TINJAUAN YURIDIS PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN TERHADAP KEGIATAN ENDORSEMENT DALAM MEDIA SOSIAL

Oleh :

Ni Putu Anggie Oktapyani

Sagung Putri ME Purwani∗∗

Program Kekhususan Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRAK

Tulisan ini dilatarbelakangi oleh permasalahan hukum mengenai tinjauan yuridis pengenaan pajak penghasilan terhadap kegiatan endorsement dalam media sosial. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis pengaturan mengenai pengenaan pajak penghasilan pada kegiatan endorsement dalam media sosial dan menganalisis kriteria penetapan subjek dan objek pajak endorsement. Tulisan ini menggunakan penelitian hukum normatif, yakni penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang memiliki keterkaitan dengan objek penelitian ini. Kegiatan endorsement yang dilakukan melalui media sosial dapat dikenakan pajak oleh pemerintah karena merupakan kegiatan ekonomi yang bisa menghasilkan keuntungan besar. Kegiatan endorsement melalui media sosial merupakan bentuk penggunaan jasa atas individu, sehingga skema pengenaan pajak yang dilakukan adalah pengenaan pajak penghasilan (Pph). Regulasi mengenai pajak penghasilan terdapat dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan yang menjelaskan bahwa objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan pemungutan pajak terhadap kegiatan endorsement dalam media sosial. Masyarakat memerlukan kepastian hukum dengan mensosialisasikan kepada masyarakat dengan adanya wajib pajak endorsement agar terciptanya keadilan.

Kata Kunci : Endorsement dalam Media Sosial, Wajib Pajak, Pemungutan Pajak Penghasilan, Peran Pemerintah

ABSTRACT

This paper is motivated by legal issues concerning juridical review of income tax on endorsement activities in social media. This paper aims to analyze the regulation regarding the imposition of income tax on the activities of

Penulis pertama adalah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana, Korespondensi : anggieoktap@gmail.com.

**Penulis kedua adalah Pembimbing akademik dan dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana Korespondensi : sg_putri@yahoo.com.

endorsement in social media and analyze the criteria of subject and object tax object endorsement. This paper uses normative legal research, ie research conducted by examining the primary legal materials and secondary legal materials that have relevance to the object of this study. Endorsement activities conducted through social media can be taxed by the government as it is an economic activity that can generate huge profits. Endorsement activities through social media is a form of individual service usage, so the tax imposition scheme is the imposition of income tax (Pph). The regulation concerning income tax is contained in Article 4 of Law Number 36 Year 2008 concerning Income Tax which explains that the object of tax is income, ie any additional economic capability received or obtained by Taxpayer, both from Indonesia and outside Indonesia, which can be used for consumption or increase the wealth of the concerned Taxpayer, by name and in whatever form. Based on the above, it is necessary to collect tax on endorsement activities in social media. Society needs legal certainty by socializing to the public with the taxpayer endorsement in order to create justice.

Keywords: Endorsement in Social Media, Taxpayer, Income Tax Collection, Government Role

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1    Latar Belakang

Kemajuan teknologi ditandai dengan semakin berkembangnya teknologi komunikasi dan informasi dunia. Munculnya teknologi komputer yang kemudian dilanjutkan dengan munculnya internet membawa dampak yang besar terhadap kehidupan manusia. Internet telah menciptakan dunia baru yang dinamakan dunia maya (cyberspace), dengan memasuki dunia maya, manusia seakan dibawa kedalam dunia yang tanpa batas. Setiap orang dapat saling menyapa walaupun berada di benua yang berbeda. Media sosial berbasis digital hadir sebagai wadah manusia untuk melakukan berbagai hal, termasuk salah satunya melakukan perdagangan jual beli atau yang dikenal dengan ecommerce. Instagram, facebook, twitter, youtube, tumblr adalah contoh media sosial yang sangat diminati oleh berbagai kalangan. Banyaknya peminat media sosial ini, dimanfaatkan oleh beberapa pihak untuk mendapatkan keuntungan ekonomis, salah satunya dengan menggunakan jasa endorsement. Endorsement adalah promosi

yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok melalui media sosial seperti instagram yang dilakukan dengan memberikan testimoni terhadap suatu produk barang ataupun jasa.1 Sistem endorsement berawal dari adanya kesepakatan antara pemilik usaha dengan orang yang akan mempromosikan barang ataupun jasa dari pemilik usaha di akun media sosialnya setelah pembayaran sejumlah uang tertentu. Endorsement terjadi pada pemilik akun media sosial yang memiliki banyak pengikut seperti artis atau pemilik akun instagram terkenal yang biasa disebut selebgram.

Dalam beberapa tahun ini jasa endorsement semakin marak digunakan. Melihat potensi penerimaan pajak yang cukup besar, Direktorat Jendral Pajak (Ditjen Pajak) tengah mengkaji sistem pengenaan pajak dari sektor ini, mengingat pengenaan pajak dari endorsement saat ini hanya berdasarkan pada penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Undang-undang perpajakan menyebutkan bahwa siapapun yang memiliki penghasilan maka merupakan objek pajak. Beberapa pihak yang diuntungkan seperti artis dan selebgram yang memperoleh penghasilan melalui jasa endorsement tentu wajib membayar pajak. Pemungutan pajak di Indonesia saat ini sebagian besar menggunakan sistem self assessement, dimana wajib pajak sendirilah yang menghitung dan menilai pemenuhan kewajiban perpajakannya2, hal inilah yang menyebabkan belum efektifnya penerapan pemungutan pajak penghasilan yang adil bagi setiap orang. Pemerintah berkewajiban meningkatkan sumber daya manusia dan penegak hukum yang tegas serta yang sangat penting bagi wajib pajak ialah harus mengetahui kapan mulainya suatu kewajiban pajak dan kapan

berakhirnya kewajiban-kewajiban yang menyertainya.3 Pemerintah telah memberikan kelonggaran dengan memberikan peringatan melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Tetapi, masih banyak wajib pajak yang lalai untuk membayar pajak dan tidak sedikit yang cenderung menghindari kewajiban tersebut.

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimanakah pengaturan mengenai pajak penghasilan pada kegiatan endorsement dalam media sosial?

  • 2.    Apakah kriteria penetapan subjek dan objek pajak endorsement?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis pengaturan mengenai pengenaan pajak penghasilan pada kegiatan endrosement dalam media sosial dan juga menganalisis kriteria penetapan subjek dan objek pajak endorsement.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1    Metode Penulisan

      2.1.1    Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian hukum normatif, yakni penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang memiliki keterkaitan dengan objek penelitian ini.4

  • 2.1.2    Jenis Pendekatan

Tulisan ini menggunakan jenis pendekatan perundang-undangan. Pendekatan perundang-undangan digunakan karena

yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus dalam penelitian ini.5

  • 2.1.3    Sumber Bahan Hukum

Dalam penelitian normatif ini, menggunakan sumber dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder :

  • 1.    Bahan hukum primer yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perjakan, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Bruto Tertentu.

  • 2.    Bahan bahan hukum sekunder yang terdiri dari : buku-buku serta jurnal.

  • 2.1.4    Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Pengumpulan bahan hukum dikumpulkan dengan menggunakan kartu kutipan atau card system. Kegunaan kartu adalah untuk mencatat bahan hukum sekunder berupa kutipan-kutipan suatu teori/ajaran, pandangan, informasi dari sebuah buku hukum atau jurnal hukum dengan warna yang disediakan sesuai dengan jumlah bab.6

  • 2.1.5    Teknik Analisis Bahan Hukum

Menggunakan teknik deskripsi, yang berarti uraian apa adanya terhadap suatu kondisi atau posisi dari proposisi-proposisi hukum atau non hukum. Tulisan ini juga menggunakan teknik

argumentasi yaitu penilaian didasarkan pada alasan-alasan yang bersifat penalaran pendalaman hukum.

