PROSEDUR PENYELESAIAN PENGUKURAN TANAH PERMOHONAN HAK PERTAMA KALI YANG TIDAK SESUAI DENGAN LUAS SPPT DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN GIANYAR
on
PROSEDUR PENYELESAIAN PENGUKURAN TANAH PERMOHONAN HAK PERTAMA KALI YANG TIDAK SESUAI DENGAN LUAS SPPT DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN GIANYAR
Oleh:
K. Arys Aditya1 I Nyoman Suyatna2 Kadek Sarna3
Program Kekhususan Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana
Abstract
Many economic activities related to the field of land such as buying or buying land as a credit guarantee in the bank. To obtain assurance of legal certainty and certainty of land rights, the community needs to register land to obtain certificate of land rights. Based on the explanation of the provisions of Article 3 of Government Regulation No. 24 of 1997 related to the purpose of land registration is one of the stages to provide legal certainty and legal protection to the holder of land rights in order to create ease so as to prove himself as the holder of land rights and aims to provide information to the parties - interested parties including the government. The purpose of this research is to know and understand the procedure of settlement of land measurement in Gianyar regency. This research uses empirical law research method. Sources of data obtained from the primary data and secondary data, as well as data collection is done by conducting library research and field research. The data have been analyzed and presented descriptively. Based on the result of the research, it is found that the procedure of completion of first land rights application which is not in accordance with SPPT area in Gianyar district land office is: every object of land registration must be registered to authorized official through the process which has been determined by referring to land registration principles and Government Regulation No. 24 of 1997 Article 13 Until Article 30. Then the settlement of the status of the remaining land right of ownership of the excess land of the area listed in the SPPT in Kantah Gianyar is basically the same as the first rights application which refers to
Government Regulation No. 24 of 1997, but at this stage concerned should register the land more back in accordance with the first land registration procedure or apply for new SPPT in accordance with the latest measurement of land measurement.
Keywords: Procedure, Registration Of Land Due To Law, Axcess Land
Abstrak
Banyak kegiatan perekonomian yang berhubungan dengan bidang pertanahan seperti jual – beli ataupun tanah sebagai jaminan kredit di bank. Untuk memperoleh jaminan kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah, maka masyarakat perlu mendaftarkan tanah guna memperoleh sertifikat hak atas tanah. Berdasarkan penjelasan ketentuan Pasal 3 PP No 24 Tahun 1997 terkait dengan tujuan pendaftaran tanah merupakan salah satu tahap untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas tanah agar tercipta kemudahan sehingga dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak atas tanah dan bertujuan untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami prosedur penyelesaian pengukuran tanah di Kabupaten Gianyar. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum empiris. Sumber data diperoleh dari data primer dan data sekunder, serta pengumpulan data dilakukan dengan melakukan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Data yang telah dianalisis lalu disajikan secara deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa prosedur penyelesaian pengukuran tanah permohonan hak pertama kali yang tidak sesuai dengan luas sppt di kantor pertanahan kabupaten gianyar adalah: setiap obyek pendaftaran tanah harus didaftarkan kepada pejabat yang berwenang melalui proses yang telah ditetapkan dengan merujuk pada asas-asas pendaftaran tanah dan PP No 24 Tahun 1997 Pasal 13 Sampai Pasal 30. Kemudian penyelesaian status sisa hak tanah hak kepemilikan atas tanah kelebihan dari luas yang tercantum di SPPT di Kantah Gianyar pada dasarnya sama dengan permohonan hak hak pertama kali yang yang mengacu pada PP No 24 Tahun 1997, namun pada tahap ini yang bersangkutan harus mandaftarkan tanah lebih tersebut kembali sesuai dengan prosedur pendaftaran tanah pertama kali atau memohonkan SPPT baru yang sesuai dengan luas tanah hasil pengukuran terbaru.
Kata Kunci: prosedur, pendaftaran tanah akibat hukum, tanah lebih
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (selanjutnya disebut UU Agraria) yang menyebutkan bahwa seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia, yang bersatu sebagai bangsa Indonesia. Ditambahkan kembali melalui penegasan Pasal 1 angka 2 menyatakan: seluruh bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air, dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional.
Di dalam UU Agraria Pasal 19 menyebutkan:
"Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah."
