PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP LEMBAGA SERTIFIKASI PROFESI PARIWISATA DI PROVINSI BALI*

Oleh

A. A. Ngr. Eka Bhuana Putra** I Nyoman Suyatna***

Made Gde Subha Karma Resen****

ABSTRAK

Provinsi Bali sebagai daerah pariwisata dalam pengelolaan industri diperlukan tenaga kerja yang professional sehingga tetap optimis dengan tenaga kerja yang dimiliki dan mampu bersaing dalam MEA. Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimanakah pengatura pengawasan dan kendala-kendala dalam mengawasi Lembaga Sertifikasi Profesi Pariwisata. Penulisan hukum ini menggunakan jenis penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif analisis. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan fakta, pendekatan kasus dan pendekatan perundangan. Melalui penelitian hukum empiris dapat disimpulkan bahwa pengaturan pengawasan pemerintah terhadap Lembaga Sertifikasi Profesi Pariwisata di Provinsi Bali dapat belum diatur secara rinci, karena Peraturan Daerah mengatur tentang lembaga sertifikasi masih terbatas. Sejauh ini pemerintah Provinsi Bali belum menanggapi secara serius upaya penyediaan tenaga kerja dengan sertifikasi profesi. Sertifikasi profesi yang dilakukan lebih gencar dilakukan oleh LSP yang ada di Provinsi Bali tanpa melibatkan pemerintah, sehingga masyarakat sebagai sasaran LSP belum merata di seluruh Bali. Faktor yang menghambat dilaksankaan sertifikasi profesi pariwisata di Provinsi Bali adalah tenaga kurang memahami regulasi dan pentingnya sertifikasi kompetensi sebagai bukti tertulis terhadap kompetensi yang dimiliki oleh tenaga kerja, selain itu industri juga kurang memahami regulasi dan pentingnya sertifikasi sebagai upaya

peningkatan produktivitas tenaga kerja dalam menunjang pencapain    tujuan perusahaan, serta masih kurangnya

penghargaan yang diberikan kepada tenaga kerja yang memiliki sertifikat oleh industri sehingga tenaga kerja tidak ingin melakukan sertifikasi profesi karena biaya yang dikeluarkan tidak sebanding dengan penghargaan yang diperoleh.

Kata kunci: pengawasan pemerintah, lembaga sertifikasi profesi pariwisata

ABSTRACT

Bali Province as a tourism area in the management of the industry requires a professional workforce so that it remains optimistic with the workforce that is owned and able to compete in the MEA. This research have two problem, first how is the regulator of supervision and constraints in overseeing the Tourism Professional Certification Institute. This thesis research uses empirical legal research the form descriptive analysis using primary, secondary and tertiary legal materials. Through empirical legal research can be concluded the regulation of government oversight the Tourism Professional Certification Institution in Bali Province can not be regulated in detail, because the Regional Regulations governing the certification body are still limited. So far the provincial government of Bali has not seriously responded to efforts to provide workers with professional certification. Professional certification conducted more aggressively by LSP in Bali Province without involving the government, so that the community as the target of LSP has not been evenly distributed throughout Bali. The hindering factor in the implementation of the certification of the tourism profession in Bali Province is that workers lack understanding of the regulations and the importance of competency certification as written evidence of the competencies possessed by the workforce. In addition, the industry also does not understand the regulations and the importance of certification as an effort to increase labor productivity in supporting the achievement of goals the company, as well as the lack of appreciation given to workers who are certified by the industry so that workers do not want to do professional certification because the costs incurred are not comparable to the awards obtained.

Keywords:  government supervision, tourism profession

certification body

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1    Latar Belakang

Kompetisi dan persaingan kerja di Indonesia semakin kompetitif serta menuntut setiap profesi agar mampu bersaing di segala bidang dengan kemampuan dan keahlian yang dimiliki oleh tenaga kerja. Indonesia merupakan negara anggota Association of Southeast Asian Nations (selanjutnya disingkat ASEAN) karena untuk menunjang semua aspek dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

Pasar global yang terus berkembang yang dibuktikan dengan pembentukan Masyarakat Ekonomi Asean (selanjutnya disingkat MEA). Sumber daya manusia pada masyarakat ekonomi ASEAN wajib memiliki klasifikasi, soft skill dan hard skill yang berkompeten dalam bidangnya sehingga dapat bersaing dalam ekspansi atau embargo dunia kerja yang semakin boardeless dengan hadirnya MEA. Masyarakat ekonomi asia dapat mengintegrasikan pertumbuhan ekonomi dengan seluruh negara yang tergabung dalam anggota ASEAN. Embargo dalam bidang investasi, produk barang atau jasa, ekonomi dan sosial budaya serta tenaga kerja dapat dengan mudah menjangkau negara-negara ASEAN tanpa harus ada sekat-sekat antar negara seperti halnya masyarakat ekonomi eropa. Masyarakat ekonomi asia telah membuka gerbang perdagangan barang dan jasa hingga tenaga kerja termasuk akuntan, lawyer, dokter, dan berbagai jenis profesi dan jenis pekerjaan lainnya.1