  • 2.2    Pembahasan

    • 2.2.1    Pengaturan Mengenai Pengenaan Pajak Penghasilan pada

Kegiatan Endorsement dalam Media Sosial

Direktorat Jendral Pajak Kementrian Keuangan (Ditjen Pajak) akan menerapkan penerimaan pajak dari artis serta selebgram yang menjajakan dan mempromosikan suatu barang ataupun jasa melalui media sosial. Kegiatan endorsement yang dilakukan artis serta selebgram pada media sosial dapat dikenakan pajak oleh pemerintah karena merupakan kegiatan ekonomi yang bisa menghasilkan keuntungan besar. Penggunaan media sosial semakin meningkat dalam beberapa tahun belakangan ini. Berkat media sosial banyak orang yang mendadak terkenal, hal ini menarik minat pemilik usaha maupun perusahaan untuk mempromosikan produknya melalui akun media sosial mereka. Ditjen Pajak menyatakan skema yang berlaku terhadap kegiatan yang dilakukan artis maupun selebgram sebenarnya sama dengan sales promotion girl (spg), yakni pengenaan pajak penghasilan (Pph) atas penggunaan jasa individu. Artis dan selebgram menawarkan jasa endorsement untuk mempromosikan suatu produk tertentu di akun instagram pribadinya maupun melalui media sosial lainnya. Mereka memamerkan produk tertentu dengan berbagai cara, misalnya dengan memberikan testimoni dan memperlihatkan cara pakai suatu produk tergantung bagaimana kreativitas para selebgram. Dengan memiliki banyak pengikut, tentu lebih mudah bagi para selebgram mengiklankannya kepada masyarakat. Penghasilan yang diperoleh dari kegiatan endorsement ini didapat dari pemilik

usaha atau perusahaan produk tertentu yang diiklankan produknya. Intinya adalah selebgram menawarkan jasa iklan produk dimana dengan memiliki banyak pengikut instagram maka pengiklan akan mendapat keuntungan berlipat ketika produknya diiklankan dan digunakan oleh selebgram tersebut.

Regulasi mengenai pajak penghasilan terdapat dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan yang menjelaskan bahwa objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Setiap orang merupakan subjek pajak dan telah wajib dikenai pajak apabila memenuhi syarat subjektif dan objektif, yakni memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan penghasilan yang diterima diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Utang pajak menurut ajaran formal timbul karena undang-undang pada saat dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak.7 Sedangkan, menurut ajaran material utang pajak ditentukan oleh undang-undang dan dipenuhinya syarat subjektif dan syarat objektif. Dengan sendirinya berarti bahwa timbulnya utang pajak diperlukan adanya campur tangan atau perbuatan dari pejabat pajak asal syarat yang ditentukan oleh undang-undang telah dipenuhi.8

Selanjutnya mengenai pajak penghasilan juga terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu pada Pasal 2 ayat (1) dijelaskan Atas penghasilan dari usaha yang

diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai pajak penghasilan yang bersifat final. Dan dalam ayat (2) dijelaskan bahwa Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut :

  • a.    Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk usaha tetap; dan

  • b.    Menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan   peredaran   bruto   tidak   melebihi   Rp.

  • 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun.

