PENGAJUAN PUTUSAN BEBAS PADA TINGKAT BANDING DAN KASASI

Oleh :

Putu Giska Ari Kusumadewi

Nyoman Satyayudha Dananjaya, S.H., M.Kn

Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRACT

Acquittal occurs if the evidence at the trial was not sufficient enough to prove guilt of the accused as well as the lack of judge confidence. Acquittal divided into pure acquittal and impure acquittal. Pure acquittal is a final decision that means closing the possibility of an appeal or a cassation against the case, while impure acquittal might be appealed or bring into cassation to the specific requirements. The purpose of this study is to determine whether the acquittal might be appealed or cassation effort. This study used a normative method that utilizes primary and secondary data sources.

Keywords: Acquittal, Impure Acquittal, Appealed, Cassation

ABSTRAK

Putusan bebas terjadi apabila pembuktian di persidangan tidak cukup membuktikan kesalahan terdakwa serta tidak adanya keyakinan hakim. Putusan bebas dibagi atas putusan murni dan tidak murni. Putusan bebas murni merupakan putusan yang bersifat final yang berarti menutup kemungkinan adanya upaya banding maupun kasasi terhadap perkara tersebut, sedangkan putusan bebas tidak murni dapat dilakukan upaya banding maupun kasasi dengan persyaratan tertentu. Tujuan penulisan ini adalah mengetahui apakah putusan bebas dapat dilakukan upaya banding maupun upaya kasasi. Penelitian ini menggunakan metode normatif yang mempergunakan sumber data primer dan sekunder.

Kata Kunci : Putusan Bebas , Putusan Bebas Tidak Murni, Upaya Banding, Upaya Kasasi

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1    LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara hukum. Hal ini tertuang pada Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945 yang berarti segala tindak tanduk dari pemerintah Negara Republik Indonesia harus berdasarkan hukum agar tidak terjadinya penyalahgunaan wewenang di dalam tubuh pemerintah

itu sendiri. Menurut Azhary ciri khas Negara Hukum Indonesia ialah unsur-unsur utamanya, yang terdiri dari hukumnya bersumber pada Pancasila, berkedaulatan rakyat, pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi, persamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan, kekuasaan kehakiman yang bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya, pembentukan undang-undang oleh Presiden bersama-sama dengan DPR, dianutnya sistem MPR.1 Terdapat dua sumber hukum yang digunakan dalam memberikan jaminan perlindungan hukum yakni sumber hukum materiil dan sumber hukum formal (Undang-undang/ statute, kebiasaan/ custom, keputusan hakim/ jurisprudentie, traktat, pendapat sarjana hukum/ doktrin). Dalam peraturan perundang-undangan tersebut seharusnya tidak terjadi kekaburan norma maupun konflik norma. Namun, terdapat beberapa kerancuan dari batang tubuh peraturan perundang-undangan tersebut yang mengakibatkan terjadinya konflik norma sehingga ketidakseragaman hukum tersebut tidak dapat terelakan lagi. Sama halnya dengan kaidah mengenai putusan bebas (vrijspraak) yang berdasarkan ketentuan KUHAP tidak dapat dilakukan upaya banding maupun kasasi. Namun, kaidah yurisprudensi memberikan kemungkinan untuk dilakukan upaya bandaing ataupun kasasi.

  • 1.2    TUJUAN PENULISAN

Dari permasalahan diatas maka tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui apakah putusan bebas dapat dilakukan upaya banding maupun upaya kasasi.

  • II.    ISI MAKALAH

    2.1    METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini menggunakan penelitian hukum normative dimana penelitian ini mengkajia dan meneliti peraturan- peraturan tertulis.2 Sumber bahan hukum yang digunakan yaitu sumber bahan hukum primer dan sekunder.

  • 2.2    HASIL DAN PEMBAHASAN

Yurisprudensi berasal dari bahasa lati “jurisprudentia” yang berarti pengetahuan hukum. Secara teknis, yurisprudensi berarti putusan badan peradilan (hakim) yang diikuti secara berulang-ulang dalam kasus yang sama oleh para hakim lainnya.

  • 2.2.1    Kaidah Umum

Sikap atau tindakan yang utama menghadapi pertentangan antara “yurisprudensi dengan Undang-Undang sedapat mungkin dipegangi kaidah yurisprudensi menundukkan diri kepada Undang-Undang yang berlaku”.3 Jadi, dalam kaidah umum apabila terjadi pertentangan maka kaidah yurisprudensi harus mengalah terhadap kaidah Undang-Undang yang berlaku. Karena dalam Statute Law System yang dianggap memiliki legitimasi formil hanyalah Undang-Undang sesuai dengan Hierarki Peraturan Perundang-Undangan, meskipun dalam kenyataannya badan-badan peradilan memiliki andil dalam penegakan hukum dengan menjadi Judge Made Law yang melahirkan hukum melalui yurisprudensi sebagai salah satu sumber hukum formil namun, kedudukannya berada di bawah Undang-Undang. Dalam doktrin maupun hierarki peraturan perundang-undangan kedudukan dari kaidah yurisprudensi berada di bawah Undang-Undang. Dari pandangan inilah mewajibkan hakim untuk mendahulukan kaidah Undang-Undang dibandingkan kaidah yurisprudensi.