Masyarakat ekonomi asia dapat dengan mudah melakukan pertukaran tenaga kerja atau dapat dengan mudah bekerja pada suatu negara yang tergabung dalam keanggotaan ASEAN.

Konsekuensi dari adanya MEA adalah tergerusnya tenaga kerja asing dan membludaknya tenaga kerja internasional. Hal ini tentu saja menjadi ancaman bagi tenaga kerja Indonesia. Tenaga kerja Indonesia belum siap untuk menerima arus perdagangan bebas karena kompetensi yang dimiliki oleh tenaga kerja Indonesia masih jauh dari standar, seperti penguasaan bahasa, keterampilan, produktifitas, tingkat pendidikan, kreatifitas dan masih berada dalam zona aman dan nyaman pada pekerjaan yang ditekuni dan tidak meng-upgrade keahliannya masing-masing dalam menghadapi MEA.2

Ketidak siapan tenaga kerja Indonesia dalam menghadapi MEA terjadi di Provinsi Bali sebagai pusat pariwisata tidak terlepas dan penyiapan tenaga kerja yang profesional dengan ditunjang oleh sertifikat yang telah diakui oleh lembaga pendidikan formal maupun non formal. Memasuki MEA, keberadaan LSP ini dianggap penting karena dalam bentuk partisipasi dalam upaya menciptakan dan memperkuat daya saing pekerja Indonesia dalam menghadapi MEA, selanjutnya sertifikasi profesi pekerja ini dilakukan sebagai upaya memperkuat skill dan kemampuan bersaing pekerja Indonesia untuk menatap tegas dan siap menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN.3

Beberapa kendala untuk mendirikan LSP diantaranya karena biaya yang dikeluarkan cukup tinggi. Tentunya biaya menjadikan pertimbangan para pendiri LSP dan mempertimbangkan minat masyarakat untuk melakukan sertifikasi. Tentunya kita harus punya skala prioritas, sementara waktu kita hidup dari Pariwisata, kita dorong di pariwisata dahulu. Makanya di tahun 2016 kita persiapkan untuk mendirikan LSP P-3 Engineering dan LSP P-3

wirausaha  itulah persiapan  kita. Dengan adanya Gianyar

kompeten, Bangli Kompeten, Gianyar Kompeten, Karangasem

Kompeten, Tabanan Kompeten, Jembrana Kompeten dan Buleleng Kompeten, sehingga tetap optimis dengan tenaga kerja Bali yang bergerak di bidang Pariwisata untuk bersaing dalam MEA.4 1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraiian dari latar belakang di atas terdapat dua pokok permasalahan dalam penulisan hukum ini, diantaranya sebagai berikut:

  • 1.    Bagaimana pengaturan pengawasan pemerintah terhadap Lembaga Sertifikasi Profesi Pariwisata di Provinsi Bali?

  • 2.    Kendala-kendala apa yang terjadi dalam mengawasi Lembaga Sertifikasi Profesi Pariwisata?

  • 1 .3 Tujuan Penulisan

Tujuan umum penulisan penelitian ini untuk memahami dan mengetahui perkembangan ilmu hukum, khususnya hukum administrasi negara. serta bertujuan menjadi referensi dalam penulisan karya tulis ilmiah lainnya. Tujuan khusus dari penelitian ini untuk mengetahui pengawasan pemerintah terhadap Lembaga Sertifikasi Profesi Pariwisata di Provinsi Bali. Mengkaji kendala-kendala yang dihadapi oleh Pemerintah dalam mengawasi Lembaga Sertifikasi Profesi Pariwisata di Provinsi Bali.

