KAJIAN YURIDIS TERHADAP PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SWASTA

Oleh

I Gede Yudha Partha Mahendra

I G A A Ari Krisnawati

Program Kekhususan: Hukum Pemerintahan, Fakultas Hukum, Universitas Udayana

Abstrak:

PP No. 6 Tahun 1974 tentang Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri Dalam Usaha Swasta merupakan dasar dari pembatasan seorang pegawai negeri memiliki atau menjalankan usaha diluar pekerjaan pokok mereka sebagai pegawai negeri. Terdapat permasalahan yaitu dapatkah pegawai negeri dapat memiliki dan menjalankan usaha swasta. Metode penulisan yang digunakan adalah metode penelitian normatif. Terdapat pasal dalam PP No. 6 Tahun 1974 dan PP No 53 Tahun 2010 yang membatasi usaha swasta pegawai negeri. Peraturan ini dikeluarkan untuk mencegah peluang terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme. untuk sanksi tidak diatur jelas pada PP No. 6 Tahun 1974 tapi dapat dilihat dalam PP No. 53 Tahun 2010. Tetapi pembatasan tersebut sering tidak berfungsi di masyarakat. Hal ini disebabkan lemahnya penegakan hukum di Indonesia dan sulitnya untuk melakukan kontrol terhadap kegiatan usaha dari pegawai negeri sipil itu sendiri jika usaha tersebut itu dilakukan di luar jam kerja atau jika dilakukan oleh isteri dari pegawai negeri.

Kata kunci: pegawai negeri, pelanggaran, pembatasan usaha swasta.

Abstract:

PP No. 6 of 1974 on the restriction of the activities of civil servants In Private Business is the basis of the limitation of a civil servant has or is doing business outside their principal job in the civil service. There are problems which can civil servants can have up and running private businesses. Writing method used is the normative research methods. There are articles in the Government Regulation No. 6 Year of 1974 and Government Regulation No. 53 Year of 2010 that limits private businesses civil servants. This regulation was issued to prevent the chance of occurrence of corruption, collusion and nepotism. For the sanctions is not arranged clearly on Government Regulation No. 6 Year of 1974 but can be seen in Government Regulation No. 53 Year of 2010. But the restrain is often not working in society. This is due to the weakness of law enforcement in Indonesia and difficult it is to control the business activities of civil servants themselves if such business was done out of work hours or, if done by the wives of civil servants.

Keywords: civil servant, breach, limitation of private businesses.

  • I.      Pendahuluan

    1.1    Latar Belakang

Pegawai negeri merupakan ujung tombak pemerintah dalam menyelenggarakaan pemerintahan dan pembangunan untuk mencapai tujuan nasional seperti yang diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945. Pegawai negeri juga memiliki peran sebagai pelayanan publik (public service). Pelayanan publik disini diartikan sebagai suatu produk yang dihasilkan oleh pemerintah kepada masyarakat. Dalam hubungan pemerintah dengan masyarakat, semakin maju suatu masyarakat makin meningkat pula kesadaran akan haknya, maka pelayanan publik menjadi suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh pemerintah.1 Dengan demikian, pemerintah sebagai unsur pelayanan publik dituntut lebih kreatif, inovatif, dan cerdas mengekspresikan mana yang harus dilakukan dengan skala prioritas, serta mampu membedakan antara yang urgent dan yang tidak, perlu dilakukan dengan mempertimbangkan keterbatasan sumber daya, menghemat dan menambah sumber asset publik melalui investasi publik dengan tidak 2 membebani masyarakat.

Dalam rangka meningkatkan pelayanan publik, pegawai negeri diberikan gaji dan tunjangan untuk yang bertujuan meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Pemberian gaji ini diharapkan mampu memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraannya.3 Namun terkadang gaji pegawai negeri tergolong rendah dibandingkan skema gaji di sektor swasta apalagi jika dibandingkan dengan kalkulasi biaya hidup bulanan.4 Oleh karena itu, untuk menutupi kekurangan tersebut ada pegawai negeri yang menjalankan kegiatan usaha swasta diluar tugas pokok mereka sebagai pegawai negeri. PP No. 6 Tahun 1974 memang mengatur pembatasan pegawai negeri

dalam melakukan kegiatan usaha swasta akan tetapi jika melihat PP No 53 Tahun 2010 tentang displin PNS akan menimbulkan kerancuan apakah seorang pegawai negeri dapat memiliki usaha swasta atau tidak.

  • 1.2    Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaturan hukum mengenai batasan pegawai negeri dalam melakukan kegiatan usaha swasta dan juga sanksi yang diberikan serta untuk mencegah terjadinya pelanggaran tersebut.

