PENEGAKAN HAK PEKERJA HARIAN LEPAS (DAILY WORKER) BERDASARKAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA
on
PENEGAKAN HAK PEKERJA HARIAN LEPAS (DAILY WORKER) BERDASARKAN HUKUM POSITIF DI
INDONESIA
Intan Khofifah Yulinar, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
I Made Sarjana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Tujuan studi ini adalah untuk menganalisis hak pekerja harian lepas dalam aturan hukum positif di Indonesia disertai dengan tanggung jawab pengusaha ketika ketika tidak terpenuhinya hak tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normative dengan pendekatan deksriptif. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah hak pekerja harian lepas diatur dalam UUK, UU Ciptaker beserta aturan turunannya yakni Kepmen 100 dan PP 35 yang pada intinya hak pekerja harian lepas adalah upah dan jaminan kesehatan. Pengusaha yang memiliki kewajiban dalam hal pengupahan kepada karyawan ketika tidak memenuhi kewajibannya dalam hal pengupahan kepada pekerja maka akan dikenakan sanksi administrative berdasarkan hasil pengawas ketenagakerjaan. Yang menjadi kekurangan adalah masih belum ada penegakan kepada pengusaha ketika tidak memenuhi hak pekerja dalam hal jaminan kesehatan sebagaimana diatur dalam PP 35.
Kata Kunci: Hak Pekerja, Pekerja Harian Lepas, Penegakan Hukum
ABSTRACK
The purpose of this study is to analyze the rights of casual daily workers in positive legal rules in Indonesia accompanied by the responsibilities of employers when these rights are not fulfilled. This research uses normative research methods with a descriptive approach. The results obtained from this study are the rights of freelance daily workers regulated in the labor law, the Ciptaker Law and its derivative rules, namely minister law number 100 and government law number 35 which in essence the rights of freelance daily workers are wages and health insurance. Employers who have obligations in terms of wages to employees when they do not fulfill their obligations in terms of wages to workers will be subject to administrative sanctions based on the results of labor inspectors. The drawback is that there is still no enforcement to employers when they do not fulfill workers' rights in terms of health insurance as stipulated in government law number 35.
Keywords: Workers' Rights, Freelance Daily Workers, Law Enforcement
Suatu industri yang menjalankan kegiatan usahanya memerlukan keberadaan tenaga kerja dalam mendukung baik itu proses produksi hingga distribusi. Kegiatan industri dapat berwujud sekup kecil, menengah, hingga besar yang mana hal tersebut memberikan dampak besar bagi pembangunan nasional. Selain sumber daya alam dan teknologi, tenaga kerja menjadi salah satu elemen penting yang dapat mendukung hal tersebut. Pembangunan nasional digencarkan guna mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, hingga makmur dengan merata di seluruh wilayah Indonesia. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tenaga kerja mempunyai peran penting dalam kemajuan pembangunan nasional sehingga hak maupun kewajibannya perlu diperhatikan. Keberadaan tenaga kerja diatur dalam Pasal 27 ayat (2) UUD NRI 1945 yang memberikan pekerjaan dan penghidupan berwujud hak pada warga negara.
Keberadaan tenaga kerja dalam pembangunan nasional diatur dalam Pasal 5 UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan yang selanjutnya disebut dengan UUK yaitu tenaga kerja memiliki peluang yang sama tanpa diskriminasi dalam mendapatkan pekerjaan. Sebelum dijabarkan lebih lanjut, orang yang dalam memenuhi kebutuhannya sendiri maupun orang lain dengan cara bekerja dengan menghasilkan barang diperistilahkan dengan sebutan tenaga kerja yang diregulasikan di Pasal 1 ayat (2) UUK. 1 Pengklasifikasian Tenaga kerja dibedakan menjadi tiga yakni yang terdidik, terlatih, dan tidak memenuhi komponen kedua unsur baik terdidik maupun terlatih. 2 Dalam perkembangan industri yang semakin maju dalam negeri, pengusaha berlomba untuk memajukan industrinya dengan merekrut lebih banyak tenaga kerja guna mengoptimalisasikan alur peredaran barang ataupun jasa. Tujuan kegiatan usaha yang memaksimalkan keuntungan dan meminimalisir kerugian membuat pengusaha memutuskan untuk membuka kesempatan bagi masyarakat bergabung dengan industrinya sebagai pekerja harian lepas/daily worker.
