UPAYA KURATOR MEMAKSIMALKAN ASET KI

MILIK PERSEROAN TERBATAS SAAT PAILIT ATAU PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

Bintang Herlambang Wibowo, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

Ni Made Ari Yuliartini Griadhi, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keterlibatan kurator dalam likuidasi dan penatausahaan aset kekayaan intelektual pada masa kepailitan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, serta menjajaki strategi memaksimalkan nilai aset kekayaan intelektual dalam kondisi tersebut. Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif, yang menitikberatkan pada analisis terhadap ketentuan hukum yang berlaku saat ini. Hasilnya menunjukkan bahwa kurator memenuhi banyak tanggung jawab, termasuk pelaksanaan tugas administratif, pengelolaan aset kebangkrutan, dan pengawasan serta penyelesaian aset kekayaan intelektual. Kurator menghadapi tantangan dalam menggunakan aset kekayaan intelektual secara efektif, terutama yang belum terdaftar secara resmi. Untuk memaksimalkan aset kekayaan intelektual, Kurator dapat melakukan negosiasi dengan pihak eksternal atau kreditor internal untuk mengamankan pembayaran dan tambahan modal perusahaan, juga dapat melakukan tindakan restrukturisasi perusahaan seperti merger, akuisisi, atau konsolidasi, serta likuidasi aset.

Kata Kunci: Hak Kekayaan Intelektual, Perseroan terbatas, Hukum Kepailitan

ABSTRACT

The aim of this research is to determine the involvement of curators in the liquidation and administration of intellectual property assets during times of bankruptcy and PKPU, as well as exploring strategies for optimizing the value of intellectual property assets in these conditions. The research methodology used in this research is normative juridical legal research, which focuses on the analysis of currently applicable legal provisions, namely Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Extension of Debt Payment Obligations, as well as Law Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies. The results show that the curator fulfills many responsibilities, including the implementation of administrative tasks, management of bankruptcy assets, and supervision and resolution of intellectual property assets. Curators face challenges in effectively using intellectual property assets, especially those that have not been officially registered. To optimize intellectual property (IP) assets, managers have the ability to negotiate with external parties or internal creditors to secure payments and additional company capital. They can also carry out corporate restructuring actions such as mergers, acquisitions, or consolidation, as well as asset liquidation.

Keywords: Intellectual Property Rights, Limited Liability Company, Bankruptcy Law

  • 1.    Pendahuluan

    1.1.    Latar Belakang Masalah

Perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi telah memberikan pengaruh yang besar dan luas terhadap negara-negara di seluruh dunia. Mengingat kemajuan yang terjadi di berbagai negara, fenomena ini diperkirakan akan menyebar dengan cepat dan tersedia bagi semua orang di seluruh dunia. Hal ini sejalan dengan perkembangan hak kekayaan intelektual (KI).1

Perseroan terbatas terdiri dari dua istilah berbeda, yaitu "Perusahaan" dan "Terbatas". Yang dimaksud dengan “perusahaan” adalah modal PT yang meliputi kepemilikan atau saham. Pada saat yang sama, istilah "terbatas" berarti bahwa tanggung jawab pemegang saham hanya terbatas pada nilai nominal saham yang dimilikinya.2 Menurut Molengraaf (tahun), perusahaan dapat didefinisikan sebagai kumpulan komprehensif dari operasi berkelanjutan yang dilakukan dengan tujuan utama menghasilkan pendapatan, baik melalui pertukaran barang atau melalui pengaturan kontrak.3

Pendirian perseroan terbatas yang ada harus berpegang pada ketentuan yang tertuang dalam UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Perseroan Terbatas diakui sebagai badan hukum yang sah. Ketentuan yang tertuang dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. berdasarkan peraturan ini, perseroan terbatas adalah suatu badan hukum yang diakui secara hukum yang dibentuk melalui suatu perjanjian dan dijalankan dengan modal dasar berupa saham. Berfungsi sebagai persekutuan modal dan menjalankan kegiatan usaha sesuai dengan ketentuan yang dituangkan dalam undang-undang dan peraturan pelaksanaan terkait. PT (Perusahaan Terbatas) memiliki aset tersendiri yang dikategorikan ke dalam aset yang dimiliki oleh seluruh entitas Perseroan Terbatas, termasuk Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), direksi, dan komisaris.4 Selain itu, para organ PT memiliki kapasitas untuk memikul akuntabilitas individu atas proses hukum yang dilakukan atas nama perseroan terbatas. Aset KI mencakup barang berwujud dan tidak berwujud. Aset berwujud mengacu pada entitas nyata seperti tanah, bangunan, dan kendaraan. Di sisi lain, aset tidak berwujud mencakup elemen non-fisik seperti program periklanan, jaringan distributor, materi pelatihan, interaksi pelanggan, kekayaan intelektual, dan anuitas.

