PERLINDUNGAN DAN BENTUK TANGGUNG JAWAB HUKUM TERHADAP PENGGUNA LAYANAN JASA TRANSPORTASI ONLINE

Komang Yoga Mahendra, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

Made Aditya Pramana Putra, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi perlindungan hukum dan tanggung jawab yang seharusnya diberikan oleh penyedia layanan transportasi online kepada pengguna layanan yang merasa dirugikan saat menggunakan aplikasi. Studi penelitian ini menerapkan metode penelitian normatif yang menerapkan pendekatan perundang-undangan (statute approach) serta pendekatan konseptual (conceptual approach). Temuan dari penelitian menunjukkan bahwa perlindungan hukum yang diberikan kepada pengguna atau pelanggan transportasi online didasarkan pada Pasal 1320 KUHperdata, yaitu perlindugan hukum preventif dan represif. Perusahaan transportasi online memberikan perlindungan hukum yang substansial kepada pengguna layanannya, meliputi aspek keamanan, kenyamanan, dan keselamatan. Sementara itu, perusahaan layanan transportasi online memberikan bentuk tanggung jawab berupa kompensasi santunan untuk mengganti kerugian. Bagi pengguna yang terdaftar secara resmi, mereka mendapatkan asuransi gratis, dan perselisihan dapat diatasi melalui proses negosiasi atau mediasi. Walaupun demikian, bentuk tanggung jawab perusahaan dapat berubah-ubah, tergantung pada situasi tertentu. Dalam beberapa situasi, perusahaan transportasi online juga cenderung mengalihkan sebagian tanggung jawab kepada pengemudi.

Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Pertanggung Jawaban, Ojek Online

ABSTRACT

This research was conducted with the aim of identifying the legal protection and responsibilities that should be provided by online transportation service providers to users who feel disadvantaged while using the application. This research study applied a normative research method that incorporated a statutory approach and a conceptual approach. The findings of the study indicate that the legal protection provided to users or customers of online transportation is based on Article 1320 of the Civil Code, encompassing both preventive and punitive legal protection. Online transportation companies provide substantial legal protection to their users, covering aspects of safety, comfort, and security. Meanwhile, online transportation service providers offer a form of responsibility in the form of compensation to compensate for losses. For officially registered users, they receive free insurance, and disputes can be resolved through negotiation or mediation processes. Nevertheless, the form of the company's responsibility can vary depending on specific situations. In some cases, online transportation companies also tend to transfer some responsibilities to the drivers.

Key Words: Legal Protection, Legal Responsibility, Online Transportation

  • 1.    Pendahuluan

    1.1.    Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai entitas social, sudah menjadi kodratnya untuk hidup di dalam suatu pergaulan masyarakat. PJ Bouman mengatakan bahwa ketika manusia hidup dengan manusia lainnya, saat itulah ia baru disebut sebagai manusia, atau kita kenal dengan “e mens wordt eerst mens door samenleving met anderen.” Perputaran kehidupan tersebutlah selanjutnya disebut sebagai masyarakat.1 Dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, diperlukannya suatu perlindungan kepentingan, yang akan terwujud apabila terdapat dasar peraturan hidup yang selanjutnya menentukan bagaimana seorang insan atau masyarakat berprilaku, sehingga tidak akan membawa kerugian yang berpengaruh terhadap kepentingan masyarakat luas. Selanjutnya, pedoman inilah yang disebut sebagai kaidah, norma, peraturan2 yang diperlukan untuk menciptakan ketertiban pada suatu kelompok ataupun masyarakat.3

Dalam beberapa dekade terakhir, Indonesia telah menjadi saksi dari perkembangan pesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Pertumbuhan penduduk yang pesat, bersama dengan inovasi teknologi yang berkembang dengan cepat, telah membawa negara ini masuk ke dalam era transformasi revolusi industri digital, yang sering disebut sebagai Revolusi Industri 4.0. Transformasi ini telah mengubah cara masyarakat berinteraksi, bekerja, dan berpergian. Salah satu contoh paling menonjol dari dampak Revolusi Industri 4.0 di Indonesia adalah munculnya layanan ojek online. Konsep ini merevolusi industri ojek konvensional yang telah ada selama puluhan tahun. Di masa lalu, orang harus berjalan kaki atau mencari pangkalan ojek untuk mendapatkan transportasi. Namun, dengan hadirnya ojek online, semua proses ini dapat diselesaikan dengan mudah melalui smartphone. Beberapa Perusahaan penyedia layanan transportasi online di Indonesia adalah Bluebird, PT. GoJek, dan Grab Indonesia.

