SEGI-SEGI HUKUM LAUT INTERNASIONAL DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA JEPANG DAN CINA
on
SEGI-SEGI HUKUM LAUT INTERNASIONAL
DALAM PENYELESAIAN SENGKETA
ANTARA JEPANG DAN CINA*
Oleh
NI PUTU MONA CHERRY HITOMI**
I MADE PASEK DIANTHA*** MADE MAHARTA YASA****
Program Kekhususan Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah tindakan Jepang dan Cina telah melanggar kaidah-kaidah yang terdapat dalam Konvensi Hukum Laut 1982 terkait perebutan Pulau Senkaku/Diaoyu. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis upaya penyelesaian sengketa perebutan Pulau Senkaku/Diaoyu antara Jepang dan Cina menurut Konvensi Hukum Laut 1982.
Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan mengkaji suatu aturan-aturan, prinsip-prinsip, dan doktrin-doktrin hukum yang terkait dengan permasalahan dalam penelitian ini untuk menghasilkan suatu argumentasi. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode studi kepustakaan dengan mengumpulkan bahan hukum dan informasi yang berupa bahan-bahan hukum primer, sekunder, maupun tersier. Dalam rangka mendapatkan pemaparan yang jelas, data tersebut kemudian disusun secara sistematis dan dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh Jepang dan Cina terkait dengan pengukuran zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen tidak melanggar ketentuan yang terdapat dalam Konvensi Hukum Laut 1982. Hal tersebut sudah sesuai dengan Pasal 57 tentang Zona Ekonomi Eksklusif dan Pasal 76 tentang Landas Kontinen. Selanjutnya, mengenai sengketa kepulaun Senkaku/Diaoyu, Jepang dan Cina sebagai negara peserta yang menjadi pihak dalam suatu sengketa perihal interpretasi atau penerapan Konvensi dapat menyelesaikan sengketa pulau Senkaku/Diaoyu melalui konsiliasi, Mahkamah Hukum Laut Internasional, Mahkamah Internasional, atau melalui arbitrase sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan Konvensi Hukum Laut 1982.
Kata Kunci : Senkaku/Diaoyu, Penyelesaian Sengketa, Landas Kontinen, Zona Ekonomi Eksklusif
ABSTRACT
This study aims to analyze whether the actions of Japan and China have violated the rules contained in the United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 related to the seizure of Senkaku / Diaoyu Island. In addition, this study also analyzes the dispute settlement efforts of Senkaku / Diaoyu Island between Japan and China according to the United Nations Convention on the Law of the Sea 1982.
This research uses normative legal research by examining a rule, principles, and legal doctrines related to the problems in this research to generate an argumentation. The data were collected by using literature study method by collecting legal materials and information in the form of primary, secondary, and tertiary legal materials. In order to obtain clear exposure, the data is then arranged systematically and analyzed using descriptive method.
The results of this research indicate that the actions taken by Japan and China related to the measurement of exclusive economic zones and the continental shelf not violate the provisions contained in the United Nations Convention on the Law of the Sea 1982. This is in accordance with Article 57 on Exclusive Economic Zone and Article 76 on the Continental Shelf. Furthermore, concerning the dispute between the Senkaku/Diaoyu, Japan and China parties as parties to a dispute concerning the interpretation or application of the Convention may resolve the Senkaku/Diaoyu dispute through conciliation, the International Tribunal for the Law of the Sea, the International Court of Justice, or through arbitration in accordance with the procedure which has been established by the United Nations Convention on the Law of the 1982.
