maupun sosial, dimana untuk membangun kembali diperlukan renovasi/rekonstruksi.
Bentuk peningkatan efisiensi dan produktivitas pemanfaatan tanah perkotaan dari sasaran konsolidasi tanah yaitu dengan merealisasikan prasarana dan fasilitas umum yang
diperlukan masyarakat seperti jalan, jalur hijau, pengairan, dan lain-lain sehingga memungkinkan tercapainya optimalisasi terhadap efisiensi dan produktivitas pemanfaatan tanah perkotaan yang juga menunjang efektivitas percepatan pembangunan dan pengembangan kota yang sesuai rencana tata ruang. Selain itu nilai tanah juga mengalami peningkatan karena wilayah tanah tersebut telah dikapling secara teratur dan dilengkapi dengan fasilitas umum.15
Manfaat yang dihasilkan dari peningkatan efisiensi dan pemanfaatan tanah perkotaan secara optimal, yaitu:16
-
1. Bagi Pemerintah
-
a. Memperlancar pembangunan di kawasan perkotaan serta penghematan dalam penyediaan biaya untuk pembebasan tanah.
-
b. Menciptakan wilayah yang sesuai dengan asas
penataan lingkungan dan pertanahan.
-
c. Menciptakan penggunaan tanah yang aman, tertib, lancar, dan sehat (ATLAS) yang mencerminkan implementasi Rencana Teknis Tata Ruang Kota (RTTRK).
-
d. Menertibkan kepemilikan tanah serta penyelesaian sertifikatnya.
-
2. Bagi Peserta Konsolidasi
-
a. Tersedianya fasilitas umum yang dikehendaki.
-
b. Adanya peningkatan manfaat dan nilai tanah karena harga tanah meningkat setelah ditata.
-
c. Adanya jaminan kepastian hak atas tanah dengan sertifikat yang diperoleh dalam waktu relatif cepat, serta memperkecil sengketa tanah.
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
-
1. Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi Tanah, terdapat 2 sistem pelaksanaan konsolidasi tanah, yaitu sistem sukarela yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2), dimana konsolidasi tanah dilakukan apabila telah diperolehnya persetujuan dari seluruh pemilik tanah yang wilayahnya akan dikonsolidasi dan sistem wajib yang diatur dalam Pasal 6 ayat (1), (2), dan (3), dimana pelaksanaannya didasarkan atas ikatan peraturan perundang-undangan untuk itu melalui SWTP.
-
2. Upaya peningkatan efisiensi dan produktivitas pemanfaatan tanah perkotaan secara optimal, Penataan kembali aspek yang berkaitan dengan pengaturan penguasaan, pengadaan dan penggunaan tanah, serta dilakukan pembangunan melalui pemilihan lokasi yang harus memperhatikan kondisi lingkungan, dan kemampuan serta keinginan para pemilik tanah sebagai peserta konsolidasi dengan sasaran konsolidasi tanah meliputi wilayah yang direncanakan menjadi kota atau pemukiman baru, wilayah yang sudah mulai tumbuh, wilayah pemukiman yang tumbuh pesat, wilayah yang relatif kosong, serta wilayah yang sebelumnya merupakan wilayah bencana alam maupun sosial.
Saran yang dapat disampaikan dalam penulisan jurnal ini yaitu:
-
1. Diperlukan adanya pengaturan lebih lanjut mengenai konsolidasi tanah yang dituangkan dalam bentuk undang-undang karena sampai saat ini masih terlihat adanya kekosongan norma antara Undang-Undang Pokok Agraria yang merupakan peraturan dasar dan regulasi konsolidasi tanah yang mengakibatkan lemahnya aturan hukum pelaksanaan konsolidasi tanah.
-
2. Pemerintah diharapkan dapat memberikan sosialisasi dan pemahaman yang maksimal mengenai konsolidasi tanah kepada masyarakat, yang dilakukan secara terintegrasi dengan instansi terkait agar program pembangungan dapat berjalan dengan baik dan bisa disinkronasikan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Diana Conyers, 1984, Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga,
terjemahan dari Susetiawan, Affan Gaffar, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Hasni, 2010, Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah dalam Konteks UUPA-UUPR-UUPLH, Rajawali Pers, Jakarta.
Leks, Eddy Marek, 2015, Analisis dan Evaluasi peraturan Perundang-Undangan Tentang Perumahan Rakyat, Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Jakarta.
Setiawan, Yudhi, 2009, Instrumen Hukum Campuran (Gemeenschapelijkrecht) dalam Konsolidasi Tanah, Rajawali Pers, Jakarta.
Sitorus, Oloan, 2015, Konsolidasi Tanah, Tata Ruang, dan Ketahanan Nasional, STPN Press, Yogyakarta.
Sumardjono, Maria S.W, 2008, Tanah dalam Perspektif Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Kompas, Jakarta.
Waksito, dan Hadi Arnowo, 2017, Pertanahan, Agraria, dan Tata Ruang, Kencana, Jakarta.
Jurnal Ilmiah
Budiyanto, Hery, 2003, Manfaat Penggunaan Metoda Konsolidasi Tanah Dalam Rangka Penataan Wilayah Perkotaan, Mintakat Jurnal Arsitektur Vol. 2 Nomor 1, URL : http://jurnal.unmer.ac.id/index.php/jam/article/download /1956/1275.
Kapoh, Scivi Junifer, 2017, Pengaturan Konsolidasi Tanah Untuk Pembangunan Perumahan Menurut UU No. 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman, Lex et Societatis Vol. V No. 6, URL :
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexetsocietatis/arti cle/download/17915/17442.
Rahayu, Desak Putri Tri dan I Ketut Tjukup, 2018, Pengaturan Hukum Terhadap Penataan Ruang Di Kota Denpasar Dalam Mengimplementasikan Fungsi Sosial Tanah dari Perspektif Agraria, Jurnal Kerthanegara, Vol. 06 Nomor 02, URL: https://ojs.unud.ac.id/index.php/Kerthanegara/article/vie w/38404.
Ramadhona, Ana, 2017, Pelaksanaan Konsolidasi Tanah Perkotaan Untuk Pembangunan Jalan By Pass Di Kota Bukittinggi, Jurnal Cendekia Hukum Vol. 3 No. 1, URL : http://e-
jurnal.stih-pm.ac.id/index.php/cendekeahukum/article/view/13/20.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043).
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi Tanah.
15
Discussion and feedback