PENERTIBAN PENYALAHGUNAAN TROTOAR SEBAGAI TEMPAT PARKIR KENDARAAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 7 TAHUN 2016
on
PENERTIBAN PENYALAHGUNAAN TROTOAR SEBAGAI TEMPAT PARKIR KENDARAAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 7 TAHUN 2016
Oleh:
Ni Nyoman Wigrayuni Fridayanti∗
Dewa Nyoman Rai Asmara Putra∗∗
Bagian Kekhususan Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRAK
Dewasa ini pelanggaran penyalahgunaan fungsi trotoar masih sering terjadi. Menyikapi hal tersebut Pemerintah Daerah Kabupaten Badung telah membentuk Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 7 Tahun 2016 tentang Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat. Pemerintah dalam hal ini telah menunjuk instansi terkait yang diberikan wewenang untuk melakukan penertiban terhadap pelanggaran tersebut. Mengenai fungsi trotoar secara khusus telah diatur pada ketentuan Pasal 10 ayat (3), yang menentukan bahwa fasilitas ini hanya diperuntukkan bagi pejalan kaki. Walaupun penjelasan sudah tertera dengan jelas namun nyatanya tingkat pelanggaran yang terjadi masih cukup tinggi, khususnya perihal parkir kendaraan di trotoar. Berdasarkan permasalahan tersebut penulis melakukan penelitian guna mengetahui bagaimana penertiban yang dilakukan pemerintah terhadap pelanggar serta hambatan yang dihadapi dalam melakukan penertiban. Penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum empiris. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa Dinas Perhubungan Kabupaten Badung telah melakukan penertiban berupa tindakan penderekan terhadap kendaraan. Dalam melakukan penertiban tidak jarang petugas mengalami beberapa kendala, kendala pertama petugas belum dapat bertindak secara tegas dalam melakukan penertiban dikarenakan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 7 Tahun 2016 tidak diatur perihal ketentuan sanksi yang dapat dikenakan terhadap pelanggar, selain itu fakor penghambat selanjutnya dikarenakan rendahnya kesadaran masyarakat untuk selalu menjaga ketertiban umum, khususnya untuk tidak menggunakan trotoar sebagai tempat parkir kendaraan.
Kata Kunci: Trotoar, Parkir, Penertiban.
ABSTRACK
Today violations of misuse of sidewalk functions still occur frequently. Responding to this matter, the Regional Government of Badung Regency has formed the Badung District Regulation Number 7 of 2016 concerning Public Order and Public Order. The government in this case has appointed relevant agencies which are
∗ Mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Udayana.
∗∗ Dosen Pengajar Hukum Acara Perdata, Fakultas Hukum, Universitas Udayana.
authorized to enforce these violations. Regarding the function of the sidewalk specifically it has been regulated in the provisions of Article 10 paragraph (3), which determines that this facility is only intended for pedestrians. Although the explanation has been clearly stated but in fact the level of violations that occur is still quite high, especially regarding parking of vehicles on the sidewalk. Based on these problems the author conducted a study to find out how the government conducted control of violators and the obstacles faced in controlling. This writing uses empirical legal research methods. Based on the research, it is known that the Transportation Office of Badung Regency has been controlling in the form of towing actions against vehicles. In carrying out the control, officers often encounter several obstacles, the first obstacle for officers has not been able to act decisively in carrying out enforcement because in Badung District Regulation Number 7 of 2016 it is not regulated regarding the provisions of sanctions that can be imposed on violators. the community to always maintain public order, especially not to use the sidewalk as a vehicle parking lot.
Keywords: Sidewalk, Parking, Control.
BAB I
PENDAHULUAN
Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Kabupaten Badung juga secara langsung menyebabkan semakin bertambahnya jumlah kendaraan yang dimiliki. Hal ini secara langsung berdampak bagi ketertiban arus lalu lintas. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (selanjutnya disebut UU LLAJ) menentukan bahwa ketertiban arus lalu lintas dan angkutan jalan adalah suatu keadaan berlalu lintas bagi pengguna jalan yang berlangsung secara tertib sesuai dengan hak dan kewajibannya masing-masing. Ketentuan Pasal 131 ayat (1) UU LLAJ juga telah menentukan bahwa pejalan kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung berupa trotoar, tempat penyebrangan serta fasilitas lainnya.