Menurut Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, KI adalah Kekayaan intelektual mengacu pada konsep hukum yang mencakup ciptaan intelektual manusia yang ada dalam berbagai wujud, termasuk penemuan, karya sastra dan seni, simbol, nama, gambar, dan desain yang digunakan dalam perdagangan. KI ini memberikan kekayaan intelektual eksklusif mengacu pada hak hukum yang diperoleh dari hasil upaya inovatif di berbagai bidang seperti teknologi, sains, seni, sastra, dan kecerdasan manusia. Ciptaan ini dikomunikasikan kepada masyarakat dalam berbagai format,

berfungsi sebagai aset berharga dan praktis yang berkontribusi terhadap kesejahteraan manusia dan diatur oleh prinsip-prinsip ekonomi.5 Hak Kekayaan Intelektual (KI) mengacu pada hak hukum yang diberikan kepada produsen atau penemu karya intelektual, sebagai sarana untuk melindungi kepentingan ekonomi mereka.6 Aset kekayaan intelektual tercakup dalam keseluruhan aset perusahaan dan tidak memiliki manifestasi fisik, sehingga diklasifikasikan sebagai aset tidak berwujud. Akibatnya, kekayaan intelektual dapat digunakan sebagai jaminan untuk mengamankan hutang perusahaan. Hak Kekayaan Intelektual menurut asas hukum perdata, dasar hukumnya bersumber pada Jilid 2 KUHPerdata dan secara khusus diakui sebagai badan hukum. Namun demikian, undang-undang yang berkaitan dengan kekayaan intelektual secara eksklusif mengatur bidang ini dan tidak memperluas cakupan peraturannya ke bidang lainnya.

Kepailitan, sebagaimana dimaksud dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adalah keadaan atau keadaan dimana seseorang atau badan hukum tidak mampu memenuhi komitmen keuangannya. Berdasarkan penafsiran tersebut, disebutkan bahwa Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, khususnya Pasal 1 angka 1 mengatur tentang konsep perampasan harta benda umum terhadap debitor yang telah dinyatakan pailit. Penatausahaan dan pengurusan harta kekayaan itu diserahkan kepada kurator yang menjalankan usahanya di bawah pengawasan Hakim Pengawas, menurut ketentuan-ketentuan yang dituangkan dalam undang-undang tersebut di atas.7 Kepailitan dapat dilakukan oleh berbagai pihak, antara lain kreditur, debitor, dan pihak terkait lainnya yang akan diwakilkan oleh kurator. Kepailitan mengakibatkan penyitaan secara menyeluruh atas harta kekayaan debitor. Konsep penyitaan umum berarti penyitaan secara menyeluruh atas harta kekayaan debitor yang ada sekarang dan yang akan datang, dengan tujuan untuk memudahkan pembagian yang adil dan proporsional dari hasil penjualan harta sitaan itu kepada sesama orang yang mempunyai keyakinan yang sama. sesuai dengan jumlah utang masing-masing orang, kecuali jika kreditur mempunyai dasar yang sah untuk menentukan prioritas.8

Dalam hal suatu perseroan terbatas pailit, maka hak kekayaan intelektual yang dimiliki debitor, meliputi merek, paten, hak cipta, desain industri, dan rahasia dagang, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari harta pailit. Debitor dapat melepaskan setiap kumpulan hak kekayaan intelektualnya guna memenuhi kewajiban utangnya kepada seluruh krediturnya. Untuk dapat mengurus urusan hukum harta kekayaannya secara efektif, maka perlu dipilih seorang kurator yang akan bertindak atas nama PT yang pailit, mengingat ketidakmampuannya untuk memenuhi semua kewajiban terkait. Kurator yang ditunjuk bertindak atas nama PT bertugas melakukan memaksimalkan harta kekayaan, sebagaimana tertuang secara tegas dalam Pasal 72 UU No. 37 Tahun 2004. Ketentuan ini mengatur bahwa Kurator bertanggung jawab penuh atas kesalahan atau kelalaian yang mungkin terjadi dalam proses pengelolaan dan/atau penyelesaian. Tanggung jawab sehubungan dengan hilangnya harta benda jika terjadi kebangkrutan.

