PENERAPAN HUKUMAN MATI SECARA MASSAL DI MESIR DITINJAU DARI HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL
on
PENERAPAN HUKUMAN MATI SECARA MASSAL DI MESIR DITINJAU DARI HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL
Oleh :
Ni Made Krisnawati
Suatra Putrawan
Bagian Hukum Internasional dan Bisnis Internasional
Abstract :
The title of this writing is “Application of The Mass Death penalty in Egypt in Perspective of International Human Rights”. It applies normative legal research method combined with statutory, casuistic, and historical approach. It uses normative method by analyzing the problem with statue and related literature. It will describe the rules regarding the death penalty in the perspective of international human rights, chronological order and relation between rules with the case. Conclusion draw through this writing shall mass penalty were carried out by the Egyptian court contrary to the right to life of a person who is confirmed on article 3 of the Universal Declarations of Human Rights (UDHR),but on article 6 of the Convention on Civil and Political Rights (ICCPR) right to life is not one's own absolute, the state can revoke your rights related to the extraordinary crime. However, the death penalty with a lot of people as well as procedural due process is not carried out by an Egyptian court would violate the right of every person to get a full equality to a fair trial which was confirmed on article 10 of the UDHR.
Key Words : The death penalty, mass, international human rights
Abstrak :
Tulisan ini berjudul, “Penerapan Hukuman Mati secara Massal dalam Perspektif Hukum Hak Asasi Manusia Internasional”, tulisan ini menggunakan metode yuridis normatif yaitu penelitian melalui metode pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus, dan pendekatan historis. Tulisan ini akan menggambarkan pengaturan mengenai hukuman mati dalam perspektif hukum hak asasi manusia internasional, kronologis kasus serta keterkaitan antara aturan dengan kasus. Kesimpulan yang dapat ditarik dari tulisan ini adalah pemvonisan hukumaan mati yang dilakukan oleh pengadilan Mesir bertentangan dengan hak hidup seseorang yang ditegaskan pada Pasal 3 Universal Declarations of Human Rights (UDHR) tetapi pada Pasal 6 Convention on Civil and Political Rights (ICCPR) hak hidup tidak secara mutlak dimiliki seseorang , negara dapat mencabut hak yang dimilikinya terkait dengan kejahatan luar biasa. Akan tetapi pemvonisan hukuman mati dengan jumlah yang luar biasa serta proses peradilan yang tidak prosedural yang dilakukan oleh pengadilan Mesir tentunya melanggar hak setiap orang untuk mendapatkan persamaan yang penuh atas pengadilan yang adil yang ditegaskan pada Pasal 10 UDHR.
Kata Kunci : Hukuman mati, massal, hak asasi manusia internasional
Hak asasi manusia adalah hak-hak yang melekat pada manusia dan berfungsi sebagai jaminan moral dalam menunjang klaim atas penikmatan sebuah kehidupan yang layak pada taraf yang paling minimum1. Walaupun demikian, sekarang ini tidak jarang ditemui peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM diseluruh belahan dunia ini, baik itu di negara-negara maju maupun di negara-negara berkembang, dimana pelanggaran tersebut dapat saja dilakukan baik oleh negara melalui aparat-aparatnya, individu ataupun kolaborasi antara keduanya.
Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 telah memproklamirkan The Universal Declarations of Human Rights sebagai standar umum pencapaian bagi semua orang dan semua bangsa untuk menjamin pengakuan dan kepatuhan hak asasi manusia secara universal.2 Akan tetapi, dalam realiatasnya masih saja terjadi pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia, salah satunya adalah penderitaan hak-hak asasi manusia yang dialami oleh warga sipil Mesir dimana sebanyak 683 warga Mesir yang dianggap sebagai simpatisan dan anggota Ikhwanul Muslimin dijatuhi hukuman mati dengan dakwaan keterlibatan mereka dalam serangan terhadap sebuah kantor polisi di pusat, melakukan makar dan memicu bentrokan bersenjata pada pertengahan Agustus yang menyebabkan seorang polisi tewas. Hukuman mati atas 600 lebih warga Mesir dianggap sebagai hal yang memalukan hal ini dikarenakan pemvonisan dilakukan dengan peradilan yang tidak sungguh-sungguh serta ketidakjelasan pada tuduhan yang tepat terhadap setiap individu, pelaksanaan pemeriksaan pengadilan tanpa adanya 3 terdakwa dan pengacara mereka serta hukuman yang secara massal.3
Hukuman mati secara massal yang dijatuhkan oleh pengadilan di Mesir sangat bertentangan dengan prinsip The Universal Declarations of Human Rights, hal ini
dikarenakan penjatuhan hukuman mati secara massal tersebut tidak dilakukan dengan proses peradilan yang adil dan sesuai aturan hukum yang berlaku.
Berdasarkan uraian di atas maka terdapat beberapa permasalahan yang selanjutnya dapat dibahas yaitu bagaimanakah pengaturan hukuman mati dalam perspektif hukum hak asasi manusia internasional. Adapun tujuan dari karya tulis ini yaitu untuk memahami pengaturan hukuman mati dalam perspektif dari hukum hak asasi manusia internasional.
Jenis metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif. Penelitian hukum normatif merupakan metode yang berfokus pada peraturan yang tertulis (law in book) dengan menemukan aturan hukum, prinsip hukum maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi4, yang beranjak dari adanya konflik norma dalam penerapan hukuman mati massal di mesir yang bertentangan dengan aturan hukum hak asasi manusia internasional.
-
2.2 Hasil Pembahasan
Pengaturan Hukuman Mati secara Massal dalam Perspektif Hukum Hak Asasi Manusia Internasional
Pemberian hukuman mati masih menjadi polemik pro kontra di masyrakat dunia internasioal, hal ini dikarenakan pemberian sanksi hukuman mati tersebut dianggap merampas hak untuk hidup seseorang. Hukuman mati di dalam konteks hak asasi Manusia, tidak terlepas dari ketentuan-ketentuan hukum hak asasi manusia internasional seperti Universal Declaration of Human Rights (UDHR) pada article 3 yang menyatakan bahwa everyone has the right to life, liberty and security of person, pernyataan didalam pasal ini mengakibatkan hukuman mati tidak mendapat tempat didalam hukum internasional khususnya yang berkaitan dengan norma hak asasi manusia, dimana penerapan hukuman mati dianggap melanggar hak hidup seseorang. Akan tetapi terdapat pengecualian terhadap pelaksanaan hak tersebut yaitu dengan adanya pemahaman mendalam terhadap adanya derogable rights, yaitu dalam hal yang
pertama a public emergency which treatens the life of nation hal ini dapat dijadikan dasar untuk membatasi pelaksanaan hak-hak kebebasan dasar, dengan syarat bahwa kondisi keadaan darurat (public emergency) tersebut harus diumumkan secara resmi (be officially proclaimed), bersifat terbatas serta tidak boleh diskriminatif.5
Pada International Convention on Civil and Political Rights (ICCPR) pada Pasal 6 substansi 2-5 menegaskan hak untuk hidup tersebut tidak secara mutlak dimiliki seseorang, hak tersebut dapat saja dirampas oleh negara terkait dengan kejahatan luar biasa dan tidak bertentangan dengan ketentuan dalam kovenan tersebut. Sehingga dalam ICCPR secara implisit substansi 2-5 dari Pasal 6 tidak melarang adanya pidana mati. Pemberian hukuman mati seharusnya berorientasi dari tujuan hukum pidana yaitu6 a. Memperkuat jaringan ahlak atau moral, dan membangun tanggung jawab sosial;
-
b. Melindungi tatanan masyarakat dan tatanan konstitusi dari gangguan atau perbuatan jahat;
-
c. Mendidik kesadaran hukum masyarakat;
-
d. Untuk membangun sikap yang patut terhadap aturan hidup bersama atau bermasyarakat.
Pemberian hukuman mati seperti kasus yang terjadi di Mesir pada tanggal 28 April 2014 dimana pemvonisan hukuman mati yang dilakukan secara massal oleh pengadilan Mesir tidak mencerminkan pemberian pidana mati yang berorientasikan dari tujuan hukum tersebut di atas. Tindakan pengadilan yang dilakukan secara tidak prosedural dimana peradilan yang diproses secara tergesa-gesa dan pemvonisan hukuman mati dengan jumlah yang luar biasa dari orang-orang yang dijatuhi hukuman mati atas ketidakjelasan pada tuduhan yang tepat terhadap setiap individu hal ini merupakan suatu pelanggaran hak asasi manusia terhadap hak untuk hidup yang ditegaskan dalam Pasal 3 UDHR dan Pasal 10 yang menegaskan pada hak setiap orang untuk mendapatkan persamaan yang penuh atas pengadilan yang adil. Serta penjatuhan vonis hukuman mati tidak bisa diterapkan secara kelompok, tetapi individu per individu sehingga dengan demikian penjatuhan hukuman mati yang diberikan oleh pengadilan di Mesir yang tidak mempertimbangkan hak-hak asasi manusia, sehingga hal tersebut tentunya tidak sesuai dengan konteks hak asasi manusia.
III. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat ditarik dari tulisan ini adalah pemvonisan hukumaan mati secara massal yang dilakukan oleh pengadilan mesir bertentangan dengan hak hidup seseorang yang ditegaskan pada Pasal 3 Universal Declarations of Human Rights (UDHR) tetapi pada Pasal 6 Convention on Civil and Political Rights (ICCPR) hak hidup tidak secara mutlak dimiliki seseorang , negara dapat mencabut hak yang dimilikinya terkait dengan kejahatan luar biasa. Akan tetapi pemvonisan hukuman mati dengan jumlah yang luar biasa serta proses peradilan yang tidak prosedural yang dilakukan oleh pengadilan Mesir tentunya melanggar hak setiap orang untuk mendapatkan persamaan yang penuh atas pengadilan yang adil yang ditegaskan pada Pasal 10 UDHR.
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2008, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Edisi ke-1 Cet IV, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Arief, Barda Nawawi, 2009, Tujuan dan Pedoman Pemidanaan Perspektif Pembaharuan Hukum Pidana dan Kajian Perbandingan Beberapa Negara, Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang.
Kleden, Marianus, 2008, Hak Asasi Manusia dalam Masyarakat Komunal, Lamamera, Yogyakarta.
Muladi, 2005, Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia dan Proses Dinamika Penyusunan Hukum Hak Asasi Manusia, Ghalia Indonesia, Bogor.
Universal Declaration of Human Right
International Convention On Civil And Political Rights
Adiladjali, “Sistem hukum Mesir perlu reformasi ujar ahli PBB dan Afrika setelah hukuman mati massa” , http://unic-jakarta.org/2014/05/16/sistem-hukum-mesir-perlu-reformasi-ujar-ahli-pbb-dan-afrika-setelah-hukuman-mati-massa/, diakses tanggal 10 agustus 2014
Tandirerung, Patra Kulu, 2012, “Tinjauan Hukum Internasional Terhadap Pelanggaran HAM Berat dalam Konflik di Suriah”, Skripsi Fakultas Hukum Hasanuddin, Makasar.
5
Discussion and feedback