ANALISIS YURIDIS PENGATURAN PENELITIAN ILMIAH BIDANG KELAUTAN DI INDONESIA DITINJAU DARI SEGI UNCLOS TAHUN 1982

Oleh :

Ida Bagus Oka Putranata**

Anak Agung Ketut Sukranatha***

Program Kekhususan Hukum Internasional dan Hukum Bisnis Internasional

Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

Penelitian ilmiah terkait lingkungan laut memiliki dampak positif yang sangat besar bagi kehidupan masyarakat di daerah maritim seperti Indonesia. Kegiatan penelitian ilmiah bidang kelautan wajib dilakukan berdasarkan hukum nasional dan internasional. Pengaturan kegiatan penelitian ilmiah kelautan di internasional telah diatur di dalam United Nations Convention Law of The Sea (UNCLOS) Tahun 1982. Makalah ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian pengaturan penelitian ilmiah bidang kelautan di Indonesia dengan UNCLOS 1982. Metode yang digunakan yakni berjenis yuridis normatif yang merujuk pada pendekatan perundang – undangan dengan menganalisa sumber – sumber bahan hukum terkait. Hasil analisis menunjukkan bahwa pengaturan penelitian ilmiah bidang kelautan di Indonesia belum sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam UNCLOS 1982. Peraturan perundang – undangan Indonesia belum memuat ketentuan – ketentuan yang terkait dengan prinsip – prinsip yang menjadi dasar dalam melakukan kegiatan penelitian ilmiah bidang kelautan, tidak pula memuat adanya ketentuan dalam bekerjasama internasional baik antar negara maupun organisasi internasional dan aturan tentang peralatan yang dapat digunakan dalam kegiatan penelitian ilmiah kelautan serta terkait tanggung jawab dan ganti kerugian.

Kata Kunci : Penelitian Ilmiah Kelautan; Indonesia; UNCLOS.

ABSTRACT

Scientific research of marine environment has a huge positive impacts to maritime areas community such as Indonesia. Marine scientific research activities shall be conducted based on national and international law. The arrangement of international marine

scientific research activities has been set up in United Nations Convention Law of The Sea (UNCLOS) 1982. The aim of this study is to determine the suitability of marine scientific research arrangement in Indonesia with UNCLOS 1982. This study uses normative juridical research methods which refers to constitution approach with analyzing the related legal literatures. The result of this study indicate that the regulation of marine scientific research in Indonesia is not appropriate with the terms of rule in UNCLOS 1982. The Indonesian Constitution contains no rules relating to the principles of marine scientific research, and also does not contain the requirement of the international agreement between both countries and international organizations, the rules of equipment that can be used in marine scientific research activities, and about responsibilities and compensation.

Keywords : Marine Scientific Research; Indonesia; UNCLOS.

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1    Latar Belakang

Suatu kegiatan penelitian ilmiah khususnya dibidang kelautan dapat memberikan manfaat yang menguntungkan bagi umat manusia, seperti halnya penelitian terhadap gelombang arus, dasar laut dan cuaca di laut yang mana dapat memberikan data dan informasi mengenai pelayaran yang lebih aman.1 Contoh lain lagi misalnya saja penemuan terhadap spesies biota laut yang unik seperti ekspedisi penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bersama National University of Singapore di antara kawasan Selat Sunda dan Samudera Hindia. Tim ekspedisi berhasil menemukan beberapa spesies langka seperti bintang laut bunga daisy, teripang berenang, kerang gading, gurita dumbo dan lain – lain.2 Hal ini menandakan

banyaknya dampak positif yang dapat diperoleh dengan dilakukannya suatu kegiatan penelitian ilmiah di bidang kelautan.

