HUKUMAN MATI TERKAIT KEJAHATAN NARKOTIKA DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL
on
HUKUMAN MATI TERKAIT KEJAHATAN NARKOTIKA DALAM
PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL
I Komang Gede Arimbawa
I Made Pasek Diantha
A.A. Sri Utari
Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana
Abstract
Indonesia has been frequently questioning by international community with regard to the enforcement of death penalty both against its nationals and foreigners on the case of narcotics. This writing is aimed to analysis the regulation of death penalty in relation of narcotics crime from the perspectives of international law and the national law of Indonesia. This article is normative legal research that uses statutory approach to analysis the relevant international and national legal instruments and comparative approach to compare the existing international law and national law. This writting concludes that the death penalty related to narcotics crime is not regulated in international conventions on narcotics but it is stipulated in the International Covenant on Civil and Political Rights, particularly in its Second Optional Protocol Aiming at the Abolition of the Death Penalty. In the context of the national law of Indonesia, the issue of death penalty is generally regulated in the Indonesian Criminal Code, and more specifically it is covered in the Act of the Republic of Indonesia Number 35 Year 2009 on Narcotics
Keywords: Death Penalty, Narcotic Crime, International Law, the National law of
Indonesia
Abstrak
Indonesia kerap kali mendapatkan sorotan dari masyarakat internasional sehubungan dengan penjatuhan hukuman mati baik terhadap warga negara Indonesia maupun warga negara asing. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis pengaturan hukuman mati terkait kejahatan narkotika dalam perspektif hukum internasional dan hukum nasional. Artikel ini merupakan penelitian hukum normatif yang menggunakan peraturan perundang-undangan yang dalam hal ini menganalisis instrumen hukum internasional dan hukum nasional yang terkait serta pendekatan perbandingan yang digunakan untuk membandingkan hukum internasional dan hukum nasional. Tulisan ini menyimpulkan bahwa pengaturan hukuman mati terkait kejahatan narkotika tidaklah diatur dalam konvensi-konvensi internasional tentang narkotika melainkan diatur dalam Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, khususnya pada Protokol Opsional Kedua tentang Penghapusan Hukuman Mati. Dalam konteks hukum nasional Indonesia secara umum mengatur hukuman mati dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan secara lebih khusus diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Kata Kunci :Hukuman Mati, Kejahatan Narkotika, Hukum Internasional, Hukum
Nasional Indonesia
Dibalik pro dan kontra hukuman mati, berdasarkan Rappler Indonesia yang dituliskan oleh Febriana Firdaus yang merangkumkan fakta-fakta mengenai hukuman mati dan detik-detik eksekusinya, kemudian terdapat penjelasan dari rangkuman fakta-fakta tersebut yang dijelaskan oleh Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung Tony Spontana yaitu pada bulan Oktober 2014, terdapat total 138 orang yang terancam hukuman mati di Indonesia yang terdiri dari 72 orang terlibat dalam kasus pidana umum dan 64 lainnya karena kasus narkotika. Sampai dengan tahun 2015, narapidana yang terancam hukuman mati bertambah menjadi 3 orang, yakni 1 orang narapidana kasus pembunuhan dan 2 orang yang terlibat kasus narkoba.1
Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik bukan membenarkan praktik hukuman mati, namun lebih menegaskan bahwa Kovenan ini berusaha semakin memperketat dan memperkecil lingkup praktik hukuman mati. Hal ini didasari pada argumen bahwa pada waktu penyusunan Kovenan ini, mayoritas negara di dunia masih mempraktikkan hukuman mati, namun semakin hari negara yang memberlakukan abolisionis (penghapusan) hukuman mati semakin bertambah dan bahkan hingga hari ini justru mayoritas negara di dunia adalah kelompok abolisionis.2
Hukum nasional Indonesia mengatur isu hukuman mati berdasarkan Kitab Undang-Undang Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional juga telah meratifikasi International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR), kendatipun tidak meratifikasi Second Optional Protocol to the International Covenant on Civil and Political Rights Aiming at the Abolition of the Death Penalty, yang menghapuskan hukuman mati. Dengan demikian, Indonesia tidak terikat kewajiban internasional untuk tidak menerapkan hukuman mati.
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menganalisis pengaturan hukuman mati terkait kejahatan narkotika dalam perspektif hukum internasional dan hukum nasional. II. ISI MAKALAH
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang penelitian yang menganalisis data sekunder saja, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier Penelitian ini menggunakan peraturan perundang-undangan yang dalam hal ini menganalisis instrumen hukum internasional dan hukum nasional yang terkait serta pendekatan perbandingan yang digunakan untuk membandingkan hukum internasional dan hukum nasional.
-
2.2 Hasil dan Pembahasan
-
2.2.1 Pengaturan Hukuman Mati Terkait Kejahatan Narkotika dalam Perspektif Hukum Internasional
-
Dalam pembukaan Single Convention on Narcotic Drugs pada tahun 1961, semua komisi tentang obat narkotika di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa/PBB (United Nations/UN) menyatakan bahwa obat golongan narkotika amat berguna dalam dunia kesehatan. Namun, penggunaan narkotika semakin hari malah menjadi semakin membahayakan tanpa standar medik tertentu. Lebih jauh, perdagangan gelap narkotika kemudian marak terjadi yang menyasar ke berbagai belahan dunia.