  • II . ISI MAKALAH

  • 2.1    Metode Penulisan

Penulisan makalah ilmiah ini menggunakan metode penelitian hukum empiris.5 Penulisan makalah ini bersifat deskriptif analitis guna memperoleh gambaran yang sitematis dan

menyeluruh mengenai pengawasan pemerintah terhadap Lembaga Sertifikasi di Provinsi Bali. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundangan, pendekatan konsep hukum, dan pendekatan fakta.6

  • 2.2    Hasil dan Pembahasan

    • 2.2.1    Pengaturan Pengawasan Pemerintah Terhadap Lembaga Sertifikasi Profesi Pariwisata Di Provinsi Bali

Pengawasan terhadap administrasi pemerintah meliputi kebijakan daerah, kelembagaan, pegawai, daerah, keuangan daerah dan barang daerah. Pembahasan ini lebih difokuskan pada pengawasan pemerintah terhadap kelembagaan, dimana kelembagaan yang dimaksudkan adalah Lembaga Sertifikasi Profesi yang berada di Provinsi Bali yang diawasi oleh Badan Sertifikasi Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).

Lembaga Sertifikasi Profesi (selanjutnya disingkat LSP) memiliki pedoman penilaian kinerja sebagai mentor atau pedoman dalam melaksanakan pengendalian mutu sertifikasi. Hal ini dilakukan untuk memastikan kinerja dan peforma dari LSP dapat terukur, kredibel dan memiliki lisensi yang baik dalam hal pelaksanaan program sertifikasi kompetensi kerja. Pedoman penilaian kerja yang dilakukan oleh LPS mencakup komponen penilaian kerja; pengawasan LSP; penetapan indeks kinerja LSP; indikator kinerja LSP; tata cara penilaian kerja.

Berdasarkan Hasil wawancara dengan Bapak Dr. I Wayan Suardana, SST.Par.M.Par sebagai Dekan Fakultas Pariwisata Universitas Udayana pada tanggal 9 April 2018 menyatakan bahwa “Pengaturan pengawasan pemerintah terhadap Lembaga Sertifikasi di Provinsi Bali dapat dikatakan belum diatur secara rinci, karena

Peraturan Daerah mengatur tentang lembaga sertifikasi profesi masih terbatas. Sejauh ini pemerintah Provinsi Bali belum menanggapi secara serius upaya penyediaan tenaga kerja dengan sertifikasi profesi. Sertifikasi profesi yang dilakukan lebih gencar dilakukan oleh LSP yang ada provinsi Bali tanpa melibatkan pemerintah, sehingga masyarakat sebagai sasaran LSP belum merata di seluruh Bali”.

Pergub Bali No. 84 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas Dan Fungsi, Serta Tata Kerja Dinas Tenaga Kerja Dan Energi Sumber Daya Mineral Provinsi Bali dapat dijelaskan bahwa pemerintah telah diberikan tugas dan tanggung jawab untuk melakukan pengawasan namun sejauh ini, hal yang terjadi di lapangan hanyalah koordinasi antara Disnakertrans dengan LSP yang ada di provinsi Bali dan bukan bentuk pengawasan yang dilakukan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Kadek Wira Adi Saputra Manager Sertifikasi (LSP 3) pada tanggal 16 April 2018 menyebutkan bahwa antara pemerintah dengan LSP selama ini hanya saling berkoordinasi, dimana pemerintah hanya menyediakan kuota tenaga kerja yang harus disertifikasi, sehingga LSP sebagai tanggapan dapat melakukan sertifikasi profesi namun tidak ada evaluasi lebih lanjut atas tercapai atau tidaknya pelaksanaan sertifikasi profesi terhadap kuota yang dimaksudkan.

Berdasarkan uraian tentang monitoring dari Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi di atas, yang dilakukan pada tingkat regional oleh pemerintah provinsi masih menunjukkan monitoring yang kurang efektif, karena pemerintah belum melakukan monitoring terhadap pelaksanaan sertifikasi yang diselenggarakan oleh LSP baik LSP 1, LSP 2 maupun LSP 3. Terkait sertifikasi profesi pariwisata pemerintah provinsi Bali hanya melakukan koordinasi

yaitu pemerintah menyediakan kuota jumlah tenaga kerja yang belum melakukan sertifikasi, tetapi tidak melakukan evaluasi terhadap kinerja LSP apakah kuota yang disediakan oleh pemerintah sudah melakukan sertifikasi atau tidak. Pelaksanaan sertifikasi profesi pariwisata oleh tenaga kerja masih menemukan permasalahan yaitu biaya sertifikasi yang dapat dikatakan tinggi.

Mardiasmo berpendapat bahwa terdapat ada tiga aspek pendukung keberhasilan otonomi daerah, antara lain; pengendalian; pemeriksaan; pengawasan.

Pengawasan berpedoman pada tingkat kegiatan yang dilakukan masyarakat serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi (DPRD Tingkat I). Pengawasan kinerja pemerintah merupakan mekanisme yang dilakukan eksekutif (pemerintah) guna menjamin pelaksanaan sistem dan kebijakan manajemen tercapainya tujuan dari suatu organisasi. Pemeriksaan audit merupakan kegiatan oleh pihak yang memiliki independensi dan memiliki kompetensi professional untuk memeriksa apakah hasil kinerja pemerintah daerah telah sesuai dengan standar atau kriteria yang ada7.