Kelebihan utama ojek online adalah efisiensi waktu. Pengguna ojek tidak lagi harus berjalan jauh atau mencari pangkalan ojek, yang seringkali memakan waktu. Sekarang, dengan hanya beberapa ketukan pada layar ponsel mereka, mereka dapat memanggil ojek online untuk datang langsung ke lokasi mereka. Ini telah menghemat banyak waktu bagi masyarakat yang sering berhadapan dengan kemacetan lalu lintas di kota-kota besar. Selain efisiensi waktu, ojek online juga memberikan manfaat lainnya, seperti meningkatkan kenyamanan dan keamanan. Pengguna dapat melihat profil pengemudi, membaca ulasan dari pengguna lainnya, dan bahkan membagikan detail perjalanan mereka dengan teman atau keluarga, sehingga mereka merasa lebih aman.

Sebagai alternatif transportasi yang semakin populer, ojek online telah membantu mengatasi masalah aksesibilitas transportasi di berbagai wilayah, terutama di perkotaan. Ini juga memberikan peluang pekerjaan baru bagi ribuan pengemudi yang mencari pendapatan tambahan, yang menjadikan ojek online sebagai salah satu aspek penting dalam transformasi digital Indonesia.

Dalam klausa perjanjian antara pihak perusahaan layanan transportasi online dan penumpang, berlandaskan Pasal 1313 KUHPerdata, menyatakan penjelasan dalam perjanjian didasarkan pada kesepakatan atau perjanjian yang ditandatangani oleh para pihak yang terlibat. Sebuah perjanjian mengikat secara tegas mengenai segala hal di dalamnya. Berdasarkan ketentuan hukum perjanjian, kewajiban dan hak pihak-pihak yang teridentifikasi dalam kontrak menjadi sangat penting dan harus diberikan

perhatian, terutama dalam konteks e-bisnis. Prinsip kebebasan untuk mengadakan perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata menjadi landasan utama dalam hal ini. Sehingga, kontrak elektronik ini dapat memberikan perlindungan hukum kepada pengguna layanan transportasi online.4

Online Survey yang dijalankan Alvara Research Center pada 2019 menyatakan bahwa, diantara 1161 responden atau sekitar 70,4% adalah pengguna layanan transportasi online.5 Layanan jasa transportasi online yang ditawarkan menghasilkan penilaian positif di masyarakat. Namun, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Romandhoni dan Maika menyatakan mengenai pengguna aplikasi transportasi online bahwa 16 responden membuktikan pelayanan driver kurang memuaskan, sebanyak 40% dari responden mengalami kualitas layanan yang tidak memenuhi harapan dari pihak perusahaan transportasi online. Selain itu, dari 24 responden yang diwawancarai, melaporkan pengalaman layanan yang memenuhi harapan, artinya sekitar 60% tidak pernah mendapati perlakuan yang kurang memuaskan.6 Selain itu, driver terkadang kurang mengindahkan keselamatan penumpang, seperti berkendara dengan kecepatan yang relatif tinggi. Keadaan ini menghasilkan ketidakamanan yang dirasakan oleh penumpang ketika menggunakan layanan transportasi online7. Hal ini menandakan bahwa layanan jasa transportasi online tidak selamanya memberikan penilaian positif pada pelanggan.