Dengan adanya pekerja harian lepas tersebut pihak pengusaha tidak memerlukan penambahan karyawan yang akan berdampak kepada membengkaknya biaya operasional perusahaan. Trend dari pekerja harian lepas tersebut sangat diminati khususnya bagi pelajar maupun mahasiswa karena waktu bekerja yang tidak terlalu lama dan lebih fleksibel dilakukan misalnya ketika libur semester. Para pelajar dalam menambah uang saku akan menjadi pekerja harian lepas berdasarkan bidang industri yang tersedia.
Pekerja harian lepas adalah tenaga kerja yang bekerja tanpa disertai dengan jaminan kelangsungan daripada masa kerjanya. Ketika pengusaha
memerlukan pekerja karena memiliki kinerja yang baik maka akan diproses lebih lanjut melalui surat perjanjian kerja.3
Dengan posisi yang dimiliki tenaga kerja dalam pembangunan nasional yang begitu penting menjadikan pihak pengusaha yang dalam melakukan penawaran kerja harus sesuai dengan ketentuan aturan yang berlaku. Pekerja harian lepas meskipun memiliki masa kerja yang tidak pasti masih mempunyai hubungan dengan pemberi kerjanya maka dari itu untuk menjamin perlindungannya perlu dituangkan dalam perjanjian yang disepakatinya. Perjanjian kerja adalah kesepakatan antara yang bekerja dengan yang memberi kerja dalam wujud perjanjian sesuai dalam Pasal 1 angka 14 UUK. Adapun elemen didalamnya yaitu kesepakatan antara para pihak, kecakapan hukum, pekerjaan yang ditawarkan, dan pekerjaan tersebut halal.4
Pekerja harian lepas direkrut oleh pengusaha ketika industri maupun perusahaan mengadakan acara tertentu sehingga membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak dari yang dimiliki namun pengusaha tetap memperhatikan biaya operasional karyawan sehingga lebih memilih merekrut pekerja harian lepas untuk mengisi posisi yang krusial seperti ticketing, runners, usher, doorman, sales, hostes, production. Yang mana pekerja harian lepas hanya bekerja pada saat acara tersebut lalu akan mendapat panggilan ketika dibutuhkan kembali oleh perusahaan atau industri yang bersangkutan.5
Dengan kondisi tersebut, pekerja harian lepas lebih diminati oleh masyarakat karena jam kerja yang hanya sementara sehingga tak jarang pekerja tidak memperhatikan hak-hak yang dimilikinya sebagai pekerja lepas mengingat perbedaan posisi antara pengusaha dengan pekerja itu sendiri. Peningkatan jumlah pekerja harian lepas disebabkan karena lapangan pekerjaan yang sedikit sehingga tidak ada jalan lain untuk mendapatkan uang. Satjipto Rahardjo menyatakan bahwa perlindungan hukum ialah upaya dalam melindungi kepentingan seseorang dibarengi dengan kuasa dalam bertindak atas kepentingan tersebut. Salah satu tujuan hukum yakni perlindungan hukum, sudah sepatutnya hal tersebut diwujudkan oleh pemerintah. 6Meskipun hanya bekerja secara sementara, pekerja harian lepas juga termasuk pekerja yang juga sebagai tulang punggung perusahaan, tanpa adanya pekerja pengusaha tidak dapat menjalankan usahanya dan berpatisipasi dalam pembangunan nasional sehingga hak yang dimilikinya tersebut perlu ditegakkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pedoman yang penulis gunakan dalam menyusun artikel ini adalah dengan berdasarkan artikel pertama yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Harian Lepas Ditinjau Dari Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia” yang disusun oleh I Wayan Subangun Wirang Garda Satria yang menjelaskan mengenai perlindungan hukum pekerja harian lepas diatur dalam UUK dan Kepmen/100/2004 tentang Ketentuan Pelaksana Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. 7 Artikel kedua yang berjudul “Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Harian Dan Pekerja Dengan Satuan Waktu Jam Dalam Undang-Undang Cipta Kerja” yang disusun oleh Shenti Agustini mengenai perlindungan hukum pekerja harian lepas dilihat dari perspektif UU Ciptaker.8
