Strategi Pengelolaan Air Terjun Madakaripura Kabupaten Probolinggo Jawa Timur
on
STRATEGI PENGELOLAAN AIR TERJUN MADAKARIPURA KABUPATEN PROBOLINGGO JAWA TIMUR
Hasnia Minanda
Universitas Udayana
E-mail: [email protected]
I Nyoman Sunarta
Universitas Udayana
E-mail: [email protected]
I Nyoman Sukma Arida
Universitas Udayana E-mail: [email protected]
ABSTRACT
Madakaripura Waterfall as the highest waterfall in Java Island has shown an increase number of tourists visit every year, however there are still many problems such as lack of facilities, accessibility and quality of human resources. This problem makes research on management strategy at Madakaripura Waterfall important to do. The research aimed to identify the existing conditions of tourist attraction, then the motivates and obstacles for the management and management strategy that will be carried out by stakeholders. This research used qualitative descriptive analysis and SWOT analysis techniques. Data collection was done by observation, interviews, documentation and literature studies. The results showed that the position of Madakaripura Waterfall based on Tourism Area Life Cycle theory is in involvement stage. The motivation behind the management are strengths and opportunities and the obstacle for management are weaknesses and threats. The management strategies by stakeholders are planning, organization, actuating and controlling. From the management strategy by stakeholders, this study offers a new management strategy for consideration and suggestions by the SO, WO, ST, and WT strategy which are compiled as follows: dig and use the potential of Madakaripura Waterfall, designing attractive and affordable tour packages to welcome tourists in the new normal era, the necessity of authority agency to synergize both managers, create strict penalty for local people, improving the quality of human resources, improving mitigation and pay attention to the quality of service for tourists.
Keywords: madakaripura waterfall, natural tourist attraction, management strategy.
Pendahuluan
Dewasa ini, perkembangan pariwisata di Indonesia semakin pesat. Hal ini dikarenakan pariwisata merupakan sektor yang dianggap menguntungkan untuk dikembangkan sebagai salah satu aset yang menjanjikan bagi pemerintah maupun masyarakat sekitar daya tarik wisata (Rahmayanti, 2017). Sektor pariwisata telah tumbuh menjadi suatu industri yang penting dan dapat diandalkan dalam pilar perekonomian bangsa (Sunarta, 2015). Selain itu, pariwisata juga akan disejajarkan dengan sektor lain dalam meningkatkan pendapatan, maka kepariwisataan dapat disebut sebagai sektor industri pariwisata (Widodo, 2013).
Untuk mendukung sektor pariwisata, maka diperlukan adanya partisipasi dari masyarakat. Pariwisata hendaknya mampu mendorong masyarakat untuk aktif berpartisipasi dalam mewujudkan kesejahteraan bersama (Hadiwijoyo, 2012). Di samping itu dengan adanya perhatian yang serius dari pemerintah terhadap kepariwisataan, maka usaha di bidang kepariwisataan di Indonesia diharapkan berkembang dengan baik.
Pengelolaan terhadap daya tarik maupun atraksi wisata yang dilakukan oleh pemerintah maupun pelaku industri pariwisata, tentunya akan mampu meningkatkan kunjungan wisatawan ke Indonesia. Menurut (Pitana, 2009), pengelolaan pada sektor pariwisata harus mengacu pada prinsip-prinsip pengelolaan yang lebih menekanan pada nilai-nilai kelestarian alam, komunitas, dan nilai sosial yang memungkinkan wisatawan menikmati kegiatan wisatanya serta dapat memberikan manfaat terhadap kesejahteraan masyarakat lokal. Pengelolaan sektor kepariwisataan membutuhkan kerjasama seluruh pemangku kepentingan yang terdiri dari masyarakat dan pemerintah, kerjasama langsung dari kalangan usaha maupun dari pihak swasta (Devy & Soemanto, 2017).