Pada dasarnya pengaturan kegiatan penelitian ilmiah kelautan dari segi hukum laut internasional telah diatur di dalam UNCLOS yang diresmikan pada tahun 1982. Indonesia merupakan salah satu negara yang telah meratifikasi konvensi internasional tersebut pada tahun 1985 melalui UU RI No. 17 Tahun 1985 Tentang Pengesahan United Nations Convention Law of The Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa – Bangsa Tentang Hukum Laut).3 Sebagai salah satu negara anggota, sudah sewajibnya Indonesia menyesuaikan aturan konvensi dengan hukum nasional yang berlaku. Secara umum isi pasal dari setiap peraturan perundang – undangan Indonesia terkait kegiatan penelitian ilmiah bidang kelautan hanya mengatur mengenai kedaulatan negara Indonesia terhadap penelitian ilmiah kelautan yang dilakukan di wilayah teritorialnya atas seizin dan tunduk pada yurisdiksi hukum konstitusi Indonesia. Hal ini dapat menimbulkan kekhawatiran dikemudian hari dikarenakan masih banyak aspek – aspek penting lainnya terkait aturan penelitian ilmiah kelautan dari segi UNCLOS Tahun 1982 yang belum diterapkan secara optimal oleh pemerintah ke dalam hukum nasional peraturan perundang – undangan yang ada.

Disisi lain, faktanya memang telah ada suatu rancangan undang – undang tentang Pemanfaatan Perairan Indonesia dan Zona Tambahan Serta Penegakan Hukum di Perairan Indonesia dan di Zona Tambahan yang menjelaskan lebih rinci terkait aturan

penelitian ilmiah kelautan yang telah sesuai dengan ketentuan UNCLOS Tahun 1982, namun hanya saja sampai saat ini belum disahkannya peraturan tersebut. Berdasarkan uraian di atas maka penulis menggunakan judul “ANALISIS YURIDIS PENGATURAN PENELITIAN ILMIAH BIDANG KELAUTAN DI INDONESIA DITINJAU DARI SEGI UNCLOS TAHUN 1982”.

  • 1.2    Rumusan Masalah

Mengacu pada latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang diangkat yakni “bagaimana analisis yuridis pengaturan penelitian ilmiah kelautan di Indonesia bila ditinjau dari segi UNCLOS Tahun 1982?”.

  • 1.3    Tujuan

Adapun tujuan yang ingin disampaikan melalui makalah ilmiah ini yaitu untuk mengetahui kesesuaian pengaturan penelitian ilmiah bidang kelautan di Indonesia dengan UNCLOS Tahun 1982.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1    Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan makalah ilmiah ini ialah berjenis yuridis normatif yang merujuk pada pendekatan perundang – undangan dimana yang menjadi objek penelitian adalah sampai sejauh mana kesesuaian hukum positif tertulis yang ada satu sama lainnya. Terkait bahan hukum yang digunakan tentunya bahan hukum primer yakni peraturan perundang – undangan dan bahan hukum sekunder yang meliputi literatur buku, jurnal hukum, maupun bahan pustaka lainnya.4

  • 2.2    Hasil dan Pembahasan

    • 2.2.1    Analisis Yuridis Pengaturan Penelitian Ilmiah Kelautan Di Indonesia Ditinjau Dari Segi UNCLOS Tahun 1982

Marine Scientific Research atau yang lebih dikenal dengan istilah penelitian ilmiah kelautan dapat diartikan sebagai suatu penyelidikan ilmiah khususnya di kawasan lingkungan laut yang dilaksanakan dengan suatu cara tertentu demi meningkatkan pengetahuan ilmiah di bidang kelautan yang berguna bagi umat manusia. Terdapat empat jenis penelitian ilmiah kelautan, diantaranya :5

  • 1.    Physical Oceanography yakni studi yang membahas tentang ombak, pasang surut, arus maupun perubahan suhu;

  • 2.    Chemical Oceanography merupakan penelitian terkait kompleksitas kimiawi di kawasan laut;

  • 3.    Marine Biology yaitu suatu penyelidikan mengenai makhluk hidup yang tumbuh dan berkembang di laut.