Berdasarkan berita yang dikutip dari Viva.co.id, disebutkan bahwa seorang wanita berusia 19 Tahun mengalami kecelakaan maut bersama driver ojek online. Wanita tersebut diduga mendapatkan luka pada bagian kepala yang disebabkan oleh tumbukan keras ketika jatuh dari sepeda motor yang dinaikinya.8 Tidak dijelaskannya tanggung jawab dari pihak perusahaan transportasi online terhadap kasus ini menimbulkan tanda tanya dan kekhawatiran tersendiri di kalangan pengguna. Berkaitan dengan kasus tersebut, dapat dinyatakan bahwa tidak terdapat kejelasan terkait pertanggung jawaban dari pihak perusahaan terhadap penumpang. Selain itu, dalam forum komunikasi masyarakat Kaskus.co.id, seorang pria memberikan respon negatif terhadap salah satu pelayanan transportasi online. Beberapa driver ojek online dinilai tidak memakai atribut pengguna motor yang seharusnya, seperti tidak adanya spion motor, knalpot yang tidak sesuai standar, dan ban motor yang tipis. Sehingga, menimbulkan ketidaknyamanan oleh penumpang.9

Kasus-kasus tersebut jelas merugikan penumpang/konsumen karena hak-hak konsumen mereka tidak terpenuhi sejalan dengan ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, berbunyi “Perlindungan konsumen merupakan segala upaya yang menjamin adanya kepastian

hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.” Pasal 4, mencantumkan mengenai penggunaan produk atau layanan, terdapat hak untuk memperoleh keamanan, kenyamanan, dan keselamatan. Selain itu, terdapat juga hak untuk menerima pertanggungjawaban atas produk atau layanan yang digunakan berupa penggantian atau kompensasi jika terjadi ketidaksesuaian antara barang atau layanan yang diperoleh dengan kesepakatan sebelumnya, seperti ketidakpuasan konsumen akibat ketidaknyamanan yang dirasakan atau kerugian selama menggunakan layanan transportasi online.

Dibalik itu semua, pihak perusahaan transportasi online sendiri sebenarnya telah berupaya untuk memberikan upaya pertanggung-jawaban jika kedepannya terjadi suatu hal yang tidak diharapkan oleh pengguna layanan/konsumen. Apabila kedepannya, pihak perusahaan transportasi online tidak menjalankan kewajibannya sebagai penyedia layanan jasa perjanjian elektronik, akan berakibat terhadap pelanggaran hak konsumen/pengguna layanan. Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Dimas B.W, yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen GoJek (Layanan Tranportasi Dengan Aplikasi Online) Dalam Perjanjian Aplikasi GoJek Berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata”10 serta penelitian yang dilakukan oleh Alfis S. dan Deeky A.S, yang berjudul “Analisis Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Pengguna Jasa Ojek Online di Kota Batam”.11 Inti kedua penelitian di atas adalah bagaimana konsumen pihak transportasi (ojek) online mendapatkan perlindungan hukum saat menggunakan layanan jasa transportasi online. Penulis kemudian menjadikan penelitian tersebut sebagai pembanding dengan fokus pembahasan yang berbeda. Pada penelitian ini, fokus utama adalah mengungkap bentuk atau wujud perlindungan hukum yang disediakan bagi konsumen sebagai pengguna layanan transportasi online sesuai perundangan-undangan yang berlaku. Jikalau kedepannya, penyedia ataupun mitra layanan memberikan kerugian kepada pengguna, maka diperlukan tindakan tanggung jawab hukum yang seharusnya dilakukan oleh perusahaan transportasi online.

Latar belakang di atas menjadi alasan penulis untuk mengidentifikasi bagaimana perlindungan hukum dan bentuk tanggung jawab yang diberikan oleh pihak perusahaan transportasi online kepada penggunanya, sehingga dapat memberikan wawasan yang lebih baik kepada pengguna layanan transportasi online guna meningkatkan kepercayaannya kepada pihak perusahaan, serta pihak yang terlibat dalam regulasi dan perundang-undangan.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

Mengacu pada paparan latar belakang yang telah disampaikan sebelumnya, penulis bermaksud untuk merumuskan permasalahan sebagai berikut:

  • 1.    Bagaimanakah bentuk dari perlindungan hukum terhadap pengguna layanan transportasi online?