Strategi pengelolaan adalah perencanaan yang didasari oleh pertimbangan mengenai segala sesuatunya untuk mengambil keputusan yang tepat dalam rangka memenuhi kebutuhan suatu daya tarik wisata dengan pengorganisasian yang
menempatkan orang-orang sesuai dengan kemampuan pada bidangnya. Pengelolaan dalam pengembangan daya tarik wisata merupakan usaha atau upaya yang dilakukan secara terencana dan terarah untuk memperbaiki atau meningkatkan fasilitas, aksesibilitas dan atraksi atau daya tarik wisata suatu objek wisata yang telah ada ke arah yang lebih baik.
Strategi pengelolaan yang tepat sangat diperlukan untuk pariwisata di Indonesia mengingat bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan 34 provinsi yang memiliki keunikan masing-masing sebagai daya tarik pariwisata. Keindahan daya tarik wisata Jawa Timur dipopulerkan oleh Gunung Bromo yang termasuk bagian Bali baru yang letaknya berada di Probolinggo. Di Probolinggo selain Gunung Bromo terdapat juga daya tarik wisata yang di minati oleh banyak wisatawan yaitu Air Terjun Madakaripura.
Air Terjun Madakaripura mempunyai hubungan yang erat dengan daya tarik wisata Bromo Tengger Semeru karena selain berada pada rute yang sama dan ditambah dengan banyaknya tour package Bromo Tengger Semeru yang menggabungkannya dengan Air Terjun Madakaripura. Bromo Tengger Semeru dianggap penting sebagai penunjang Air Terjun Madakaripura sebagai daya tarik wisata, karena banyak wisatawan yang akan mengunjungi Air Terjun Madakaripura sebelum atau sesudah berkunjung ke Bromo Tengger Semeru.
Air Terjun Madakaripura memiliki potensi alam dan sejarah yang unik, Air Terjun Madakaripura juga merupakan air terjun tertinggi di Pulau Jawa dengan ketinggian sekitar 200 meter. Tak hanya tertinggi di Pulau Jawa, saat ini Madakaripura juga merupakan air terjun tertinggi kedua di Indonesia. Berdasarkan review pengunjung di tripadvisor, air terjun madakaripura mendapatkan excellent rating sebanyak 65% dari 468 reviews dan very good rating sebanyak 28%. Air terjun madakaripura juga menjadi daya tarik wisata dengan peringkat pertama dalam kategori nature and parks yang ada di Probolinggo.
Daya tarik wisata Air Terjun Madakaripura ini berada dalam kawasan hutan lindung yang dikelola sepenuhnya oleh Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Probolinggo, tetapi untuk mengelola daya tarik wisata itu sendiri Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) bekerja sama dengan Dinas Pemuda, Olahraga, Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Probolinggo. Dua pihak pengelola daya tarik wisata Air Terjun Madakaripura juga melibatkan masyarakat lokal sebagai guide, tukang ojek, tukang parkir dan berjualan disekitar daya tarik wisata.
Dengan jumlah kunjungan wisatawan yang meningkat setiap tahunnya, tetapi perubahan dari daya tarik wisata Air Terjun Madakaripura ini belum mengalami banyak perkembangan. Dilihat dari komponen destinasi pariwisata yang mencakup Attractions, Amenities, Accesibility, Ancilliary yang masih terbilang kurang memadai baik dari segi fasilitas, aksesibilitas dan kurangnya kemampuan sumber daya manusia (SDM) masyarakat lokal yang justru lebih sering berhubungan langsung dengan wisatawan yang berkunjung. Kurangnya fasilitas seperti tempat makan, tempat berteduh untuk wisatawan, dan kebersihan toilet masih kurang. Aksesibilitas menuju Air Terjun Madakaripura pun licin dan cukup kecil untuk dilewati banyak wisatawan ketika menuju ke air terjun. Sedangkan, untuk tiket menuju lokasi air terjun setiap wisatawan harus berjalan kaki selama kurang lebih 2 km dengan kurangnya tempat berteduh. Ditambah lagi dengan kurangnya kesadaran dan kemampuan masyarakat lokal untuk menjaga citra destinasi, baik masyarakat lokal yang bekerja sebagai tukang ojek, penjaga warung makan maupun guide lokal.