Kehidupan dalam suatu Negara, khususnya Negara hukum terhadap segala tindak tanduk yang dilakukan oleh pemerintah harus berdasarkan pada hukum yang berlaku, disini terlihat bahwa hukum memegang peranan yang penting bagi kehidupan di
suatu Negara. Hukum disini juga disebut sebagai suatu sistem yang merupakan susunan bagi aturan-aturan dalam hidup manusia yang selalu berkaitan satu dengan lainnya.1 Misalnya saja dapat dilihat dalam pengeluaran peraturan terkait lalu lintas, dalam hal ini pemerintah bertujuan untuk menciptakan ketertiban, kenyamanan, dan keadilan bagi seluruh pengguna jalan. Hal ini dikarenakan dalam mengeluarkan peraturan atau melakukan tindakan hukum, Negara tidak pernah memihak kepada salah satu golongan masyarakat manapun atau dengan kata lain Negara hanya bekerja semata-mata untuk kepentingan seluruh rakyatnya tanpa terkecuali.2
Dewasa ini dalam kenyataan kehidupan sehari-hari sangat sering dijumpai penyalahgunaan fungsi trotoar yang dilakukan oleh pengguna jalan baik mereka yang mengendarai kendaraan roda 2 (dua) maupun 4 (empat), secara langsung hal ini menyebabkan trotoar saat ini sudah tidak lagi berfungsi secara efektif seperti seharusnya. Melihat pada ketentuan Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 7 Tahun 2016 tentang Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat (selanjutnya disebut Perda Kab. Badung No. 7 Thn 2016) secara jelas telah mengatur bahwa trotoar hanyalah diperuntukan bagi pejalan kaki, namun kenyataannya saat ini masih banyak terjadi penyalahgunaan fungsi dari fasilitas pejalan kaki tersebut. Pelanggaran yang sering terjadi ialah perihal memarkirkan dan bahkan memondokkan kendaraan pribadi di atas area trotoar.
Pemerintah telah memberikan kewenangan kepada Dinas Perhubungan (selanjutnya disebut Dishub) untuk melakukan
tindakan hukum terhadap para pelanggar, namun nyatanya sampai saat ini masih saja dijumpai pengendara yang melanggar peraturan tersebut. Perilaku seperti ini tentu merugikan pihak pejalan kaki yang berjalan melewati trotoar, dikarenakan adanya kendaraan yang parkir menyebabkan mereka harus turun untuk mencari jalan lain atau bahkan tidak bisa menggunakan fasilitas tersebut sebagaimana mestinya, padahal seperti yang telah diketahui bersama bahwa trotoar memang adalah hak pejalan kaki yang diberikan oleh pemerintah atau Negara, selain itu pelanggaran semacam ini juga dapat berakibat terhadap tingkat kemacetan yang terjadi di jalan raya. Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan mewujudkan hasil penelitian kedalam bentuk jurnal ilmiah yang berjudul “Penertiban Penyalahgunaan Trotoar Sebagai Tempat Parkir Kendaraan Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 7 Tahun 2016.”
Berdasarkan pada latar belakang diatas, maka dapat dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut:
-
1. Bagaimana penertiban penyalahgunaan trotoar sebagai tempat parkir kendaraan berdasarkan Perda Kab. Badung No.7 Tahun 2016?
-
2. Apa faktor penghambat aparat penegak hukum dalam melakukan penertiban terhadap para pelanggar?
Penulisan penelitian ini bermaksud untuk mengkaji lebih dalam terkait penertiban penyalahgunaan trotoar sebagai tempat parkir kendaraan berdasarkan Perda Kab. Badung No. 7 Tahun
2016, serta untuk mengetahui apa saja faktor penghambat bagi aparat penegak hukum dalam melakukan penertiban terhadap pelanggaran tersebut.