Dari kedua artikel tersebut dijelaskan mengenai pengaturan PKWT berdasarkan regulasi terkait dengan ketenagakerjaan yakni UUK dan Kepmen/100/2004, yang pembahasan PKWT dalam kedua jurnal tersebut masih menggunakan regulasi yang lama, regulasi mengenai ketenagakerjaan spesifiknya PKWT terdapat pembaharuan pengaturan yang mengatur mengenai hak pekerja harian lepas sebagai pekerja yang terikat PKWT yakni dalam UU Ciptaker dan PP 35, maka dari itu penulis mengangkat sebuah permasalahan mengenai penegakan hak dari pekerja harian lepas didasarkan atas hukum yang berlaku di Indonesia saat ini disertai dengan perolehan status dari pekerja hingga pertanggungjawaban hukum dari perusahaan maupun pengusaha ketika tidak melakukan pemenuhan hak kepada pekerja harian lepas dengan mengangkat judul “Penegakan Hak Pekerja Harian Lepas (Daily Worker) Berdasarkan Hukum Positif Di Indonesia”.
Berdasarkan yang penulis jabarkan dalam latar belakang, muncul dua permasalahan yang akan dibahas dalam artikel ini yaitu:
-
1. Bagaimana penegakan hukum hak pekerja harian lepas menurut hukum positif di Indonesia?
-
2. Bagaimana tanggung jawab perusahaan ketika tidak memenuhi hak pekerja harian lepas menurut hukum positif di Indonesia?
Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui status pekerja harian lepas sehingga diketahui pula apa hak yang sejatinya dimiliki sebagai tenaga kerja dan tanggung jawab perusahaan ketika hak dari pekerja harian lepas tidak dipenuhi sebagai bentuk penegakan hukum atas hak pekerja harian lepas.
Penelitian hukum normative dalam penulisan jurnal ini untuk mengetahui norma hukum yang berkaitan dengan pengaturan pekerja harian lepas termasuk regulasi turunannya itu sendiri. Perlu diketahui, metode penelitian hukum normatif adalah metode penelitian dengan mengkaji norma hukum positif sebagai objek kajiannya. Kajian yang dilakukan ialah mengenai aturan hukum positif di Indonesia sehingga diketahui hal apa saja yang sepatutnya diatur dalam menegakkan hak pekerja harian lepas. Dengan demikian, dalam artikel ini dikaji norma hukum berupa peraturan perundang-undangan yang didalamnya mengatur mengenai penegakan atas hak pekerja harian lepas. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan peraturan perundang-undangan disertai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
-
3. Hasil dan Pembahasan
-
3.1. Penegakan Hukum Hak Pekerja Harian Lepas Menurut Hukum Positif di Indonesia
-
Di Indonesia, terdapat perjanjian kerja harian lepas disamping Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) yang mana perjanjian tersebut berlaku bagi pekerja harian lepas. Makna pekerja harian lepas ialah dalam kebahasaan pengupahan yang diberikan berdasarkan banyaknya jam kerja maupun banyaknya pekerjaan. Pekerja harian lepas tidak memiliki hak selayaknya pekerja tetap, dapat dipanggil kapan saja tergantung kebutuhan karena tidak ada kewajiban untuk melakukan pekerjaan. 9 UUK membedakan pekerja berdasarkan perjanjian kerja yang dilakukan dengan perusahaan yaitu PKWT dan PKWTT atas dasar kepastian lamanya bekerja.