Tindakan penangguhan kewajiban utang yang dikenal dengan istilah Penundaan Pembayaran Kewajiban Utang (PKPU) mempunyai akibat tersendiri bagi debitor, berbeda dengan putusan pailit. Yang membedakan adalah pada pelaksanaan prosedur Pengadilan Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), dimana harta kekayaan suatu Perseroan Terbatas (PT) dapat disita apabila terjadi kepailitan. Penyitaan ini dilakukan sedemikian rupa sehingga perusahaan yang pailit tidak dapat melakukan kegiatan yang sah dengan menggunakan harta kekayaan tersebut. Berdasarkan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, perusahaan yang berstatus PKPU diberikan hak untuk melakukan upaya hukum terhadap aset tersebut, namun dengan syarat adanya kerjasama dengan kurator. Kurator adalah orang perseorangan atau badan hukum yang ditunjuk oleh pengadilan untuk bertanggung jawab mengawasi dan mengurus harta kekayaan debitor sepanjang jangka waktu Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Pertanggungjawaban Kurator atas kerugian yang timbul terhadap harta debitor akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelaksanaan tanggung jawab Kurator diatur dalam Pasal 234 ayat (4) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. PKPU atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dapat dapat dipahami sebagai moratorium hukum yang berupa penghentian sementara kewajiban pembayaran utang sebagaimana diamanatkan peraturan perundang-undangan. Tujuannya adalah untuk memitigasi memburuknya krisis keuangan. Dalam konteks perkara kepailitan di Indonesia, patut dicatat bahwa beberapa kasus berakhir secara damai melalui metode PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang), sementara beberapa kasus lainnya akhirnya menghasilkan putusan pailit yang dikeluarkan oleh Pengadilan Niaga.9

Menurut Oscar Sagita, Ketua Umum Ikatan Kurator dan Pengurus Indonesia (IKAPI), kurator harus diberi otonomi dalam menjalankan profesinya dan tidak dihalangi oleh halangan apa pun. Pernyataan ini diberitakan di sebuah surat kabar.10 Konsep pemaksimalan kekayaan intelektual dalam undang-undang kepailitan mengacu pada upaya strategis yang dilakukan untuk memaksimalkan nilai kekayaan intelektual sehingga membantu tercapainya tujuan kepailitan dan meningkatkan efektivitas tindakan PKPU. Setiap kategori kekayaan intelektual menunjukkan kualitas dan ciri yang berbeda-beda. Pelestarian operasi bisnis, khususnya yang dilakukan di bawah kerangka PKPU Indonesia, terkait erat dengan pemeliharaan aset kekayaan intelektual, khususnya dalam bentuk merek.

Kurator biasanya tidak memberikan perhatian yang signifikan terhadap tindakan administratif, khususnya yang berkaitan dengan keamanan dan kelangsungan usaha debitor. Padahal, terdapat berbagai aset debitor yang berkaitan erat dengan kelangsungan usaha dan nilai maksimalnya hanya dapat dicapai jika usaha tetap berjalan. Dalam ranah hukum kepailitan pada Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang seringkali kurator lebih mengutamakan tahap penyelesaian dibandingkan tahap administrasi. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menekankan pada tahap administrasi dengan perhatian khusus pada stabilitas dan kelangsungan usaha debitor yang biasa disebut dengan “going

concern”. Penetapan prioritas ini berbeda dengan tahap penyelesaian yang melibatkan penjualan aset debitor. Dalam hal ini analisis terhadap UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang memuat ketentuan-ketentuan terkait dengan pencegahan dan pembatalan kepailitan. Ketentuan tersebut meliputi penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU), penetapan pengamanan dalam proses kepailitan, kelangsungan usaha debitor dalam keadaan pailit, serta pelaksanaan kasasi juga peninjauan kembali.

Pada pembuatannya, jurnal ini memiliki orisinalitas penulisan. Berdasarkan jurnal yang sudah terbit sebelumnya, terdapat beberapa jurnal yang telah membahas mengenai profesi kurator, namun dalam penulisannya terdapat pembahasan terdapat perbedaan. Sebagai contoh, terdapat jurnal yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Kurator Dalam Melaksanakan Tugas Pengurusan Dan Pemberesan Harta Debitor Pailit”11 dalam penulisan jurnal tersebut, penulisnya mengangkat permasalahan hukum yakni perlindungan hukum untuk kurator dalam menjalankan tugasnya, sangat jelas perbedaannya dengan jurnal ini yang dalam mengangkat permasalahannya tentang kurator memaksimalkan aset KI milik PT saat pailit atau penundaan kewajiban pembayaran utang serta membahas peran kurator dalam pemberasan dan pengurusan aset KI. Berdasarkan terbatasnya kejadian kegiatan restrukturisasi utang dan reorganisasi perusahaan selama waktu kepailitan, dapat disimpulkan bahwa tahap administrasi dalam kepailitan terutama bertujuan untuk rekonsiliasi. Pendekatan ini jelas bertentangan dengan prinsip dasar hukum kepailitan. Tidak adanya ketentuan hukum. Berakhirnya kepailitan yang mengakibatkan batalnya putusan pailit diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Keputusan Nomor 37 Tahun 2004 juga mengatur pelaksanaan tindakan kelangsungan usaha bagi perusahaan, khususnya berfokus pada kemampuan mereka untuk mempertahankan operasi pada fase pasca konflik. Namun demikian, penerapan strategi yang bertujuan untuk mencapai kedamaian atau menjaga kelancaran operasional perusahaan, sekaligus memaksimalkan nilai aset debitor ketika terjadi kebangkrutan, masih jarang dilakukan, khususnya terkait dengan perlindungan hak kekayaan intelektual. Oleh karena itu, sangat penting untuk Upaya Kurator Memaksimalkan Aset KI Milik Perseroan Terbatas Yang Mengalami Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

Berdasar pada penjabaran latar belakang diatas, maka dapat diakumulasi beberapa rumusan masalah, diantaranya:

  • 1.    Apa saja Peran kurator dalam pemberesan dan pengurusan aset KI saat kepailitan dan PKPU terjadi?