Pengelolaan yang baik menjadi sangat penting untuk keberlangsungan daya tarik wisata Air Terjun Madakaripura ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi ekisisting daya tarik wisata Air Terjun Madakaripura, menganalisis faktor pendorong dan penghambat dalam pengelolaan daya tarik wisata dan mengetahui strategi pengelolaan yang akan dilakukan oleh pengelola.
Konsep dan Landasan Teori
Destinasi pariwisata menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 10 tahun 2009 adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang didalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, aksesibilitas serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan. Sedangkan, pariwisata dapat diartikan adalah sejumlah kegiatan terutama yang ada kaitannya dengan perekonomian secara langsung berhubungan dengan masuknya orang-orang asing melalui lalu lintas di suatu negara tertentu, kota dan daerah (Sastrawan & Sunarta, 2014).
Komponen-komponen yang mutlak diperlukan disuatu destinasi pariwisata adalah Daya Tarik Wisata (Attractions) merupakan kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan. Menurut Yoeti (2006) suatu daya tarik wisata harus memenuhi tiga kriteria yaitu something to see, something to do dan something to buy. Selain daya tarik wisata, kemudahan untuk mencapai destinasi wisata (Accesibility) juga merupakan komponen penting di destinasi wisata. Accessibility atau aksesibilitas adalah sarana dan infrastruktur untuk menuju destinasi mencakup akses jalan raya, ketersediaan sarana transportasi dan rambu-rambu penunjuk jalan. Kemudian, Fasilitas dan Jasa Pelayanan Wisata (Amenities). Amenity atau amenitas adalah segala fasilitas pendukung yang bisa memenuhi kebutuhan dan keinginan wisatawan selama berada di destinasi. Amenitas berkaitan dengan ketersediaan sarana akomodasi untuk menginap serta restoran atau warung untuk makan dan minum. Kebutuhan lain yang mungkin juga diinginkan dan diperlukan oleh wisatawan, seperti toilet umum, rest area, tempat parkir, klinik kesehatan, dan sarana ibadah sebaiknya juga tersedia di sebuah destinasi. Dan yang terakhir adalah Kelembagaan (Ancillary) yaitu sebuah organisasi atau orang-orang yang mengurus destinasi tersebut. Ini menjadi penting karena walaupun destinasi sudah mempunyai
atraksi, aksesibilitas dan amenitas yang baik, tapi jika tidak ada yang mengatur dan mengurus maka ke depannya pasti akan terbengkalai.
Menurut Isdarmanto (2017) terdapat dua jenis daya tarik wisata yang biasanya ditampilkan di destinasi pariwisata yaitu daya tarik wisata alam (natural tourist attractions), segala bentuk daya tarik yang dimiliki oleh alam, misalnya: laut, pantai, gunung, danau, lembah, bukit, air terjun, ngarai, sungai, hutan dan daya tarik wisata buatan manusia (man-made tourist attractions), meliputi: daya tarik wisata budaya (cultural tourist attractions), misalnya: tarian, wayang, upacara adat, lagu, upacara ritual dan daya tarik wisata yang merupakan hasil karya cipta, misalnya: bangunan seni, seni pahat, ukir, lukis.