Pembedaan tersebut memunculkan klasifikasian kembali tenaga kerja sehingga menjamin kepastian hukum juga didalamnya dalam melakukan pekerjaan. Pekerja harian lepas dapat berupa pekerja yang terikat dengan PKWT maupun PKWTT berdasarkan atas jangka waktu pelaksanaan kerja. Ketika pekerja harian lepas hanya bekerja untuk acara tertentu setelah itu selesai maka ia terikat dengan dengan PKWT sedangkan pekerja harian lepas yang memang direkrut untuk melakukan pekerjaan dan dalam masa tersebut perusahaan memutuskan untuk merekrut karena progress yang dimiliki pekerja maka pekerja tersebut terikat dengan PKWTT.
Dalam artikel ini penulis membahas pekerja harian lepas yang bersifat sementara yang dalam hubungan kerja dengan pemberi kerja terikat dengan PKWT, PKWT diatur dalam UUK mulai Pasal 56-Pasal 59. Pekerja harian lepas terikat dengan PKWT karena sifatnya sendiri yang bekerja berdasarkan atas jangka waktu dan selesainya pekerjaan sebagaimana diatur dalam Pasal 56 ayat
-
9 Amboro, Yudhi Priyo, and Fendy Fendy. "Perlindungan Hukum Hak Pekerja Harian Lepas (Studi Perbandingan Hukum Indonesia dan Hukum Singapura)." Journal of Judicial Review 18, no. 1 (2017): 1-13.
-
(2) UUK.10 Ketentuan pekerja harian lepas lebih lanjut diatur dalam Kepmen No. 100 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 59 ayat (8) UUK. Kepmen tersebut adalah regulasi lanjutan pekerja harian lepas dari UUK itu sendiri yang secara rinci memberikan kaidah pelaksanaan pekerjaan harian lepas. Berdasarkan Kepmen tersebut, pekerja harian lepas termasuk bagian dari PKWT sebagaimana diatur dalam Pasal 10-12 Kepmen No. 10 Tahun 2004.11 Perjanjian kerja untuk pekerja harian lepas dalam kepmen ini mengecualikan beberapa aturan dalam UUK mengenai PKWT yaitu:
-
1. Perjanjian kerja harian lepas mengakumulasi pengupahan tergantung kehadiran pekerja.
-
2. Pekerjaan yang dilakukan kurang dari dua puluh satu hari
-
3. Pekerjaan lebih dari dua puluh satu hari mengubah status menjadi PKWTT
Pekerja sebagai unsur utama perusahaan tentu diberikan status yang berdampak pada pemenuhan hak oleh hukum Indonesia terkhusus hukum positif. Kehadiran pekerja menjadi faktor utama dalam penghasilan barang atau jasa kepada masyarakat. Pekerja harian lepas yang statusnya sudah jelas dalam aturan positif di Indonesia otomatis jelas juga diatur pula mengenai hak yang sejatinya didapatkan. Aturan yang mengatur mengenai hak pekerja harian lepas diatur dalam UUK Pasal 56 -Pasal 59 yang secara ringkasnya mengatur mengenai jenis pekerjaan yang dapat dikerjakan pekerja harian lepas beserta ketentuan perjanjian kerja untuk pekerja harian lepas dilakukan tujuh hari sebelum masa kerja apabila akan dilakukan perpanjangan oleh pihak pemberi kerja.
