PERLINDUNGAN HUKUM ATAS

KETIDAKSESUAIAN OBJEK MELALUI TRANSAKSI JUAL BELI ONLINE DI ERA DIGITAL

Bagus Dwi Surya Syahputra, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

Made Aditya Pramana Putra, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Maksud dari penulisan ini adalah agar dapat menjelaskan bagaimana aturan undang-undang perlindungan konsumen bagi hak-hak milik konsumen dan untuk mengkaji bagaimana agar konsumen dapat dilindungi secara hukum terhadap ketidaksesuaian yang mereka temui selama melakukan transaksi jual beli online di era digital. Penulisan ini menggunakan metode yuridis normatif serta menggunakan pendekatan konseptual, dan pendekatan perundang-undangan. Lalu terdapat metode kepustakaan dalam pengumpulan data, dengan menelaah data yang telah terkumpul, disini penulis menggunakan pendekatan analisis kualitatif untuk mengelola dan menganalisis data. Mengenai hasil studi dari tulisan ini yaitu aturan mengenai hak konsumen yang diatur dalam UUPK dan KUHPerdata. Mengingat bahwa banyaknya tindakan penipuan, seperti pelaku usaha memberikan informasi yang tidak benar kepada konsumen sehingga melanggar hak dari konsumen. Dalam aktivitas jual-beli online, konsumen berhak untuk diberikan perlindungan hukum khususnya di era digital saat ini.

Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Ketidaksesuaian Objek, Transaksi Jual Beli, Online.

ABSTRACT

The purpose of this paper is to be able to explain how the legal rules for consumer protection of consumer property rights and to examine how consumers can be legally protected against discrepancies they encounter when making buying and selling transactions online in the digital era. This writing uses a conceptual approach, a statutory approach, and uses a normative juridical method. Then there is the library method in data collection, by examining the data that has been collected, here the author uses a qualitative analysis approach to manage and analyze data. Regarding the results of the study from this paper, namely the rules regarding consumer rights regulated in the UUPK and the Civil Code. Given the many fraudulent acts such as business actors providing incorrect information to consumers thereby violating consumer rights. In buying and selling transactions online, consumers have the right to be given legal protection, especially in today's digital era.

Keywords: Legal Protection, Object Mismatch, Transaction, Online

  • 1.    Pendahuluan

    1.1.    Latar Belakang Masalah

Di era digital ini sangat pesat berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi. Hal tersebut memberikan efek dan juga manfaat bagi kehidupan masyarakat. Berkembangnya teknologi, informasi dan komunikasi ini sangatlah mempengaruhi dinamika kehidupan masyarakat sehingga apapun yang dilakukan oleh masyarakat bergantung terhadap teknologi terkhusus bagi generasi muda. Salah satu contoh dari perkembangan teknologi ini adalah internet dan jejaring sosial media yang ada pada alat telekomunikasi, dan rata-rata masyarakat yang menggunakan alat telekomunikasi pasti memiliki aplikasi sosial media seperti instagram, facebook, twitter, dan lain sebagainya. Internet dan jejaring sosial media ini dapat mempermudah, bahkan dapat menjadi opsi dalam menjalin komunikasi dan mencari informasi dengan sangat cepat bahkan saat ini banyak juga masyarakat yang memanfaatkan internet dan jejaring sosial media ini sebagai media berpolitik, maupun pengembangan ekonomi dan bisnis. Yang dimaksudkan dengan pengembangan ekonomi dan bisnis ini yaitu memasarkan produk atau melakukan jual beli secara online melalui internet ataupun jejaring sosial media.1

Istilah E-commerce biasa disebut dengan kegiatan perdagangan atau berbisnis dengan menggunakan internet ataupun jejaring sosial media yang menghubungkan pelaku usaha dengan pelanggan atau masyarakat umum. Aktivitas jual-beli online atau E-Commerce ini sedang digemari oleh kalangan masyarakat karena memberikan banyak sekali kemudahan, seperti halnya masyarakat dapat melakukan transaksi dengan siapapun, kapanpun dan dimanapun tanpa harus bepergian sehingga dapat mengefisiensikan waktu. Dalam Pasal 1 Angka 2 menjelaskan bahwa “suatu tindakan hukum yang menggunakan jaringan, komputer maupun media elektronik dikenal dengan transaksi elektronik.” Penjelasan tersebut terdapat di UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang telah diubah dari UU No. 19 Tahun 2016. Berbagai macam pelaku usaha kini dapat dijumpai dengan hanya mengetik apa yang dibutuhkan oleh masyarakat dan berbagai macam pilihan pun akan muncul pada layar smartphone ataupun laptop mereka yang tentunya berdampak praktis bagi para pelaku usaha maupun konsumen.2

