PERLINDUNGAN TERHADAP KONSUMEN

PINJAMAN ONLINE DALAM PENYELENGGARAAN FINANCIAL TECHNOLOGY DI INDONESIA

Kadek Geena Engrasia Gunawan, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

I Gusti Ngurah Dharma Laksana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Studi ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap konsumen pinjaman online dalam Financial Technology di Indonesia serta mengetahui bagaimana pendekatan pengawasan yang tepat untuk melindungi konsumen pinjaman online dalam Financial Technology tersebut. Artikel ini mempergunakan metode penelitian hukum normatif yang bersumber pada norma-norma hukum seperti peraturan perundangan-undangan serta menggunakan teknik penulisan studi kepustakaan dengan pendekatan kualitatif yang mana temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlindungan konsumen pinjaman online dalam penyelenggaraan financial technology tercantum dalam POJK Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi yakni pada Pasal 100 ayat (1) yang berbunyi “Untuk mewujudkan perlindungan konsumen, Penyelenggara wajib menerapkan prinsip : a. transparansi; b. perlakuan yang adil; c. keandalan; d. kerahasiaan dan keamanan data/informasi konsumen; dan e. penanganan serta penyelesaian sengketa konsumen secara sederhana, cepat, dan biaya terjangkau” serta tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 yang berbunyi “Konsumen atau pembeli properti memiliki hak antara lain kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi produk maupun jasa serta memilihnya sesuai dengan nilai tukar dan kondisi sesuai perjanjian”.. Adapun pendekatan pengawasan yang tepat digunakan dalam melindungi konsumen pinjaman online adalah market conduct atau perilaku pasar.

Kata Kunci: Financial Technology, Perlindungan Konsumen, Pinjaman Online

ABSTRACT

This study aims to determine the legal protection for consumers of online loans in Financial Technology in Indonesia and to find out the proper supervision approach to protect consumers of online loans in Financial Technology. This article uses a normative legal research method that originates from legal norms such as laws and regulations and uses a literature study writing technique with a qualitative approach in which the findings are not obtained through statistical procedures or other forms of calculation. The results of the study show that online loan consumer protection in the implementation of financial technology is listed in POJK Number 10/POJK.05/2022 concerning Information Technology-Based Joint Funding Services namely in Article 100 paragraph (1) which reads "To realize consumer protection, Providers are required to apply the principle : a. transparency; b. fair treatment; c. reliability; d. confidentiality and security of consumer data/information; and e. handling and resolution of consumer disputes in a simple, fast, and affordable way” and does not conflict with Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection as stated in Article 4 which reads “Consumers or property buyers have rights including convenience, security and safety in consuming products and services and selecting them according to the exchange rate and conditions according to the agreement”. The proper supervisory approach used in protecting online loan consumers is market conduct or market behavior.

Key Words: Financial Technology, Legal Protection, Online Loan

  • 1.    Pendahuluan

    1.1 . Latar Belakang Masalah

Perkembangan teknologi kini sangatlah pesat sehingga menciptakan sumber informasi dan komunikasi yang sangat besar dan baru dari apa yang sudah dimiliki oleh masyarakat. Tidak hanya dimanfaatkan sebagai sarana komunikasi, saat ini hampir semua industri mempergunakan perkembangan teknologi untuk berinovasi, termasuk di sektor keuangan. Kemunculan teknologi dalam bidang sektor keuangan berdampak besar bagi pembangunan ekonomi di Indonesia yang meningkatkan antusias lembaga bank atau keuangan di Indonesia untuk mengimplementasikan, menawarkan serta mengeluarkan layanan jasa yang dapat mudah digunakan oleh masyarakat. Salah satu keberhasilan yang dirilis oleh lembaga keuangan disebut Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBT) atau financial tecnology. The National Digital Reseacrh Centre (NDRC) mengatakan bahwa fintech mengacu terhadap reka baru berbasis teknologi dan digitalisasi layanan keuangan. 1 Berdasarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Financial Technology adalah reka baru pada industri jasa keuangan yang mengelola pemakaian teknologi. 2 Pada penyelenggaraan fintech ini, layanan keuangan yang dapat diberikan berupa pembayaran, pendanaan, perbankan, pasar modal, asuransi serta inovasi keuangan digital lainnya. Tentunya dengan layanan pinjaman online, tentunya dilakukan melalui proses dan waktu yang cukup panjang. Pada Pasal 8 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Bank perlu memperhatikan determinasi mengenai pemberian kredit selain memiliki kepercayaan bahwa debitur mempunyai itikad baik dan kemampuan dalam membayar dengan melakukan analisis yang dinamakan prinsip 5C.3 Prinsip 5C tersebut dengan menganalisa :