Keywords : Senkaku/Diaoyu, Dispute Settlement, Continental Shelf, Exclusive Economic Zones
Hubungan internasional yang diadakan antar negara, negara dengan individu, negara dengan organisasi internasional atau subjek hukum internasional lainnya tidak selamanya dapat berjalan dengan baik. Hubungan yang dilakukan kadangkala menimbulkan sengketa di antara para pihak tersebut. 1 Perebutan atau klaim terhadap kepemilikan suatu wilayah atau pulau merupakan suatu sengketa internasional yang sering terjadi di antara beberapa negara di dunia. 2 Sengketa wilayah atau klaim kepemilikan suatu pulau dapat terjadi karena adanya benturan kepentingan antar negara di mana dua atau lebih negara saling berupaya untuk melaksanakan kepentingannya melalui tuntutan dan tindakan yang saling berlawanan antar negara.3
Persengketaan wilayah biasanya terjadi antar negara yang memiliki letak geografis yang berdekatan. Wilayah yang di perebutkan biasanya adalah wilayah daratan, lautan dan pulau atau kepulauan. Sengketa perebutan wilayah dapat disebabkan karena adanya klaim terhadap seluruh wilayah negara oleh negara lain dan karena adanya klaim terhadap sebagian dari wilayah negara yang berbatasan.4
Salah satu sengketa wilayah yang terjadi yaitu antara Jepang dan Cina terkait dengan kepemilikan wilayah kepulauan Diaoyu/Senkaku. Secara geografis kepulauan tersebut terletak di sebelah tenggara perairan laut Cina Timur
yang terletak sekitar 120 mil dari Taiwan, 120 mil dari dataran Cina dan 200 mil dari kota Naha, Okinawa Jepang. Kepulauan ini terdiri dari sekumpulan lima pulau kecil yang tidak berpenghuni serta tiga pulau batu karang.5 Kepulauan tersebut merupakan delapan pulau dengan total luas wilayah sebesar 6,3 km² yang terdiri atas Tiga pulau dari kepulauan tersebut adalah batuan tandus dan lima lainnya merupakan pulau kecil. Kedelapan pulau tersebut adalah Uotsurijima, Kitakojima, Minamikojima, Kuba, Taisho, Okinokitaiwa, Okinominamiiwa, dan Tobise. 6 Kepulauan Senkaku/Diaoyu adalah kepulauan yang sampai saat ini masih disengketakan oleh China dan Jepang.
Perselisihan antara Jepang dan Cina mengenai kepemilikan wilayah kepulauan Senkaku/Diaoyu sudah berlangsung lama, yaitu sejak tahun 1969. Sengketa ini berawal dari dipublikasikanya hasil penelitian dari UNECAFE (United Nations Economic and Social Comission Asia and Far East) sebagai bagian dari badan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1968 dan beberapa penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari Jepang, Korea, dan Taiwan, bahwa di dasar laut dekat Kepulauan Senkaku terdapat kandungan minyak yang besar dan kandungan sumber daya hidrokarbon.
Keduanya bersikeras dengan pendapat masing-masing mengenai kepemilikan pulau tersebut. Berbagai upaya dan pertemuan telah di laksanakan, namun tidak menemukan hasil
dan hingga saat ini persengketaan diantara keduanya masih berlanjut dan belum menemukan jalan keluarnya.
Dari latar belakang di atas, penulis mendapatkan rumusan permasalahan, yaitu:
-
1. Apakah tindakan Jepang dan Cina melanggar kaidah-kaidah yang terdapat dalam Konvensi Hukum Laut 1982?
-
2. Bagaimana upaya penyelesaian sengketa perebutan Pulau Senkaku/Diaoyu antara Jepang dan Cina menurut Konvensi Hukum Laut 1982?