Di Indonesia E-Commerce (Electronic Commerce) dimulai pada tahun 1996 dengan munculnya salah satu website yaitu www.sanur.com. Berdasarkan data dari BPS (Badan Pusat Statistik), dari tahun 2010 sampai dengan 2016 sebanyak 28,08% bisnis online mulai menggunakan internet, kemudian dari tahun 2017 sampai dengan 2018 bisnis online yang menggunakan internet sebanyak 45,30%, dan pada tahun 2019 sebanyak 25,11% bisnis online yang menggunakan internet.3 Dari data tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sudah mulai berpindah dari transaksi jual beli konvensional menjadi transaksi online. Selain menghemat waktu dan praktis, pada jual beli online (E-Commerce), konsumen memiliki beragam pilihan produk yang ingin dibeli dan dapat melakukan perbandingan produk dengan leluasa terkadang pula produk tersebut relatif murah dibandingkan dengan yang ada pada toko offline. Cukup dengan duduk manis dirumah konsumen sudah bisa membeli dan

mendapatkan produk yang diinginkan kemudian menunggu kurir yang nantinya akan mengantarkan produk yang telah mereka beli. Namun disamping banyak sekali kemudahan dan keuntungan yang didapatkan melalui jual beli online (E-Commerce), kecurangan dan kekeliruan juga bisa terjadi karena pada dasarnya transaksi tidak dilakukan secara langsung antara para pihak. Para pelaku usaha biasanya akan mempromosikan produknya dengan cara memasang foto atapun vidio dari produk yang mereka jual sebagai iklan maupun deskripsi dari produk tersebut. Foto ataupun vidio yang dipasang seharusnya nyata agar konsumen tertarik membeli produknya. Namun kebanyakan foto atau video yang tertera tidak sesuai dengan produk yang dipesan oleh konsumen. Misalnya pada kejadian yang pernah dialami penulis pada tahun 2022 lalu, pada saat itu penulis membeli sebuah baju kaos secara online (ECommerce), bermula saat penulis menelusuri dan melihat katalog di internet, setelah produk dipesan dan jatuh ke tangan penulis ternyata kualitas produk tersebut tidak sesuai dengan apa yang dituliskan pada ulasan katalog tersebut.4 Dari fenomena tersebut bisa disimpulkan bahwasanya terdapat ketidakseimbangan antara kedudukan konsumen dengan pelaku usaha online, atau bisa dikatakan bahwa kedudukan pelaku usaha lebih kuat dibanding dengan kedudukan konsumen karena pelaku usaha menggunakan konsumen sebagai objek bisnis. Tidak sedikit dari pelaku usaha online memanfaatkan kesempatan dengan modal yang minim guna mendapat keuntungan yang maksimal atau dapat dikatakan sebagai money oriented, dimana pelaku usaha tidak mengutamakan kualitas produk dan juga kepuasan dari konsumen. Hal ini telah melanggar suatu hak dari konsumen yang sudah membeli dan juga cenderung merugikan konsumen. Walaupun dapat menimbulkan dampak buruk serta beberapa kerugian, aktivitas jual-beli online ini tidak dapat dihindari dikarenakan seiring berjalannya waktu teknologi semakin canggih, sehingga hubungan antara pelaku usaha dan konsumen akan semakin efisien dan terus terjadi.

Pada Pasal 1 Ayat (3) UUD NRI 1945 yang menjelaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Oleh sebab itu, untuk mencapai suatu keadilan dan kesejahteraan sosial bagi rakyat Indonesia, semua tindakan masyarakat telah diselaraskan dengan hukum. Setelah mereka lahir ke dunia dan berada pada suatu negara, maka yang dijadikan pedoman oleh bangsa Indonesia adalah hukum. Pedoman ini ialah aturan serta kegiatan bangsa Indonesia itu sendiri dalam bentuk tidak tertulis maupun tertulis tentunya harus ditaati. Hanya satu pihak yang dapat menjadi titik fokus perlindungan hukum. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) merupakan suatu tindakan yang dilakukan pemerintah dalam melindungi konsumen. Tujuannya dijelaskan dalam Pasal 3 UUPK yang dimana secara khusus untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya mengoptimalkan kualitas suatu produk untuk menjamin keamanan konsumen di kalangan pelaku usaha, seperti mencegah akses yang tidak menguntungkan.5 Namun tetap diperlukannya kepastian hukum yang dapat menjamin perlindungan bagi konsumen yang kerap merasa rugi akibat aktivitas jual-beli online ini.

Untuk mengkaji lebih lanjut terkait dengan penyelesaian kasus dimana konsumen menerima produk yang tidak sesuai dalam jual-beli online di era digital ini perlu menelaah beberapa penelitian yang tentunya memiliki keterkaitan topik namun dalam fokus permasalahan dan pembahasannya berbeda. Penelitian tersebut antara lain penelitian yang disusun oleh Anak Agung Ayu Krisna Dewi dan I Wayan Novy Purwanto pada tahun 2019 dengan judul “Perlindungan Hukum Terkait Kerugian Pembelian Produk Dalam Transaksi E-Commerce Yang Tidak Sesuai Dengan Katalog Di Internet”. Penelitian ini mengkaji bagaimana seharusnya pelaku usaha menanggapi keluhan konsumen ketika suatu produk tidak sesuai dengan katalog online dimana pelaku wajib memberikan kompensasi berupa ganti rugi ataupun penukaran produk dan apabila tidak bertanggung jawab akan dikenakan sanksi pidana penjara ataupun di denda.6 Kemudian penelitian selanjutnya adalah penelitian yang disusun oleh Ida Ayu Eka Pradnyaswari dan I Ketut Westra pada tahun 2020 dengan judul “Upaya Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Dalam Transaksi Jual Beli Menggunakan Jasa E-Commerce”. Penelitian tersebut membahas terkait penyelesaian sengketa dalam transaksi jual beli online dengan menggunakan jalur arbitrase dalam menjamin keamanan bagi konsumen dalam aktivitas jual beli online.7

Berdasarkan pemaparan diatas penulis tertarik untuk membahas dan mendalami karya ilmiah ini yang berjudul “Tinjauan Terkait Perlindungan Hukum Atas Ketidaksesuaian Objek Melalui Transaksi Jual Beli Online Di Era Digital.”