BAB II PEMBAHASAN
Tulisan ini adalah hasil penelitian dengan menggunakan jenis metode penelitian hukum empiris. Penelitian dalam hal ini melihat dari segi unsur pembentuk sistem hukum yang mempengaruhi efektivitas berlakunya hukum dimasyarakat, yaitu substansi hukum, struktur hukum dan budaya masyarakat. Terdapat dua macam pendekatan yang digunakan, yaitu pendekatan fakta (fact approach), dengan cara menguraikan fakta yang terjadi dan dialami langsung oleh pemerintah dalam menertibkan penyalahgunaan fungsi trotoar, selain itu juga digunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) yaitu dengan mengkaji peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini.
-
2.2. Hasil dan Pembahasan
-
2.2.1. Penertiban terhadap penyalahgunaan trotoar sebagai tempat parkir kendaraan berdasarkan Perda Kab. Badung No. 7 Tahun 2016
-
Indonesia merupakan Negara hukum yang dalam pembangunan hukum di Indonesia harus selalu sesuai dengan tujuan negara hukum yaitu terwujudnya sistem hukum yang mengutamakan kepentingan nasional terutama kepentingan dari
seluruh rakyat.3 Untuk lebih memudahkan dalam pembangunan di seluruh wilayah negara, maka Indonesia juga menganut serta mempergunakan sistem otonomi daerah dalam setiap penyelenggaran urusan pemerintahannya. C.W. Van Der Pot mengartikan otonomi daerah sebagai hak yang dimiliki oleh rakyat di suatu daerah untuk dapat mengurus urusan pemerintahan dengan mempergunakan caranya sendiri, namun harus tetap sesuai dengan hukum positif yang berlaku.4 Dikarenakan Negara Indonesia menganut sistem ini maka urusan pemerintahan selanjutnya dibagi menjadi dua, yaitu antara pusat dan daerah.
Ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut UU Pemda) telah menentukan bahwa urusan pemerintahan terbagi atas urusan pemerintahan absolut, konkuren dan umum. Selain itu dalam ketentuan Pasal 11 UU Pemda juga telah dinyatakan bahwa urusan pemerintahan yang bersifat konkuren terdiri atas urusan pemerintahan wajib dan pilihan. Disini jelas terlihat bahwa berdasarkan pada kewenangan yang dimiliki dalam hal mengurus segala urusan pemerintahan konkuren baik yang bersifat wajib maupun pilihan hanya diberikan kepada Pemerintah Daerah (selanjutnya disebut Pemda) dengan membedakan mana yang termasuk ranah urusan wajib ataupun pilihan.5
Urusan wajib adalah urusan yang berhubungan dengan pelayanan dasar dan bukan pelayanan dasar, sedangkan untuk urusan pilihan berhubungan dengan implementasi dari tuntutan
globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah kewenangan yang luas namun tetap bertanggungjawab untuk memanfaatkan potensi yang dimiliki guna kemajuan daerah tersebut yang dapat dilakukan oleh Pemda setempat. Urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar termasuk kedalamnya adalah perihal ketenteraman, ketertiban umum dan kesejahteraan masyarakat.6 Kabupaten Badung dalam hal ini juga telah membentuk suatu peraturan mengenai ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat yang dituangkan dalam Perda Kab. Badung No. 7 Tahun 2016.
Salah satu hal yang diatur dalam Perda Kab. Badung No. 7 Tahun 2016 adalah perihal ketersediaan fasilitas pejalan kaki berupa trotoar. Definisi dari trotoar sendiri dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 45 UU LLAJ, dimana disebutkan bahwa trotoar adalah salah satu fasilitas pendukung penyelenggaraan lalu lintas, selanjutnya dalam ketentuan Pasal 131 UU LLAJ juga telah menentukan bahwa pejalan kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung berupa trotoar, tempat penyeberangan dan fasilitas lainnya. Sehingga dalam hal ini sudah terlihat jelas bahwa ketersediaan dari fasilitas trotoar memanglah khusus diperuntukkan bagi para pejalan kaki.