  • 1.    Character (Karakter) adalah sifat maupun watak calon debitur guna meyakinkan apakah calon nasabah tersebut dapat dipercayai untuk memperoleh dan menyelesaikan kreditnya.

  • 2.    Capital (Modal) adalah penaksiran akan sumber pendanaan yang digunakan oleh calon debitur terhadap bisnisnya.

  • 3.    Capacity (Kemampuan) adalah kemampuan calon debitur dalam menyelesaikan kreditnya baik dari penghasilan bisnis atau keahlian debitur dalam meningkatkan keuntungan pada bisnisnya.

  • 4.    Collateral (Jaminan) adalah penaksiran agunan yang digunakan oleh calon nasabah berupa agunan bentuk maupun tidak berbentuk.

  • 5.    Condition (Kondisi) adalah penaksiran kondisi ekonomi calon nasabah di masa kini dan yang akan datang dari sektor masing-masing.

Pengaturan dan pengendalian fintech sangat penting untuk pengimplementasiannya karena memiliki potensi terkait perlindungan konsumen, menjaga keseimbangan sistem perbankan dan menjaga keseimbangan perekonomian nasional serta legitimasi bisnis dan menciptakan rasa aman terhadap pelaku usaha.4 Pengawasan fintech khususnya yang berkaitan dengan pinjaman online memerlukan perhatian khusus terhadap perlindungan hukum karena ditawarkan melalui internet untuk memperkecil risiko cyber crime serta tidak bertentangan terhadap UU Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999.

Penulisan artikel bertujuan untuk memikirkan tentang perkembangan hukum perdata dan perluasan ilmu pengetahuan. Artikel ini memuat pembahasan yang hampir serupa dengan artikel yang ditulis oleh Jeremy Zefanya Yaka Arvante yang berjudul “Dampak Permasalahan Pinjaman Online dan Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Pinjaman Online” yang membahas tentang dampak pandemi Covid-19 pada perkembangan fintech beserta perlindungan hukum konsumen 5 , sedangkan dalam artikel ini selain membahas perlindungan konsumen pinjaman online juga membahas mengenai pendekatan pengawasan OJK terhadap fintech sebagaimana diatur POJK No. 10/POJK.05/2022 terkait Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi. Kemudian, juga hampir menyerupai dengan tulisan oleh Ernama Santi, Budiharto, dan Hendro Saptono yang berjudul “Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Financial Technology (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016)” yang membahas mengenai pengawasan OJK terhadap fintech dengan berbasis P2P Lending.6 Sementara itu, artikel ini membahas mengenai pengawasan OJK yang tepat terhadap fintech dengan berbasis market conduct atau perilaku pasar. Selain itu, artikel ini hampir serupa dengan artikel yang ditulis oleh Widadatul Ulya yang berjudul “Perlindungan Konsumen Dalam Perkembangan Financial Technology di Indonesia” yang membahas mengenai tindakan preventif dan represif terhadap pinjaman online ilegal7, tetapi dalam artikel ini lebih mencondongkan pada tindakan yang dilakukan dengan pendekatan pengawasan market conduct.

Berdasarkan pernyataan yang penulis kemukakan, penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut yang kemudian dituangkan melalui penulisan artikel dengan judul “PERLINDUNGAN TERHADAP KONSUMEN PINJAMAN ONLINE DALAM PENYELENGGARAAN FINANCIAL TECHNOLOGY DI INDONESIA”.

  • 1.2    Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, penulis menarik rumusan masalah diantaranya :

  • 1.    Bagaimana perlindungan konsumen pinjaman online dalam penyelenggaraan financial technology di Indonesia?