  • 2.    Bagaimanakah bentuk dari tanggung jawab yang dapat diberikan oleh pihak perusahaan transportasi online, apabila kedepannya terjadi kerugian dan/atau kerusakan?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Memahami bentuk atau wujud perlindungan hukum yang diberikan atau dijamin oleh pihak perusahaan transportasi online kepada pengguna layanannya, serta mengetahui jenis-jenis tanggung jawab yang akan ditanggung oleh perusahaan transportasi online atas kerugian dan/atau kerusakan yang diakibatkan oleh perusahaan sebagai penyedia layanan.

  • 2.    Metode Penelitian

Dalam studi ini, metode penelitian hukum normatif digunakan dengan tujuan untuk mempelajari perundang-undangan, untuk mendapatkan suatu hukum dan kepastian hukum. Metode ini dimaksudkan untuk meneliti hukum yang dilihat melalui perspektif internal, sehingga penelitian ini menggunakan norma hukum sebagai objek penelitian yang digunakan.12 Dalam konteks ini, penulis menggambarkan dan mengelaborasi isu hukum yang relevan dengan menganalisis beberapa peraturan yang terkait dengan topik yang akan dibahas. Dengan demikian, dapat ditentukan apakah peraturan undang-undang tersebut mampu mengatasi isu hukum yang sedang dibahas. Disamping itu, penelitian ini menerapkan pendekatan berupa statute approach dan conceptual approach. Statute dan conceptual approach dilakukan melalui telaah beberapa peraturan hukum dan regulasi yang berlaku, serta perspektif dan pandangan doktriner yang mengalami perkembangan dalam disiplin ilmu hukum, yang relevan dengan isu hukum yang sedang dibahas. Data dikumpulkan menggunakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui library research atau studi kepustakaan, menggunakan bahan hukum primer yang mencakup: Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1.    Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen/Pengguna Layanan Transportasi Online

Dewasa ini, era globalisasi telah berubah menjadi transformasi revolusi 4.0 yang membuat dunia menjadi serba digital, termasuk Indonesia. Hal ini memberikan dampak terhadap sistem tranportasi menjadi serba digital. Seperti halnya layanan ojek konvensional yang kini telah berevolusi menjadi ojek online. Ojek online adalah salah satu pelayanan transportasi online yang memanfaatkan smartphone sebagai sarana/media untuk melakukan pesanan atau layanan melalui sebuah aplikasi, sehingga pengguna akan langsung terhubung dengan driver yang menerima orderannya dan segera mengantarkan penumpang ke tempat yang dituju.13 Beberapa perusahaan layanan transportasi online yang beroperasi di Indonesia adalah Bluebird, GoJek, Grab, dan Uber.

Bentuk perlindungan hukum diantara penyedia layanan atau perusahaan transportasi online dengan pengemudi (driver) bukan merupakan hubungan kerja seorang buruh dan pemiliknya, melainkan hubungan kemitraan. Adapun hubungan kerja kemitraan yang dimaksud berkaitan dengan hukum perjanjian kedua pihak, yang berasaskan kebebasan dalam melakukan perjanjian. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, disebutkan bahwa segala bentuk perjanjian atau kontrak memiliki

keabsahan hukum dan mengikat semua pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut. Pemahaman yang ditangkap dari penjelasan tersebut adalah diperobolehkannya pembuatan perjanjian dengan segala bentuk perjanjian yang dibuat secara jelas mengikat dan mengatur pihak-pihak yang terlibat di dalamnya sebagaimana yang dijelaskan pada hukum yang berlaku. Dengan adanya perjanjian tersebut, akan menimbulkan kewajiban dan hak bagi pihak di dalamnya, sehingga mereka akan terikat jikalau terjadi pelanggaran perjanjian atau tidak terpenuhnya suatu kewajiban oleh salah satu pihak.14