Sejalan dengan hal tersebut dalam Perda Kab. Badung No. 7 Tahun 2016 yaitu pada ketentuan Pasal 10 ayat (3) juga telah menentukan bahwa trotoar hanyalah diperuntukkan bagi para pejalan kaki. Terlihat disini bahwa pemerintah telah memperhatikan hak-hak dari pejalan kaki guna terciptanya kenyamanan dan keselamatan pejalan kaki saat melintas di jalan raya. Namun kenyataannya dewasa ini sangat sering terjadi penyalahgunaan fungsi dari trotoar yang khususnya dilakukan
para pengendara kendaraan roda dua maupun empat, oleh mereka trotoar sering difungsikan tidak sebagaimana mestinya, yang paling sering terjadi yaitu trotoar dijadikan sebagai tempat parkir bahkan digunakan sebagai tempat untuk memondokkan kendaraan pribadi miliknya.
Berdasarkan hasil wawancara yang telah penulis lakukan dengan bapak Tofan Priyanto, ATD.MT. (selanjutnya disebut narasumber) selaku Kepala Bidang Lalu Lintas Dishub Kabupaten Badung, pada tanggal 3 Mei 2019 disebutkan bahwa perihal memarkirkan kendaraan di atas trotoar memang merupakan suatu tindakan pelanggaran jika memang disepanjang area tersebut sudah terdapat rambu larangan parkir, namun jika disekitar area tersebut belum atau tidak terdapat rambu larangan parkir maka hal tersebut masih dapat ditoleransi.
Narasumber mengatakan bahwa di wilayah Badung sudah terdapat jalan-jalan atau trotoar yang memang sudah secara tegas dilarang untuk dijadikan tempat parkir kendaraan baik dengan adanya rambu larangan ataupun tidak, misalnya saja jika jalan tersebut sangat padat kendaraan yang melintas atau karena jalan tersebut memiliki ukuran relatif kecil khususnya disekitar jalanan Kuta, sehingga jika terdapat kendaraan yang memarkirkan setengah ataupun seluruh bagian kendaraannya di atas trotoar tentu hal ini akan secara langsung menyebabkan tingkat kemacetan di daerah tersebut semakin meningkat. Pelanggaran ini juga berimbas pada kenyamanan para pejalan kaki yang melintasi area trotoar, dikarenakan adanya kendaraan parkir menyebabkan mereka tidak bisa dengan nyaman menggunakan fasilitas yang memang merupakan hak mereka dari pemerintah.
Terkait penertiban terhadap pelanggaran yang terjadi Dishub memiliki wewenang dalam mengambil tindakan hukum
bagi para pelanggar. Tindakan hukum pemerintah adalah kegiatan yang dilakukan untuk melaksanakan ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan dengan tujuan untuk menata kehidupan serta melayani kepentingan masyarakat.7 Tindakan hukum yang dilakukan oleh Dishub Kab. Badung terhadap pelanggar dapat dilakukan baik saat razia ataupun tidak.
Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber dikatakan bahwa adapun bentuk penertiban yang dilakukan oleh pihak Dishub terhadap pelanggaran fungsi trotoar sebagai tempat parkir kendaraan adalah dengan melakukan penderekan terhadap kendaraan. Namun penderekan ini bersifat insidentil atau dilakukan hanya pada kesempatan dan/atau waktu tertentu saja. Hal ini dilakukan jika kendaraan yang terparkir di trotoar benar-benar menganggu ketertiban umum atau benar-benar mengganggu kelancaran di jalan raya.
Narasumber juga menambahkan bahwa selain penertiban dengan cara penderekan kendaraan seperti pemaparan diatas juga terdapat upaya berupa pembinaan atau sosialisasi yang telah dilaksanakan oleh petugas guna meminimalisir terjadinya pelanggaran tersebut. Sosialisasi adalah bagian dari penyebaran informasi yang dapat dilakukan melalui media elektronik, cetak dan media komunikasi lain, hal ini merupakan salah satu perwujudan dari asas keterbukaan dalam suatu kegiatan penataan ruang.8 Narasumber mengatakan bahwa dalam hal ini Dishub telah rutin melakukan upaya sosialisasi, ini dilakukan dengan menggunakan mobil patroli dengan cara menyusuri
jalanan guna memberitahukan kepada masyarakat umum mengenai kegunaan serta fungsi trotoar yang seharusnya serta menginformasikan kepada masyarakat terkait adanya Perda Kab. Badung No. 7 Tahun 2016 tentang Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat.