Tanah sangat diperlukan oleh setiap orang dalam hidupnya, sehingga tanah tersebut harus jelas status hak dan pemegang haknya dalam hukum keagrariaan. Begitu juga tentang penguasaan, kepemilikan yang diperuntukkan dalam penggunaan tanah yang mempunyai kriteria-kriteria berbeda. Dalam hal ini tanah hak milik atau tanah hak-hak lainnya wajib melakukan pendaftaran di kantor-kantor pertanahan (BPN). Salah satu perwujudan dari tujuan pendaftaran tanah adalah penerbitan sertipikat. UU Agraria Pasal 19 mengamanatkan pemerintah mengintruksikan pendaftaran tanah untuk seluruh wilayah Republik Indonesia dilakukan dengan tujuan menjamin kepastian hukum.
Begitu juga Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnya disebut PP Nomor 24 tahun 1997), melalui Pasal 3 menjelaskan:
“ Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun, dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.”
Dalam memperoleh sertipikat tanah dilakukan pendaftaran atau permohononan sertipikat tanah pertama kali yaitu dengan cara konversi dan pemberian hak dengan melampirkan beberapa syarat salah satunya adalah SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang). Di dalam SPPT tersebut tercantum luas tanah yang dikuasai oleh atas nama perorangan atau pribadi atau bersama. Permasalahannya adalah seringnya terbit hasil pengukuran yang tidak sesuai dengan luas yang tercantum di SPPT.4
Berdasarkan penjelasan ketentuan PP Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 3 terkait dengan tujuan pendaftaran tanah dalam memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas tanah atau hak-hak lain yang terdaftar sehingga tercipta kemudahan yang dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak atas tanah yang bersangkutan, dan bertujan untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan suatu perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah yang sudah terdaftar dan untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Pendaftaran tanah bertujuan untuk mewujudkan tertib hukum, tertib administrasi dan memenuhi tuntutan. Sebagai tanda bukti
kepemilikan hak atas tanah maka pendaftaran tanah diselenggarakan agar menghasilkan suatu produk akhir yaitu sertifikat.
Berkaitan dengan ketentuan tersebut di atas ditemukan ketidakjelasan pengaturan tentang tanah yang akan didaftarkan jika pada proses pelaksanaan pengukuran tanah pertama kali terdapat luas tanah lebih dari yang tercantum di SPPT. Hal ini menjadi masalah karena tidak ada pengaturan atau ketentuan pasal di dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 ataupun aturan terkait dengan tata cara pelaksanaan pendaftaran tanah pertama kali atas ukuran luas tanah lebih dari yang tercantum di SPPT. Dilihat dari kebijakan yang berlaku di instansi BPN Kabupaten Gianyar, ketika tanah yang dimohon mendapatkan luas lebih dari SPPT, pada kenyataannya cenderung akan terdapat dualisme prosedur yang dilaksanakan, biasanya memohonkan tanah lebih tersebut langsung ke atasan instansi terkait atau membuatkan SPPT baru untuk memohon tanah lebih. Jika tanah tersebut merupakan hasil dari pendaftaran pertama kali secara Prona (sistematis), apabila terjadi ketidaksesuaian luas antara luas riil dengan luas SPPT maka akan diberikan toleransi sebesar 10% dari luas tanah di SPPT apabila lebih.
Berdasarkan uraian diatas, maka relevan untuk dilakukan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul “Prosedur Penyelesaian Pengukuran Tanah Permohonan Hak Pertama Kali Yang Tidak Sesuai Dengan Luas SPPT Di Kantor Pertanahan Kabupaten Gianyar”.
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui dan memahami prosedur penyelesaian pengukuran tanah di Kabupaten
Gianyar. Prosedur yang dimaksud difokuskan pada permohonan hak pertama kali yang tidak sesuai dengan luas SPPT.
Tulisan ini menggunakan metode penelitian hukum empiris. Istilah lain penelitian hukum empiris yang digunakan dalam ilmu hukum yaitu penelitian hukum sosiologis dan disebut juga dengan penelitian lapangan. Penelitian sosiologis ini bertitik tolak dari data primer, yaitu data yang didapat langsung dari masyarakat sebagai sumber data pertama dengan melalui penelitian lapangan. Perolehan data primer dari penelitian lapangan dapat dilakukan baik dengan metode pengamatan (Observasi), wawancara ataupun penyebaran kuisioner.5
-
2.2. Hasil dan Pembahasan
Sudikno Mertokusumo menyebutkan bahwa setiap orang berhak mengetahui data yuridis tentang subjek hak, nama hak atas tanah, peralihan hak, dan pembebanan hak atas tanah yang ada di kantor Pertanahan Kabupaten dan atau/kota, termasuk mengajukan keberatan sebelum sertifikat diterbitkan, sertifikat pengganti, sertifikat yang hilang atau yang rusak. Berdasarkan ketentuan tersebut menyatakan bahwa dalam pendaftaran tanah dikenal 2 (dua) macam asas, yaitu6:
-
a. Asas Specialiteit merupakan pendaftaran tanah yang secara teknis menyangkut masalah pengukuran, pemetaan, dan pendaftaran peralihannya serta pelaksanaan pendaftaran tanah itu diselenggarakan atas dasar peraturan perundang-undangan tertentu. Dengan demikian pelaksanaan
pendaftaran tanah dapat memberikian kepastian hukum terhadap hak atas tanah, yaitu memberikan data fisik yang jelas mengenai, letak, batas-batas tanah, dan luas tanah.