Kemudian pada Pasal 3 ayat (1) dijelaskan bahwa besarnya tarif pajak penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah 1% (satu persen). Pada dasarnya, penerapan pemungutan pajak adalah untuk mereka yang penghasilannya melebihi PTKP, jadi apabila penghasilan artis maupun selebgram pada kegiatan endorsement melalui media sosial masih dibawah PTKP perbulan tidak perlu dikenakan pajak penghasilan.9 Akan tetapi, bila memenuhi syarat maka harus dikenakan pajak penghasilan. Menurut Yustinus Prastowo selaku direktur eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) pemerintah agak kesulitan dalam melaksanakan pemungutan pajak penghasilan pada kegiatan endorsement dalam media sosial lantaran sistem pemungutan pajaknya bersifat self assessment,  sehingga

diperlukan inisiatif wajib pajak itu sendiri.10

  • 2.2.2 Kriteria Penetapan Subjek Dan Objek Pajak Endorsement Pajak penghasilan atau disebut pajak endorsement mengatur mengenai penghasilan atau laba yang diterima dan diperoleh orang pribadi maupun badan. Didalam pajak penghasilan terdapat subjek dan objek wajib pajak. Yang menjadi subjek pajak adalah Pajak penghasilan (PPh) dikenakan terhadap orang pribadi dan badan, berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak.

Subjek pajak penghasilan yaitu :

  •    Orang pribadi.

  •    Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.

  •    Badan

  •    Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Subjek pajak terbagi menjadi 3, yaitu subjek pajak dalam negeri, subjek pajak luar negeri, dan tidak termasuk subjek pajak. Subjek pajak dalam negeri antara lain terdiri dari:

  • 1.    Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.

  • 2.    Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer dan Perseroan Lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Organisasi Massa, Organisasi Sosial Politik atau organisasi yang sejenis, Lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk reksadana. Pengecualiannya adalah

unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria berikut:

  •    Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  •    Pembiayaannya bersumber dari APBN atau APBD.

  •    Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.

  •    Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.

  • 3.    Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.

Subjek pajak luar negeri antara lain terdiri dari:

  • 1.    Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.

  • 2.    Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.11

Subjek pajak dalam negeri adalah wajib pajak yan telah menerima dan memperoleh penghasilan sedangkan subjek pajak luar negeri yang sekaligus menjadi wajib pajak sehubungan dengan penghasilan yang diterima dari sumber penghasilan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia dapat

disimpulkan bahwa wajib pajak dalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif. Sedangkan, objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan yang diperoleh atas kemampuan ekonomis wajib pajak yang berasal dari indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi dan menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan,   dengan nama dan bentuk apapun.

Objek PPh Menurut Undang-Undang Pajak yaitu :

  • 1.    penggantian atau imbalan

  • 2.    hadiah dari undian

  • 3.    keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

  • 4.    penerimaan kembali

  • 5.    bunga, dividen, royalti, sewa

  • 6.  penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;

  • 7.  keuntungan karena pembebasan utang

  • 8.    keuntungan selisih kurs mata uang asing

  • 9.    selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;

  • 10.    premi asuransi

  • 11.    iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;

  • 12.    tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;

  • 13.    penghasilan dari usaha berbasis syariah

  • 14.    imbalan bunga; dan

  • 15.    surplus Bank Indonesia. 12

Bagi wajib pajak dalam negeri yang menjadi objek pajak adalah setiap penghasilan baik yang berasal dari Indonesia

maupun luar Indonesia sedangkan bagi wajib pajak luar negeri yang menjadi objek pajak hanya penghasilan yang berasal dari Indonesia saja. Kriteria dalam penetapan subjek pajak adalah orang pribadi, badan dan bentuk usaha tetap yang memperoleh penghasilan atas suatu karya yang mereka buat dan menghasilkan suatu tambahan ekonomis. Pada umumnya, selebgram adalah orang pribadi yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang merupakan subjek pajak. Selebgram lebih bersifat independen dimana mereka bukan tenaga kerja. Selebgram berdiri sendiri dan tidak ada tanggungjawab terhadap instansi tertentu. Dilihat dari hal terebut selebgram mempunyai kewajiban untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri besar pajak yang harus disetorkan kepada Ditjen Pajak. Kriteria dalam penetapan objek pajak endorsement dilihat dari penghasilan setiap orang yang mempunyai tambahan dari kemampuan ekonomis yang berarti wajib membayar pajak di dalam hal tersebut selebgram mempunyai tambahan penghasilan yang diperoleh melalui media sosial, sehingga penghasilan yang diperoleh selebgram harus dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah mengaturnya.13

  • III. PENUTUP

  • 3.1    Kesimpulan

  • 1.    Pengaturan mengenai pengenaan pajak endorsement terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Dalam prakteknya pajak

endorsement sulit untuk diterapkan karena banyaknya wajib pajak yang tidak patuh dalam membayar pajak.