  • 4.    Marine Geology ialah suatu studi yang berfokus pada topografi dan sedimen dasar samudra beserta kandungan yang terkandung di dalamnya.

Secara konseptual, pengaturan penelitian ilmiah bidang kelautan diatur secara tegas di dalam UNCLOS Tahun 1982. Landasan hukum yang terkait dapat kita jumpai pada BAB XIII yang mana dimulai dengan Pasal 238 yang berketentuan bahwa suatu negara maupun organisasi internasional yang berkompeten di bidangnya memiliki suatu hak dalam menjalankan kegiatan penelitian ilmiah kelautan tanpa merugikan hak negara lain. Prinsip bertetangga yang baik sangatlah tepat dalam menggambarkan maksud dari isi pasal tersebut yang berarti bahwa tidak satupun negara berhak

dalam menggunakan wilayahnya sampai dapat merugikan hak negara lain.6

Setiap tindakan yang dilakukan oleh suatu negara semata – mata harus dimaksudkan dengan tujuan damai. Hal tersebut merupakan sebuah prinsip yang harus di pegang teguh oleh setiap oknum yang ingin melakukan kegiatan penelitian ilmiah kelautan. Pada aturan konvensi, tepatnya pada Pasal 240 telah tersirat beberapa prinsip yang menjadi tonggak dasar dalam pelaksanaan penelitian ilmiah kelautan. Diantaranya yaitu penelitian ilmiah kelautan wajib dijalankan dengan maksud tujuan damai, wajib dilakukan dengan mengacu pada standar yang telah ditetapkan pada aturan konvensi, serta harus menghormati pemanfaatan sumber daya laut lainnya yang sah dari segi aturan konvensi dan juga penelitian tersebut tentunya harus berdasarkan pada peraturan yang tertera baik di dalam konvensi maupun peraturan lainnya yang berhubungan dengan lingkungan laut.

Dalam hal menjalankan kegiatan penelitian ilmiah kelautan dengan maksud tujuan damai, setiap negara maupun organisasi internasional wajib menjalin sebuah kerjasama internasional demi menjaga atau mencegah kerusakan terhadap lingkungan laut baik di wilayah yuridiksi yang menjadi hak miliknya maupun diluar dari itu. Sebagaimana kita ketahui bersama terdapat prinsip warisan bersama umat manusia yang menjadi tanggung jawab bersama, misalnya saja laut bebas yang tidak dapat dimiliki oleh siapapun namun sumber daya yang terkandung di dalamnya dapat digunakan oleh setiap umat manusia.7 Ketentuan perihal kerjasama ini telah diatur pada Pasal 242 yang menekankan pada

sebuah konsep kerjasama yang berdasarkan prinsip penghormatan terhadap kedaulatan dan atas dasar manfaat bersama.8 Pada Pasal 243 menegaskan bahwa kerjasama tersebut dapat berupa perjanjian bilateral maupun multilateral. Kemudian lebih lanjut pada Pasal 244 menentukan dimana nantinya informasi yang ada terkait usulan penelitian ilmiah kelautan itu harus dipublikasikan dan disebarluaskan seperti tujuan dari diadakannya dan pengetahuan yang hendak diperoleh melalui penelitian tersebut.

Aspek penting lainnya yang tercantum di dalam UNCLOS Tahun 1982 terkait penelitian ilmiah kelautan yaitu mengenai instalasi atau peralatan yang dapat digunakan dalam penelitian tersebut. Berkaitan dengan status hukumnya, pada Pasal 259 menjelaskan bahwa instalasi atau peralatan yang digunakan dalam penelitian ilmiah kelautan tidak dapat dikatakan sebagai pulau dan tidak memiliki laut teritorialnya sendiri. Menyangkut perihal keberadaan instalasi tersebut, secara tegas pada Pasal 261 menyatakan bahwa tidak diperkenankan sampai mengganggu aktifitas yang ada terhadap rute pelayaran internasional mengingat bahwa bilamana merujuk pada Pasal 260 tersirat diperbolehkannya menetapkan zona aman disekitar keberadaan instalasi/ peralatan tersebut dengan jarak maksimum 500 meter.9 Selain itu, mengacu pada Pasal 262 menyiratkan bahwa instalasi atau peralatan yang digunakan harus berisi identitas atau sebuah tanda pengenal sebagai petunjuk negara/ organisasi internasional mana yang memilikinya dan dibubuhi pula tanda peringatan yang jelas menunjukkan bahwa kawasan tersebut merupakan zona terlarang sehingga oknum yang tidak berkepentingan tidak dapat