-
b. Asas Openbaarheid (Asas Publisitas) merupakan suatu asas memberikan data yuridis tentang apa nama hak atas tanah, siapa yang menjadi subjek haknya, serta terjadinya pembebanan dan peralihannya. Data ini bersifat terbuka untuk umum artinya setiap orang dapat melihatnya.
Pendaftarkan tanah merupakan suatu kewajiban, oleh karena itu, bila tanah-tanah yang dikuasai itu belum terdaftar maka pengawasan terhadap pelanggaran batas maksimum luas tanah tidak akan mudah dilakukan. Manfaat pendaftaran ini juga memberikan dampak baik bagi pemerintah maupun perorangan. Bagi perorangan, pendaftaran tanah akan menjamin kepastian hukum terhadap hak atas tanahnya, sedangkan bagi pemerintah tersedianya data yang akurat akan dapat menjadi dasar bagi peraturan dan pengelolaan sumber daya tanah dan sekaligus sebagai dasar bagi pengenaan pajak.7
Para pemegang hak atas tanah diberikan kepastian hukum, hal itu dikuatkan dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 mengenai sejauh mana kekuatan pembuktian sertipikat, yang dinyatakan sebagai alat pembuktian yang kuat oleh UU Agraria. Menurut penjelasan Pasal 32 ayat (1) PP Nomor 24 Tahun 1997 menyatakan bahwa selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya data fisik dan data yuridis yang tercantum didalamnya harus diterima sebagai data yang benar. Tentunya data yuridis ataupun data fisik yang tercantum dalam sertipikat harus sesuai dengan data yang tercantum dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan, karena dari surat ukur dan buku tanah tersebutlah data itu diambil. Selanjutnya menurut penjelasan Pasal 32 ayat (2) PP
Nomor 24 Tahun 1997 menyatakan bahwa apabila sudah diterbitkan sertipikat dalam hal suatu bidang tanah secara sah atas nama orang atau badan hukum dengan etikad baik menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pertanahan dan pemegang sertipikat atau tidak mengajukan gugatan ke pengadilan mengenai penerbitan sertipikat atau penguasaan tanah tersebut dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertipikat.
Berkaitan dengan uraian tersebut diatas maka prosedur yang harus dilakukan untuk menyelesaikan pengukuran tanah bagi permohonan hak pertama kali yang tidak sesuai dengan luas SPPT, berdasarkan hasil wawancara dengan I Dewa Nyoman Muliana, selaku Petugas Gambar di seksi SPP (Survei Pengukuran dan Pemetaan) Kantor Pertanahan Kabupaten Gianyar, pada tanggal 10 Januari 2017 menyebutkan bahwa dasar dari kewenangan yang dijadikan pedoman dalam menjalankan tugas ialah berdasarkan pada PP Nomor 24 Tahun 1997, dengan alur proses penyelesaian pengukuran tanah permohonan hak pertama kali yang tidak sesuai dengan luas SPPT:
-
1) Tahap I : Pemohon Daftar dan Bayar
-
2) Tahap II : Pengukuran
-
3) Tahap III : Penghitungan dan Penggambaran
-
4) Tahap IV : Penetapan Batas Kembali
-
5) Tahap V : Pengumuman
-
6) Tahap VI : Pembukuan Hak
-
7) Tahap VII: Penerbitan Sertipikat
Berdasarkan hasil wawancara dengan Made Widiartana, Selaku kasubsi di bagian SPP Kantor Pertanahan Kabupaten Gianyar, pada tanggal 10 Januari 2017 mengatakan bahwa penyelesaian status sisa hak tanah hak kepemilikan atas tanah kelebihan dari luas yang tercantum pada SPPT di Kantah (Kantor Pertanahan) Gianyar dalam permohonan hak pertama kali yang pada dasarnya mengacu pada PP Nomor 24 Tahun 1997. Namun pada tahap ini yang bersangkutan (pemohon) harus mendaftarkan tanah lebih tersebut kembali sesuai dengan prosedur pendaftaran tanah pertama kali atau memohonkan SPPT baru yang sesuai dengan luas tanah hasil pengukuran terbaru. Ditambahkan kembali berdasarkan hasil wawancara dengan I Made Gunawan, selaku pemohon di Kantor Pertanahan Gianyar pada tanggal 10 januari 2017, mengatakan bahwa untuk memohon tanah lebih/sisa hasil pengukuran pertama kali baik sistematis maupun sporadis, selain melampirkan syarat-syarat pendaftaran tanah pertama kali yang sesuai dengan PP Nomor 24 Tahun 1997, juga diperlukan foto copy sertipikat induk yang terlihat gambar tanah sisa pada sertipikat tersebut dan Peta Bidang Tanah (PBT). Syarat ini bertujuan untuk menguatkan pembuktian bahwa tanah sisa tersebut dikuasai secara fisik oleh yang bersangkutan.