  • 1.2.    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimana pengaturan hak konsumen dalam undang-undang perlindungan konsumen?

  • 2.    Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen atas ketidaksesuaian objek dalam jual beli online di era digital?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Tulisan ini memuat hasil yang diinginkan maka harus mempunyai tujuan yang jelas. Pada tulisan karya ilmiah ini adalah bertujuan untuk menganalisis terkait bentuk dari pengaturan hak konsumen dalam UUPK, disamping itu tulisan ini juga mempunyai tujuan untuk menganalisis kekuatan hukum dalam memberikan perlindungan terhadap konsumen atas ketidaksesuaian objek terkait kegiatan jual-beli online di era digital.

  • 2.    Metode Penelitian

Penulisan ini menerapkan teknik yuridis normatif yang berfokus pada penggunaan data sekunder seperti buku, undang-undang, daftar bacaan, pandangan para ahli, dan jurnal yang berhubungan dengan topik maupun judul. Metode perundang-undangan (Statute Approach) yang secara logis berdasarkan badan hukum yang ada dengan menitikberatkan pada data hukum berupa peraturan perundang-undangan sebagai acuan inti yang dimana merupakan pendekatan masalah dalam penulisan ini. Selain itu, metode konseptual (Conseptual Approach) dengan berpijak pada pemahaman dan pengembangan doktrin pula digunakan.8 Penulisan ini beranjak dari sistem hukum

mengenai ketidaksesuaian objek dalam aktivitas jual-beli online di era digital yang timbul akibat kekosongan norma sehingga berdampak pada perlindungan hukum terhadap konsumen apabila merasa terkena kerugian dari adanya aktivitas jual-beli ini. Untuk mengumpulkan suatu data digunakan metode pendekatan kepustakaan. Dengan menelaah data yang telah terkumpul guna mendapatkan gambaran luas terkait dengan keadaan yang sebenarnya, penulis menggunakan pendekatan analisis kualitatif untuk mengelola dan menganalisis data.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    3.1.    Pengaturan Hak Konsumen Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen

Perkataan konsumen bukanlah hal baru bagi masyarakat. Secara sederhana, konsumen ialah pemakai yang bermula dari kata “consumer.” Pengertian ini berkembang seiring berjalannya waktu yang akhirnya sampai kepada pengertian “korban penggunaan ketidaksesuaian produk, baik korban yang dimaksud sebagai konsumen, bukan hanya konsumen tetapi pengguna bahkan konsumen yang bukan pengguna. Konsumen selalu berkaitan erat dengan pelaku usaha atau produsen ataupun pengusaha, dimana ialah pihak yang menyediakan maupun menghasilkan produk untuk digunakan oleh konsumen.9

Konsumen ialah pengguna barang-barang hasil produksi berupa makanan, pakaian atau barang lainnya menurut KBBI. Dalam Pasal 1 Ayat (2) UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dijelaskan “Pengguna produk/jasa yang tersedia, guna keperluan tersendiri ataupun keperluan orang lain, serta tidak menghasilkan produk/pelayanan lain untuk diperdagangkan ialah pengertian dari konsumen.” Konsumen akan melakukan perjanjian dengan pelaku usaha dalam aktivitas jual-beli online mengikat secara hukum dimana pelaku usaha akan menyerahkan suatu produk dan konsumen berkewajiban membayar jumlah yang telah disepakati.10 Mengutamakan suatu syarat sahnya perjanjian merupakan hal yang harus dilakukan sebelum perjanjian dimulai sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata.11

Konsumen selalu ingin puas mengenai produk yang mereka beli saat berbelanja di E-commerce. Sedangkan, para pelaku usaha seringkali memanfaatkan dan ingin mendapatkan keuntungan finansial dari kesepakatan tersebut tanpa memikirkan pihak yang dirugikan. Tetapi jika kedua belah pihak dengan benar memenuhi komitmen mereka berdasarkan itikad baik, tujuan kedua belah pihak akan mudah tercapai. Dalam Pasal 1474 KUHPerdata mengatur kewajiban serta hak pembeli, penjual, dan pelaku usaha. Salah satunya adalah tanggung jawab untuk menyediakan produk kepada konsumen serta tanggung jawab untuk menanggung (vrijwaring) dari risiko cacat hukum dan cacat tersembunyi. Berikut faktor yang berasal dari sudut pandang konsumen saat memilih produk:

  • 1.    Memiliki akses informasi akurat tentang pembelian produk;

  • 2.    Produk keinginan pelanggan dapat sesuai dan baik dari segi harga, kualitas, bentuk, serta faktor lainnya; dan

  • 3.    Jaminan diberikan jika produk yang dibeli dan diperoleh konsumen tidak sesuai dengan harapan mereka atau informasi yang diberikan dalam pemasaran produk.