  • 2.    Bagaimana upaya memaksimalkan aset KI saat kepailitan dan PKPU terjadi?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan artikel jurnal ilmiah ini, yakni bertujuan untuk mengetahui apa saja peran kurator dalam pemberesan dan pengurusan aset KI saat terjadi kepailitan serta digunakan untuk mengetahui upaya memaksimalkan aset KI saat kepailitan dan PKPU terjadi.

  • 2.    Metode Penelitian

Penulis menggunakan penelitian yuridis normatif sebagai metodologi penulisan jurnal ilmiah ini. Karya ilmiah ini disusun dengan menggunakan metodologi penelitian hukum normatif, dengan penekanan khusus pada pendekatan perundang-undangan. Sumber daya hukum dibedakan menjadi dua jenis utama: bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.12 Bahan hukum primer tersebut antara lain Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Hutang, serta Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Selain itu, bahan hukum sekunder yang digunakan antara lain berupa buku-buku ilmiah dan artikel jurnal ilmiah mengenai upaya kurator atas aset kekayaan intelektual pada perseroan terbatas yang pailit dan PKPU dengan Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dengan studi dokumentasi serta Teknik pengolahan dan analisis sumber bahan hukum menggunakan menggunakan strategi seperti deskripsi, evaluasi, dan argumentasi.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Peran Kurator Dalam Pemberesan Dan Pengurusan Aset KI Saat Kepailitan dan PKPU Terjadi

Kepailitan merupakan keadaan melekat yang tidak dapat dipisahkan dari tanggung jawab dan kewenangan suatu pihak, yang ditentukan dengan surat kuasa, sesuai dengan ketentuan atau ketentuan mengenai hal-hal yang menjadi kewenangannya. Pelaksanaan tanggung jawab dan wewenang tersebut di atas tentu saja menjalin hubungan dengan badan lain dan merupakan sarana untuk melaksanakan atau menegakkan wewenang yang ditetapkan secara hukum. Salah satu pertimbangan penting dalam konteks kebangkrutan perseroan terbatas adalah penentuan apakah entitas tersebut dapat mempertahankan operasinya atau wajib menjalani pembubaran resmi. Dalam rangka proses kepailitan, putusan pailit tersebut akan ditinjau ulang untuk mengetahui kelayakan kelangsungan usaha perseroan, yang dinilai oleh kurator dengan mempertimbangkan prospek komersial perseroan yang prospektif.13

Akibat hukum yang timbul dari pernyataan pailit bagi seorang debitor adalah tersitanya seluruh harta kekayaan milik debitor, sehingga mengakibatkan hilangnya kewenangan debitor untuk mengawasi dan menatausahakan harta tersebut. Pada saat yang sama, kreditor akan dihadapkan pada ketidakpastian dalam dinamika hukum yang mengatur hubungan antara kreditur dengan individu yang mengalami kepailitan. Persoalan ketidakpastian hubungan hukum antara kreditur dan debitor diatasi dengan berpegang pada ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1 angka 5 Undang-undang Nomor 1 Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, menurut Undang-undang ini tanggung jawab penyelesaian sengketa antara debitor dan kreditor adalah kurator. Pengangkatan kurator difasilitasi oleh pengadilan, atas permintaan debitor atau kreditur, dengan tujuan mengawasi pengurusan dan likuidasi harta kekayaan debitor yang telah dinyatakan pailit secara resmi. Dalam hal baik debitor maupun kreditur dalam permohonannya tidak berusaha menunjuk kurator alternatif, tanggung jawab kurator akan ditanggung oleh Balai Harta Peninggalan. Untuk mengurangi risiko terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme antara hakim pengawas dan kurator, pengadilan sengaja tidak menunjuk kurator yang tidak diusulkan baik oleh debitor maupun kreditur. Dengan menerapkan pendekatan ini,

integritas peradilan tidak akan terganggu jika kemudian terungkap bahwa kurator tersebut gagal memenuhi tanggung jawabnya secara tidak memihak dan dengan uji tuntas.