  • 2.    Bagaimana pendekatan pengawasan yang tepat untuk melindungi konsumen pinjaman online dalam penyelenggaraan financial technology?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Artikel ini ditulis guna memahami bagaimana perlindungan konsumen pinjaman online juga bagaimana pendekatan pengawasan yang tepat untuk melindungi konsumen pinjaman online dalam penyelenggaraan financial technology di Indonesia.

  • 2.    Metode Penelitian

Artikel ini ditulis dengan metode penelitian hukum normatif yang bisa juga disebut penelitian hukum doktrinal yang dikonsepsikan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in book) atau hukum yang dikonsepsikan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku masyarakat terhadap apa yang dianggap pantas.8 Artikel ini juga menggunakan bahan hukum primer yakni POJK No. 10/POJK.05/2022 serta UUPK No. 8 Tahun 1999 dan menggunakan bahan hukum sekunder yang kemudian dianalisis menggunakan data kualitatif yang bersifat deskriptif.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Perlindungan Konsumen Pinjaman Online Dalam Penyelenggaraan Financial Technology Di Indonesia

Pinjaman online atau fintech lending adalah salah satu layanan jasa keuangan yang menggunakan jejaring sosial, tanpa pertemuan tatap muka sehingga memudahkan dan mempercepat proses pengajuan pinjaman. Berdasarkan Pasal 1 angka 3 POJK 77/POJK.01/2016, yakni pinjaman online salah satu aktivitas bisnis yang berjalan dalam bidang jasa. Pelaku usaha mempromosikan pinjaman kepada masyarakat berupa mata uang rupiah melalui sarana digital dan diharuskan terdaftar dalam OJK. Mekanisme dalam pendaftaran tersebut suatu badan usaha didaftarkan ke Bank Indonesia melalui OJK. Salah satu mekanisme pendaftaran tersebut adalah Regulatory Sandbox yakni dengan memastikan lebih lanjut bahwa produk, layanan, teknologi, dan/atau model bisnisnya telah memenuhi kriteria teknologi finansial. Pasca mendapatkan izin, penyelenggaran fintech akan diawasi oleh OJK serta penyelenggara harus memberikan data atau informasi yang diminta oleh OJK.9 Perusahaan pinjaman online yang diakui keberadaannya oleh OJK per April 2022, terdapat 102 perusahaan. Selain yang berizin dan terdaftar di OJK, cukup banyak perusahaan pinjaman online ilegal yang semakin merajalela. OJK membentuk Satuan Tugas Waspada Investasi (SWI) guna memberikan tanggungjawab terhadap konsumen pinjaman online dengan menutup perusahaan ilegal. Per Februari 2023, ada 85 Perusahaan pinjaman online ilegal yang berhasil ditutup. Dari total jumlah keseluruhan perusahaan pinjaman online terhitung sejak tahun 2018 hingga Februari 2023 yang telah ditutup oleh Satgas Waspada Investasi OJK sebanyak 4.567 perusahaan.10 Walaupun telah banyak perusahaan ilegal yang telah ditutup oleh SWI OJK, tidak menutup kemungkinan masyarakat akan menggunakan pinjaman online ilegal dengan pemberian melalui syarat yang tidak wajar bagi konsumen (predatory lending).

Masyarakat Indonesia masih terperosok dalam pinjaman online untuk mendapatkan pinjaman dana tanpa mempertimbangkan kemampuan untuk mengembalikan pinjaman tersebut dan akan lebih bahaya jikalau melakukan pinjaman hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumtif. Selain itu, masyarakat berpenghasilan rendah didorong untuk menjadikan pinjaman online sebagai alternatif mendapatkan uang karena dilakukan dengan persyarat yang mudah tersebut. Setelah konsumen melakukan pinjaman online ilegal, pemberi pinjaman akan terus memberikan promosi yang menarik, sehingga konsumen tergoda dan membuka pikirannya untuk menggunakan pinjaman online tersebut guna menyelesaikan masalah keuangan tanpa memikiran bunga ataupun biaya yang sangat tinggi dan membebani kreditur. Praktik pelaksanaan pinjaman online ilegal ini pula sering kali melakukan pelanggaran dengan membocorkan data pribadi penggunanya dan menyalahgunakan data tersebut untuk melakukan tindakan yang cukup ekstrim misalnya melakukan teror kepada nasabah dalam penagihan pinjaman. 11 Hal ini disebabkan kurangnya literasi dan sosialisasi masyarakat mengenai penjelasan umum tentang pinjaman online. Untuk menghindari hal tersebut, diperlukan peran konsumen yang bersifat preventif diantaranya :