Dalam melakukan penertiban parkir kendaraan di area trotoar terdapat faktor-faktor penghambat yang dihadapi oleh aparat penegak hukum yang dalam hal ini adalah Dishub Kab. Badung. Terdapat dua faktor penghambat yang dihadapi, baik penghambat dari faktor hukum maupun faktor non hukum.9 Menurut narasumber penghambat dari faktor hukum yang dimaksudkan disini yaitu dalam Perda Kab. Badung No. 7 Tahun 2016 tidak diatur perihal ketentuan sanksi, baik sanksi administratif maupun sanksi pidana terhadap pelanggar yang menyalahgunakan fungsi trotoar khususnya sebagai tempat parkir kendaraan.
Kendala lain yang juga turut menjadi faktor penghambat pihak Dishub dalam melakukan penertiban adalah dikarenakan faktor non hukum. Yang dimaksud faktor non hukum disini yaitu: 1. Masih banyak warga masyarakat Kabupaten Badung yang tidak mengetahui adanya Perda Kab. Badung No. 7 Tahun 2016, khususnya ketentuan Pasal 10 ayat (3) yang menentukan bahwa trotoar hanya diperuntukan bagi pejalan kaki.
-
2. Kurangnya kesadaran dalam diri masyarakat untuk selalu menjaga ketertiban umum, khususnya untuk tidak menggunakan trotoar sebagai tempat parkir kendaraan.
Berdasarkan hasil wawancara mengenai faktor-faktor penghambat pemerintah dalam melakukan penertiban terhadap pelanggar seperti yang telah disebutkan diatas dapat dihubungkan dengan teori sistem hukum yang dikemukakan oleh Lawrence M. Friedman. Lawrence mengemukakan bahwa efektif dan berhasil tidaknya penegakan hukum tergantung dari tiga unsur sistem hukum, yakni substansi hukum (legal substance), struktur hukum (legal structure), dan budaya hukum (legal culture).
-
1. Substansi Hukum (Legal Substance)
Dalam teori Lawrence M. Friedman, hal ini dikatakan sebagai sistem substansial yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan. Dalam hal ini bisa atau tidaknya pelanggaran dikenakan sanksi jika perbuatan tersebut sanksinya terdapat dalam peraturan perundang-undangan.
Hambatan mengenai substansi hukum dalam Perda Kab. Badung No. 7 Tahun 2016 yaitu tidak diaturnya mengenai ketentuan saksi administratif maupun sanksi pidana yang dapat dikenakan terhadap pelanggar yang tidak menggunakan trotoar sebagaimana mestinya, khususnya sebagai tempat parkir kendaraan. Tidak diaturnya perihal ketentuan sanksi dalam Perda ini tentu akan berakibat terhadap kurang efektifnya tindakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah, karena tidak ada dasar hukum yang jelas yang mengatur mengenai sanksi terhadap pelanggaran penyalahgunaan fungsi trotoar.
-
2. Struktur hukum (legal structure)
Dalam teori Lawrence M. Friedman hal ini dikatakan sebagai sistem struktural yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan dengan baik.
Hambatan mengenai struktur hukum tertuju pada kurangnya ketegasan dari aparat penegak hukum yang belum secara tegas melakukan penertiban terhadap pelanggar. Dimana penertiban tegas terhadap pelanggaran fungsi trotoar belum dilakukan secara merata di seluruh wilayah Kabupaten Badung, selain itu jika pelanggaran tersebut tidak menyebabkan kemacetan panjang maka pelanggar hanya diberikan sebatas teguran saja.
-
3. Budaya hukum (Legal Culture)
Menurut Lawrence M. Friedman budaya hukum merupakan sikap manusia terhadap hukum yang lahir melalui sistem kepercayaan, nilai, pemikiran serta harapannya yang berkembang menjadi satu di dalamnya. Budaya hukum ini sangat erat kaitannya dengan kesadaran hukum masyarakat. Masyarakat dalam hal ini dianggap sangat berperan penting dalam penataan ruang baik nasional maupun daerah, ini dikarenakan tujuan penataan yang dilakukan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah adalah semata-mata untuk kepentingan seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali.10
Hambatan mengenai budaya hukum disini yaitu kurangnya kesadaran dalam diri masyarakat untuk selalu menjaga ketertiban umum, khususnya dengan tidak menggunakan trotoar diluar fungsi seharusnya, seperti menggunakan trotoar sebagai tempat parkir kendaraan.