-
A. P. Parlindungan menjelaskan isi dari Pasal 24 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang hak-hak dari seseorang yang tanahnya terdaftar sangat diperhatikan, disebutkan bahwa apabila selama 20 tahun atau lebih secara berturut-turut telah menguasai sesuatu bidang tanah dengan etikad baik maka dapat dilakukan pendaftaran tanah yang dikuasainya tersebut.8 Seperti yang
dipaparkan diatas, pada tahap penghitungan dan penggambaran menghasilkan luas tanah yang lebih, yang tidak sesuai dengan luas yang dimohon dan luas yang tertera pada SPPT berdasarkan hasil pengukuran sesuai dengan penunjukan batas oleh pemohon.
Sebagai bahan tambahan maka berdasarkan hasil wawancara dengan I Gede Ardhana, selaku Notaris di Kabupaten Gianyar, pada tanggal 10 Januari 2017, menyebutkan bahwa status hak kepemilikan dari tanah lebih atau sisa tersebut masih merupakan hak dari pemilik pertama yang mendaftarkan pertama kali dan dikuasai secara fisik. Tanah lebih atau sisa tersebut tidak dapat dimohonkan oleh orang lain lagi karena sudah terbit sertipikat atas nama orang pertama yang tercantum pada Surat Ukur atau SU, dimana di dalamnya tertera gambar bidang secara keseluruhan beserta batas pemotongannya. Tetapi yang digaris tebal hanyalah luas sesuai permohonan dan luas yang tercantum pada SPPT.
Berkaitan dengan pendapat sebelumnya, berdasarkan hasil wawancara dengan Dedi Sukamto, selaku kordinator di bagian SPP Kantor Pertanahan Kabupaten Gianyar, pada tanggal 10 Januari 2017, menyetujui pendapat I Gede Ardhana, bahwa status sisa hak tanah labih dari hasil pengukuran pertama kali masih tetap merupakan hak dari pemilik utama secara fisik, namun secara hukum masih dianggap tidak sah (tanpa dasar hukum yang jelas/kekosongan norma pengikat), sehingga dapat menimbulkan masalah suatu saat nanti. Jadi disarankan untuk segera dimohonkan SPPT baru atau dimohon langsung pada saat pendaftaran pertama kali sesuai dengan PP 24 Tahun 1997 dengan cara merubah SPPT sesuai hasil ukur terbaru terlebih dahulu atau pada saat proses pendaftaran tanah pertama kali sedang berjalan.
Alat-alat bukti mengenai adanya hak untuk keperluan pembuktian status hukum hak tanah sisa dan keperluan pendaftaran hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan pernyataan bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik atau oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik, dianggap cukup mendaftar hak, pemegang hak, dan hak-hak pihak lain yang membebaninya.9
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimak terkait dengan status hukum hak sisa tanah adalah tanah lebih atau tanah sisa tidak dapat dimohonkan sesudah terbitnya sertipikat yang tercantum pada surat ukur, namun status sisa hak tanah lebih merupakan hak dari pemilik pertama secara fisik dan jika dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan tanah lebih ini secara hukum dapat dianggap tanah tidak sah. Istilah tanah bodong ini terjadi karena peraturan perundang-undangan sebagai norma hukum pendaftaran hak atas tanah tidak ada, namun untuk pendaftaran tanah pertama kali dan ada luas tanah lebih atau sisa maka pihak BPN Kabupaten Gianyar memberikan dispensasi sebanyak 10% dari luas tanah yang tercantum di SPPT.