memasuki kawasan itu. Hal ini semata – mata untuk menjamin keselamatan baik di lingkungan laut maupun udara dengan memperhatikan ketentuan yang telah ditetapkan oleh organisasi internasional yang berkompeten di bidangnya.10

Jika suatu aturan yang telah ditetapkan tidak diindahkan maka akan mengakibatkan sebuah pelanggaran atas kelalaiannya. Beranjak dari pelanggaran ini, maka akan melahirkan sebuah tanggung jawab untuk memberikan ganti kerugian terkait perbuatannya.11 Dalam UNCLOS Tahun 1982, terdapat aturan sanksi bilamana terjadinya sebuah pelanggaran yang dilakukan oleh para pelaku kegiatan penelitian ilmiah kelautan. Disebutkan pada Pasal 263 dimana setiap negara/ organisasi internasional agar telah menjamin bahwa riset yang dilakukannya sesuai dengan aturan konvensi dan bilamana nyatanya bertentangan, maka memiliki tanggung jawab untuk berkewajiban membayar ganti rugi akibat dari kegiatan penelitiannya tersebut yang menyebabkan pencemaran lingkungan laut.

Sebagai konvensi hukum laut Internasional, UNCLOS Tahun 1982 telah menerbitkan aturan yang sangat jelas bagi setiap negara/ organisasi internasional yang ingin melaksanakan kegiatan penelitian ilmiah kelautan. Bertitik tolak pada uraian di atas, Indonesia sebagai salah satu negara anggota UNCLOS Tahun 1982 berkewajiban untuk menerapkan aturan konvensi ke dalam hukum nasionalnya. Pengaturan penelitian ilmiah kelautan di Indonesia memang tidak diatur secara khusus ke dalam satu undang – undang yang lebih spesifik membahas penelitian tersebut melainkan landasan hukum yang terkait dapat kita

jumpai pada beberapa peraturan perundang – undangan yang ada, antara lain :

  • a.    Undang - Undang RI No. 1 Tahun 1973 Tentang Landas Kontinen Indonesia tepatnya pada Pasal 1 Huruf d hanya mengatur mengenai pengertian dari penelitian ilmiah kelautan yang disebut dengan istilah penyelidikan ilmiah khususnya di landasan kontinen. Lebih lanjut pada Pasal 5 dijelaskan bahwa aturan penyelenggaraan penyelidikan tersebut diatur pada peraturan pemerintah.

  • b.    Pada Undang - Undang RI No. 5 Tahun 1983 Tentang Zona Ekonomi Eksklusif sedikit tidaknya membahas lebih luas perihal izin dari diadakannya kegiatan tersebut, tepatnya pada Pasal 7 menegaskan bahwa penelitian ilmiah kelautan khususnya di zona ekonomi eksklusif hanya dapat dilakukan atas seizin dari pemerintah republik Indonesia dan berdasarkan persyaratan yang ada.