Teori Tourism Area Life Cycle (TALC) ini diperkenalkan oleh Butler pada tahun 1980. Menurut Butler (1980) sebuah area wisata pasti akan berada di salah satu tahapan sebuah siklus kehidupan area wisata yang terdiri dari beberapa bagian, yaitu: Eksplorasi (exploration), sebuah area wisata baru ditemukan oleh seseorang. Kemudian, tahap keterlibatan (involvement) yang mana pada tahap ini jumlah kunjungan wisatawan mulai memperlihatkan peningkatan. Pemerintah dan masyarakat lokal mulai ikut terlibat dalam menyediakan fasilitas-fasilitas wisata, berinteraksi dengan wisatawan, hingga mempermudah akses masuk walau dengan skala yang terbatas. Tahap pengembangan (development) tahap ini jumlah kunjungan wisatawan semakin meningkat, banyak investor asing dan lokal yang berlomba-lomba menanamkan modalnya dan munculnya organisasi pariwisata, fasilitas pariwisata yang lebih memadai, penyedia jasa pelayanan wisatawan asing dan atraksi wisata buatan. Tahap konsolidasi (consolidation) pada tahap ini jumlah kunjungan wisatawan naik tapi tidak terlalu signifikan, kegiatan ekonomi diambil alih oleh perusahaan-perusahaan jaringan internasional, berbagai macam fasilitas wisata dirawat, diperbaiki, dibangun, dan ditingkatkan standarnya.dan promosi semakin sering dilakukan. Tahap kestabilan (stagnation) pada tahap ini jumlah kunjungan wisatawan telah mencapai puncak tertingginya dan atraksi wisata alami sudah
disesaki dengan atraksi wisata buatan yang berdampak pada berubahnya citra awal area wisata tersebut. Tahap penurunan kualitas (decline) pada tahap ini wisatawan mulai jenuh dengan atraksi wisata yang ada. Tahap pembangunan kembali (rejuvenate) pada tahap ini suatu daya tarik wisata perlu pembenahan dan pembangunan kembali sehingga dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada setiap wisatawan yang berkunjung.
Menurut Terry (2006) menjelaskan bahwa manajemen atau bisa juga disebut sebagai pengelolaan adalah suatu proses yang melibatkan Planning atau perencanaan yaitu pemilihan fakta-fakta dan usaha menghubungkan fakta satu dengan lainnya, kemudian membuat perkiraan dan peramalan tentang keadaan dan perumusan tindakan untuk masa yang akan datang yang sekiranya diperlukan untuk mencapai hasil yang dikehendaki. Organizing atau pengorganisasian yang diartikan sebagai kegiatan mengaplikasikan seluruh kegiatan yang harus dilaksanakan antara kelompok kerja dan menetapkan wewenang tertentu serta tanggung jawab sehingga terwujud kesatuan usaha dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Actuating atau penggerakan adalah menempatkan semua anggota daripada kelompok agar bekerja secara sadar untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan sesuai dengan perencanaan dan pola organisasi. Controlling atau pengawasan diartikan sebagai proses penentuan yang dicapai, pengukuran dan koreksi terhadap aktivitas pelaksanaan dan bilamana perlu mengambil tindakan korektif terhadap aktivitas pelaksanaan dapat berjalan menurut rencana.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk memperoleh data yang bersifat apa adanya yang hasilnya lebih menekankan makna (Sugiyono, 2012). Penelitian ini dilakukan di daya tarik wisata Air Terjun Madakaripura dan dilakukan selama dua bulan mulai dari Desember hingga Februari 2020. Data pada penelitian ini dikumpulkan dengan teknik wawancara semi
terstruktur dan observasi. Wawancara dilakukan terhadap dua orang informan kunci yaitu informan kunci dari Kesatuan Pemangkuan Hutan dan informan kunci dari Dispora Parbud Kabupaten Probolinggo sebagai kedua pihak pengelola dan wisatawan yang berkunjung di daya tarik wisata. Penelitian kualitatif mempunyai setting yang alami sebagai sumber langsung dari data dan peneliti itu adalah instrumen kunci. Selain itu, temuan atau data dapat dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti (Sugiyono, 2012).
Dalam penelitian ini dibutuhkan manusia sebagai peneliti karena manusia dapat menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan. Selain itu, peneliti juga dibantu dengan panduan observasi dan panduan wawancara. Teknik pelaksanaannya dilakukan dengan keterlibatan peneliti secara langsung sehingga mengetahui keadaan yang sebenarnya. Data yang diperoleh dianalisa secara deskriptif, kemudian hasil wawancara dianalisis menggunakan analisis SWOT yang menghasilkan strategi pengelolaan baru sebagai bahan pertimbangan dan saran untuk pihak pengelola. Dalam penelitian ini peneliti juga bertindak sebagai alat dan figur utama yang mempengaruhi perumusan hasil.