  • 1)    Selalu memastikan menggunakan perusahaan layanan pinjaman online yang diakui keberadaannya oleh OJK;

  • 2)    Peminjaman disesuaikan dengan kebutuhan produktif bukan konsumtif;

  • 3)    Tepat waktu dalam pelunasan cicilan, untuk menghindari denda yang membengkak;

  • 4)    Hindari melunasi pinjaman dengan pinjaman lain agar tidak terlilit utang;

  • 5)    Selalu memperhatikan terkait bunga dan denda pinjaman terendah sebelum meminjam guna mempermudah membayar cicilan; dan

  • 6)    Mempelajari kontrak perjanjian, yakni “Syarat sahnya suatu perjanjian yakni sepakat atau setuju, kecapakan atau kemampuan, suatu hal tertentu atau spesifik, dan tidak terlarang atau halal” sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPer.

Selain perlu peran preventif konsumen, pemerintah melindungi konsumen melalui Otoritas Jasa Keuangan dengan menerapkan sistem pengawasan yang tunduk pada POJK No. 10/POJK.05/2022 serta tidak kontradiktif dengan UUPK No. 8 Tahun 1999 juga UU ITE Nomor 19 Tahun 2016. UUPK merupakan sebuah pedoman penguatan penegakan hukum dalam bidang perlindungan konsumen, dan diharapkan ketika undang-undang lain terbentuk dalam melindungi konsumen tidak melampaui UUPK tersebut. Pengawasan konsumen memiliki tujuan membangun komposisi perlindungan konsumen yang kuat, dapat menumbuhkan kemampuan konsumen, serta menumbuhkan kebijaksanaan di antara perusahaan jasa keuangan akan esensi perlindungan konsumen.12

Berdasarkan aspek filosofis, dalam Pasal 33 ayat (1) dan (4) UUD NRI 1945 menyatakan bahwa dalam Pasal (1) suatu perekonomian ditata sebagai kegiatan bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Lalu, Pasal (4) menjelaskan suatu perekonomian nasional dilakukan atas demokrasi ekonomi yang tentunya memperhatikan prinsip kebersamaan, berkeadilan, berkesinambungan, berpengetahuan lingkungan, otonomi, dan mempertahankan stabilitas revolusi dan keutuhan ekonomi nasional. Dalam hal ini pemberlakuan fintech mampu memenuhi

kebutuhan keuangan bagi masyarakat maupun ekonomi nasional bagi negara, sehingga diperlukan regulasi guna meredam pertumbuhan fintech lending ilegal. Maka dari itu, pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan perlu merealisasikan amanat ayat-ayat tersebut agar tidak merugikan dan membebani masyarakat.

Selanjutnya berdasarkan aspek yuridis, peraturan fintech terbaru adalah terdapat dalam POJK LPBBTI No. 10/ POJK.05/2022 dan dalam POJK Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan No. 13/POJK.02/2018. Perlindungan hukum terhadap konsumen pinjaman online dalam POJK tentang LPBBTI tercantum dalam beberapa Pasal diantaranya :

  • 1.    BAB XII Edukasi dan Perlindungan Pengguna LPBBTI Pasal 100 ayat (1) bahwa guna melahirkan perlindungan konsumen, penyelenggara   harus

mengimplementasikan prinsip-prinsip, seperti keterbukaan, perlakuan adil, kemahiran serta mampu menjaga kerahasiaan data konsumen, melakukan penanganan pengaduan juga dapat menyelesaikan konflik konsumen dengan biaya murah, cepat, dan sederhana.

Pada ayat (2) mengatakan bahwa perlindungan konsumen yang disebutkan di ayat (1) dilakukan berdasarkan POJK tentang perlindungan konsumen pada bidang layanan keuangan.