  • II.      Isi Makalah

    2.1    Metode

Metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah penelitian hukum normatif, dan menggunakan pendekatan undang-undang (statue approach) serta menggunakan studi dokumen atau bahan pustaka dengan meneliti bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

  • 2.2    Hasil dan Pembahasan

    2.2.1    Pengaturan Pegawai Negeri Sipil Yang Melakukan Kegiatan Usaha Swasta

Jika kita melihat Peraturan Pemerintah No 6 Tahun 1974 tentang Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri Dalam Usaha Swasta, dalam pasal 2 ayat (1) disebutkan:

Pegawai Negeri Sipil golongan ruang IV/a PGPS-1968 ke atas, anggota ABRI berpangkat Letnan II ke atas, Penjabat, serta isteri dari :

  • -    Pejabat Eselon I dan yang setingkat baik di Pusat maupun di Daerah;

  • -    Perwira Tinggi ABRI;

  • -    Pejabat-pejabat lain yang ditetapkan oleh Menteri/Kepala Lembaga yang bersangkutan.

Dilarang :

  • a.    memiliki seluruh atau sebagian Perusahaan Swasta;

  • b.    memimpin, duduk sebagai anggota pengurus atau pengawas suatu Perusahaan Swasta;

  • c.    melakukan kegiatan usaha dagang, baik secara resmi maupun sambilan.

Pembatasan kegiatan pegawai negeri tersebut tidak hanya mencakup istri atau bidang usaha yang bersifat profit saja melainkan juga kepada kegiatan yang bersifat sosial. Namun sebaliknya jika kita membandingkan dengan PP No 53 Tahun 2010 tentang

Disiplin Pegawai Negeri, dalam pasal 4 angka 4 seorang PNS hanya dilarang bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya masyarakat asing. Di dalam Penjelasan Umum PP No 6 Tahun 1974 hanya pangkat Pegawai Negeri/anggota ABRI dengan golongan IV/a ke atas/Letnan II ke atas misalnya dilarang untuk memiliki perusahaan dan sebagainya, sedangkan untuk Pegawai Negeri/anggota ABRI dengan golongan ruang III/d ke bawah/pangkat pembantu Letnan I ke bawah dimungkinkan memiliki perusahaan asalkan memperoleh izin dari Penjabat Yang Berwenang.

  • 2.2.2 Sanksi Bagi Pegawai Negeri Sipil Yang Melanggar

Jika kita melihat PP No 6 Tahun 1974 tidak tertera dengan jelas sanksi apa yang diterima oleh seorang pegawai negeri bila melanggar aturan tersebut. Dalam pasal pasal 6 ayat 1 hanya disebutkan bahwa Terhadap Pegawai Negeri Sipil, anggota ABRI, atau Penjabat yang melanggar ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah tersebut, diambil tindakan dan hukuman berdasarkan peraturan perundang - undangan yang berlaku. Karena disebutkan berdasarkan undang-undang yang berlaku, dapat kita kaitkan dengan PP No. 53 Tahun 2010 tentang disiplin pegawai neger sipil, dalam pasal 7 disebutkan:

  • (1)    Tingkat hukuman disiplin terdiri dari:

  • a.    hukuman disiplin ringan;

  • b.    hukuman disiplin sedang; dan

  • c.    hukuman disiplin berat.

  • (2)    Jenis hukuman disiplin ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari:

  • a.    teguran lisan;

  • b.    teguran tertulis; dan

  • c.    pernyataan tidak puas secara tertulis.

  • (3)    Jenis hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari:

  • a.    penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;

  • b.    penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun; dan penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun.

  • (4)    Jenis hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri dari:

  • a.    penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun;

  • b.    pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah;

  • c.    pembebasan dari jabatan;

  • d.    pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS; dan

  • e.    pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.

III.      Kesimpulan

PP No 6 Tahun 1974 tentang Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri Dalam Usaha Swasta merupakan dasar dari pembatasan seorang pegawai negeri memiliki atau menjalankan usaha diluar pekerjaan pokok mereka sebagai pegawai negeri. Peraturan ini dikeluarkan karena pegawai negeri sipil maupun anggota ABRI pada dasarnya memiliki peranan yang menentukan, sehingga dikhawatirkan memberikan peluang terjadinya KKN. untuk sanksi diatur dalam PP No 6 Tahun 1974 tidak diatur dengan jelas tetapi dapat dilihat dalam PP No 53 Tahun 2010. pembatasan tersebut sering tidak berfungsi di masyarakat. Hal ini disebabkan oleh lemahnya penegakan hukum di Indonesia dan sulitnya untuk melakukan kontrol terhadap kegiatan usaha dari pegawai negeri sipil/ABRI itu sendiri, terutama jika itu dilakukan di luar jam kerja atau jika dilakukan oleh isteri dari pegawai negeri sipil/ABRI tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Dewa, Jufri, 2011, Hukum Administrasi Negara dalam Persepektif Pelayanan Publik, Unhalu Press, Kendari.

Hartini, Sri, Setiajeng Kadarsih, dan Tedi Sudrajat, 2010, Hukum Kepegawaian di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.

Toha, Miftah, 2010, Manajemen Kepegawaian Sipil di Indonesia, Prenada Media Grup, Jakarta.

Undang-undang:

Peraturan Pemerintah No 6 Tahun 1967 tentang Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri dalam Kegiatan Swasta

Peraturan Pemerintah No 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil

5