Hasil dan Pembahasan
Fokus penelitian ini berada di Air Terjun Madakaripura, Desa Sapih, Kecamatan Lumbang, Kabupaten Probolinggo, Provinsi Jawa Timur. Air Terjun Madakaripura berada di kawasan hutan lindung milik perhutani, pengelolaan maupun hasilnya menjadi tanggung jawab bersama antara Kesatuan Pemangkuan Hutan dan Dinas Pariwisata Kabupaten Probolinggo. Air Terjun Madakaripura ini dibuka secara umum menjadi daya tarik wisata pada tahun 1991.
Gambar 1. Air Terjun Madakaripura
Sumber: explorewisata.com
Air terjun Madakaripura adalah air terjun yang berbentuk ceruk dikelilingi tebing yang curam dan meneteskan air pada seluruh tebing-tebingnya seperti sedang hujan, air terjun ini memiliki beberapa bagian tiga di antaranya meneteskan air yang deras. Untuk sampai ke lokasi air terjun, wisatawan harus berjalan sekitar setengah jam dari area pembelian tiket masuk. Semua wisatawan yang mengendarai kendaraan pribadi atau umum harus beralih menggunakan ojek dari masyarakat lokal untuk menuju ke pintu masuk pembelian tiket.
Nama Air Terjun Madakaripura berasal dari sejarah Patih Gajah Mada yang memilih gua di dalam air terjun tersebut sebagai tempat meditasi terakhirnya sebelum ia diyakini oleh orang Jawa kuno mencapai moksa atau menghilang secara spiritual dan fisik dari muka bumi. Berdasarkan kepercayaan ini, banyak orang yang akan datang bermeditasi atau melakukan ritual terutama pada malam satu Suro. Selain ritual yang dilakukan sebagian orang, pengelola bersama masyarakat lokal termasuk para sesepuh yang tinggal di wilayah Air Terjun Madakaripura juga akan selalu memperingati tahun baru Islam satu Muharam atau yang lebih dikenal sebagai satu suro yang mana hal ini sudah menjadi tradisi setiap tahunnya.
Kondisi Ekisisting Pengelolaan Daya Tarik Wisata Air Terjun Madakaripura
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti pada bulan Desember hingga Februari 2020, diperoleh data mengenai kondisi eksisting di
daya tarik wisata Air Terjun Madakaripura. Kondisi eksisting di Air Terjun Madakaripura berangsur membaik karena mendapatkan perhatian serius oleh pihak pengelola. Kondisi tersebut jauh lebih baik dibandingkan pertama kali daya tarik wisata ditemukan oleh masyarakat lokal dan belum mendapatkan perhatian dari pengelola. Hal ini dapat dilihat dari adanya penambahan fasilitas, perbaikan akses jalan menuju daya tarik wisata dan pengelola terus memberikan pelatihan kepada masyarakat lokal yang terlibat secara langsung terkait tata kelola dan pelayanan kepada wisatawan di Air Terjun Madakaripura.
Air Terjun Madakaripura berlokasi di Desa Sapih, Kecamatan Lumbang, Kabupaten Probolinggo Jawa Timur. Air Terjun Madakaripura menunjukan eksistensinya sebagai daya tarik wisata alam yang menawarkan nuansa hutan rindang dengan pesona keindahan air terjun yang berbentuk ceruk dan memiliki tidak hanya satu bagian air terjun tetapi ada tiga bagian yang air terjun utamanya merupakan air terjun tertinggi di Pulau Jawa.