-
1. Pendaftaran tanah untuk pertama kali dilaksanakan melalui proses pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik. Setiap objek pendaftaran tanah wajib didaftarkan kepada pejabat yang berwenang melalui proses yang telah ditetapkan dengan merujuk pada asas-asas
pendaftaran tanah. Pendaftaran Tanah secara umum diatur dalam PP Nomor 24 Tahun 1997, dimana Pendaftaran tanah pertama kali atau konversi beserta prosedurnya pada Pasal 13 sampai Pasal 20. Kegiatan pertama dilakukan dalam hal pendaftaran mengenai tanahnya, yaitu memperoleh data mengenai letaknya, batas-batasnya, luasnya, bangunan-bangunan dan tanaman-tanaman penting yang ada diatasnya. Apabila letak tanah yang akan dikumpulkan data fisiknya sudah pasti, maka dimulai dengan kegiatan penetapan batas-batas serta pemberian tanda-tanda disetiap sudutnya. Selanjutnya dilakukan kegiatan pengukuran dan pembuatan sket atau peta pada gambar ukur atau bisa disebut GU. Pada Kantor Pertanahan Kabupaten Gianyar memiliki 7 (tujuh) tahapan, yakni: Pendaftaran, Pengukuran, Penghitungan atau Penggambaran, Penetapan Batas kembali (jika terdapat tanah lebih atau tanah sisa), Pengumuman, Pembukuan Hak, dan Penerbitan Sertipikat.
-
2. Dalam penyelesaian status sisa hak tanah hak kepemilikan atas tanah kelebihan dari luas yang tercantum di SPPT di Kantor Pertanahan Gianyar pada dasarnya sama dengan permohonan hak pertama kali yang mengacu pada PP Nomor 24 Tahun 1997. Namun pada tahap ini yang bersangkutan (pemohon) harus mendaftarkan tanah lebih tersebut kembali sesuai dengan prosedur pendaftaran tanah pertama kali atau memohonkan SPPT baru yang sesuai dengan luas tanah hasil pengukuran terbaru. Namun status sisa hak tanah lebih merupakan hak dari pemilik pertama secara fisik dan jika dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan tanah lebih ini secara hukum dapat dianggap tanah tidak sah. Untuk pendaftaran tanah pertama kali dan ada luas tanah lebih atau
sisa maka pihak BPN Kabupaten Gianyar memberikan dispensasi sebanyak 10% dari luas tanah yang tercantum di SPPT.
-
1. Disarankan kepada pemerintah untuk merevisi PP Nomor 24 Tahun 1997 agar ketentuan terkait dengan hak atas tanah lebih dapat diatur secara khusus dan lebih jelas sehingga pendaftaran tanah untuk pertama kali melalui syarat-syarat dan tahapan-tahapan yang wajib dipenuhi dalam proses permohonan tersebut berjalan dengan cepat. Untuk itu diperlukan juga sosialisasi yang sifatnya terpadu oleh pihak Badan Pertanahan Nasional secara mandiri guna mendukung berjalannya program pemerintah ini dan menyadarkan masyarakat akan pentingnya pendaftaran tanah tersbut.
-
2. Disarankan kepada pemerintah dalam hal pemberlakuan PP Nomor 24 Tahun 1997 terkait pendaftaran tanah pertama kali lebih mudah dilakukan dengan prosedur yang lebih cepat. Masyarakat yang memiliki tanah lebih atau tanah sisa tersebut secara hukum dan agar memiliki kepastian hukum harus diakomodir oleh Peraturan Pemerintah yang baru sebagai dasar hukum yang sah atau dapat dicarikan SPPT baru, yang nantinya dipergunakan sebagi syarat didaftarkannya kembali untuk mendapatkan sertipikat.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Mertokusumo, Sudikno, 1988, Hukum Dan Politik Agraria, Karunia Universitas Terbuka, Jakarta.
Parlindungan, A. P., 1999, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Penerbit Mandar Maju, Bandung.
Sumardjono, Maria S., 2008, Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial Dan Budaya, Kompas, Jakarta.
Tehupeiory, Aartje, 2012, Pentingnya Pendaftaran Tanah di Indonesia, Niaga Swadaya, Jakarta.
Waluyo, Bambang, 2002, Penelitian Hukum dalam Praktek, Cetakan ke III, Sinar Grafika, Jakarta.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 2043).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3696).
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Kententuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.
Discussion and feedback