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah:
-
1. Untuk mengetahui secara yuridis normatif, apakah tindakan Cina dan Jepang melanggar kaidah-kaidah dalam Konvensi Hukum Laut 1982 serta,
-
2. Menganalis upaya penyelesaian sengketa antara Jepang dan Cina menurut Konvensi Hukum Laut 1982.
Jenis Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini termasuk ke dalam penelitian hukum normatif, yaitu penelitian dengan melihat ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. 7 Soerjono Soekanto menyatakan, bahwa penelitian hukum normatif terdiri dari penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap sistematika
hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal, perbandingan hukum dan sejarah hukum.8
-
2.2. Hasil dan Pembahasan
-
2.2.1. Tindakan Jepang dan Cina Terkait Konvensi Hukum Laut 1982
-
Jepang dan Cina memiliki beberapa pendapat mengenai kepemilikan pulau Senkaku/Diaoyu sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Beberapa pendapat berbeda di antara kedua negara sehingga menyebabakan terjadinya konflik yaitu adanya perbedaan paham garis perbatasan laut di Laut Cina Timur atau the East China Sea antara Jepang dan Cina hingga kini belum dicapai kesepakatan bersama. Walau keduanya sama-sama meratifikasi Konvensi Hukum Laut 1982, tetapi mereka membangun pemahaman sendiri yang belum tuntas dibicarakan. Jepang mengusulkan pembagian wilayah berdasar garis tengah di Zona Ekonomi Eksklusifnya (berjarak 200 mil dari garis dasar/baseline), sedangkan Cina mengacu pada kelanjutan alamiah dari landas kontinennya yang berjarak di luar 200 mil.9
Selain itu, terdapat perbedaan persepsi sejarah kepemilikan Senkaku (Diaoyu dalam bahasa Cina) di setiap pihak bermuara pada klaim berbeda. Cina yakin kepemilikan atas Senkaku sejak Dinasti Ming pada tahun 1368-1644, di mana namanya sudah tercantum di sebuah buku berjudul Departure Along the Wind yang terbit pada tahun 1403.
Sedangkan dalam versi Jepang, pulau itu merupakan wilayah Jepang yang diserahkan oleh Amerika Serikat pasca perjanjian San Fransisco pada tahun 1971.10
Selanjutnya, munculnya sengketa ini dipicu setelah kedua pihak menyadari adanya sumber cadangan minyak dan gas di sekitar Kepulauan Senkaku pada pertengahan 1990-an. Ketika kepentingan nasional dipicu kepentingan bisnis prospektif berupa temuan cadangan minyak dan gas, segala daya penguat dan bukti pembenaran akan dihimpun demi basis legal untuk penguasaan sumber energi itu.11
Pembahasan pada sub bab ini akan difokuskan pada analisis mengenai tindakan Jepang dan Cina ditinjau dari kaidah dalam Konvensi Hukum Laut Internasional 1982, khsusunya terkait dengan klaim masing-masing pihak terkait dengan sengketa kepemilikan pulau Senkaku/Diaoyu yaitu Jepang mengusulkan pembagian wilayah berdasar garis tengah di Zona Ekonomi Eksklusifnya (berjarak 200 mil dari garis dasar/baseline), sedangkan Cina mengacu pada kelanjutan alamiah dari landas kontinennya yang berjarak di luar 200 mil. Jepang telah menandatangani Konvensi Hukum Laut 1982 pada tanggal 7 Februari 1983 dan ratifikasi pada tanggal 20 Juni 1996, sedangkan Cina menandatangani 10 Desember 1982 dan ratifikasi pada tanggal 2 Juni 1996.12
Terkait dengan tindakan Jepang yang mengusulkan pembagian wilayah berdasar garis tengah di Zona Ekonomi Eksklusifnya yang berjarak 200 mil dari garis dasar/baseline, maka Pemerintah Jepang dapat melakukan pengukuran terkait dengan Zona Ekonomi Eksklusif sebagaimana yang telah diatur dalam Konvensi Hukum Laut 1982, bahwa Jepang berhak untuk menetapkan Zona Ekonomi Eksklusif dengan jarak yang tidak boleh melebihi 200 mil laut diukur dengan menggunakan garis pangkal yang sama untuk mengukur lebar wilayah laut teritorialnya. 13 Garis pangkal yang digunakan untuk pengukuran 200 mil merupakan garis pangkal dimana lebar laut territorial diukur. Garis pangkal tersebut dapat berupa garis pangkal normal, garis pangkal lurus dari ujung ke ujung, ataupun garis pangkal kepulauan bagi negara-negara kepulauan.