Selain menghimpun dan pembagian harta pailit kepada kreditur, Kurator juga bertanggung jawab untuk memaksimalkan nilai pasar harta pailit tersebut. Sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Undang-undang nomor. Sesuai ketentuan yang dituangkan dalam Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, kewajiban pokok, kewenangan, dan akuntabilitas kurator dijabarkan sebagai berikut:14

  • a)    Tugas pokok kurator adalah mengurus dan melunasi harta pailit (Pasal 69 Ayat 1);

  • b)    Memberikan pinjaman kepada pihak ketiga dengan syarat dan tujuan untuk meningkatkan nilai harta pailit (Pasal 69 ayat 2);

  • c)    Dengan persetujuan hakim pengawas, kurator berhak menjaminkan hak tanggungan, gadai, dan hipotek atas harta benda lain dari boedoel pailit. (Pasal 69 Ayat 3);

  • d)    Kurator yang ditunjuk berhak bertindak independen dalam lingkup tugasnya (Pasal 73 ayat 3);

  • e)    Pemberian kuasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 merupakan perjanjian timbal balik, kecuali terdapat perjanjian yang memberikan hak kepada debitor untuk bertindak mandiri;

  • f)    Hak untuk menjual jaminan kreditor separatis (Pasal 59 ayat 1) atau penitipan untuk menjual barang bergerak dalam keadaan tetap (Pasal 56 ayat 3) setelah dua (dua) bulan setelah pailit;

  • g)    Sekalipun putusan pailit itu diajukan banding atau peninjauan kembali, kurator berhak meneruskan usaha debitor yang dinyatakan pailit (dengan persetujuan hakim pengawas atau panitia kreditor) (Pasal 104); kewajiban menguraikan atau mencatat harta pailit (Ratusan pertama);

  • h)    Berkewajiban untuk pemindahtanganan harta pailit sebelum dilakukan pembuktian (dengan persetujuan hakim pengawas) (Pasal 107 ayat 1);

  • i)    Kurator menyiapkan dan merekonsiliasi daftar piutang (Pasal 116 gabungan dengan Pasal 117);

  • j)    Kurator wajib membayar piutang yang dipegang kreditur selama proses penyelesaian (Pasal 201);

  • k)    Kurator dapat mengajukan tuntutan berdasarkan proses hukum Paulina Institute (Pasal 41 juncto Pasal 47 ayat 1);

  • l)    Kurator dapat membayar kepada kreditur sejumlah minimum harga pasar agunan dan jumlah uang jaminan untuk melepaskan agunan (Pasal 59 ayat 3);

  • m)    Setelah selesainya kepailitan, Kurator akan memperoleh imbalan jasa atas pelaksanaan tugasnya yang besarnya ditentukan sesuai dengan pedoman Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 2 Tahun 2017 (Tentang Perubahan Peraturan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia) dan Undang-Undang Hak Asasi Manusia No. 11 Tahun 2016 Pedoman Imbalan Jasa Bagi Kurator dan Pengurus (Pasal 75 juncto Pasal 76);

  • n)    Apabila kurator melakukan kelalaian atau kesalahan dalam melaksanakan tugas pengurusan dan likuidasi harta pailit, maka kurator bertanggung jawab (Pasal 72);

  • o)    Kurator wajib menjaga sikap independen dan tidak dapat diintervensi oleh kreditur atau debitor (Pasal 15 ayat 3);

  • p)    Dengan izin hakim pengawas, kurator berhak melelang boedel pailit pada tanggal lelang yang ditentukan (Pasal 33);

  • q)    Pemecatan pegawai yang bekerja pada debitor dapat dilakukan oleh pimpinan atau atas kemauan pegawai (Pasal 39);

  • r)    Kurator berhak mengakhiri sewa-menyewa debitor pailit (debitor adalah lessor) (Pasal 38);

  • s)    Dalam penatausahaan harta pailit, jika terdapat warisan milik debitor pailit, maka kurator dapat menerima warisan itu apabila keberadaannya bermanfaat bagi harta pailit (Pasal 40 ayat 1), begitu pula sebaliknya kurator berhak menerima warisan tersebut. Penolakan warisan dengan izin hakim pengawas (Pasal 40 ayat 2);

  • t)    Dalam proses penyelesaian, kurator wajib menjual harta pailit; dan

  • u)    Kurator wajib menyampaikan kepada hakim pengawas setiap tiga (tiga) bulan sekali laporan berkala mengenai keadaan harta pailit dan pelaksanaan tugasnya sebagai bentuk pertanggungjawaban (Pasal 74 ayat 1).

Dalam hal pengelolaan dan penyelesaian, tugas utama seorang kurator dapat diuraikan menjadi beberapa diantaranya sebagai berikut:

  • 1.    Melaksanakan Tugas Administratif

Dalam perkara administratif, kurator secara penuh bertanggung jawab mengumumkan pemberitahuan umum, mengadakan rapat kreditur, menjaga harta kekayaan debitor pailit, melakukan inventarisasi harta pailit, dan memberikan laporan berkala kepada hakim pengawas. Kurator mempunyai wewenang untuk menyita harta benda apabila diperlukan dalam rangka pengurusan urusan orang pailit.