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Bali perlu melakukan realisasi program kerja terkait sertifikasi profesi dalam mendukung sertifikasi profesi terutama tenaga kerja pariwisata yang menjadi visi dan misi BNSP. Pelaksanaan sertifikasi dan uji kompetensi profesi dapat didelegasikan oleh BNSP kepada LSP melalui pemberian lisensi.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Kadek Wira Adi Saputra Manager Sertifikasi (LSP 3) pada tanggal 16 April 2018 menyatakan bahwa fungsi pemerintah dalam mengarahkan dan

mengendalikan BNSP dalam penyediaan tenaga kerja Indonesia yang berkompeten, melalui:

  • 1.    Mampu mengembangkan standar kompetensi dan sertifikasi pada masing-masing bidang/profesi melalui lembaga sertifikasi profesi yang dimotori oleh asosiasi profesi,

  • 2.    Mengevaluasi setiap kebijakan tentang kelembagaan maupun akreditasi serta implementasi, standarisasi dan sertifikasi tenaga kerja melalui koreksi dan advokasi.

  • 3.    Menetapkan  sistem informasi standarisasi dan kebijakan

sertifikasi kompetensi tenaga kerja.

  • 4.    Menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan akreditasi

lembaga sertifikasi.

  • 5.    Menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan kelembagaan BNSP dan implementasinya melalui peraturan perundang undangan.

Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 9 Juli 2018 dengan Bapak Ngurah Sutapa selaku Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Bali menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas dan fungsinya BNSP di dukung oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang berfungsi sebagai penyelenggara sertifikasi dimasing-masing sektor / profesi Lembaga Sertifikasi Profesi yang merupakan lembaga profesi, asosiasi perusahaan dan stakeholder pada masing-masing sektor bidang.

selama BNSP belum beroperasi/terbentuk, LSP diakreditasi melalui Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang dalam pelaksanaannya dilakukan secara terpadu oleh stake holder BNSP. Independensi dari lembaga BNSP diperlukan dengan tujuan menjadi institusi yang mampu mengontrol kualitas tenaga kerja yang memasuki pasar kerja melalui sertifikasi. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka pengurus LSP tidak mengutamakan

organisasi tertentu, tetapi mereka diangkat karena kompetensi dan profesionalisme yang dimiliki.

  • 2. 2.2 Kendala-Kendala Pemerintah Dalam Mengawasi Lembaga Sertifikasi Profesi Pariwisata

Keprihatinan mengenai rendahnya tingkat kemampuan daya saing SDM Indonesia dibanding dengan negara-negara lain termasuk ASEAN terlihat dari pandangan bahwa saat ini bangsa Indonesia masih dikenal sebagai negara yang hanya mampu mengekspor tenaga kerja tidak terdidik saja, membuat Pemerintah Propinsi Bali berharap peran dari stake holder untuk proses uji kompetensi yang diakui pasar kerja. Oleh karena itu untuk usaha peningkatan kualitas pendidikan dan latihan di Provinsi Bali dengan memberikan suatu pengakuan atas profesionalitas tenaga kerja melalui program sertifikasi profesi di Provinsi Bali dimana pemberian sertifikat ini mengacu pada program BNSP8.

Pemerintah dalam mencapai program sertifikasi profesi di Provinsi Bali dibutuhkan sosialisasi dan koordinasi pada seluruh stake holder dan mengenai standarisasi tenaga kerja karena kesiapan dunia usaha dan dunia industri serta kesiapan lembaga pelatihan masih kurang. Hasil wawancara dengan Bapak Kadek Wira Adi Saputra sebagai Manager Sertifikasi pada Lembaga Sertifikasi Profesi Pariwisata – Bali mengatakan pada tanggal 16 April 2018 bahwa sertifikasi profesi di Provinsi Bali masih dikenakan tarif sekitar Rp 1.500.000,- walaupun dilakukan sosialisasi secara terus menerus, namun masyarakat menilai bahwa biaya sertifikasi masih tergolong tinggi.