Namun pada kenyataannya, di beberapa situasi transaksi jual beli online ini seringkali terjadi dimana produk yang sampai kepada konsumen tidak sama seperti yang tertera pada iklan produk yang ada atau cacat produk. Cacat pada produk yang tidak sesuai dengan kesepakatan, dapat mengurangi kegunaannya dan juga dapat merugikan konsumen ataupun melanggar hak dari konsumen itu sendiri.

Terkait hak dari konsumen terdapat pada Pasal 4 UUPK yaitu:

  • a)    Hak untuk mendapatkan kemudahan, keselamatan, juga rasa aman ketika mendapat suatu barang/jasa; Langkah yang tepat untuk mencegah kerugian fisik serta psikis, hak ini dimaksudkan untuk menghindari konsumen dari kerugian terhadap apa yang sudah dibelinya.

  • b)    Hak kebebasan dalam mengambil keputusan atas suatu produk tanpa tekanan eksternal;

  • c)    Hak untuk mengungkapkan kondisi serta jaminan barang atau layanan secara jelas, akurat, dan jujur; Hak ini dimaksudkan untuk memberi konsumen gambaran yang akurat tentang barang yang ingin mereka beli, memungkinkan mereka membuat pilihan berdasarkan informasi dan menghindari kerugian akibat penggunaan produk yang tidak tepat.

  • d)    Hak untuk mendengar rekomendasi dan kekhawatiran tentang produk atau layanan yang digunakan. Ini dapat digunakan untuk menanyakan tentang suatu produk jika informasi yang diberikan tidak mencukupi atau untuk mengajukan keluhan tentang kerugian yang dialami pelanggan akibat penggunaan suatu produk.

  • e)    Hak memperoleh advokasi, pembelaan, dan penyelesaian Upaya sengketa dengan perlindungan konsumen; Ini dimaksudkan untuk memperbaiki keadaan konsumen yang mengalami kerugian pada saat melakukan pembelian yang sah.

  • f)   Hak untuk menerima pendidikan dan konseling konsumen; Tujuan dari hak

ini adalah untuk memastikan bahwa konsumen mendapatkan ilmu atau informasi yang mereka butuhkan. Dengan ini, diharapkan konsumen akan memilih produk dengan lebih teliti dan lebih kritis lagi.

  • g)    Hak untuk mendapatkan pelayanan atau perlakuan yang adil, tulus, dan tanpa diskriminasi; Hak ini memastikan bahwa konsumen diperlakukan secara adil dan tanpa memandang faktor-faktor seperti ras, agama, budaya, status sosial ekonomi, dll.

  • h)    Hak atas kompensasi, imbalan, pengganti ketidaksesuaian produk setelah diterima seperti yang diperjanjikan semula; Ini dimaksudkan untuk memberikan pemulihan yang tenang bagi konsumen yang dirugikan saat memperoleh barang, seperti melalui kompensasi atau imbalan.

  • i)   Hak-hak yang dilindungi oleh ketentuan peraturan perundang-undangan

lainnya; Ini bermaksud terkait bagaimana menjaga dari penetapan harga yang tidak adil dan manipulasi pelanggan oleh pelaku usaha.

Pada Pasal 1481 dan Pasal 1483 KUH Perdata selanjutnya mengatur tentang hak-hak konsumen yang menyatakan bahwa keadaan produk yang diterima konsumen harus dalam keadaan utuh. Artinya produk tersebut harus sesuai dengan kondisi awal ketika konsumen membeli. Berkaitan dengan hak, UU Perlindungan Konsumen merupakan perluasan dari UUD NRI 1945 Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 33 yang mengatur tentang kesejahteraan. Hak-hak konsumen telah mendapat begitu banyak perhatian karena signifikansinya sehingga beberapa orang mengatakan hak-hak tersebut mewakili hak asasi manusia generasi keempat.

Secara universal hak-hak bagi konsumen tidak dapat lepas dari perjuangan kepentingan konsumen yang dapat dinyatakan dalam suatu pernyataan kuat ketika hak-hak tersebut dapat dirumuskan secara jelas dan sistematis.12 J.F. Kennedy, presiden AS saat itu, menyebutkan 4 (empat) hak konsumen dalam pidatonya di depan Kongres AS pada tanggal 15 Maret 1962: hak atas keselamatan, hak atas informasi, hak untuk mengambil keputusan, dan hak untuk didengar. Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) terinspirasi oleh pidato J.F. Kennedy, yang menghasilkan Resolusi No. 39/248, Pedoman Perlindungan Konsumen, yang termasuk dalam prinsip umum bagian II, yang dikeluarkan pada tahun 1984. Di dalam The Guidilines for Consumer Protection, ”Konsumen dari semua bangsa, dimanapun mereka berada, memiliki hak sosial yang mendasar”. Artinya transaksi jual beli online (E-Commerce) terjadi tanpa ada batasan negara dan penjelasan maupun penerapan hak-hak tersebut terdapat pada masing-masing hukum nasional negara tersebut.