Dilihat dari regulasi pengguna layanan transportasi online, ternyata secara keseluruhan dari aplikasi telah memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUHperdata. Jika dilihat dari beberapa poin, ketentuan-ketentuan tersebut harus patuh kepada pelayanannya. Di dalam unsur-unsur Pasal 1320 KUHP, ternyata aplikasi transportasi online masih memiliki kekurangan. Meninjau adanya ketentuan pemakaian aplikasi transportasi online menegaskan bahwa objek penggunaan aplikasi harus berada di bawah usia 21 tahun. Namun kenyataannya bahwa banyak pengguna aplikasi dan penumpangnya masih anak-anak sekolahan yang dibawah umur 21 tahun, sehingga aplikasi transportasi online belum sah secara hukum.15 Kewajiban konsumen dalam hal memahami atau mengikuti petunjuk informasi penggunaan demi keselamatan dan kenyamanan, merupakan hal yang fundamental. Di samping itu, pelaku usaha sudah selalu menyampaikan pesan peringatan yang sangat jelas di dalam aplikasi, tetapi masih banyak pengguna yang tidak mengindahkan peringatan muncul. Adapun perlindungan hukum pada konsumen atau pengguna transportasi online pada Pasal 1320 KUHperdata antara lain:

  • 1.    Perlindungan Hukum Preventif

Perlindungan hukum yang bersifat preventif ini memuat hak serta kewajiban antara pengguna layanan dan pihak perusahaan transportasi online sebagai penyedia layanan.

  • 2.    Perlindungan Hukum Represif

Hukum dibentuk sebagai mekanisme pengaturan kewajiban dan hak-hak individu yang terlibat dalam subjek hukum, baik itu badan hukum dengan pihak terkait, dengan tujuan untuk bisa melaksanakan kewajiban dengan baik dan memperoleh secara pantas haknya. Hukum berperan sebagai perlindungan untuk kepentingan manusia, sehingga hukum patut untuk dipatuhi.

Adapun pengaturan dari perlindungan konsumen akibat terbentuknya hak-hak konsumen, yang meliputi:

  • 1.    Membangun sistem pengamanan untuk konsumen atau pengguna layanan yang memastikan akses informasi dan menjamin kepastian hukum;

  • 2.    Memberikan perlindungan terhadap kebutuhan konsumen pihak yang terlibat dalam usaha;

  • 3.    Mengembangkan kualitas layanan barang dan jasa secara signifikan;

  • 4.    Memberikan perlindungan terhadap pengguna layanan dari penyedia layanan yang tidak bertanggung jawab; dan

  • 5.    Mengintegrasikan berbagai bidang perlindungan konsumen dengan penyelenggaraan dan pengaturan perlindungan konsumen

Aturan mengenai perlindungan hukum bagi pengguna layanan transportasi online ditetapkan berdasarkan ketentuan Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yakni Undang-Undang No. 8 Tahun 1999, yang menyatakan bahwa pertanggungan atas ganti rugi yang disebabkan oleh kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian yang dialami sebagai akibat mengkonsumi produk barang/jasa yang dihasilkan atau diperjualkan dilakukan oleh penyedia layanan. Di sisi lain, pada ketentuan Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999, ditekankan lagi maksud dari bentuk ganti rugi seharusnya diberikan dapat berupa kompensasi, pergantian produk atau layanan yang memiliki nilai yang setara atau layanan perawatan kesehatan yang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Apabila perusahaan hendak ingin mengundurkan diri dari pertanggungjawaban, maka penyedia layanan akan diberatkan dengan kewajibannya untuk memberikan pembuktian.

Penegakan hukum dalam perlindungan konsumen memerlukan prinsip-prinsip yang digunakan sebagai landasan untuk menetapkan ketetapan hukum. Regulasi mengenai prinsip dasar yang berperan dalam hukum perlindungan konsumen dituliskan lebih lanjut pada pengaturan perundangan-undangan perihal perlindungan hak-hak konsumen yang didasarkan pada kepentingan, keseimbangan, keadilan, keamanan, dan keselamatan konsumen. Pada UU No. 8 Tahun 1999, pasal 2 menjelaskan mengenai asas perlindungan konsumen, yaitu:

  • 1.    Asas menfaat

Seluruh usaha dalam pengelolaan perlindungan konsumen wajib serta meneruskan manfaat ataupun keuntungan untuk kepentingan pengguna layanan atau konsumen dengan pihak usaha secara keseluruhan.

  • 2.    Asas keadilan

Seluruh masyarakat diharapkan memberikan kesempatan atau partisipasinya secara maksimal terhadap konsumen atau pengguna layanan dan pihak usaha lainnya untuk mendapatkan hak-hak mereka melalui pelaksanaan kewajiban yang ditetapkan.