  • 2.    Kriteria dari penetapan subjek dan objek pajak dilihat dari penghasilan subjek pajak selebgram yang merupakan orang pribadi tanpa menjadi tenaga kerja dan instansi lainnya serta kriteria objek pajak endorsement ialah penghasilan yang diperoleh dengan mendapatkan keuntungan pribadi yang harus dibayarkan.

  • 3.2    Saran

  • 1.    Aktivitas yang dilakukan di dalam media sosial sulit untuk diawasi oleh pemerintah, sehingga wajib pajak atau pelaku kegiatan endorsement dalam media sosial perlu meningkatkan kesadaran atas kewajiban perpajakannya. Sebaiknya penghasilan yang diperoleh selebgram dalam kegiatan endorsement dikenakan pajak penghasilan (Pph) final sebesar 1% oleh pemerintah, sehingga lebih memberikan kemudahan serta mengurangi beban administrasi bagi wajib pajak.

  • 2.    Pajak endorsement merupakan salah satu pendapatan yang diperoleh oleh pemerintah Indonesia, diharapkan pemerintah membangun kesadaran wajib pajak dengan cara pemungutan secara langsung dan tegas dengan cara meningkatkan pelayan terhadap wajib pajak.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Amiruddin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metodologi Penelitian Hukum, Cetakan kedelapan, RajaGrafindo Persada, Jakarta.

I Made Pasek Diantha, 2016, Metodologi Penelitian Hukum Normatif dam Justifikasi Teori Hukum,  Prenanda Media Grup,

Denpasar.

Johnny Ibrahim, 2006, Teori Metodologi & Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Malang.

Mardiasmo, 2008, “Perpajakan Edisi Revisi 2008”, Andi Offset,

Yogyakarta.

Rochmat Soemitro, 1991, Asas dan Dasar Perpajakan 2, Eresco, Bandung.

Sony Devany dan Siti Karunia Rahayu, 2006, Perpajakan : Konsep, Teori, dan Isu, Edisi Kesatu, Cetakan kesatu, Kencana, Jakarta.

Supramono dan Theresia Woro Damayanti, 2016, Perpajakan Indonesia Mekanisme dan Perhitungan, Edisi Revisi, CV Andi Offset, Yogyakarta.

Sri Pudyatmoko, 2008, Pengantar Hukum Pajak, CV Andi Offset, Yogyakarta.

JURNAL

Inca Nadya Damupoliii, “Pajak Penghasilan pada Kegiatan Youtuber dan Selebgram dalam Penggunaan Media Sosial Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan”, Lex Privatum Volume V/ Nomor 3, Mei 2017, Fakultas Hukum Unsrat.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893.

Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5424.

INTERNET

“Mengungkap Eksistensi Pajak atas Aktivitas Endorsement di Sosial media”, URL: https://spa-febui.com/mengungkap-ekistensi-pajak/ ,diakses pada tanggal 8 April 2018.

Ajeng Widya, 2016, “tak semua selebgram dikenakan pajak”, URL: www.klinikpajak.co.id/berita=detail/?id=berita+pajak+-+tak+semua+selebgram+dikenakan+pajak,  diakses pada

tanggal 8 April 2018.

Dusep Malik dan Chandra G. Asmara, 2016, “Pengamat: Selebgram,Youtuber Memang Harusnya Kena Pajak”, URL: https://www.viva.co.id/berita/bisnis/834113-pengamat-selebgram-youtuber-memang-harusnya-kena-pajak , diakses pada tanggal 18 April 2018.

15