Laut territorial maupun Zona Ekonomi Eksklusif samasama diukur dari garis pangkal, maka lebar Zona Ekonomi Eksklusif adalah 200-12 mil laut. Sehingga lebar Zona Ekonomi Eksklusif adalah 188 mil laut. Hal tersebut karena wilayah laut yang selebar 12 mil dari garis pangkal sudah merupakan bagian wilayah laut territorial yang merupakan bagian dari wilayah negara pantai dan tunduk pada kedaulatan negara pantai tersebut. Pengambilan garis tengah untuk pengukuran Zona Ekonomi Eksklusif dan landasan kontinental seharusnya didasarkan pada sebuah perjanjian antar kedua pihak agar tercapai solusi adil.
Daerah dasar laut beserta tanah dibawahnya yang terdapat diluar laut territorial dan merupakan kelanjutan alamiah dari daratan sampai batas terluar tepian kontinen atau jika sisi terluar tepian kontinen tidak mencapai jarak tersebut maka diukur dengan jarak sampai 200 mil dari garis pangkal, disebut sebagai landas kontinen. 14 Landas kontinen suatu negara pantai tidak boleh melebihi batas-batas yang telah ditentukan konvensi.15
Terkait dengan sengketa kepemilikan pulau Senkaku/Diaoyu, Cina mengacu pada kelanjutan alamiah dari landas kontinennya yang berjarak di luar 200 mil. Cina dapat menetapkan wilayah landas kontinen meliputi dasar laut beserta tanah yang berada dibawahnya dari daerah di permukaan yang terletak di luar wilayah laut teritorialnya atau di sekitar kelanjutan alamiah dari wilayah daratan sampai pinggiran luar dari tepi kontinen atau dengan lebar yang mencapai jarak dua ratus mil yang diukur dari garis pangkal. 16 Selain itu, Cina juga dapat menentukan landas kontinen melebihi batas jarak dua ratus mil laut dengan lebar maksimum landas kontinen adalah tiga ratus lima puluh mil yang diukur dari garis pangkal yang sama dengan wilayah laut territorial dengan syarat bahwa batas terluar landas kontinen tersebut ditetapkan sesuai dengan Konvensi Hukum Laut 1982. Apabila landas kontinen melebihi batas jarak dua ratus mil laut, lebar maksimum landas kontinen adalah tiga ratus lima puluh mil dari garis pangkal darimana lebar laut territorial
diukur dengan syarat bahwa batas terluar landas kontinen tersebut ditetapkan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam konvensi. 17 Batas terluar landas kontinen tersebut bisa mencapai jarak sejauh seratus mil yang diukur dari garis kedalaman sepanjang dua ribu lima ratus meter dalam hal pinggiran terluar tepi kontinen atau continental margin berjarak lebih dari dua ratus mil yang diukur dari garis pangkal wilayah laut teritorial dan berimpit dengan batas terluar ZEE.18
Jika ditinjau dari Konvensi Hukum Laut 1982, Jepang dan Cina harus menyelesaikan sengketa yang sedang dihadapi dengan cara damai sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (3) Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Untuk tujuan tersebut maka penyelesaian sengketa secara damai tersebut sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 33 ayat (1) Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.19
Konvensi Hukum Laut 1982 tidak mengurangi hak Jepang dan Cina sebagai negara peserta untuk bersepakat pada setiap waktu terkait dengan penyelesaian sengketa yang sedang mereka hadapi dengan cara penyelesaian secara damai sesuai pilihan para pihak. 20 Apabila Jepang dan Cina yang menjadi pihak dalam sengketa perihal interpretasi atau penerapan konvensi telah bersepakat untuk mencari
penyelesaian sengketa tersebut dengan cara damai sesuai kehendak mereka, maka prosedur-prosedur yang ditetapkan dalam konvensi berlaku hanya dalam hal tidak dicapai penyelesaian dengan menempuh cara demikian dan kesepakatan antara para pihak tidak menutup kemungkinan adanya prosedur lanjutan apapun.21