  • 3.    Asas keseimbangan

Menjaminkan adanya keseimbangan yang diperoleh oleh pengguna layanan, pihak usaha, dan pemerintah.

  • 4.    Asas keamanan dan keselamatan konsumen

Konsumen akan mendapatkan perlindungan dan kepastian atas keselamatan dan keamanannya dalam pemakaian, penggunaan produk atau layanan.

  • 5.    Asas kepastian hukum

Semua pihak, baik itu penyedia ataupun pengguna layanan dapat mematuhi hukum guna mendapatkan keadilan.

  • 3.2.    Bentuk Tanggung Jawab Yang Dapat Diberikan Oleh Perusahaan Transportasi Online, Apabila Terjadi Kerugian Dan/Atau Kerusakan Yang Disebabkan Oleh Penyedia Layanan Transportasi Online

Keteledoran yang dilakukan oleh seorang driver ojek online dapat menimbulkan kerugian tersendiri bagi penumpangnya, baik itu ketidaknyamanan yang dirasakan penumpang ataupun kecelakaan. Berkaitan dengan kerugian di atas, tentunya pihak penyedia layanan jasa tranportasi online, sudah seharusnya dapat memberikan pertanggung-jawaban. Dasar penuntutan atas tanggung jawab yang ditimbulkan akibat kerugian, yaitu:16

  • 1.    Timbulnya suatu wanprestasi/ingkar janji oleh salah satu pihak atas hak dan kewajiban yang sudah ditentukan sebelumnya. Namun, diperlukan adanya suatu hubungan kontraktual (privity contract) diantara pengguna layanan jasa dan juga penyedia jasa. Oleh karena itu, pihak yang mengalami kerugian dapat mengajukan tuntutan tanggung jawab berdasarkan kontrak yang telah disepakati sebelumnya.

  • 2.    Terjadinya tindakan yang melanggar hukum atau tindakan yang tidak sah (onrechtmatige daad), yang mengakibatkan kerugian bagi salah satu pihak dan adanya hubungan sebab-akibat (kausalitas) akibat kesalahan dari pihak penyedia layanan. Perbedaannya dengan wanpretasi sebelumnya adalah onrechtmatige daad tidak memerlukan suatu hubungan kontraktual terhadap pihak yang terlibat.

Sedangkan, berdasarkan prinsip tanggung jawab secara hukum, diklasifikasikan menjadi lima (5), yaitu:17

  • 1.    Tanggung Jawab Mengacu pada Unsur Kesalahan, yang berarti jika terdapat faktor kelalaian, kekhilafan, atau kesalahan yang dilakukan dalam pihak penyedia layanan tersebut dapat dibuktikan, maka dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum;

  • 2.    Praduga untuk Selalu Bertangung Jawab, yang berarti apabila tergugat mampu memberikan bukti tak bersalah maka tergugat akan selalu dianggap bertanggung jawab;

  • 3.    Praduga untuk Tidak Selamanya bertanggung jawab, artinya kebalikan dari prinsip kedua yaitu praduga selalu bertanggung jawab;

  • 4.    Tanggung Jawab yang Mutlak, menjelaskan bahwa suatu kesalahan yang timbul bukan sebuah faktor penentuan, kecuali peristiwa atau keadaan seperti Force majeur (kejadian diluar kemampuan manusia);

  • 5.    Tanggung Jawab dengan Pembatasan, yang bersifat konsumen dapat mengalami kerugian jika tanggung jawab penyedia layanan dibatasi dan ditetapkan secara sepihak dalam perjanjian oleh penyedia layanan itu sendiri. Jika ada pembatasan terhadap batas tanggung jawab maksimal penyedia layanan, haruslah tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan regulasi yang berlaku, tanpa kecuali.