  • c.    Undang - Undang RI No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil mengatur pula mengenai penelitian ilmiah khususnya di kawasan pesisir dan pulau – pulau kecil yang merupakan sebagai kekayaan sumber daya alam yang dikuasai oleh negara. Merujuk pada Pasal 42, secara inti menjelaskan bahwa pemerintah memiliki wewenang dalam melakukan penelitian ilmiah agar dapat menghasilkan pengetahuan dan teknologi yang lebih efisien, serta ramah lingkungan bagi wilayah pesisir dan pulau – pulau kecil dan tidak mengesampingkan tradisi budaya. Lanjut pada Pasal 43 menegaskan bahwa tidak hanya pemerintah saja yang dapat melakukan penelitian tersebut, melainkan perguruan tinggi, lembaga kemasyarakatan, bahkan perseorangan memiliki hak yang sama asal sesuai dengan peraturan yang berlaku. Orang/

badan asing dapat melakukan penelitian di wilayah Indonesia seizin dari pemerintah Indonesia, dengan catatan harus mengikutsertakan minimal satu peneliti yang berasal dari Indonesia. Menyangkut perihal hasil dari suatu penelitian, Pasal 44 menyatakan bersifat terbuka kecuali berupa hasil penelitian tertentu yang mana pemerintah dapat untuk tidak mempublikasikan hasil penelitian tersebut dan juga pada Pasal 45 menyatakan bahwa hasil penelitian itu harus diserahkan pula kepada pemerintah Indonesia.

  • d.    Pengaturan kegiatan penelitian ilmiah kelautan dalam Undang – Undang RI No. 31 Tahun 2004 jo UU RI No. 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan dapat kita jumpai pada BAB VIII yaitu mengenai Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Pada Pasal 52 undang – undang ini mengatur mengenai hak pemerintah dalam hal melakukan penelitian ilmiah kelautan. Pada Pasal 53 menerangkan bahwa pemerintah memberikan izin kepada siapa saja yang dapat melakukan penelitian tersebut sama halnya dengan Pasal 43 Undang – Undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil. Pada Pasal 54 menyangkut perihal ketentuan hasil dari sebuah penelitian ilmiah tersebut serta lebih lanjut pada Pasal 55 mengatur mengenai syarat – syarat bagi orang/badan asing yang melakukan penelitian ilmiah di wilayah Indonesia khususnya yang berhubungan dengan kegiatan perikanan.

  • e.    Undang - Undang RI No. 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan juga mengatur mengenai kegiatan penelitian ilmiah kelautan. Merujuk pada Pasal 37 secara ringkas menyatakan bahwa pemerintah memiliki tugas dalam mengembangkan sistem penelitian untuk pembangunan kelautan dan memberikan bantuan baik berupa pendanaan maupun pengadaan

berkenaan dengan penelitian tersebut serta hal ini dapat dilakukan dengan menjalin kerjasama antar negara. Pemerintah dapat bekerjasama dengan pihak asing dalam pelaksanaan penelitian ilmiah kelautan yang nantinya hasil dari penelitian itu harus dilaporkan pula kepada pemerintah seperti yang tertera pada Pasal 39, tetapi dalam hal ini tidak dijelaskan jenis kerjasama yang dimaksud.

  • f.    Sebagaimana telah dijelaskan di atas pada beberapa peraturan perundang – undangan yang mengatur perihal penelitian ilmiah kelautan terkait orang/badan asing yang dapat memperoleh izin dari pemerintah untuk melakukan kegiatan penelitian ilmiah, berikut pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 41 Tahun 2006 Tentang Perizinan Melakukan Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Bagi Perguruan Tinggi Asing, Lembaga Penelitian dan Pengembangan Asing, Badan Usaha Asing, dan Orang Asing, lebih lanjut pada Pasal 2 menerangkan bahwa izin tersebut dikeluarkan oleh menteri dalam bentuk tertulis berdasarkan beberapa pertimbangan yang ada seperti misalnya sifat kerugian yang dapat ditimbulkan dari kegiatan itu. Kemudian merujuk pada Pasal 23 berkenaan dengan sanksi yang dapat diberikan bilamana orang/badan asing tersebut melanggar ketentuan perundang – undangan yaitu berupa teguran lisan maupun tertulis serta pemberhentian sementara atau bahkan izin dari kegiatan penelitian tersebut dapat dicabut selamanya.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa masih banyaknya ketentuan – ketentuan yang ada pada UNCLOS tahun 1982 belum diterapkan ke dalam peraturan perundang – undangan Indonesia. Hal ini berarti bahwa pengaturan penelitian Ilmiah bidang kelautan di Indonesia belum sesuai dengan