Dalam UUK juga mengamanatkan pekerja harian lepas harus terikat dengan perjanjian kerja yang sifatnya tertulis tanpa adanya persyaratan untuk dilakukan masa percobaan, hal itu berbeda dengan PKWTT. Ketika pekerja harian lepas menjalani masa percobaan secara otomatis status nya berubah menjadi pekerja yang terikat PKWTT. Aturan turunan dari UUK mengenai PKWT diatur dalam Kepmen 100/2004 yang didasarkan atas ketentuan Pasal 59 ayat (8). Dalam Kepmen tersebut, pengupahan atas pekerja tersebut diberikan atas kehadiran, kekuatan hukum yang mengikat antara pekerja dengan yang memberi kerja adalah dengan perjanjian kerja yang mengikat keduanya. Hak pekerja harian lepas dalam Kepmen ini hak pekerja harian lepas adalah hak atas upah yang diterima sesuai dengan pekerjaan yang telah diselesaikan.
Hadirnya UU Ciptaker mengubah ketentuan PKWT dalam UUK pada pasal 56-pasal 59 UUK sehingga perbedaan antara UUK dengan UU ciptaker dalam hal pengaturan PKWT adalah dihapusnya masa perpanjangan perjanjian
untuk pekerja harian lepas sehingga dalam UU Ciptaker tidak mengatur mengenai perpanjangan maupun pembaharuan perjanjian kerja harian lepas. Dalam UU Ciptaker ketentuan mengenai PKWT lebih lanjut diatur melalui PP dalam Pasal 59 ayat (4). PP sebagaimana dimaksud adalah PP/35/2001 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja, dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.
Dalam Pasal 5 PP 35, PKWT berdasarkan jangka waktu dilaksanakan untuk pekerjaan yang penyelesaiannya tidak lebih dari lima tahun, musiman, dan masih dalam tahapan percobaan. PKWT berdasarkan selesainya suatu pekerjaan adalah pekerjaan yang sifatnya sementara dan sekali selesai. Berdasarkan Pasal 2, PKWT dibuat dalam bentuk tertulis maupun lisan sebagaimana kesepakatan antara pekerja dengan pemberi kerja. Hak yang dimiliki oleh pekerja harian lepas dalam PP 35 tersebut adalah hak atas uang kompensasi dan hak atas jaminan sosial. Hak atas uang kompensasi diberikan kepada pekerja harian lepas setelah berakhirnya PKWT, pengecualian kompensasi tidak dapat diberikan kepada tenaga kerja asing sebagaimana diatur dalam Pasal 15. Uang kompensasi terdiri atas upah pokok dan tunjangan tetap. Uang kompensasi hitungannya didasarkan atas Pasal 16. Dalam hal pekerjaan dari pekerja harian lepas selesai sebelum waktu yang diperjanjikan maka pemberian uang kompensasi diberikan sesuai hitungan selesainya pekerjaan. Pekerja harian lepas yang mengakhiri pekerjaan sebelum jangka waktu selesai dalam perjanjian maka pemberian uang kompensasi diberikan berdasarkan jangka waktu pekerjaan yang telah diselesaikan.