  • 2.2.3    Kaidah Umum dengan Pengecualian

Dalam kaidah umum kedudukan yurisprudensi sudah jelas berada di bawah kedudukan kaidah Undang-Undang. Namun, terdapat beberapa pengecualian terhadap kasus-kasus tertentu guna tercapainya keadilan bagi masyarakat yang berarti adanya kemungkinan kaidah yurisprudensi dianggap lebih menciptakan keadilan bagi para puhak dibandingkan dengan kaidah Undang-Undang. Cara- cara yang dapat ditempuh oleh hakim dapat dilihat dari beberapa sudut, yakni :

  • 1.    Didasarkan Pada Alasan Kepatutan dan Kepentingan Umum

Suatu tindakan untuk menempatkan kaidah yurisprudensi di atas kaidah Undang-Undang dengan adanya alasan kepatutan serta demi kepentingan umum dimana hakim harus menguji maupun mengkaji kasus tersebut apakah memang benar nilai- nilai hukum yang terkandung di dalam kaidah yurisprudensi tersebut bobot kepatutan dan perlindungan kepentingan umum lebih tinggi dibandingkan yang tertuang di dalam Pasal Undang-Undang tersebut.

  • 2.    Melalui Contra Legem

Ketika hakim telah dapat merealisasikan bahwa bobot kepatutan dan perlindungan kepentingan umum dari kaidah yurisprudensi tersebut lebih tinggi dibandingkan yang tertuang di dalam Pasal Undang-Undang tersebut maka hakim dibenarkan untuk mempertahankan kaidah yurisprudensi tersebut. Tahap selanjutnya hakim dapat melakukan tindakan contra legem terhadap Pasal-Pasal yang berkaitan di dalam Undang-Undang.

  • 3.    Melenturkan Ketentuan dalam Undang-Undang

Cara penerapan lain dalam masalah terjadinya pertentangan antara yuriprudensi dengan ketentuan peraturan perudang-undangan:4

  • a.    Tetap mempertahankan nilai hukum yang terkandung dalam yurisprudensi; dan

  • b.    Berbarengan dengan itu, ketentuan pasal undang-undang yang bersangkutan diperlunak dari sifat imperatife menjadi fakultatif.

Apabila terjadi pertentangan antara kaidah yurisprudensi dengan kaidah Undang-Undang dapat dilakukan apabila sesuai dengan persyaratan diatas. Sama halnya dengan kasus putusan bebas yang dikeluarkan oleh Pengadilan tingkat pertama dapat dilakukan upaya banding maupun upaya kasasi apabila pembebasan tersebut merupakan putusan bebas tidak murni, hingga saat ini masih mengandung kontroversi. Dimana di dalam Pasal 67 dan Pasal 244 KUHAP telah menutup kemungkinan adanya upaya banding maupun kasasi dalam putusan bebas. Di dalam KUHAP tidak membedakan pengertian dalam putusan bebas baik yang bersifat murni maupun tidak murni. Hingga saat ini sudah terdapat beberapa kasus yang kasus putusan bebas yang dikeluarkan oleh Pengadilan tingkat pertama tersebut dapat dilakukan upaya banding maupun upaya kasasi. Hal ini dapat dilihat dari putusan Mahkamah Agung Nomor 122K/Kr/1979.

Tindakan tersebut dilakukan dengan cara contra legem terhadap Pasal 244 KUHAP namun, hal tersebut didasarkan pada perlindungan ketertiban umum yang berarti bobot kaidah yurisprudensi lebih memberikan perlindungan pada ketertiban umum dibandingkan dengan kaidah Undang-Undang.

  • III.    KESIMPULAN

Kaidah yurisprudensi tidak selalu berada dibawah kaidah Undang-Undang. Hal ini bergantung pada bobot kasus terkait yakni dengan persyaratan tertentu. Persyaratan tersebut yakni harus dibuktikan bahwa kaidah yurisprudensi yang digunakan bobot kepatutan dan demi perlindungan kepentingan umum lebih tinggi dibandingkan kaidah di dalam Pasal Undang-Undang yang berkaitan yang kemudian dilakukan dengan contra legem maupun dengan melenturkan ketentuan dalam Undnag-Undang itu sendiri.

  • IV.    DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Azhary, Negara Hukum Indonesia (Analisis Yuridis Normatif tentang Unsur-unsurnya),

Universitas Indonesia: UI Press, 1995

Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta

Ahmad Kamil dan M Fauzan, 2005, Kaidah- Kaidah Hukum Yurisprudensi, Prenada Media, Jakarta

Perundang-Undangan :

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 122K/ Kr/ 1979

5