Pasal 283 ayat (1) Konvensi Hukum Laut 1982 mewajibkan Jepang dan Cina untuk secepatnya melakukan tukar menukar pendapat mengenai penyelesaian dengan perundingan atau cara damai lainnya. Berbagai perundingan telah dilakukan oleh Jepang dan Cina, namun sengketa mengenai kepemilikan pulau Senkaku/Diaoyu masih terus terjadi. Kedua negara masih sama-sama memberikan klaim terhadap kepemilikan pulau tersebut sehingga hubungan kedua negara tetap tidak harmonis. Jepang dan Cina sebagai negara peserta yang menjadi pihak dalam suatu sengketa perihal interpretasi atau penerapan Konvensi dapat menyerahkan sengketa pulau Senkaku/Diaoyu pada konsiliasi sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan Konvensi Hukum Laut 1982.22 Apabila Jepang dan Cina tidak sepakat mengenai prosedur yang telah ditentukan, maka proses konsiliasi tersebut harus dianggap telah dihentikan. 23 Sesuai dengan ketentuan Pasal 286 Konvensi Hukum Laut 1982 dalam hal tidak tercapai penyelesaian melalui konsiliasi, maka Jepang dan Cina dapat menyerahkan sengketa mengenai pulau Senkaku/Diaoyu atas permintaan pihak manapun dalam sengketa tersebut kepada pengadilan atau mahkamah yang mempunyai yurisdiksi. Pengadilan atau mahkamah yang
memiliki yurisdiksi tersebut adalah Mahkamah Hukum Laut Internasional, Mahkamah Internasional, dan Mahkamah Arbitrasi dan Mahkamah Arbitrasi khusus.24 Jepang dan Cina dapat membuat kesepakatan untuk menyerahkan sengketanya kepada mahkamah yang harus tertuang dalam suatu akta atau perjanjian (acta compromis). Perjanjian yang dibuat oleh Jepang dan Cina harus menyatakan dengan tegas kesepakatan kedua belah pihak untuk menyerahkan sengketanya kepada Mahkamah Internasional. Selain itu, sesuai dengan Pasal 36 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, bahwa Mahkamah Internasional memiliki yurisdiksi terhadap semua sengketa yang diserahkan oleh para pihak dan semua persoalan-persoalan yang ditetapkan dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa yang dituangkan dalam perjanjian-perjanjian atau konvensi-konvensi internasional.25
-
a. Pemerintah Jepang dapat melakukan pengukuran terkait dengan Zona Ekonomi Eksklusif dengan jarak yang tidak boleh melebihi 200 mil laut diukur dengan menggunakan garis pangkal yang sama untuk mengukur lebar wilayah laut teritorialnya. Sedangkan terkait dengan Cina, negara tersebut mengacu pada kelanjutan alamiah dari landas kontinennya yang berjarak di luar 200 mil. Selain itu, Cina juga dapat menentukan landas kontinen melebihi batas jarak 200 mil laut dengan lebar maksimum landas kontinen adalah 350 mil yang diukur dari garis pangkal
yang sama dengan wilayah laut territorial dengan syarat bahwa batas terluar landas kontinen tersebut ditetapkan sesuai dengan Konvensi Hukum Laut 1982. Tindakan yang dilakukan oleh Jepang dan Cina terkait dengan pengukuran Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen tidak melanggar ketentuan yang terdapat dalam Konvensi Hukum Laut 1982. Hal tersebut sudah sesuai dengan Pasal 57 tentang Zona Ekonomi Eksklusif dan Pasal 76 tentang Landas Kontinen. Dalam hal sumber cadangan minyak dan gas di sekitar Kepulauan Senkaku, jika konvensi tidak memberikan hak-hak atau yurisdiksi kepada Jepang dan Cina di Zona Ekonomi Eksklusif terkait dengan hal tersebut, maka sengketa itu harus diselesaikan berdasarkan keadilan dan dengan pertimbangan segala keadaan yang relevan dengan memperhatikan masing-masing keutamaan kepentingan yang terlibat bagi para pihak maupun bagi masyarakat internasional secara keseluruhan.