Menyangkut profesi penatalaksana rumah tangga (PLRT) Indonesia kondisinya saat ini dalam hal pelaksanaan sertifikasi kompetensi masih banyak kendala, bahkan dimulai sejak dalam proses pelatihan dimana permasalahannya antara lain 9:

  • 1.    Kurang adanya perhatian pemerintah terhadap proses sertifikasi profesi

  • 2.    Kurang adanya kewenangan dari pemerintah untuk menyelenggarakan sertifikasi profesi

  • 3.    Kurangnya persamaan persepsi antara pihak pemerintah (DISNAKERTRANS) dengan swasta (hotel) akan arti pentingnya pelatihan keterampilan kerja dan bahasa

Kendala-kendala dan hambatan dalam sertifikasi kompetensi berupa: 10 :

  • a.    Antara instansi pemerintah kurang/tidak integrated dalam satu alur masalah (Contoh : tenaga kerja, pajak, jaminan sosial);

  • b.    Belum siapnya lembaga-lembaga pelatihan dan instansi pendidikan dalam perubahan dan peningkatan kurikulum sesuai kebutuhan.

  • c.    Persepsi yang berbeda  pada tiap-tiap  daerah (Propinsi,

Kabupaten/kota) karena otonomi daerah dengan UU No.22 tahun 1999;

  • d.    Kesiapan dunia usaha/industri atas persyaratan standarisasi tenaga kerja tersebut, butuh waktu dan adaptasi terutama untuk seleksi dalam proses akreditasi perusahaan terpilih untuk tempat pelatihan;

  • e.    Standarisasi tenaga kerja BNSP butuh waktu cukup lama, mengingat instansi: DIKNAS, DIPERINDAG dan DEPNAKER selama ini mempunyai sistem dan cara sendiri-sendiri;

  • f.    Sistem birokrasi pada tiap instansi tersebut dan kebiasaan pada pemerintah termasuk hambatan tersendiri.

  • III. PENUTUP

  • 3.1    Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut :

  • 1.    Pengaturan pengawasan pemerintah terhadap Lembaga Sertifikasi Profesi Pariwisata di Provinsi Bali dapat belum diatur secara rinci, karena Peraturan Daerah mengatur tentang lembaga sertifikasi masih terbatas. Sejauh ini pemerintah Provinsi Bali belum menanggapi secara serius upaya penyediaan tenaga kerja dengan sertifikasi profesi. Sertifikasi profesi yang dilakukan lebih gencar dilakukan oleh LSP yang ada di Provinsi Bali tanpa melibatkan pemerintah, sehingga masyarakat sebagai sasaran LSP belum merata di seluruh Bali.

  • 2.    Faktor yang menghambat dilaksankaan sertifikasi profesi pariwisata di Provinsi Bali adalah tenaga kurang memahami regulasi dan pentingnya sertifikasi kompetensi sebagai bukti tertulis terhadap kompetensi yang dimiliki oleh tenaga kerja, selain itu industri juga kurang memahami regulasi dan pentingnya sertifikasi sebagai upaya peningkatan produktivitas tenaga kerja dalam menunjang pencapain tujuan perusahaan, serta masih kurangnya penghargaan yang diberikan kepada tenaga kerja yang memiliki sertifikat oleh industri sehingga tenaga kerja tidak ingin melakukan sertifikasi profesi karena biaya yang dikeluarkan tidak sebanding dengan penghargaan yang diperoleh.

  • 3.2    Saran

Berdasarkan simpulan  penelitian  dapat  disarankan

sebagai berikut :

  • 1. Pemerintah perlu melakukan sosialisasi kepada masyarakat

terutama yang bekerja pada bidang pariwisata tentang pentingnya sertifikasi profesi, terutama dalam menghadapi

persaingan dunia kerja. Sosialisasi dilakukan melalui kerjasama dengan Dinas Tenaga Kerja dan Balai Latihan Kerja.

  • 2.    Kepada masyarakat perlu menyadari tentang arti penting sertifikasi profesi pariwisata untuk dapat bersaing dalam dunia kerja.

DAFTAR PUSTAKA

Astudi, Budi, 2008. Sertifikasi Uji Kompetensi Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kerja Indonesia /Tenaga Kerja Wanita Penata Laksana Rumah Tangga (TKI / TKW PLRT) (tesis).

Muhamad, Abdulkadir, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Mardiasmo, 2002, AOtonomi danAManajemenAKeuangan Daerah, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Pramudyo, Anung, 2014, MempersiapkanASumber DayaAManusia IndonesiaADalam MenghadapiAMasyarakatAEkonomi ASEAN TahunA2015. JBMA – Vol. AII, No. 2, September 2014. ISSN: A2252-5483.

Zainudi, Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.

Surat Kabar

Tribun News, Ini alasan mengapa Bali Baru Punya Lembaga Sertifikat Profesi Pariwisata. Edisi Jumat, 8 Januari 2016.

14