-
3.2. Tanggung Jawab Perusahaan Ketika Tidak Memenuhi Hak Pekerja Harian Lepas Menurut Hukum Positif di Indonesia
Tanggung jawab perusahaan kepada karyawan nya termasuk kedalam tanggung jawab sosial perusahaan. Perusahaan merepresentasikan rasa kepedulian kepada pihak lain dengan cara melakukan tanggung jawabnya secara sosial. Komponen yang menjadi acuan dalam melakukan tanggung jawab sosial oleh perusahaan adalah berkaitan langsung dengan stakeholder perusahaannya yang mana menyangkut pelanggan, investor, pemilik, pemerintah, hingga pekerja. Dalam sekup internasional kewajiban perusahaan untuk melakukan tanggung jawab sosialnya dituangkan dalam pertemuan antarkorporat di Trinidad mengenai keseluruhan hubungan perusahaan dengan stakeholder bahkan competitor. Dengan demikian, perusahaan tidak hanya berfokus pada kepentingan dalam menjalankan kegiatan usahanya saja melainkan turut bertanggungjawab atas kelangsungan seluruh unsur yang mendukung kegiatannya.12 Corporate Social Responsibility (CSR) yang dalam hal ini ialah tanggung jawab social perusahaan ialah Langkah pengambilan keputusan dengan memperhatikan nilai etika, kaidah, hukum hingga
kepentingan makhluk hidup dan lingkungan sekitarnya. 13 Perusahaan yang berhubungan langsung dengan kebutuhan karyawan misalnya dalam pengupahan dan pemberian hak lainnya yang berhak didapatkan oleh pekerja. Hak pekerja yang diatur dalam aturan sebelumnya adalah hak atas kompensasi dan jaminan sosial. Hak atas kompensasi adalah hak atas upah yang berhak diterima oleh pekerja. Perjanjian kerja yang dilakukan menimbulkan hak yakni hak pekerja yang salah satunya menyangkut upah. Pembayaran upah kepada pekerja ialah kewajiban yang utama oleh suatu perusahaan dalam perjanjian kerja.14
Upah pekerja harian lepas diatur dalam Pasal 15 PP 35 yang mana pihak pemberi kerja wajib memberikan upah dalam bentuk uang kompensasi kepada pekerja yang dalam hal ini pekerja harian lepas sesuai dengan perhitungan pada pasal 16. Ketika hak pekerja dalam hal pengupahan tidak dipenuhi pengusaha maka terdapat sanksi yang mana hal itu menjadi tanggung jawab pengusaha untuk memenuhi karena tidak dapat memberikan hak pekerja. Sanksi yang diberikan kepada pengusaha ketika tidak memberikan uang kompensasi kepada pekerja harian lepas adalah berupa sanksi administratif yang ketentuannya diatur dalam Pasal 61-62 PP 35. Pemberian sanksi administratif tersebut berupa peneguran yang diberikan tertulis, membatasi kegiatan usaha terkait, dihentikannya alat produksi hingga dibekukannya seluruh kegiatan usaha. Pemberian sanksi administratif dilakukan secara bertahap kepada pengusaha sesuai dengan tanggung jawab yang dilakukan akibat tidak memenuhi hak pekerja. Pihak yang memberi sanksi tersebut ialah Menteri yang bersangkutan, Gubernur, Bupati, dan pejabat yang berhak atas kewenangannya itu. Yang berwenang dalam pemberian sanksi adalah Menteri terkait, gubernur, hingga walikota maupun pejabat yang ditunjuk karena kewenangannya. Pengenaan sanksi dilakukan atas hasil dari pemeriksaan oleh petugas terkait yakni pengawas ketenagajakerjaan atas pengaduan atau penindakan lebih lanjut hasil dari pengawas. Yang perlu digaris bawahi dalam hal ini adalah pengaduan dilaksanakan atas dasar laporan yang dibuat dari dewan pengawas dalam mengawasi jalannya PKWT sesuai dengan regulasi yang diatur. Dalam hal terjadinya sengketa yakni tidak terpenuhinya salah satu hak pekerja yang dalam hal ini adalah PKWT maka pengaduan dapat dilakukan melalui dinas ketenagakerjaan setempat dengan melalui proses non litigasi berupa perundingan bipartite dan tripartite ataupun litigasi melalui pengadilan hubungan industrial.15
Pekerja mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam suatu perusahaan ataupun industry yang mana hal tersebut merupakan salah satu komponen pembangunan nasional sehingga hak-haknya sangat perlu diperhatikan. Pekerja harian lepas sangat diminati oleh masyarakat karena waktu bekerja sementara sehingga lebih fleksibel dilakukan terutama di kalangan pelajar yang dapat dilakukan ketika libur semester. Namun tetap hak pekerja harian lepas harus ditegakkan yang mana dalam hukum positif di Indonesia, hak pekerja harian lepas diatur dalam UUK, UU Ciptaker beserta aturan turunannya yakni Kepmen 100 dan PP 35 yang pada intinya hak pekerja harian lepas adalah upah dan jaminan kesehatan. Pengusaha yang memiliki kewajiban dalam hal pengupahan kepada karyawan ketika tidak memenuhi kewajibannya dalam hal pengupahan kepada pekerja maka akan dikenakan sanksi administratif berdasarkan hasil pengawas ketenagakerjaan. Yang menjadi kekurangan adalah masih belum ada penegakan kepada pengusaha ketika tidak memenuhi hak pekerja dalam hal jaminan kesehatan sebagaimana diatur dalam PP 35.