-
b. Dalam hal penyelesaian sengketa diantara kedua negara dapat dilakukan dengan menyerahkan sengketa pulau Senkaku/Diaoyu pada konsiliasi. Namun apabila tidak dapat di selesikan melalui konsiliasi maka Jepang dan Cina dapat menyerahkan sengketa mengenai pulau
Senkaku/Diaoyu kepada pengadilan atau mahkamah
yang mempunyai yurisdiksi, yaitu Mahkamah Hukum Laut Internasional, Mahkamah Internasional, Mahkamah Arbitrasi dan Mahkamah Arbitrasi khusus
-
1. Pemerintah Jepang dan Cina hendaknya segera melakukan langkah-langkah hukum atau langkah-
langkah efektif lainnya untuk menyelesaikan sengketa kepemilikan Pulau Senkaku/Diaoyu agar sengketa bisa diselesaikan dan tidak mengganggu hubungan baik di antara kedua negara.
-
2. Jepang dan Cina diharapkan untuk mematuhi aturan Hukum Laut Internasional dan tidak melakukan kegiatan apapun di wilayah Pulau Senkaku/Diaoyu yang sedang dalam sengketa agar tidak menimbulkan konflik di antara kedua negara.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Adolf, Huala, 2004, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Sinar Grafika, Jakarta.
Holsti , K.J., 1988, Politik Internasional: Kerangka Untuk
Analisis, 4nd ed, terjemahan M. Tahir Azhary, Jakarta,
Erlangga.
Kusumaatmadja, Mochtar dan Etty R. Agoes, 2003, Pengantar Hukum Internasional, Alumni, Jakarta.
Marzuki, Peter Mahmud dalam Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normative &
Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
‘Parthiana, I Wayan, 2003, Pengantar Hukum Internasional,
Mandar Maju, Bandung.
‘Sodik, Didik Mohamad, 2014, Hukum Laut Internasional, Refika Aditama, Bandung.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 2003, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.
‘Suwardi, Sri Setianingsih, 2006, Penyelesaian Sengketa
Internasional, UI Press, Jakarta.
Thontowi, Jawahir dan Pranoto Iskandar, 2006, Hukum Internasional Kontemporer, Refika Aditama, Bandung.
JURNAL ILMIAH
Lee, Seokwoo, 2002, “Territorial Disputes among Japan, China and Taiwan Concerning the Senkaku Islands”, International Boundaries Research Unit Volume 3 Number 7, University of Durham, Durham.
Zhongqi Pan, Sino-Japanese Dispute over the
Diaoyu/SenkakuIslands : The Pending Controversy from the Chinese Perspective, Journal of Chinese Political Science, vol. 12, no. 1(2007).
INSTRUMEN HUKUM
Konvensi Hukum Laut PBB 1982 (United Nations Convention on the Law of the Sea/UNCLOS 1982)
INTERNET
Irewati,Awani, Senkaku antara xJepang dan China, 24 September 2012, URL:
http://internasional.kompas.com/read/2012/09/24/053413 79/senkaku.antara.jepang.dan.china, diakses pada tanggal 5 Juli 2017.
Jakarta Greater, Sengketa Pulau Senkaku, antara Jepang dan China, 23 Desember 2015, URL:
https://jakartagreater.com/61654-2/, diakses pada tanggal 15 Juli 2017.
15
Discussion and feedback