  • 2.    Pengurusan Harta Pailit

UU Pasal 24 dan 69 menjadi dasar hal tersebut. Sejak putusan pailit dikeluarkan, seluruh kesanggupan debitor untuk mengawasi dan mengurus harta pailit diserahkan kepada kurator sesuai dengan Surat Keputusan Nomor 37 Tahun 2004. Termasuk di dalamnya kemampuan memperoleh informasi dari bank yang bersangkutan mengenai pembukuan debitor, catatan, rekening bank, dan tabungan.

  • 3.    Melakukan Pengurusan–Pemberesan

Sejak tanggal putusan pailit, sekalipun putusan tersebut telah diajukan banding atau peninjauan kembali, tanggung jawab kurator yang terpenting adalah melaksanakan tugas penatausahaan dan/atau pencairan harta pailit. Tujuan utama pemerintah adalah mengumpulkan uang sebanyak mungkin untuk melunasi utang.

Kemajuan profesional seorang kurator tidak selalu berjalan sempurna, kerap kali muncul hambatan berupa kreditur yang mempunyai niat jahat dan kurang motivasi untuk melunasi kewajibannya seperti pencurian investasi, segera setelah mengetahui bahwa debitor mempunyai harta, debitor menyembunyikannya dengan cara memindahkannya ke pihak luar.15 Karenanya, dalam melaksanakan tugasnya, seorang Kurator harus memanfaatkan keahlian profesionalnya dengan lebih teliti.

UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 16, pada Pasal 15 ayat (1) mengamanatkan penunjukan seorang kurator dan hakim pengawas dari kalangan

hakim pengadilan dalam hal pernyataan pailit. Perlu diketahui bahwa kurator tetap berwenang mengurus dan/atau membagi harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan, meskipun putusan pailit tersebut telah diajukan banding atau peninjauan kembali. Hal ini dinyatakan secara tegas dalam Pasal 16 UU No. 37 Tahun 2004. Sekalipun pembatalan kepailitan pada tingkat banding atau peninjauan kembali kepailitan dihentikan pada tingkat banding atau peninjauan kembali, maka perbuatan kurator tetap sah dan mengikat orang yang pailit. Berlaku dan dapat dilaksanakan terhadap debitor. Baik diajukan banding atau peninjauan kembali, harta pailit tetap berada dalam penguasaan kurator terhitung sejak pernyataan pailit dibuat, yang dibuktikan dengan dua pasal di atas.

Secara teoritis hal ini mungkin terjadi, namun pada kenyataannya hal ini sulit untuk dicapai karena kurator tidak memiliki konfirmasi otoritas atau legitimasi. Hal ini terjadi karena hukum kesembilan. Salinan putusan pailit hanya dapat diperoleh penyelenggara dalam jangka waktu 3 hari sejak tanggal putusan, sesuai Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang. Dalam jangka waktu tiga hari sejak tanggal pengambilan keputusan untuk menyatakan pailit, salinan keputusan tersebut harus diserahkan, dan tugas serta wewenang kurator harus segera dimulai. Setelah diangkat, kurator langsung diberi tanggung jawab. Dalam praktiknya, banyak putusan pailit, terutama yang berada pada tingkat pembatalan dan peninjauan kembali oleh Mahkamah Agung, tidak diketahui oleh kurator selama lebih dari tiga hari. Kemampuan kurator dalam menjaga keamanan aset pailit jelas dipengaruhi oleh lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menerima putusan pailit. Karena Belanda adalah salah satu contoh utama negara yang menerapkan "zero hour principle", tidak selalu mustahil untuk memastikan bahwa kurator yang ditunjuk akan memberi tahu kurator tentang keputusan kebangkrutan segera setelah pengajuan petisi. kebangkrutan. penetapan resmi kebangkrutan. Pada hari yang sama ketika keputusan pailit dibuat, kurator diberitahu tentang pengangkatannya sebagai kurator.16

Minimnya pendaftaran hak kekayaan intelektual, kurator menjadi alasan paling mendasar mengapa haknya tidak dimanfaatkan secara maksimal. Beberapa KI yang harus didaftarkan ternyata tidak didaftarkan, hak kekayaan intelektual sedang diadili, dan nilai hak kekayaan intelektual, terutama hak cipta, sulit ditentukan, yang semuanya menghalangi nilai penuhnya. Tindakan hukum Kurator terhadap KI cukup terbatas, hanya berupa upaya meraih royalti yang menjadi hak debitor berdasarkan perjanjian lisensi, dan bila memungkinkan, menjual aset KI.

  • 3.2 Upaya memaksimalkan aset KI saat kepailitan dan PKPU terjadi

Untuk memaksimalkan aset KI paling penting untuk mengukur nilai likuidasi yang umumnya rendah untuk aset penting dalam menjalankan bisnis. Paten, merek dagang, rahasia dagang, desain industri, distributor, konsumen, periklanan, dan hak serupa lainnya merupakan contoh aset khusus yang mempunyai pengaruh besar. Aset dengan tujuan khusus sering kali tidak diklasifikasikan sebagai aset diperdagangkan dan oleh karena itu, meskipun tidak tunduk pada nilai pasar, aset tersebut memiliki nilai dalam entitas perusahaan di mana aset tersebut disimpan.