  • 2.    BAB VI Sistem Elektronik Penyelenggaraan LPBBTI :

  • -    Pasal 43 ayat (1) menyatakan bahwa penyelenggara harus memberitahukan informasi suatu transaksi pembiayaan dengan tepat dan rampung ke pusat data fintech lending di OJK.

  • -    Pasal 44 ayat (1) menyatakan bahwa penyelenggara harus dapat menjaga kerahasiaan data nasabah, kegiatan transaksi keuangan yang dikendalikan dari data-data seperti disebutkan diatas didapatkan hingga dilenyapkan. Penyelenggara juga meyakinkan telah siapnya proses validasi dan pembuktian yang mendorong keutuhan data dalam mengecek data-data tersebut yang dikendalikan, penyelenggara juga melindungi bahwa pendayagunaan data-data yang diperoleh tersebut telah sesuai dengan kesepakatan pemilik data, terkecuali ditetapkan lain berdasarkan perundang-undangan, dan diberitahukan tertulis kepada pemiliki data apabila terjadi kekandasan perlindungan kerahasiaan data-data tersebut.

POJK No. 10/POJK.05/2022 tidak secara khusus mengatur sanksi atau pun tindakan tegas bagi perusahaan fintech lending ilegal melainkan hanya mengatur fintech lending yang terdaftar, berizin atau legal. Satgas Waspada Investasi OJK untuk melindungi konsumen dari maraknya perusahaan pinjaman online ilegal juga hanya memberikan sanksi administratif yang berupa denda, peringatan tertulis, kegiatan izin usaha yang dibatasi, hingga penutupan/pemblokiran perusahaan pinjaman online ilegal yang dibantu oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo). Sangat disayangkan, tindakan penutupan/pemblokiran ini dianggap belum optimal karena terus meningkatnya eksistensi perusahaan pinjaman online ilegal tersebut.

Namun, Menko Polhukam di Indonesia yang ditunjuk oleh pemerintah, menawarkan perlindungan konsumen dengan menyebutkan bahwa pelaku pinjaman online ilegal dapat dikenakan sanksi sesuai Pasal 368 KUHP mengenai tindak pemerasan dan Pasal 29 juga 32 ayat (2) dan (3) UU ITE apabila terdapat nasabah yang menunggak hutang pada pinjaman online tersebut. Maka, Menko Polhukam akan mengatakan agar

nasabah tidak membayar hutang yang ditagih.13 Apabila dilihat dari Pasal 4 UUPK, terdapat pelanggaran konsumen oleh pelaku usaha pinjaman online ilegal tersebut karena perusahaannya tidak terdaftar di OJK serta membuat khawatir nasabahnya ketika terjadi wanprestasi pada saat melakukan penagihan hutang.

Adapun peraturan mengenai tanggung jawab dalam UUPK, yakni pada Pasal 19 terhadap pelaku usaha kegiatan pinjam meminjam online ilegal apabila menimbulkan kerugian kepada konsumen, tanggung jawab tersebut diantaranya :

  • 1.    Penyelenggara wajib bertanggung jawab melakukan penggantian rugi atas kerugian konsumen yang disebabkan oleh penggunaan yang berlaku;

  • 2.    Penggantian rugi dilakukan dengan kurun waktu 7 hari dari tanggal dilakukannya transaksi;

  • 3.    Penggantian kerugian itu tidak menghilangkan probabilitas terdapat tuntutan hukum atas pembuktian lebih lanjut apakah terdapat unsur kesalahan atau tidak;

  • 4.    Poin (1) dan (2) tidak digunakan jika penyelenggara mampu membuktikan kesalahan tersebut merupakan kesalahan dari nasabah atau konsumen.