BAB III
PENUTUP
Dari pemaparan diatas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
-
1. Penertiban yang dilakukan oleh Pemda Kab. Badung terhadap penyalahgunaan trotoar sebagai tempat parkir kendaraan berdasarkan Perda Kab. Badung No.7 Tahun 2016 adalah dengan melakukan tindakan penderekan terhadap kendaraan, namun tindakan ini hanya bersifat insidentil dan belum dilakukan secara merata di seluruh wilayah Kabupaten Badung. Pembinaan dan sosialisasi juga merupakan upaya preventif yang telah dilakukan oleh Dishub dengan tujuan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya penyalahgunaan fungsi trotoar, khususnya sebagai tempat parkir kendaraan.
-
2. Dalam melakukan penertiban terhadap pelanggar terdapat dua faktor penghambat yang dihadapi oleh Dishub, baik dari faktor hukum maupun faktor non hukum. Penghambat dari faktor hukum disini adalah dalam Perda tidak diatur ketentuan mengenai pengenaan sanksi administratif maupun pidana terhadap pelanggaran tersebut, sedangkan faktor non hukum berkaitan dengan kurangnya kesadaran masyarakat untuk menjaga ketertiban umum, khususnya untuk tidak menggunakan trotoar sebagai tempat parkir kendaraan.
Adapun saran yang dapat penulis berikan terkait hasil penelitian yang telah dilakukan adalah:
-
1. Dishub Kab. Badung dalam melakukan penertiban terhadap penyalahgunaan fungsi trotoar, khususnya sebagai tempat parkir kendaraan haruslah melakukan penertiban secara tegas dan merata di seluruh wilayah Kabupaten Badung tanpa terkecuali agar hal ini dapat memberikan efek jera bagi para pelanggar, serta alangkah baiknya jika pembinaan dan sosialisasi dilakukan secara langsung ke sekolah-sekolah serta tempat umum lainnya.
-
2. Agar penertiban dapat berjalan dengan efektif Pemda Kab. Badung seharusnya melakukan pengkajian terhadap Perda Kab. Badung No. 7 tahun 2016 dengan menambah ketentuan perihal sanksi administratif maupun pidana yang dapat dikenakan terhadap para pelanggar, hal ini dimaksud agar tindakan penertiban yang dilakukan Dishub memiliki dasar hukum yang jelas dan pasti. Selain itu kepada masyarakat diharapkan untuk lebih meningkatkan kesadaran untuk menjaga ketertiban umum, khususnya untuk tidak menggunakan trotoar sebagai tempat parkir kendaraan.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Djamali, Abdoel, 2014, Pengantar Hukum Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta.
Hasyimzoem, Yusnani et. al., 2017, Hukum Pemerintahan Daerah, Rajawali Pers, Jakarta.
HR, Ridwan, 2014, Hukum Administrasi Negara, Ed. Revisi 11, Rajawali Pers, Jakarta.
Kaelan dan Achmad Zubaidi, 2010, Pendidikan Kewarganegaraan, Paradigma, Yogyakarta.
Kaelan, 2014, Pendidikan Pancasila, Ed. Revisi Kesepuluh, Paradigma, Yogyakarta.
Yunus, Wahid, A.M., 2014, Pengantar Hukum Tata Ruang,
Prenadamedia Group, Jakarta.
JURNAL ILMIAH
Wahyu Pratama, I.B. Gede, I Ketut Sudiarta, 2015, “Perubahan Kewenangan Pemerintah Daerah Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah”, Jurnal Kertha Negara Fakultas Hukum, Universitas Udayana.
Putra Yogi, Bagus, I Nyoman Suyatna, Kadek Sarna, 2017, “Pelaksanaan Penertiban Pedagang Acung di Kawasan Priwisata Kuta Kabupaten Badung”, Jurnal Kertha Negara Fakultas Hukum, Universitas Udayana.
INSTRUMEN HUKUM
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025).
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587).
Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 7 Tahun 2016 tentang Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat (Lembaran Daerah Kab. Badung Tahun 2016 Nomor 7).
15
Discussion and feedback