Salah satu pendekatan yang tepat untuk memaksimalkan kegiatan PKPU atau melanjutkan kegiatan usaha perusahaan adalah dengan melakukan reorganisasi atau reorganisasi perusahaan. Restrukturisasi perusahaan dapat meningkatkan kapasitas aset bertujuan khusus melalui kapitalisasi atau pengelolaan yang lebih baik, sehingga

menawarkan nilai yang lebih tinggi terhadap aset bertujuan khusus. Aset bertujuan khusus akan terhindar dari penurunan nilai dengan asumsi bahwa nilai aset bertujuan khusus akan menjadi penting pada saat reorganisasi perusahaan pailit, dengan ketentuan dilakukan berdasarkan pertimbangan sebagai berikut: perusahaan pailit mempunyai aset yang diperuntukkan bagi kepentingan ekonomi tertentu. aktivitas yang harus tetap ada di perusahaan. Ketiadaan aset tersebut sangat mempengaruhi aset perusahaan. Oleh karena itu, setelah mengevaluasi berbagai cara untuk memaksimalkan aset KI untuk kelangsungan hidupnya, dan kemudian dengan melanjutkan kegiatan ekonomi perusahaan dalam keadaan pailit, maka debitor pailit yang diwakili oleh kurator dapat melakukan beberapa Tindakan, menyusun rencana pembayaran dan menambah modal perusahaan, yang pada saat itu debitor akan mengambil alih tugas urator, melakukan penggabungan, pengambilalihan, atau peleburan dalam rangka reorganisasi perusahaan dengan pihak ketiga atau dengan kreditur, dan melakukan likuidasi untuk memaksimalkan hak kekayaan intelektual.17

Likuidasi aset yang disebut juga dengan melikuidisasi aset adalah proses perpindahan kepemilikan suatu aset dari satu pihak ke pihak lain secara tepat waktu dan sesuai dengan keinginan pembeli. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara. Transaksi dapat berupa pembelian, penjualan, penukaran aset, pelunasan utang, dan lain-lain. Tujuan dari setiap pengalihan kekayaan intelektual dalam konteks ini adalah untuk melunasi utang yang terutang kepada kreditur debitor. Menurut pengertian nilai likuidasi, nilai suatu aset berkurang ketika tidak diperlukan lagi untuk penggunaan aslinya. Demikian pula, semakin unik suatu barang, semakin berkurang nilainya saat dijual.

Penundaan kewajiban utang piutang (PKPU) tidak menghalangi PT untuk memaksimalkan nilai KI yang dimilikinya dengan menjalankan bisnis seperti biasa. Hanya saja tindakan tersebut perlu bekerja sama dengan pengurus untuk mengatasi masalah ini. Perseroan Terbatas (PT) mengharuskan manajemen perusahaan dan pengurus untuk menilai seluruh divisi dan mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan (misalnya perampingan, ekspansi, penambahan modal, konversi utang menjadi ekuitas, dll.). Kecuali jika itu adalah proses terkait likuidasi. Kecuali jika prosedurnya melibatkan penjualan aset. Legalitas KI yang dimiliki perusahaan, kegunaan KI tersebut dalam menjalankan kegiatan perusahaan, efektifitas penilaian KI tersebut, dan pencantumannya dalam laporan keuangan merupakan hal-hal yang harus diselidiki dan diaudit oleh pengurus.

Selain itu, kurator dapat memaksimalkan profesinya dengan memberikan laporan kepada Hakim Pengawas setiap tiga (tiga) bulan sekali, sebaiknya dalam bentuk tertulis melalui email untuk kemudahan kurator dan Hakim Pengawas dalam memenuhi tanggung jawabnya.18 Kurator akan memperoleh manfaat dari nasehat dan bimbingan hakim pengawas apabila hakim mempunyai akses yang mudah terhadap informasi melalui email mengenai penatausahaan pengelolaan harta pailit dan/atau likuidasi. langkah ini akan mengurangi waktu kerja kurator dan hakim pengawas karena tidak perlu bertemu langsung untuk menjelaskan satu sama lain, begitu pula sebaliknya.