Maka dari itu berlandaskan dasar dan prinsip pertanggung jawaban, para pengguna layanan yang dirugikan sudah semestinya dapat menuntut hak mereka atas kerugian yang disebabkan oleh pihak penyedia layanan tranportasi online. Disamping itu, pihak perusahaan mengatakan, apabila terjadi kecelakaan lalu lintas, yang bertanggung jawab adalah driver ojek online, sebab di dalam kontrak kesepakatan kerja yang telah dibuat dengan pihak driver sudah bertuliskan kesepakatan terhadap segala terjadinya keteledoran atau kurangnya berhati-hati dari pihak driver. Dalam waktu penjemputan konsumen yang terlambat, jika terjadi kecelakaan lalu lintas, dan juga berkaitan dengan barang yang akan dikirim terlambat atau cacat, hal tersebut akan dilimpahkan kepada pihak driver; bukan ke penyedia layanan. Sehingga secara langsung perusahaan tidak akan bertanggung jawab untuk musibah yang melibatkan penumpang, baik itu terjadi kerusakan alat trasportas ataupun luka yang dialami penumpang. Namun, pihak perusahaan transportasi online menyatakan bersedia untuk membantu proses penyidikan, seperti pencarian nomor plat kendaraan, KTP, dll, dan

akan bersedia menjadi mediator/penengah dalam hal mempertemukan kedua pihak untuk mencari titik tengah dari masalah yang dialami.18

Selain pertanggung-jawaban yang diberikan secara langsung oleh driver, pihak perusahaan transportasi online juga akan memberikan kompensasi berupa uang kepada pengguna yang dirugikan. Pengguna layanan akan mendapatkan perlindungan asuransi secara gratis tanpa membayar biar premi ataupun lainnya. Pihak yang akan ditanggung hanyalah penumpang resmi yang telah terdaftar di aplikasi transportasi online dan penumpang yang layanan transportasinya dipesan oleh pemilik akun aplikasi resmi. Apabila konsumen meminta pertanggungjawaban kepada pihak perusahaan, meskipun pihak perusahaan sudah memberikan santunan dan konsumen belum mampu memenuhi hal tersebut, maka akan dianggap sebagai wanprestasi. Sehingga pada pihak korban atas layanan transportasi online dapat menyelesaikan dengan cara berdiskusi kepada pihak perusahaan transportasi online, jika tidak menemukan titik tengahnya dapat menggunakan cara non litigasi, yaitu:

  • 1.    Dengan cara negosiasi agar dapat menuntaskan permasalahan, melakukan percakapan antara pihak korban dengan perusahaan untuk menemukan titik tengahnya terkait permasalahannya.

  • 2.    Melalui cara mediasi, untuk mengusahakan penyelesaian masalah dengan mencari titik damainya yang mendatangkan pihak ketiga dalam kondisi tidak berpihak satupun (netral) agar mendapatkan hasil dengan rasa seadil-adilnya bagi pihak bersangkutan.

  • 3.    Dengan cara Konsiliasi, mengadakan pertemuan kepentingan dari pihak agar menghasilkan penyelesaian dengan mencapai kesepakatan19

Bentuk pertanggung-jawaban yang ditawarkan oleh pihak transportasi online berupa:

  • 1.    Pertanggungan kehilangan ataupun kerusakan barang milik pribadi karena tindak criminal, dengan nominal Rp. 1.000.000/kejadian.

  • 2.    Pertanggungan kecelakaan atau cedera dan memerlukan perawatan medis, dengan nominal Rp. 25.000.000/kejadian.

  • 3.    Pertanggungan kecelakaan yang menyebabkan cacat permanen, dengan nominal Rp. 50.000.000/kejadian.

  • 4.    Pertanggungan kecelakaan yang menyebabkan kematian, dengan nominal Rp. 50.000.000/kejadian serta biaya pemakaman senilai Rp.1000.000.20

  • 4. Kesimpulan

Penyedia layanan transportasi online memberikan jaminan perlindungan hukum kepada setiap pengguna melalui Pasal 1320 KUHPerdata. Perlindungan hukum yang diberikan mencakup aspek preventif dan represif. Perlindungan hukum secara preventif ini memuat hak serta kewajiban antara pengguna layanan dan pihak perusahaan transportasi online sebagai penyedia layanan. Sedangkan, perlindungan hukum secara represif sebagai media untuk mengatur hak dan kewajiban dari subjek hukum. Jikalau kedepannya, penyedia ataupun mitra layanan menimbulkan kerugian kepada

pengguna layanan, maka sebagai upaya tanggung jawab hukum dari pihak perusahaan akan memberikan kompensasi berupa uang.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Alvara Strategic Research, Perilaku dan Preferensi Konsumen Millennial Indonesia Terhadap Aplikasi E-Commerce 2019, Jakarta: Alvara Beyond Insights, 2019.