Tindakan preventif sangat dibutuhkan oleh pemerintah dengan memberikan edukasi dan sosialisasi guna meningkatkan pemahaman konsumen. Konsumen dituntut untuk lebih memahami tentang produk yang akan mereka gunakan. Apabila konsumen memiliki pemahaman atau edukasi, maka penggunaan pinjaman online ilegal ini menjadi evaluasi tersendiri bagi konsumen serta dapat melakukan pengajuan terhadap layanan atas produk-produk yang ditawarkan. 14 Terkait regulasi perlindungan konsumen ini seharusnya pemerintah di Indonesia dapat berpedoman kepada negara yang telah menerapkan regulasi khusus dalam mengatur penyelenggaraan pinjaman online melalui fintech ini. Seperti halnya negara Tiongkok yang telah berhasil menerapkan regulasi khusus tersebut berkat China Banking Regulatory Commision (CBRC) bersama People Bank of China (PBC) dan Insurance Regulatory Commisions (CIRC) bernama “The 2016 Interim Measures on Online Lending” yang terdiri dari 5 Bab dengan 47 Pasal.15

  • 3.2 Pendekatan Pengawasan yang Tepat Untuk Melindungi Konsumen Pinjaman

Online Dalam Penyelenggaraan Financial Technology

Pengawasan diatur dalam Pasal 29 UU Perbankan No. 7 Tahun 2002, pengawasan perbankan dilakukan oleh Bank Sentral yang mana di Indonesia yakni oleh Bank Indonesia. Pengawasan tersebut berfungsi mewujudkan dan menjamin stabilitas keuangan, mengatur dan memelihara sistem pembayaran, serta mengawasi sistem perbankan. Rejim pengaturan Lembaga Jasa Keuangan Perbankan saat ini didasarkan pada prinsip pengawasan prudential regulation approach yang tidak bertentangan dengan ketentuan kehati-hatian yang sejalan dengan prinsip kehati-hatian sebagaimana diterapkan Bank Indonesia. Sementara itu, pengawasan terhadap pendekatan risk based approach, bank perlu mengidentifikasi risiko dari seluruh kegiatan usahanya yang

kemudian dipantau oleh Bank Indonesia sepadan dengan risk profile yang digunakan bank tersebut. Pengawasan berimbang dengan prinsip kehati-hatian perbankan dalam memberikan pinjaman dilakukan melalui analisis kredit dan melakukan pengawasan internal oleh Satuan Audit internal maupun eksternal oleh Otoritas Jasa Keuangan. Pengawasan internal dilakukan dengan tidak terlepas dari perlaksanaan operasional perbankan yang dapat menimbulkan kerugian. Kerugian dalam hal ini disebabkan oleh pelanggaran prosedur atau fraud yang dapat mengganggu target yang telah ditetapkan oleh manajemen bank bersangkutan. Pengawasan eksternal yang dilakukan oleh OJK adalah prinsip pengawasan market conduct atau perilaku pasar.

Pada Pasal 4 UU OJK No. 21 Tahun 2011, menjelaskan bahwa OJK bukan hanya melaksanakan pengawasan prudential atau kehati-hatian tetapi, juga melakukan pemantauan atau pengawasan market conduct dalam rangka melindungi pengguna produk dan layanan keuangan, seperti pinjaman online dalam penyelenggaraan fintech. Market Conduct dalam POJK Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan No. 1/POJK.07/2013 menyebutkan pengawasan Market Conduct ialah perbuatan pelaku usaha pada layanan jasa keuangan diantaranya merancang, menginformasikan, melakukan penawaran, melakukan perjanjian, akan produk dan/atau fasilitas bahkan menyelesaikan suatu sengketa beserta dengan mencari cara untuk menangani pengajuan-pengajuan. Secara harafiah, kata conduct dapat dikatakan behavior yang berarti “perilaku” maka market conduct bisa dimaknai dengan perbuatan pelaku pasar (pelaku usaha dan konsumen). Kegiatan pelaksanaan market conduct bertujuan untuk memberikan keyakinan kepada unsur-unsur dalam melindungi nasabah yang dilaksanakan oleh sektor jasa keuangan sebanding terhadap prinsip-prinsip perlindungan konsumen yang diatur dalam POJK No. 1/POJK.07/2013, selain itu dalam tulisan “Strategi Perlindungan Konsumen Keuangan Tahun 2013-2027” adalah untuk meyakinkan terwujudnya kultur dan perbuatan lembaga jasa keuangan yang mengarah kepada nasabah guna menyerahkan kedudukan kestabilan interaksi antara lembaga jasa keuangan dengan nasabah, mengartikan perbuatan pasar pada sektor jasa keuangan maupun perseorangan untuk mengenali terdapat peluang kerawanan yang menyebabkan kerugian nasabah juga mengupayakan pengurangan risiko yang terjadi, serta melindungi keperluan nasabah lewat aktivitas pengawasan prudensial.16