  • 4.    Kesimpulan

Saat pengadilan niaga menetapkan bahwa seorang debitor adalah debitor pailit, maka kurator bertanggung jawab atas seluruh aset kekayaan intelektual perusahaan. Hambatan peran kurator dalam memaksimalkan aset PT yakni, terdapat KI yang perlu didaftarkan menjadi salah satu kendalanya. KI yang sedang disengketakan di Pengadilan, dan KI khususnya hak cipta sangat sulit untuk dipastikan nilainya. Terlepas dari hambatan yang kurator hadapi dalam pengurusan aset KI, kreditor dapat berupaya melakukan negosiasi ulang pembayaran dan meningkatkan modal komersial sehingga perusahaan dapat dijalankan secara mandiri, melakukan penggabungan, pengambilalihan, atau peleburan dalam rangka reorganisasi perusahaan dengan pihak ketiga atau dengan kreditur, melakukan tindakan likuidasi untuk memaksimalkan hak kekayaan intelektual

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Yuhelson, Hukum Kepailitan Indonesia. Gorontalo: Ideas Publishing, 2014.

Ridwan Khairandy, Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia Yogyakarta: FH UII Press, 2013.

Tamu Rusli, Hukum Kepailitan di Indonesia. Lampung: Tim UBL Kreatif, 2019.

Jurnal

Abdus Salam, “Optimalisasi Aset Hak Kekayaan Intelektual (Hki) Milik Perseroan Terbatas Di Dalam Hukum Kepailitan Indonesia” Law Reform 9, no.2 (2014): 1-14. doi: https://doi.org/10.14710/lr.v9i2.12442.

Adiningsih, Ni Komang Nea, “Tanggungjawab Organ Perseroan Terbatas (Pt) Dalam Hal Kepailitan”. Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 7, no. 6 (2019): 1-16. doi: https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/52497

Arumi Riezky Sari, Iwan Erar Joesoef, “Peran Kurator Dalam Penanganan Kepailitian: Studi Lambatnya Pelaksanaan Putusan Kepailitan” National Conference on Law Studies                       3,                       No.                       5,

(2021):233-254. doi: https://conference.upnvj.ac.id/index.php/ncols/article/vi ew/1453/932.

Brata Yoga Lumbanraja, Siti Malikhatun Badriyah, Irma Cahyaningtyas, “Analisis Yuridis Kepailitan Harta Yang Ditinggalkan” NOTARIUS 14, no. 1 (2021): 147161. Doi: https://doi.org/10.14710/nts.v14i1.38840.

Depri Liber Sonata, “Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris: Karakteristik Khas dari Metode Meneliti Hukum” Fiat Justicia Jurnal Ilmu Hukum 8, no. 1 (2014): 15-35. doi: https://doi.org/10.25041/fiatjustisia.v8no1.283.

Ida Bagus Adi Wiradharma, “Perlindungan Hukum Terhadap Kurator Dalam Melaksanakan Tugas Pengurusan Dan Pemberesan Harta Debitor Pailit”. Jurnal Kertha Semaya 6, no. 4. (2018) Bali: Fakultas Hukum Udayana h. 1-14. doi: https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/42623.

M. Teguh Pangestu dan Nurul Aulia, “Hukum Perseroan Terbatas dan Perkembangannya Di Indonesia” Business Law Review 1, no. 3 (2017): 21-39. Doi: https://law.uii.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/V-01-No-03-hukum-perseroan-terbatas-dan-perkembangannya-di-indonesia-teguh-pangestu-dan-nurul-aulia.pdf.

Mahmuda Pancawisma Febriharini, “Eksistensi Hak Atas Kekayaan Intelektual Terhadap Hukum Siber” Serat Acitya 5, no. 1 (2016): 15-22. doi: http://dx.doi.org/10.56444/sa.v5i1.296.

Maria Alfon, “Implementasi Hak Kekayaan Intelektual Dalam Perspektif Negara Hukum”. Jurnal Legislasi Indonesia 1, no. 1 (2017): 357-368. doi: https://e-jurnal.peraturan.go.id/index.php/jli/article/view/111.

Nindita Widi Afreeportamara, “Hambatan Kurator Dalam Menyelesaikan Piutang Koperasi Yang Diputus Pailit”, Jurnal Pasca Sarjana Hukum 7, no. 2 (2019): 243250, doi: https://jurnal.uns.ac.id/hpe/article/viewFile/43014/27663.

Rai Mantili, Putu Eka Trisna Dewi, “Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Terkait Penyelesaian Utang Piutang Dalam Kepailitan”, Jurnal Aktual Justice 6, no.1 (2021): 1-19. doi: https://doi.org/10.47329/aktualjustice.v6i1.618.

Skripsi

Fanny Landriani Ross “Hambatan Kurator Dalam Melakukan Pengurusan dan/atau Pemberesan Harta Pailit di Pengadian Niaga Surabaya” Skripsi, Universitas Brawijaya, 2016. H. 80

Internet

Putu Indah Savitri, “Ketum Ikapi Profesi Kurator Harusnya Leluasa Saat Bertugas” AntaraNews, juni 2022 https://www.antaranews.com/berita/2918497/ketum-ikapi-profesi-kurator-harusnya-leluasa-saat-bertugas diakses pada 31 September 2023 pukul 21.30 Wita.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Jurnal Kertha Negara Vol 11 No. 10 Tahun 2023 hlm 1128-1140

1140