UNCLOS Tahun 1982. Peraturan perundang – undangan Indonesia belum memuat ketentuan – ketentuan yang salah satunya terkait dengan prinsip – prinsip yang menjadi dasar dalam melakukan kegiatan penelitian ilmiah bidang kelautan. Pada dewasa ini, sebagian besar negara yang melakukan penelitian ilmiah kelautan yaitu termasuk ke dalam kategori negara maju. Faktanya, negara maju lebih memiliki peran dalam mengatur penelitian ilmiah kelautan yang tidak menutup kemungkinan timbulnya kecurigaan dari negara berkembang seperti misalnya dimana kapal – kapal riset yang digunakan itu justru sebagai kegiatan mata – mata, alih – alih sebagai kegiatan dengan tujuan damai.12 Maka dari itu perlu dicantumkannya prinsip – prinsip pada aturan konvensi ke dalam peraturan perundang – undangan yang ada sebagai bentuk kesadaran dalam melindungi dan melestarikan sektor kelautan.

Ketentuan lainnya yang belum diatur secara jelas pada peraturan perundang – undangan Indonesia yaitu terkait kerjasama internasional. Dalam hal meningkatkan pengetahuan ilmiah terkait lingkungan laut, sudah sewajibnya setiap negara maupun organisasi internasional melakukan kerjasama secara damai. Hakim Rudiger Wolfrum menyatakan bahwa kewajiban untuk bekerjasama merupakan suatu Grundnorm (norma dasar) yang tidak hanya terdapat pada aturan konvensi melainkan pada hukum kebiasaan internasional pula.13 Sangat disayangkan peraturan perundang – undangan Indonesia hanya mengatur sebatas pemberian izin kepada orang/ badan asing untuk melakukan kegiatan tersebut, tetapi tidak diatur lebih lanjut secara khusus perihal pedoman – pedoman kerjasama yang dapat

dibangun dari adanya kegiatan tersebut sehingga dapat menguntungkan bagi setiap pihak.

Selain ketentuan kerjasama internasional, pada peraturan perundang – undangan Indonesia perlu dimuatnya ketentuan mengenai instalasi atau peralatan yang digunakan dalam kegiatan penelitian ilmiah kelautan yang sesuai dengan UNCLOS Tahun 1982. Terkait hal ini sangat riskan bilamana tidak sesuai dengan aturan konvensi maka justru akan berakibat fatal bagi lingkungan laut sebagaimana yang tercantum pada Pasal 258 aturan konvensi. Perihal status hukumnya, seperti pada pemaparan sebelumnya yaitu menyangkut penjelasan Pasal 259 dimana instalasi atau peralatan yang digunakan tidak dapat dikatakan sebagai pulau dan tidak memiliki laut teritorialnya sendiri, sehingga perlu adanya penekanan pada peraturan perundang – undangan Indonesia bahwa keberadaan dari instalasi tersebut tidak dapat mempengaruhi penetapan batas wilayah laut teritorial, zona ekonomi eksklusif maupun landas kontinen Indonesia.