Pasal 48 POJK Nomor 1/POJK.07/2013, Pengawasan Market Conduct diartikan bahwa penyelenggara harus mempunyai sistem pengawasan dan sistem pelaporan untuk pengurus guna melindungi nasabah serta menanggung kemaksimalan pengawasan pengurus akan loyalitas kegiatan peraturan tersebut.17 Dalam hal tersebut, OJK dapat menyeimbangkan perkembangan jasa layanan keuangan dengan memenuhi hak serta kewajiban nasabah untuk meningkatkan kepercayaannya. Pengawasan pinjaman online dalam penyelenggaraan fintech dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung sebagaimana tertuang pada Pasal 55 POJK Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan No. 6/POJK.07/2022 yang menyatakan dalam melindungi nasabah, OJK memiliki kewenangan seperti : menjalankan proses verifikasi dan spesifikasi memeriksa pengaduan, memohon PUJK memberhentikan kegiatannya

apabila memiliki peluang merugikan nasabah serta melaksanakan gerakan lain yang dirasa diperlukan sebagaimana ditentukan dalam perundang-undangan.

  • 4. Kesimpulan

Perlindungan konsumen pinjaman online dalam fintech termuat dalam POJK LPBBTI No. 10/POJK.05/2022 serta tidak bertolak belakang dengan UUPK No. 8 Tahun 1999. Namun demikian, POJK tidak secara khusus menjelaskan mengenai hukuman ataupun keputusan tegas pada perusahaan fintech lending ilegal dan sekadar melakukan pendaftaran sehingga fintech lending dapat terdaftar, berizin dan legal. Satgas Waspada Investasi di OJK saat melindungi konsumen dari munculnya perusahaan pinjaman online tidak terdaftar juga hanya memberikan sanksi administratif berupa penutupan perusahaan pinjaman online tidak terdaftar tersebut. Namun, Menko Polhukam di Indonesia melalui pemerintah, memberikan perlindungan konsumen dengan menyatakan bahwa pelaku pinjaman online ilegal dapat dijerat tindak pemerasan (Pasal 368 KUHP) dan UU ITE apabila terdapat nasabah yang terjerat hutang pada pinjaman online tersebut (Pasal 29 dan 32 ayat (2) dan (3)). Dalam hal ini, pendekatan pengawasan yang tepat digunakan untuk perlindungan konsumen pinjaman online adalah dengan mengawasi perilaku pelaku pasar atau market conduct dalam rangka menyeimbangkan perkembangan layanan keuangan dengan memenuhi kuasa dan keharusan nasabah dalam menumbuhkan rasa percaya nasabah yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Efendi, Jonaedi & Ibrahim, Johnny. Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris. Depok: Prenada Media Grup. 2016.

Otoritas Jasa Keuangan (Pengarang). Buku 1- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Pengawasan Mikroprudensial. Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan. 2019.

Pardede, Marulak & Simorangkir, Theodrik. Aspek Hukum Pemisahan Pembinaan dan Pengawasan Perbankan. Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan HAM RI. 2011.

Jurnal

Amalina, H. N., Ramdani, M. G., Ashiddiq, M. R., Sulistiyani, I., & Lokania, L.. “Penyelesaian Sengketa Dalam Peer To Peer Lending (Pinjam-Meminjam Online).” Lontar Merah, 2(1), (2019):148–153.

Arvante, Jeremy Zefanya Yaka. “Dampak Permasalahan Pinjaman Online dan Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Pinjaman Online.” Ikatan Penulis Mahasiswa Hukum       Indonesia       Law       Journal,       2(1),       (2022):73-87.

https://doi.org/10.15294/ipmhi.v2i1.53736.

Disemadi, Hari Sutra, dan Regent Regent. “Urgensi Suatu Regulasi yang Komprehensif Tentang Fintech Berbasis Pinjaman Online Sebagai Upaya Perlindungan Konsumen di Indonesia.” Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 7(2), (2021):605-618. https://doi.org/10.23887/jkh.v7i2.37991.

