PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1871/MENKES/PER/IX/2011 TENTANG PENCABUTAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 339/MENKES/PER/V/1989 TENTANG PEKERJAAN TUKANG GIGI
on
PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1871/MENKES/PER/IX/2011 TENTANG PENCABUTAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 339/MENKES/PER/V/1989 TENTANG PEKERJAAN TUKANG GIGI
Oleh
Ni Wayan Adiani I Gusti Ngurah Wairocana
Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRAK
Tulisan ini berjudul “Pelaksanaan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1871/Menkes/Per/IX/2011 Tentang Pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 339/Menkes/Per/V/1989 Tentang Pekerjaan Tukang Gigi”. Tulisan ini menggunakan metode analisis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan serta pendekatan fakta. Pelayanan kesehatan gigi sangat diperlukan sekarang ini karena kebutuhan akan pengobatan dan perawatan gigi dan mulut semakin banyak dan berkembang. Salah satu bentuk pelayanan kesehatan gigi yang ada di masyarakat Indonesia adalah tukang gigi. Setelah diberlakukannya Permenkes Nomor 1871/MENKES/PER/IX/2011 yang pada intinya menjelaskan bahwa setelah peraturan tersebut berlaku atau setelah izin praktek tukang gigi habis, maka tukang gigi tidak dapat beroperasi lagi. Rumusan masalah yang dapat dikemukakan yaitu bagaimanakah pelaksanaan Permenkes 1871/2011 dan faktor-faktor apakah yang mempengaruhi pelaksanaan Permenkes tersebut. Hasil dan kesimpulan yang diperoleh yakni bahwa Permenkes Nomor 1871/MENKES/PER/IX/2011 belum dapat dilaksanakan karena beberapa faktor antara lain faktor hukumnya sendiri, faktor penegak hukum, faktor sarana atau fasilitas, faktor masyarakat dan faktor kebudayaan.
Kata Kunci: Pelaksanaan, Tukang Gigi, Pelayanan Kesehatan, Izin
ABSTRACT
The article is entitled "Ministry of Health Regulation Number 1871/MENKESs/PER/IX/2011 regarding the Revocation of Ministry of Health Regulation Number 339/MENKES/PER/V/1989 regarding Dental Handyman". This article utilizes normative analysis method combined with legislative approach and factual approach. Needs of dental healthcare had been consequently increasing along with the increasing demand of the related healthcare services itself. One of the contributing dental health care agents in society shall be the Dental Handyman. Its existence due to the enactment of Ministry of Health Regulation Number No. 1871/MENKES/PER/IX/2011 remain a controversy. The regulation basically explains that after the disclosure or after certain dental handyman license expires, they shall no longer be able to operate. Formulation of the problem shall be observed is the implementation of Ministry of Health Regulation Number 1871/2011 along with its correlating factors. The results and conclusions obtained namely that Permenkes No. 1871/MENKES/PER/IX/2011 is not yet implemented due to several factors, among
other factors shall be the law, the law enforcing factor, availability of facility or means, society factors and cultural factors.
Key Words: Implementation, Dental Handyman, Dental Care, License
Banyaknya masalah kesehatan gigi menyebabkan banyak orang mencari pelayanan kesehatan gigi baik untuk pengobatan maupun untuk perawatan gigi. Pelayanan kesehatan gigi di masyarakat tidak hanya di praktek dokter gigi atau puskesmas saja, melainkan ada praktek lain yaitu tukang gigi. Menurut sejarahnya, tukang gigi telah ada sejak zaman kolonial Belanda. Bahkan para tukang gigi mendorong penguasa kolonial Belanda mendirikan lembaga pendidikan kedokteran gigi STOVIT (scool tot opleiding van indische tandartsen) di Surabaya pada tahun 1928.1 Karena banyaknya tukang gigi yang telah membuka praktek, maka pemerintah melalui Menteri Kesehatan mengeluarkan peraturan menteri kesehatan Nomor 53/DPK/I/K/1969 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Menjalankan Pekerjaan Tukang Gigi (selanjutnya disebut Permenkes 53/1969).
Untuk membatasi izin praktek tukang gigi, pemerintah mengeluarkan Permenkes No. 339/Menkes/Per/V/1989 Tentang Pekerjaan Tukang Gigi (selanjutnya disebut Permenkes 339/1989) yang mengatur tentang perpanjangan izin tukang gigi yang telah memiliki izin. Dengan berlakunya Permenkes ini maka tidak ada izin baru yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk para tukang gigi, sehingga hanya tukang gigi yang sudah memiliki izin praktek sebelum Permenkes ini berlaku yang bisa memperpanjang izin. Pada tahun 2011 menteri kesehatan mengeluarkan peraturan baru yaitu Permenkes No. 1871/MENKES/PER/IX/2011 tentang Pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan No. 339/MENKES/PER/V/1989 Tentang Pekerjaan Tukang Gigi (selanjutnya disebut Permenkes 1871/2011). Dengan adanya Permenkes ini maka semua tukang gigi yang beroperasi di Indonesia dicabut izinnya dan tidak dapat membuka prakteknya lagi, namun pada kenyataannya para tukang gigi masih tetap membuka kegiatan prakteknya. Dari latar belakang tersebut dapat dikemukakan rumusan masalah yaitu bagaimanakah pelaksanaan Permenkes 1871/2011 dan faktor-faktor apakah yang mempengaruhi pelaksanaan Permenkes tersebut.
Tujuan umum dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan Permenkes 1871/2011 dan tujuan khusus dari penulisan ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi pelaksanaan Permenkes tersebut.
Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah metode penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif merupakan penelitian dengan berdasarkan pada bahan hukum baik primer maupun sekunder. 2 Dengan menggunakan jenis pendekatan perundang-undangan serta pendekatan fakta.
Keberadaan tukang gigi banyak dinilai meresahkan, hal ini dikarenakan pada Permenkes 339/1989 kompetensi tukang gigi hanya sebatas membuat gigi tiruan lepasan dari akrilik sebagian atau penuh dan memasang gigi tiruan lepasan, namun pada kenyataannya banyak tukang gigi nakal yang melakukan praktek diluar kompetensi dan diluar hal yang diizinkan misalnya melakukan penambalan atau pencabutan gigi, pemasangan kawat gigi dan kompetensi lain yang sebenarnya tidak boleh lakukan. Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan Permenkes 1871/2011. Dengan berlakunya peraturan ini maka seharusnya tukang gigi sudah tidak boleh membuka prakteknya lagi.
Menurut drg. Zaura Rini Anggraini, ketua Perhimpunan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) setidaknya saat ini ada 75.000 tukang gigi di seluruh Indonesia. 3 Mereka beroperasi dengan leluasa tanpa memperhatikan ketentuan Permenkes 1871/2011, begitu pula tidak adanya sanksi dari pemerintah baik berupa teguran, penutupan tempat
praktik ataupun sanksi pidana yang diberikan kepada para tukang gigi yang masih membuka praktek.
Banyaknya tukang gigi yang masih beroperasi dan melakukan praktek di luar tindakan yang diizinkan sedangkan pemerintah tidak menertibkan atau memberikan sanksi kepada tukang gigi tersebut menandakan bahwa Permenkes 1871/2011 belum dapat dilaksanakan secara efektif.
Beberapa faktor yang mempengaruhi efektifitas suatu peraturan antara lain faktor hukumnya sendiri, faktor penegak hukum, faktor sarana atau fasilitas, faktor masyarakat dan faktor kebudayaan. 4 Faktor hukumnya sendiri dalam hal ini adalah Permenkes 1871/2011 belum memiliki sanksi yang tegas sehingga para tukang gigi masih berani untuk membuka praktek dan melayani pasien sampai saat ini. Faktor penegak hukum dalam hal ini belum menegakkan Permenkes tersebut, dapat dilihat bahwa tidak adanya tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk menutup kegiatan praktek yang dilakukan oleh tukang gigi tersebut. Faktor sarana atau fasilitas yang tidak memadai untuk melaksanakan ketentuan yang terdapat dalam Permenkes tersebut juga merupakan suatu kendala yang dihadapi dalam penerapannya, misalnya kurangnya sarana dan prasarana yang harus dipenuhi oleh kepala dinas kesehatan provinsi atau kabupaten dan kepala dinas puskesmas untuk membina tukang gigi yang telah melakukan pekerjaan tukang gigi berdasarkan Permenkes 339/1989.
Faktor masyarakat, kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya berobat ke pelayanan kesehatan yang berkompeten, jauhnya jarak yang harus ditempuh dan mahalnya biaya berobat ke pelayanan kesehatan yang memiliki izin seperti dokter gigi, menyebabkan masyarakat memilih datang ke tukang gigi karena dirasa lebih efisien dari segi biaya dan waktu. Hal ini menyebabkan selalu ada orang yang berobat ke tukang gigi sehingga praktek tukang gigi masih tetap bisa hidup. Selain itu bagi masyarakat yang berprofesi sebagai tukang gigi, ini adalah mata pencaharian mereka, sehingga tidak mungkin untuk ditinggalkan mengingat keterbatasan keahlian yang dimiliki.
Faktor kebudayaan adalah budaya dari masyarakat itu sendiri. Keinginan untuk
mendapatkan hasil yang mirip dengan pengobatan yang dilakukan di tukang gigi dengan ahli kesehatan yang berkompeten dengan biaya yang jauh lebih murah menyebabkan masyarakat memilih tukang gigi dan terbentuk pola pikir bahwa datang ke tukang gigi lebih cepat dan murah dari pada ke tempat ahli kesehatan gigi lainnya sehingga ini menjadi suatu budaya di masyarakat terutama bagi masyarakat yang tingkat kesadarannya masih sangat rendah akan bahaya yang dapat ditimbulkan terhadap pengobatan yang dilakukan tidak oleh ahlinya.
-
1. Permenkes 1871/2011 masih belum dapat dilaksanakan, hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya tukang gigi yang masih bisa membuka praktek dan tetap menjalankan usahanya seperti biasa meskipun Permenkes 1871/2011 sudah berlaku.
-
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Permenkes 1871/2011 ini antara lain faktor hukumnya sendiri, faktor penegak hukum, faktor sarana atau fasilitas, faktor masyarakat dan faktor kebudayaan yang saling berhubungan satu sama lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim, Johny, 2010, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Cet. III, Bayumedia Publishing, Malang.
Soekanto, Soerjono, 2011, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,Cet. Kesepuluh, Rajawali Pers, Jakarta.
Sutedi, Adrian, 2008, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik, Sinar Grafika, Jakarta.
Anonim, 2012, Perjalanan Panjang Tukang Gigi, Radar Bali, 8 April 2012.
Lusia Kusuma Anna, 2012, Tukang Gigi Cuma Boleh Bikin Gigi Palsu, Health Kompas, diunduh dari :
http://health.kompas.com/read/2012/09/13/08101248/Tukang.Gigi.Cuma.Boleh.Bik in.Gigi.Palsu
Permenkes No. 1871/MENKES/PER/IX/2011 tentang Pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan No. 339/MENKES/PER/V/1989 Tentang Pekerjaan Tukang Gigi
5
Discussion and feedback