Kemudian ketentuan terakhir yang harus diatur secara tegas dalam peraturan perundang – undangan Indonesia adalah berkenaan dengan ketentuan sanksi yang dapat diberikan bagi oknum yang melanggar aturan dalam menjalankan kegiatan penelitian ilmiah kelautan. Merujuk pada peraturan Pemerintah RI Nomor 41 Tahun 2006 Tentang Perizinan Melakukan Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Bagi Perguruan Tinggi Asing, Lembaga Penelitian dan Pengembangan Asing, Badan Usaha Asing, dan Orang Asing hanya mengatur terkait ketentuan sanksi bagi orang/ badan asing yang melanggar aturan dalam menjalankan risetnya yang berupa teguran lisan maupun tertulis serta pemberhentian sementara atau izin dari kegiatan penelitiannya dapat dicabut selamanya. Seharusnya pemerintah

Indonesia dapat menerapkan aturan yang lebih daripada itu misalnya saja membayar ganti kerugian seperti yang tercantum pada aturan konvensi. Mengingat bahwa setiap negara bertanggung jawab untuk berkewajiban dalam menjalankan amanah yang sesuai dengan ketentuan hukum internasional terkait perlindungan dan pelestarian lingkungan.14 III. PENUTUP 3.1 Kesimpulan

Pengaturan penelitian Ilmiah bidang kelautan di Indonesia dapat dinyatakan belum sesuai dengan UNCLOS Tahun 1982. Hasil analisis menunjukkan bahwa peraturan perundang – undangan Indonesia belum memuat ketentuan – ketentuan yang terkait dengan prinsip – prinsip yang menjadi dasar dalam melakukan kegiatan penelitian ilmiah bidang kelautan, tidak pula memuat adanya kerjasama internasional baik antar negara maupun organisasi internasional dan aturan tentang peralatan yang dapat digunakan dalam kegiatan penelitian tersebut serta terkait tanggung jawab dan ganti kerugian.

3.2 Saran

Kepada pemerintah agar merumuskan suatu undang – undang khusus yang mengatur perihal penelitian ilmiah kelautan atau ketentuan yang belum diatur secara jelas agar dituangkan ke dalam peraturan perundang – undangan yang ada sehingga terjalinnya sinkronisasi terhadap aturan yang telah berlaku antara hukum nasional dengan hukum internasional.

IV. DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Adolf, Huala, 2011, Aspek – Aspek Negara Dalam Hukum

Internasional, Keni Media, Bandung.

Ali, Zainuddin, 2016, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.

Mohamad Sodik, Dikdik, 2016, Hukum Laut Internasional Dan Pengaturannya Di Indonesia, Refika Aditama, Bandung.

Sefriani, 2016, Peran Hukum Internasional Dalam Hubungan Internasional Kontemporer, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta.

Shaw QC, Malcolm N., 2013, Hukum Internasional, Nusa Media, Bandung.

Wijoyo, Suparto dan A’an Efendi, 2017, Hukum Lingkungan Internasional, Sinar Grafika, Jakarta.

Artikel dan Internet :

Tommy Hendra Purwaka, 2014, “Tinjauan Hukum Laut Terhadap Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia”, Mimbar Hukum, Vol. 26, No. 3, jurnal.ugm.ac.id, URL : https://jurnal.ugm.ac.id/jmh/article/download/16024/105 70.

Iyr, 2018, “Hingga 30 Maret 2018, Ekspedisi Laut Dalam Jawa LIPI-NUS Temukan 16 Spesies Menarik”, LIPI, URL : http://lipi.go.id/siaranpress/hingga-30-maret-2018-ekspedisi-laut-dalam-jawa-lipi-nus-temukan-16-spesies-menarik/20155.

Dokumen Internasional dan Peraturan Perundang – Undangan :

United Nations Convention Law of The Sea (UNCLOS) 1982.

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1973 Tentang Landas Kontinen Indonesia.

Undang – Undang Republik Indonesia 5 Tahun 1983 Tentang Zona Ekonomi Eksklusif.

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1985 Tentang Pengesahan United Nations Convention Law of The Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa – Bangsa Tentang Hukum Laut).

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil.

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 jo Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan.

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2006 Tentang Perizinan Melakukan Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Bagi Perguruan Tinggi Asing, Lembaga Penelitian dan Pengembangan Asing, Badan Usaha Asing, dan Orang Asing.

15