Mengingat yang disebutkan diatas ialah hak-hak dari konsumen, penting untuk mempertimbangkan dari mana hak-hak ini berasal. Ketika ada jaminan perlindungan, bagaimana hak tersebut dapat dilaksanakan, dan bagaimana hak tersebut dapat dijaga. Karena pada dasarnya hak tersebut sudah melekat pada setiap konsumen, jika ingin menghentikan kerugian terhadap konsumen maka pemerintah maupun pelaku usaha harus bisa patuh dalam mempertanggungjawabkan konsumen yang memiliki hak untuk dilindungi.

  • 3.2.    Perlindungan Hukum Terhadap Ketidaksesuaian Objek Dalam Jual Beli Online di Era Digital

Di era digital saat ini banyak orang menganggap kegiatan jual-beli online (ECommerce) sebagai tren dikarenakan kemudahan-kemudahan yang diberikan. Namun tidak menutup kemungkinan jual-beli online (E-Commerce) juga dapat berdampak buruk bagi konsumen. Mengingat bahwasannya tidak ada interaksi secara langsung dan antara pelaku usaha dengan konsumen tidak mengenal satu sama lain sehingga pelaku usaha terkadang melakukan perbuatan curang seperti halnya memberikan informasi yang salah dan tidak jelas, bahkan antara foto atapun vidio yang ada pada situs web tidak sesuai seperti apa yang didapatkan konsumen, maka sebab itu perlu adanya perlindungan atas hak-hak konsumen untuk memastikan konsumen merasa nyaman, aman, dan memberikan kepastian hukum dalam melakukan kegiatan jual-beli online di era digital. Hal tersebut dikarenakan pelaku usaha yang money oriented, dimana pelaku usaha tidak mengutamakan kualitas produk dan juga kepuasan dari konsumen.13 Masyarakat yang berposisi sebagai konsumen dengan gampangnya dikelabui seperti tidak memberikan informasi akurat dalam memperdagangkan suatu produk, dalam hal ini konsumen harus sadar terhadap hak-haknya sebagai konsumen. Oleh karena itu, untuk menjamin agar konsumen merasa aman, nyaman, dan memiliki kejelasan hukum dalam melakukan aktivitas jual beli online di era digital, maka diperlukan adanya perlindungan bagi konsumen.

Perlindungan hukum ialah setiap tindakan pemerintah atau pejabat yang berwenang untuk menegakkan hukum dan mendampingi saksi dan/atau korban kejahatan guna memberikan jaminan keamanan sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. Tindakan itu berupa ganjaran restitusi, santunan, pelayanan,

serta bantuan hukum dan pengobatan. Perlindungan hukum yang diberikan kepada subyek hukum bersifat preventif dengan tujuan untuk menghindari terjadinya masalah dan bersifat represif dengan tujuan untuk mengakhiri permasalahan atau sengketa yang timbul. Dengan ini perlindungan hukum dapat digambarkan sendiri melalui fungsi hukumnya dengan konsep bahwa hukum memberikan suatu kepastian, ketertiban, kedamaian, dan juga manfaat maupun keadilan.14 Beberapa ahli juga menyatakan pandangan mereka terkait pengertian perlindungan hukum, seperti halnya Muchsin berpendapat bahwa perlindungan hukum adalah suatu kegiatan guna melindungi masyarakat dengan cara menyeimbangkan keterkaitan nilai atau hukum yang dinyatakan melalui sikap dan perbuatan guna mewujudkan ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat antara sesama manusia. Istilah “perlindungan konsumen” mengacu pada adanya peraturan yang menjaga keamanan konsumen dari kerugian akibat penggunaan produk/jasa. Pada Pasal 1 Ayat (1) (UUPK) dijelaskan bahwa “Tindakan yang mempunyai tujuan perlindungan terhadap konsumen dan menjamin adanya kepastian terkait hukum ialah arti dari perlindungan konsumen.” Perlindungan konsumen memiliki lingkup yang cukup luas, dimulai dengan keputusan untuk membeli sesuatu atau jasa dan diakhiri dengan efek dari penggunaanya. Hal tersebut dapat berupa perlindungan konsumen atas syarat-syarat dan ketentuan yang tidak adil serta perlindungan konsumen dari risiko produk yang diberikan kepada mereka tidak sama seperti pada kesepakatan awal. Dalam transaksi jual-beli online, konsumen berhak untuk diberikan perlindungan. Sangat penting untuk memberikan konsumen perlindungan hukum dikarenakan mereka tidak memiliki kedudukan yang setara dengan pelaku usaha, atau dapat dikatakan kedudukannya lebih lemah dibandingkan dengan pelaku usaha. Instrumen tersebut merupakan perlindungan hukum melalui jenis perundang-undangan tertentu (peraturan pemerintah, undang-undang, dan lain-lain), dimana berlaku bagi setiap orang yang melakukan transaksi. Merupakan perjanjian khusus yang telah diciptakan oleh kedua belah pihak yang telah menetapkan syarat pembayaran, pengembalian, dan perlindungan hukum lainnya terhadap konsumen dalam transaksi jual-beli online.15