Gambar 2. Peta Lokasi Air Terjun Madakaripura
Sumber: bromotour.co.id
Air Terjun Madakaripura ini akan menarik minat wisatawan yang menaruh interest terhadap wisata alam sehingga pengelola melakukan berbagai upaya untuk tetap menjaga keseimbangan ekosistem dan melestarikan tradisi budaya yang ada.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa posisi Air Terjun Madakaripura berdasarkan Teori Tourism Area Life Cycle dari Butler (1980) berada pada tahap 2 yaitu tahap keterlibatan (involvement) yang menitikberatkan pada keiikutsertaan kedua pengelola dan masyarakat lokal.
Beberapa indikator yang menunjukkan bahwa Air Terjun Madakaripura masuk kedalam tahap keterlibatan (involvement) yaitu sebagai berikut:
-
a. Inisiatif dari kedua pihak pengelola Air Terjun Madakaripura untuk melibatkan masyarakat lokal dalam membantu sebagai penyedia jasa seperti: guide lokal, ojek, pedagang dan tukang parkir kendaraan. (Hasil wawancara, 2020)
-
b. Peningkatan jumlah kunjungan wisawatan untuk mengunjungi keindahan alam Air Terjun Madakaripura terlihat dari data kunjungan wisatawan dari 2015-2019. (Data kunjungan wisatawan dari KPH)
-
c. Peningkatan jumlah wisawatan tersebut mampu menambah kesejahteraan masyarakat lokal dengan memberikan mereka pekerjaan dan peluang usaha. Banyak dari masyarakat lokal yang membuka toko didepan rumah mereka dengan berjualan madu khas madakaripura yang banyak diminati oleh wisatawan. (Hasil observasi, 2020)
-
d. Kedua pihak pengelola Air Terjun Madakaripura bekerja sama dalam menyediakan fasilitas-fasilitas penunjang seperti homestay, rumah makan, perbaikan akses jalan utama menuju Air Terjun Madakaripura dan perbaikan jalur trekking yang merupakan akses utama menuju area air terjun (hasil wawancara dan observasi, 2020)
Faktor Pendorong dan Penghambat dalam Pengelolaan Air Terjun Madakaripura Faktor Pendorong
-
a. Kekuatan (Strengths)
-
1. Air Terjun tertinggi di Pulau Jawa.
Air Terjun Madakaripura memiliki keunikan tersediri yaitu sebagai air terjun tertinggi di Pulau Jawa dengan ketinggian 200 meter. Selain itu, air terjun ini terkenal memiliki keindahan alam yang sangat indah dengan julukan yang unik yaitu air terjun abadi karena terdapat banyak air terjun kecil yang mengelilingi air terjun utama.
-
2. Letak strategis pada kawasan Bromo Tengger Semeru.
Pemilihan tempat strategis karena berada di rute yang sama dengan daya tarik wisata yang paling diminati di Jawa Timur yaitu Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Magnet Bromo Tengger Semeru memberikan pengaruh terhadap tingkat kunjungan wisatawan ke Air Terjun Madakaripura. Lokasi Air Terjun Madakaripura ada di lereng Gunung Bromo, menyebabkan banyaknya wisatawan yang datang adalah wisatawan yang akan atau setelah mengunjungi Bromo Tengger Semeru.
-
3. Area air terjun bersih dan nyaman bagi wisatawan.
Kesadaran dan keinginan kedua pengelola untuk mengembangkan dan mengelola daya tarik wisata ini dengan baik mengakibatkan daya tarik wisata ini dijaga kebersihannya demi meningkatkan kenyamanan wisatawan yang berkunjung. Ditambah dengan adanya kepercayaan atau mitos yang kuat dan dipercayai oleh mayarakat lokal juga pengelola mengakibatkan keasrian alam Air Terjun Madakaripura masih sangat terjaga.
-
b. Peluang (Opportunities)
-
1. Adanya paket tour gabungan dengan Bromo Tengger Semeru.
Letak strategis Air Terjun Madakaripura yang berada pada kawasan Bromo Tengger Semeru mengakibatkan banyaknya tour agent yang memanfaatkan hal ini untuk menyediakan paket tour gabungan dengan Bromo Tengger Semeru.