Diantha, I Made Pasek, Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi Teori Hukum, Jakarta: Prenada Media, 2016.

Syamsuddin, Rahman, Pengantar Hukum Indonesia, Cetakan ke-1, Jakarta: Prenadamedia Group, 2019.

Wulandari, Andi Sri Rezky, and Nurdiyana Tadjuddin, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Mita Wacana Media, 2018.

Jurnal

Astuti, Nanin Koeswidi, “Perlindungan Hukum Terhadap Pelaku Usaha dan Pengguna Jasa Transportasi Ojek Online Dalam Perkembangan Dinamika Hukum dan Masyarakat,” Jurnal Hukum To-Ra 5, no. 3.   (2019),  133–60, doi:

10.33541/JtVol5Iss2pp102.

Ferdila, Merdiana, and Kasful Anwar Us, “Analisis Dampak Transportasi Ojek Online Terhadap Pendapatan Ojek Konvensional Di Kota Jambi,” IJIEB: Indonesian Journal of Islamic Economics and Business 6, no. 2.   (2021), 134–142, doi:

10.30631/ijoieb.v6i2.776.

Harefa, Liska Mayasari, “Tanggungjawab Perusahaan Transportasi Online dalam Hal Terjadinya Kecelakaan Terhadap Konsumen (Studi kasus di Kantor Gojek Medan),” Kumpulan Karya Ilmiah Mahasiswa Fakultas Sosial Sains 1, no. 1. (2019).

Rahman, Arif, “Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Serang.” AJUDIKASI: Jurnal Ilmu Hukum 2, no. 1. (2018), 21–42.

Romadhoni, Muhammad Adey, and M Ruslianor Maika, “Analisis Model Bisnis Berbasis Ekosistem Aplikasi Go-Jek dalam Meningkatkan Kepuasan dan Loyalitas Pelanggan,” Jurnal SAINTEKOM 11, no. 2.   (2021),   74–85, doi:

10.33020/saintekom.v11i2.185.

Setiawan, Much. Agus, Agam Sulaksono, and Bambang Panji Gunawan, “Perlindungan Konsumen yang Dirugikan Oleh Layanan Ojek Online,” Hukum: Cogito Ergo 2, no. 2. (2021), 39–42.

Setyawan, Alfis, and Deeky Agus Sufandy, ‘Analisis Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Pengguna Jasa Ojek Online Di Kota Batam’, Journal of Judicial Review, XX.1 (2018), 17–34.

Wicaksono, Dimas Bagus, “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Go- Jek (Layanan Tranportasi dengan Aplikasi Online) Dalam Perjanjian Aplikasi Go-Jek Berdasarkan Pasal 1320 Kuhperdata,” Justitia Jurnal Hukum 1, no. 2. (2017), 321–39, doi: 10.35447/jph.v3i2.604.

Website

Go-Ride, “Ketahui Informasi Lengkap Asuransi Kecelakaan GoRide,” Gojek.Com, 2019, diakses 27 October 2022. https://www.gojek.com/blog/goride/asuransi.

Wicaksono, Bayu Adi, and Irwandi Arsyad, “Kronologi Detik-Detik Kecelakaan Maut

Gojek Di Pancoran,” VIVA,   2016, diakses 26 October 2022.

https://www.viva.co.id/berita/metro/736042-kronologi-detik-detik-kecelakaan-maut-gojek-di-pancoran.

Zaros, “Perbaikan Driver Gojek," Kaskus, 2016, diakses 26 October 2022. https://www.kaskus.co.id/thread/5773fb1b5c77985d438b456a/perbaikan-driver-gojek/.

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Jurnal Kertha Negara Vol 11 No 6 Tahun 2023 hlm 684-694

694