Perlindungan hukum bagi konsumen berpedoman pada Hukum Perdata Indonesia, UUPK, serta UU ITE. Ketentuan perjanjian secara online (E-Commerce) tidak secara tegas diatur oleh Hukum Perdata, tetapi ketentuan yang masih diikuti dan diberlakukan tetap berpedoman pada KUHPerdata. Kedua belah pihak harus menyetujui perjanjian transaksi ini mengacu pada Pasal 1320 KUH Perdata. Perjanjian dapat dibatalkan jika dua persyaratan tidak terpenuhi, perjanjian E-Commerce dilakukan harus didasarkan itikad baik seperti pada Pasal 1338 KUHPerdata. Pelaku usaha bisa digugat apabila tidak dipenuhinya perjanjian. Hal ini merujuk pada Pasal 1243 KUHPerdata yang mengatur tentang jika suatu perjanjian tidak dapat terpenuhi maka harus ada penggantian biaya ganti rugi.16 Jika terdapat permasalahan yang mungkin dialami konsumen maka sudah terdapat sebuah kesepakatan yang harus dipatuhi oleh pelaku usaha pada kegiatan jual-beli online, termasuk komitmen mereka untuk

memberikan informasi yang akurat dan mudah dipahami. Secara umum, Pasal 1473 KUHPerdata memuat mengenai “ketentuan atas hak pemberian keterangan yang jelas dan sesuai terkait produk yang diperdagangkan, ini menyatakan bahwa penjual diharuskan untuk menekankan informasi yang akurat, dan jika setiap janji yang tidak jelas artinya harus ditafsirkan untuk kerugiannya”. Selain itu dalam Pasal 8 UUPK diatur tentang aspek hukum ketidaksesuaian produk dalam jual beli online (ECommerce), pasal ini menegaskan “bahwa adanya larangan ketidaksesuaian dalam memperdagangkan produk dan/atau jasa sesuai klaim yang telah dibuat sesuai dengan uraian, pemasaran, pelabelan, dan etiket”. Berdasarkan pasal tersebut, ketidaksesuaian kualitas produk dengan yang terdapat di dalam foto ataupun vidio penawaran produk merupakan salah satu motif pelanggaran bagi pelaku usaha. Aspek ini dapat berlaku apabila produk atau jasa yang dipromosikan melanggar ketentuan dapat dibuktikan. Berkaitan mengenai informasi tentang produk atau jasa yang tidak benar/jelas yang secara tidak langsung dapat berdampak menyesatkan konsumen, dimana terdapat ketidaksesuaian dalam penerimaan produk dan/atau jasa dengan yang ditawarkan sebelumnya. Karena pada dasarnya pelaku usaha wajib memberitahu terkait bagaimana keadaan produk dan/atau jasa yang sebenar-benarnya serta informasi yang akurat sesuai yang akan dijual-belikan seperti dalam Pasal 7 huruf b UUPK. Dapat dilihat pula dalam Pasal 4 huruf c UUPK menjelaskan terkait hak mendapat keterangan sebenar-benarnya serta sesuai terkait dengan keadaan produk atau jasa yang diperjual-belikan merupakan hak dari konsumen. Namun ketika konsumen mengalami kerugian terkait dengan tidak terpenuhinya hak tersebut, konsumen mempunyai hak untuk memperoleh penggantian barang seperti pada Pasal 4 huruf h.17. Kemudian dalam Pasal 19 terdapat aturan terkait aspek tanggung jawab bagi pelaku usaha yaitu:

  • (1)    Pelaku usaha memiliki tanggung jawab untuk mengganti kerugian yang dialami oleh konsumen;

  • (2)    Penggantian produk dan/atau jasa yang nilainya setara maupun dana yang dikembalikan lebih besar yang telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan merupakan maksud dari ayat (1);

  • (3)    Ganti rugi dilakukan setelah transaksi selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari;

  • (4)    Potensi tuntutan pidana tidak dapat dikesampingkan apabila masih terdapat bukti lebih lanjut yang menunjukkan unsur kesalahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tentang pemberian ganti rugi;

  • (5)    Jika sudah ditunjukkan bahwa konsumen yang bersalah oleh pelaku usaha maka ketentuan ayat (1) dan ayat (2) tidak lagi digunakan.

Selain KUHPerdata serta UUPK landasan perlindungan hukum terhadap konsumen terkait tidak sesuainya produk yang diterima dari aktivitas jual-beli online juga terdapat dalam UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan UU No. 19 tahun 2016 (UU ITE) pada Pasal 4. Dalam pasal ini, dijelaskan mengenai efisiensi bagi pengguna dalam menggunakan transaksi melalui elektronik seperti keamanan dan suatu kepastian hukum. Pada Pasal 9 UU ITE, disebutkan mengenai “pelaku usaha yang menyediakan barang/jasa dalam aktivitas transaksi melalui elektronik sepatutnya menjelaskan secara jelas mengenai informasi, produsen, serta produk yang ditawarkan”, ini merupakan bagian yang berlaku untuk pembelian dan penjualan secara online (E-Commerce). Dijelaskan dalam pasal ini bahwa pelaku usaha harus menjelaskan informasi secara jelas, mudah dipahami, serta

komprehensif saat memasarkan barangnya. Bila pelaku usaha sengaja memberikan informasi tidak jelas, tidak akurat, dan tidak lengkap terkait produk yang diperdagangkan, sehingga menyebabkan kerugian bagi konsumen maka akan dikenakan pidana ataupun denda bagi setiap orang yang tanpa hak ataupun dengan sengaja memberikan suatu informasi yang tidak sesuai, tidak jelas, serta berdampak sesat terhadap konsumen seperti yang dijelaskan Pasal 45a Ayat (1)

Pemerintah memberikan dua konsep perlindungan hukum dalam transaksi jual-beli online terhadap konsumen yaitu18 :

  • 1.    Perlindungan Hukum Preventif

Sebagai bentuk perlindungan agar kedepannya jual beli online tidak memberikan dampak buruk seperti kerugian bagi konsumen maka pemerintah memberikan pelatihan bagi konsumen yang aturannya terdapat pada Pasal 29 Ayat (1) UUPK. Pelatihan ini sangatlah penting untuk dilakukan karena berkaca dari kesadaran konsumen terhadap hak-haknya sangatlah rendah. Kemudian memberikan pengawasan kepada konsumen yang terdapat dalam Pasal 3 Ayat (1) UUPK. Pengawasan ini dilaksanakan bersama masyarakat, pemerintah, dan juga LPKSM. Apabila dalam pengawasan ini terdapat penyimpangan berbahaya dari pelaku usaha maka dapat dikenakan sanksi.

  • 2.    Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan ini dilaksanakan untuk mengatasi masalah yang timbul antara konsumen dengan pelaku usaha. Penyelesaiannya dilakukan atau diakhiri secara litigasi ataupun non litigasi dalam perlindungan hukum represif. Pasal 48 pada UUPK mengatur tentang upaya hukum secara litigasi atau tuntutan melalui pengadilan. Penyelesaian atas masalah antara konsumen dengan pelaku usaha merujuk pada aturan terkait pengadilan hukum yang berlaku dang mengacu pada aturan Pasal 45 yang menjelaskan terkait “Penuntutan pelaku usaha yang dilakukan oleh konsumen yang mengalami kerugian maka akan ditangani oleh badan yang ditunjuk langsung untuk menangani masalah antar pelaku usaha dengan konsumen atau melalui pengadilan yang berada dalam lingkungan pengadilan hukum.” Penanganan permasalahan ini dapat dilakukan diluar jalur pengadilan maupun melalui jalur pengadilan yang sesuai dengan bagaimana kehendak para pihak yang berkaitan. Selanjutnya, upaya hukum jalur non litigasi, selain melalui gugatan perdata seperti yang dijelaskan dalam Ayat (1), untuk menyelesaikan permasalahan mereka para pihak dapat melalui jalur arbitrase ataupun badan penanganan jalan keluar masalah lainnya yang sudah sesuai sesuai persyaratan peraturan perundang-undangan penjelasan ini menurut Pasal 39 ayat (2) UU ITE. Penyesuaian terhadap perjanjian yang sudah disepakati antar pihak yang berkaitan, berarti pihak tersebut dapat sepakat untuk mengubah perjanjian sebelumnya, penanganan masalah tentang perilaku menentang hukum dalam aktivitas jual-beli online dapat menggunakan salah satu cara non litigasi.

  • 4. Kesimpulan

Hak konsumen untuk memperoleh produk sesuai dengan keadaan semula ketika produk tersebut sampai pada tangan konsumen itu sendiri, terdapat pada Pasal 4 UUPK yang mana menyatakan bahwasannya konsumen mendapatkan hak kenyamanan, keselamatan, serta keamanan dalam mengkonsumsi produk yang dibelinya, mereka juga memiliki hak untuk memilih produk berdasarkan jaminan yang dijanjikan serta,

mereka memiliki hak atas perlindungan dimana ketika produk yang mereka dapatkan tidak sesuai seperti apa yang diperjanjikan sebelumnya, mereka akan mendapat kompensasi. Dalam hal terjadinya kejadian ketidaksesuaian produk baik dalam penjelasan iklan produk yang ada atau cacat produk, dengan kata lain kejadian tersebut dapat merugikan konsumen ataupun melanggar hak dari konsumen itu sendiri. Maka diperlukan suatu perlindungan hukum terhadap hak-hak konsumen untuk menjamin konsumen merasa nyaman, aman, dan memberikan kepastian hukum terkait aktivitas jual-beli secara online ini khususnya di era digital. Perlindungan hukum bagi konsumen berpedoman pada Hukum Perdata Indonesia, UUPK, serta UU ITE. Dalam hal ini pula pemerintah memberikan dua konsep perlindungan hukum yakni perlindungan hukum preventif dengan memberikan pelatihan bagi konsumen , pelatihan ini sangat penting mengingat kesadaran konsumen masih sangat rendah terhadap hak-haknya, selain itu juga memberikan pengawasan terhadap konsumen yang dilaksanakan bersama masyarakat, pemerintah, dan juga LPKSM, selanjutnya dalam hal perlindungan hukum represif dilakukan untuk mengatasi masalah antara konsumen dan pelaku usaha. Penyelesaiannya dilakukan atau diakhiri secara litigasi dan non litigasi. Ketika konsumen merasa dirugikan maka pelaku usaha seharusnya melakukan penggantian barang maupun ganti rugi sebagai bentuk tanggung jawabnya.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Panjaitan, H. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Jala Permata Aksara. 2021. Subekti. Aneka Perjanjian . Bandung: PT. CitraAditya. 2014.