-
2. Banyaknya masyarakat yang akan datang berkunjung di daya tarik wisata ketika pandemic sudah berakhir.
Sejak bulan Maret 2020 covid-19 muncul di Indonesia, beberapa bulan setelah itu Pemerintah membatasi kegiatan masyarakat di luar rumah dan hal ini mendorong keinginan masyarakat Indonesia untuk segera berlibur ke suatu daya tarik wisata karena bosan selama pandemi. Dorongan berlibur setelah pandemi covid-19 berakhir dapat menjadi peluang bagi Air Terjun Madakaripura untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawannya terutama untuk wisatawan domestik yang akan mencari alternatif berlibur ke daya tarik wisata terdekat terlebih dahulu.
-
3. Semakin meningkatnya event pariwisata di Kabupaten Probolinggo.
Dengan adanya Kalender Even Wisata 2019 di Kabupaten Probolinggo yang menawarkan berbagai jenis kegiatan, pertunjukan unik dan mengesankan akan menghibur masyarakat dan wisatawan yang datang berkunjung. Kalender even wisata 2019 diharapkan mampu menjadi pertimbangan wisatawan untuk mengunjungi Kabupaten Probolinggo.
-
4. Adanya dukungan dari pemerintah Kabupaten Probolinggo.
Peran Dinas Pariwisata Kabupaten Probolinggo yang besar dalam membantu pengelolaan air terjun dengan menyediakan APBD juga dapat menjadi peluang di daya tarik wisata Air Terjun Madakaripura untuk meningkatkan kunjungan wisatawan karena dengan sarana prasarana yang memadai akan menyebabkan kenyamanan wisatawan yang berkunjung.
Faktor Penghambat
-
a. Kelemahan (Weaknesses)
-
1. Adanya dua pihak pengelola yang berbeda.
Sebagai pengelola daya tarik wisata Air Terjun Madakaripura, Kesatuan Pemangkuan Hutan dan Dinas Pariwisata Kabupaten Probolinggo tidak memiliki satu struktur organisasi karena kedua pihak pengelola berasal dari dua instansi yang berbeda. Hal ini tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan kesulitan untuk bersinergi dan berkordinasi. Masing-masing pihak pengelola pasti memiliki
keinginan yang berbeda dan visi misi untuk pengelolaan daya tarik wisata yang berbeda pula.
-
2. Kurangnya kedisiplinan masyarakat lokal.
Beberapa mayarakat lokal yang terlibat sebagai pemandu wisata maupun tukang ojek bertindak semaunya sendiri seperti menaikkan harga hingga dua kali lipat ketika sedang high season dan terkesan memaksa wisatawan untuk menggunakan jasa dari mereka. Beberapa dari mereka juga cenderung kurang baik dan ramah dalam memperlakukan wisatawan yang datang.
-
3. Kendala bahasa antara masyarakat dengan wisatawan mancanegara.
Banyak dari pemandu wisata dan tukang ojek tidak mampu berkomunikasi dengan bahasa inggris dengan wisatawan mancanegara, akibatnya banyak dari wisatawan mancanegara yang kurang puas dengan pelayanan pemandu wisata. Mereka dianggap kurang komunikatif dalam menyampaikan informasi yang ada di daya tarik wisata. Banyak dari pemandu wisata dan tukang ojek yang tidak bersekolah, sehingga membutuhkan pelatihan yang lebih untuk dapat meningkatkan kemampuan berkomunikasi dengan bahasa inggris.
-
b. Ancaman (Threats)
-
1. Persaingan daya tarik wisata air terjun lainnya yang ada di Jawa Timur.
Banyaknya air terjun lain yang ada di Jawa Timur seperti salah satunya yang ada di Malang, Mojokerto dan Lumajang mengakibatkan timbulnya daya saing dalam meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan. Hal ini menjadi tantangan tersendiri untuk Air Terjun Madakaripura agar tetap diminati oleh wisatawan.
-
2. