AKIBAT HUKUM ATAS DIBATALKANNYA PERATURAN DAERAH MELALUI KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI
on
AKIBAT HUKUM ATAS DIBATALKANNYA PERATURAN DAERAH MELALUI KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI
Oleh :
A.A.NGR.Wiradarma
Dr.Putu Gede Arya Sumerthayasa,SH,MH
I Nengah Suharta, SH,MH
Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana
Abstrak
Ketentuan Pasal 145 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Peraturan Daerah menyebutkan pembatalan suatu peraturan daerah melalui Peraturan Presiden,namun ketentuan Pasal 47 ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah kewenangan membatalkan peraturan daerah tentang Anggaran Pendapatan Belanja Daerah dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri. Permasalahannya apakah dengan dibatalkannya peraturan daerah melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri memiliki kekuatan hukum yang sah? dan bagaimanakah akibat hukum yang ditimbulkan ?
Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu metode penelitian hukum normatif. Mencakup penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum, penelitian sejarah hukum dan penelitian perbandingan hukum.
Secara yuridis kekuatan hukum pembatalan Perda yang ditetapkan dengan Kepmendagri belum final sebagai keputusan pembatalan Peraturan Daerah oleh pemerintah, karena dalam UU. No. 32 Tahun 2004 harus dalam bentuk Perpres. Hingga saat skripsi ini diselesaikan undang-undang tersebut masih dalam masa transisi sejak diundangkan pada 2 Oktober 2014, sehingga dalam skripsi ini masih lebih mengacu pada ketentuan yang diatur sebelumnya dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
Kata kunci: pembatalan, peraturan daerah, anggaran pendapatan belanja daerah
Abstract
Article 145 of Law Number 32 of 2004 on the Local Regulation, the cancellation of a Local Regulation is through Presidential Decree, but in the provisions of Article 47 paragraph (6) of the Government Regulation Number 58 of 2005 on the Regional Financial Management, the authority to cancel the Local Regulations on the Regional Revenue and Expenditure Budget by the Minister of Home Affairs. The problems, namely: Does the cancellation of local regulations through the Minister of Home Affairs has a valid legal force? and what legal consequences arising by the cancellation of the local regulations?
Research method used in this study was a normative legal research method. Includes studies on the systematics of law, legal research on the synchronization level, research on history of the law, and the law of comparative research.
The force of law of the cancellation of the Local Regulation stipulated by the Decree of the Minister of Home Affairs is not final, as the decision on cancellation of Regional Regulation by the government, because the decision on cancellation of Regional Regulation should be in the form of Presidential Decree as mandated in Law Number 32 of 2004. Until now, this thesis completed these laws are still in transition since enacted on October 2, 2014, so in this paper still refers to the provisions outlined in Act No. 32 of 2004 on Local Government.
Keywords: Cancellation, The Local Regulation, The Regional Revenue And Expenditure Budget
Daerah otonom sebagi satuan pemerintahan yang mandiri yang memiliki wewenag atributif, terlebih lagi sebagai subjek hukum (publick rechtpersoon publick legal entity)berwenang membuat peraturan-peraturan untuk menyelenggarakan rumah tangganya. Wewenang ini mengatur ini ada pemerintah daerah (pejabat administrasi daerah) dan DPRD sebagai pemegang fungsi legislasi di daerah.1 Dalam pelaksanaan otonomi daerah ini selain diselenggarakan sesuai dengan amanat UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah mengalami beberapa perubahan, dan mana perubahan terakhir telah ditetapkan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, hal ini tentu saja memerlukan berbagai produk peraturan perundangan lainnya yang bersifat kedaerahan yang disebut Peraturan Daerah, yang juga merupakan produk hukum dari pemerintah daerah itu sendiri yang diharapkan akan mampu menunjang perwujudan otonomi daerah yang sesuai dengan harapan. Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ini sangat diperlukan sebagai suatu pedoman khusus dalam membentuk suatu Peraturan Perundang-undangan, sehingga akan terjadi keseragaman bentuk aturan Perundang-undangan antar daerah yang satu dengan yang lainnya. Suatu Perda dalam penerapannya juga dapat mengalami pembatalan. Sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 145 ayat (3) UU No. 32 Tahun 2004 bahwa pembatalan suatu Perda ditetapkan dengan Peraturan Presiden, namun terjadi konflik norma dengan ketentuan pasal yang tercantum dalam Pasal 47 ayat (6) PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Ketentuan pasal ini memberikan kewenangan kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) untuk membatalkan Perda tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Pertanyaan yuridis yang mengemuka dari persoalan ini adalah berkenaan dengan validitas kewenangan Mendagri tersebut dan pengaruhnya terhadap kedudukan Perda sebagai suatu produk hukum apabila ditinjau dari politik hukum dan ilmu hukum pada umumnya. Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini yaitu Apakah dengan dibatalkannya peraturan daerah melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri memiliki kekuatan hukum yang sah berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah? dan bagaimanakah akibat hukum yang ditimbulkan ?
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan pemerintahan daerah sehingga perlu diganti, sehingga ditetapkanlah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Saat skripsi ini diselesaikan undang-undang tersebut masih dalam masa transisi sejak diundangkan pada 2 Oktober 2014, sehingga dalam skripsi ini masih lebih mengacu pada
ketentuan yang diatur sebelumnya dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah.'
Untuk mendeskripsikan dan menganalisa secara mendalam tentang kekuatan hukum pembatalan peraturan daerah melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan juga untuk mendeskripsikan dan menganalisa secara mendalam mengenai akibat hukum yang ditimbulkan dengan dibatalkannya peraturan daerah tentang Anggaran Pendapatan Belanja Daerah melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri.
Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini dikualifikasikan sebagai penelitian hukum normatif. Adapun penelitian hukum normatif mencakup penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum, penelitian sejarah hukum dan penelitian perbandingan hukum. 2 Adapun penelitian normative dalam penulisan ini dikarenakan terjadinya konflik norma antara ketentuan dalam Pasal 145 UU No. 32 Tahun 2004 dengan Pasal 47 ayat (6) PP No. 58 Tahun 2005.
-
2.2. Isi dan Pembahasan
2.2.1 . Kekuatan Hukum Pembatalan Peraturan Daerah Melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
Konsep kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi adalah norma kabur dimana dimungkinkan terjadi perbedaan penafsiran oleh pihak yang berwenang. Perbedaan pelaksanaan wewenang pengawasan preventif dan represif dapat menyebabkan Raperda yang telah dievaluasi dan sudah diperbaiki sesuai dengan hasil evaluasi dapat dinyatakan bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi atau kepentingan umum melalui klarifikasi.3 Keabsahan suatu pembatalan peraturan daerah tentang APBD di tingkat provinsi melalui keputusan menteri dalam negeri, dapat dilihat dari ketentuan yang mengatur mekanisme pembatalan peraturan daerah itu sendiri, yaitu pada Pasal 145 ayat (3) UU No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang menegaskan bahwa keputusan pembatalan peraturan daerah ditetapkan dengan Peraturan Presiden (Perpres). Namun dalam kenyataan keputusan pembatalan peraturan daerah tersebut dilakukan melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri, sebagaimana yang di atur dalam PP No 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pada Pasal 47 ayat (6), yang intinya menegaskan pembatalan peraturan daerah melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri. Maka hal ini dapat lebih dikaji lagi dengan melihat kewenangan berdasarkan sistem pemerintahan yang kita anut di Indonesia, yaitu sistem presidensil. Pembatalan Peraturan Daerah melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri dapat dikatakan sebagai kekeliruan hukum. Secara yuridis Keputusan Menteri Dalam Negeri yang membatalkan Peraturan Daerah tersebut belum final sebagai keputusan pembatalan Peraturan Daerah oleh pemerintah, karena keputusan pembatalan Peraturan Daerah harus dalam bentuk Peraturan Presiden.4
Keputusan pembatalan Peraturan Daerah yang dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2011 tidak satupun Keputusan Pembatalan Peraturan Daerah mengunakan redaksional Atas Nama Presiden. Itu berarti Presiden tidak memberikan mandat kepada Menteri Dalam Negeri untuk melakukan pembatalan terhadap 2.271 Peraturan Daerah tersebut. Dengan demikian tindakan pembatalan yang dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri terhadap 2.271 Peraturan Daerah merupakan “tindakan melanggar wewenang” (onbevoegdheid), yang oleh Waline disebutkan sebagai onbevoegdheid ratione materiae (organ administrasi negara melakukan tindakan dalam bidang yang tidak termasuk wewenangnya). Dengan demikian pembatalan yang dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri tersebut adalah batal demi hukum. Untuk itu konsekwensi hukum dari keputusan pembatalan Peraturan Daerah yang dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri dianggap tidak pernah ada tanpa perlu adanya suatu keputusan yang membatalkan tindakan pembatalan yang dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri tersebut.5
Pada saat masih diberlakukan UU No.32 Tahun 2004 maka secara yuridis kekuatan hukum pembatalan Perda yang ditetapkan dengan Kepmendagri belum final sebagai keputusan pembatalan Peraturan Daerah oleh pemerintah, karena keputusan pembatalan Peraturan Daerah harus dalam bentuk Peraturan Presiden sebagaimana diamanatkan dalam UU. No. 32 Tahun 2004. Akibat hukum yang ditimbulkan dengan dibatalkannya peraturan daerah tentang Anggaran Pendapatan Belanja Daerah melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri tersebut adalah batal demi hukum. Untuk itu konsekwensi hukum dari keputusan pembatalan Peraturan Daerah yang dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri dianggap tidak pernah ada tanpa perlu adanya suatu keputusan yang membatalkan tindakan pembatalan yang dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri tersebut. Namun dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat, pembatalan perda yang banyak ditetapkan melalui keputusan Menteri Dalam Negeri, pemerintah kemudian menetapkan UU.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,Presiden melimpahkan kewenangan pembatalan Perda Provinsi kepada Menteri sebagai pembantu Presiden yang bertanggung jawab atas Otonomi Daerah. Sejak ditetapkannya UU No.23 Tahun 2014 maka pembatalan Perda dilakukan oleh Menteri, sehingga akibat hukumnya pembatalan tersebut adalah sah dan memiliki kekuatan hukum yang sah.
DAFTAR PUSTAKA
Bagir Manan, 2000, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Pusat Studi Hukum FHUI, Jakarta
Himawan Estu Bagijo, 2007, Pembentukan Peaturan Daerah, Universitas Airlangga, Surabaya
Soerjono Soekanto, 2000, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta
Sukardi, Wewenang Pembatalan Peraturan Daerah, jurnal, Law Review, Volume XII No. 3 – Maret 2013
Yohanes Pattinasarany, Kewenangan Pembatalan Peraturan Daerah, Jurnal Sasi, Vol. 17 No. 4 Bulan Oktober-Desember 2011
Peraturan Perundang-Undangan :
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82).
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
5
Discussion and feedback