Buku
Satjipto Rahardjo. Permasalahan Hukum Di Indonesia. (Bandung: Alumni, 2019)
Sipayung, et al, Hukum Ketenagakerjaan. (Bandung: Yayasan Kita Menulis, 2022)
Jurnal
Adnyana, Geraldine, and Wiryawan, I Wayan. "Pelaksanaan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Terhadap Pekerja Harian Lepas Pada Phenon Event Denpasar." Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum 8, No. 11 (2020).
Agustini, Shenti. "Perlindungan Hukum bagi Pekerja Harian dan Pekerja dengan Satuan Waktu Jam dalam Undang-Undang Cipta Kerja." Jurnal Kertha Semaya 9, no. 10 (2021).
Alfarizi, Dimas Hanif, Etty Susilowati, and Siti Mahmudah. "Tanggung Jawab Perseroan Terbatas Terhadap Karyawan Sebagai Kreditor Preferen Dalam Kepailitan." Diponegoro Law Journal 5, no. 2 (2016).
Amboro, Yudhi Priyo, and Fendy Fendy. "Perlindungan Hukum Hak Pekerja Harian Lepas (Studi Perbandingan Hukum Indonesia dan Hukum Singapura)." Journal of Judicial Review 18, no. 1 (2017).
Asuan, Asuan. "Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Berstatus Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan." Solusi 17, no. 1 (2019).
Daniri, Mas Achmad. "Standarisasi tanggung jawab sosial perusahaan." Indonesia: Kadin Indonesia 2, no. 1 (2008).
Hakim, Dani Amran, Agus Hermanto, and Arif Fikri. "Kebijakan Yuridis Pemerintah Daerah Terhadap Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility)." Jurnal Mahkamah: Kajian Ilmu Hukum Dan Hukum Islam 4, no. 2 (2019).
Kusuma Wijaya Amayun, I Gusti, And Dwijayanthi, Putri. " Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Harian Di Taman Nusa Gianyar" Kertha Desa 10, No. 8 (2022).
Maswandi, Maswandi. "Implementasi Prinsip Cepat, Sederhana Dan Biaya Ringan Dalam Penyelesaian Sengketa Hubungan Industrial di Indonesia." Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum 3, No. 1 (2016).
Mulyani, I Gusti Agung Dewi, I. Made Sarjana, and I. Made Dedy Priyanto. “Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Harian Lepas Pada Hotel Puri Bagus Candidasa.” Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 01, No. 10 (2013).
Putra, I Made Dwi Anugrah, Udiana, I Made, AND Priyanto, I Made Dedy. " Pelaksanaan Hak-Hak Pekerja Harian Lepas Pada Hotel Bintang Bali Resort" Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum 7, No.1 (2019).
Renata, I Gede Edwin, and A.A. Gde Agung Dharma Kusuma. “Perlindungan Hukum Pekerja Harian Lepas Pada Usaha Dagang Di Desa Guwang Kabupaten Gianyar.” Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 09, No. 7 (2021).
Subangun Wirang Garda Satria, I Wy, Mas Aryani, Ni Nyoman, and Mudana, I. " Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Harian Lepas Ditinjau Dari Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia." Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum, (2018).
Peraturan Perundang-Undangan
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
PP No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja Dan Waktu Istirahat, Dan Pemutusan Hubungan Kerja
Kepmen No. 100 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Waktu Tertentu
Jurnal Kertha Negara Vol 11 No 5 Tahun 2023 hlm 467-477
476
Discussion and feedback