  • E. Santi, B. Budiharto, dan H. Saptono. "Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Financial Technology (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016)." Diponegoro      Law     Journal,      6(3),      (2017):1-20.

https://doi.org/10.14710/dlj.2017.19683.

Elizabeth,    Diani    Samantha dan Gindo,    L.    Tobing dan Wiwik,    Sri

Widiarty. “Pengawasan Market Conduct Terhadap Layanan Peer To Peer Lending (P2P Lending) Ditinjau Dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 01/POJK.07/2013.” Jurnal Magister Hukum Uki Novum Argumentum, 1(1). (2022). https://karya.brin.go.id/id/eprint/17798.

Erna Priliasari. “Pentingnya Perlindungan Data Pribadi Dalam Transaksi Pinjaman Online”.      Majalah     Hukum     Nasional,     49     (2),     (2019):1-27.

https://doi.org/10.33331/mhn.v49i2.44.

Jahri, Ahmad. “Perlindungan Nasabah Debitur Terhadap Perjanjian Baku yang Mengandung Klausula Eksonerasi pada Bank Umum di Bandar Lampung.” Fiat Justisia:         Jurnal         Ilmu         Hukum.         10(1).         (2017).

https://doi.org/10.25041/fiatjustisia.v10no1.651.

Mulyati, Etty, dan Fajrina Aprilianti Dwiputri. “Prinsip Kehati-hatian Dalam Menganalisis Jaminan Kebendaan Sebagai Pengaman Perjanjian Kredit Perbankan,” Acta Diurnal Jurnal Ilmu Hukum Kenotariatan, 1(2), (2018):134-148. https://jurnal.fh.unpad.ac.id/index.php/acta/article/view/164.

Parsodi, R., & Primawardani, Y. “Perlindungan Hak Pengguna Layanan Pinjaman Online Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia.” Jurnal HAM 11, No. 3. (2020). http://dx.doi.org/10.30641/ham.2020.11.353-368.

Sihombing, G.L, dkk. “Perlindungan Konsumen Dalam Pengawasan Perusahaan Berbasis Financial Technology”. Jurnal Kebijakan Politik,  12(2).   (2021).

http://dx.doi.org/10.31258/jkp.v12i2.7956.

Ulya, Widadatul.  “Perlindungan Konsumen Dalam Perkembangan Financial

Technology Di Indonesia.” Perwira Journal of Economics & Business, 2(1), (2022):31– 45. https://doi.org/10.54199/pjeb.v2i1.80.

Utami, I. T., & Taufiq, M. “Analisis Yuridis Kasus Pembobolan Rekening pada Bank Mandiri.”     Jurnal     Ilmiah     Living     Law,     10(1),     (2018):58-77.

https://onesearch.id/Record/IOS8246.article-1493.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan

Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 6/POJK.07/2013 tentang Perlindungan

Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi.

Internet

Black Tuna, “FAQ Fintech Lending”, Otoritas Jasa Keuangan, October 18, 2019, https://ojk.go.id/id/kanal/iknb/data-dan-statistik/direktori/fintech/Documents/FAQ%20Fintech%20Lending.pdf diakses pada 14 Januari 2023.

Dina Karina, “Ini Daftar 85 Pinjol Ilegal yang Ditutup OJK Selama Februari 2023”, Kompas TV, Maret 7, 2023, https://www.kompas.tv/article/385128/ini-daftar-85-pinjol-ilegal-yang-ditutup-ojk-selama-februari-2023 diakses pada 14 Januari 2023.

Finnet, “Pengertian Fintech dan Bentuk Perusahaan Fintech”, Finpay, December 9, 2021, https://www.finpay.id/blog/posts/pengertian-fintech-dan-bentuk-perusahaan-fintech#:~:text=Menurut%20National%20Digital%20Research%20Center,dana%2 0bisa%20dilakukan%20lebih%20cepat diakses pada 12 Januari 2023.

Tempo,    Mahfud    dalam    Konfrensi    Pers    22    Oktober    2021,

https://nasional.tempo.co/read/1520009/mahfud-md-imbau-masyarakat-korban-pinjol-ilegal-berani-melapor diakses pada 10 Januari 2023.

Jurnal Kertha Negara Vol 11 No 6 Tahun 2023 hlm 639-649

649