Suteki, dan Taufani, Penelitian Hukum (Filsafat, Teori, dan Praktik). Depok: PT Raja Grafindo Persada. 2018.

Jurnal

Dewi, Anak Agung Ayu Krisna Dewi dan Purwanto, I Wayan Novi. “Perlindungan Hukum Terkait Kerugian Pembelian Barang Dalam Transaksi E-Commerce yang Tidak Sesuai Dengan Katalog Di Internet.” Kertha Negara : Jurnal Fakultas Hukum Universitas Udayana 7, No. 5 (2019) : 3-4.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/Kerthanegara/article/view/50291.

Dwikayanti, Ni Made Rai. “Perlindungan Hukum Bagi Pemberi Jasa Endorse Dalam Perjanjian Endorsement.” Jurnal Kertha Semaya 9, No. 5 (2021) : 748.

https://doi.org/10.24843/KS.2021.v09.i05.p01.

Irsyad Rahadian Irhamil Haqqi Al, dan Irawan, Anang Dony. ”Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Jual Beli Online Atas Barang Tidak Sesuai.” Jurnal Education and Development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan 10, No. 3 (2022) : 263-267. https://doi.org/10.37081/ed.v10i3.4132.

Krisna, I Putu Yogi, I Nyoman Putu Budiartha, dan Ni Made Puspasutari Ujianti. “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Akibat Kerugian Yang Ditimbulkan Oleh Pelaku Usaha Toko Online di Facebook.” Jurnal Preferensi Hukum 3, No. 1 (2022) : 28.

https://doi.org/10.22225/jph.3.1.4618.26-30.

Pradnyaswari, Ida Ayu Eka dan Westra, I Ketut. “Upaya Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Dalam Transaksi Jual Beli Menggunakan Jasa E-Commerce.” Kertha Semaya: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Udayana 8, No. 5 (2020) : 763. https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/59414.

Pratiwi, Ni Kadek Ariyanti dan Apriyani, Ni Wayan Ella. “Perlindungan Hukum Bagi Pelaku Usaha Online Dalam Perjanjian Endorsement.” Kertha Negara : Jurnal Fakultas Hukum Universitas Udayana 10, No. 5 (2023) : 505.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/Kerthanegara/article/view/93242.

Putra, I Putu Erick Sanjaya, I Nyoman Putu Budiartha dan Ni Made Sukaryati Karma. “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Jual Beli Barang Melalui ECommerce.” Jurnal Analogi Hukum 1, No. 2 (2019) : 239-240.

https://doi.org/10.22225/ah.1.2.1739.239-243.

Putri, A.A.Bintang Evitayuni Purnama. “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Melakukan Transaksi Elektronik Di Indonesia.” Jurnal Kertha Semaya 2, No. 3 (2014) : 2.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/8958.

Ranto, Roberto. “Tinjauan Yuridis Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Transaksi Jual Beli Melalui Media Elektronik.” Jurnal Ilmu Hukum Alethea 2, No. 2. (2019) : 146-164.

https://doi.org/10.24246/alethea.vol2.no2.p145-164.

Rohaya, Niza. “Pelanggaran Penggunaan Klausula Baku Yang Mengandung Klausula Eksonerasi Dalam Perlindungan Konsumen.” Jurnal Hukum Replik 6, No. 1 (2018) : 27.

http://dx.doi.org/10.31000/jhr.v6i1.1116.

Sanjaya, Nanda Radithya Kresnantara, I Nyoman Putu Budiartha dan Ni Made Puspasutari Ujianti. “Perlindungan Terhadap Konsumen Atas Barang Tiruan Pada Transaksi E-Commerce (Studi Kasus Pada Toko Stridewear.Id Bali).” Jurnal Interpretasi Hukum 3, No. 2 (2022) : 335.

https://doi.org/10.22225/juinhum.3.2.5076.332-338.

Setiabudhi, Donna O dan Senewe, Emma V.T. “Perlindungan Konsumen Jual Beli Online Dalam Era Digital 4.0.” Lex Et Societatis 8, No. 3. (2020). 100. https://doi.org/10.35796/les.v8i3.29507.

Umboh, Gidion Sebry. “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Apabila Terjadi Wanprestasi Dalam Transaksi Online.” Lex Privatum 8, No. 1. (2020) : 109.

https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexprivatum/article/view/28526.

Internet

Sukoharjo, J. (2022, Oktober 22). Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Kabupaten Sukoharjo.   Diambil kembali dari JDIH Kabupaten Sukoharjo:

https://jdih.sukoharjokab.go.id/informasi/detail/90. Diakses pada tanggal 24 Januari 2023.

Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Nomor 3821

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5952

Jurnal Kertha Negara Vol 11 No. 8 Tahun 2023 hlm 822- 834

833