United Nations Conventions against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances kemudian diadopsi pada tahun 1988 yang bertujuan untuk memberantas pencucian uang dari kejahatan peredaran gelap narkotika dan psikotropika.3 Pada dasarnya konvensi ini tidak mengatur secara khusus mengenai sanksi hukuman mati, namum sesuai dengan penjelasan Pasal 3 ayat (1) Konvensi ini lebih menegaskan dan menyempurnakan sarana hukum yang lebih efektif dalam rangka kerjasama internasional di bidang kriminal dalam upaya mencegah dan memberantas organisasi kejahatan transnasional yang melakukan peredaran gelap narkotika dan psikotropika. Mempertimbangan dampaknya yang berbahaya, sejumlah negara
menerapkan hukuman mati bagi mereka yang terlibat dalam perdagangan ilegal narkotika, yang tentu saja menuai sejumlah kontroversi.
Sejumlah pihak menilai bahwa hukuman mati melanggar hak asasi manusia (HAM) dengan merujuk Pasal 3 Universal Declaration of Human Rights (UDHR) yang mengakui hak untuk hidup (the right to life). Hukuman mati merupakan salah satu isu yang paling kontroversial dalam International Covenant and Civil and Political Rights (ICCPR). Meski diakui hak hidup sebagai non-derogable rights (hak yang tidak dapat dikurangi Pasal 6 ayat (2), (4) dan (5) secara tekstual dinyatakan bahwa hukuman mati tidak dilarang. Sementara itu dalam Pasal 6 ayat (6) menyatakan adanya semangat kovenan ini untuk secara bertahap dan progresif untuk menghapuskan praktik hukuman mati. Bahkan ketentuan ini menjelaskan bahwa tidak ada dalam pasal ini akan diminta untuk menunda atau mencegah penghapusan hukuman mati oleh negara pihak pada perjanjian ini. 4 Second Optional Protocol to the International Covenant on Civil and Political Rights; Aiming at the Abolition of the Death Penalty yang diadopsi oleh Resolusi Majelis Umum PBB pada 15 Desember 1989, secara tegas melarang praktik hukuman mati.
Indonesia sebagai suatu negara yang mempunyai falsafah Pancasila sampai saat ini permasalahan hukuman mati merupakan suatu pembicaraan yang dapat menimbulkan peristiwa hukum dan permasalahanya. Pada dasarnya yang menjamin hak untuk hidup di Indonesia juga terdapat dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Penjelasan atas pasal tersebut menentukan bahwa "setiap orang berhak atas kehidupan, mempertahankan kehidupan, dan meningkatkan taraf kehidupannya". Hak atas kehidupan ini bahkan juga melekat pada bayi yang belum lahir atau orang yang terpidana mati.
Isu HAM sesungguhnya berkaitan erat dengan nilai-nilai kemanusiaan (Humanistis), maka sistem pemidanaan yang berorientasi pada perlindungan HAM dapat diartikan sebagai sistem pemidanaan humanistis atau sistem pemidanaan yang berorientasi pada ide individualisasi pidana.5 Adapun pengaturan pidana mati terkait
kejahatan narkotika tidak secara khusus diatur dalam di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), melainkan diatur secara umum dalam Pasal 10 KUHP. Sejalan dengan ketentuan pasal tersebut, maka jenis-jenis pidana dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika) yang dirumuskan adalah 4 (empat) jenis pidana pokok yaitu Pidana mati, Pidana Penjara, Denda, serta Kurungan. Berlakunya aturan pemidanaan berdasarkan KUHP akan tetap diterapkan (pidana mati, pidana penjara, denda serta kurungan), namun untuk sanksi pidana mati terkait kejahatan narkotika ditentukan tersendiri dalam UU Narkotika, maka diberlakukan aturan pemidanaan dalam Undang-Undang Narkotika. 6 Beberapa pasal dalam dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang mencantumkan sanksi pidana mati terdapat di dalam Pasal 116 ayat (2), Pasal 118 ayat (2) dan Pasal 119 ayat (2).
-
1. Pengaturan hukuman mati terkait kejahatan narkotika ternyata tidak diatur di dalam konvensi-konvensi internasional tentang narkotika. Adapun isu hukuman mati diatur dalam International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR), khususnya dalam Second Optional Protocol to the International Covenant on Civil and Political Rights Aiming at the Abolition of the Death Penalty.
-
2. Dalam hukum nasional Indonesia, pengaturan hukuman mati terkait kejahatan narkotika secara umum dicantumkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan secara lebih khusus diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
DAFTAR PUSTAKA
1. BUKU
AR. Sudjono dan Bony Daniel, AR. Sudjono dan Bony Daniel, 2011, Komentar dan Perubahan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, Cet. I, Sinar Grafika, Jakarta.
Arief , Barda Nawawi, 2008, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan,Edisi-1 cet-2, Prenada Media Group, Jakarta.
Poernomo , Bambang,1982, Ancaman Pidana Mati Dalam Hukum Pidana Di Indonesia, liberty, Yogyakarta.
Smith, Rhona K. M.,2010, Textbook on International Human Rights, Oxford University Pres, New York
Kitab Undang-Undang Hukum PIdana (KUHP) terjemahan R. Soesilo;
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
International Covenant and Civil and Political Rights (ICCPR)
Second Optional Protocol to the International Covenant on Civil and Political Rights Aiming at the Abolition of the Death Penalty
Single Convention on Narcotic Drugs 1961
United Nations Conventions against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances 1988
Universal Declaration of Human Rights (UDHR)
Febriana Firdaus , 2015, “FAST FACTS: Tentang hukuman mati di Indonesia”, Serial Online Januari, URL : http://www.rappler.com/world/regions/asia-pacific/indonesia/81006-fast-facts-tentang-hukuman-mati-di-indonesia, diakses tanggal 14 Oktober 2015.
6
Discussion and feedback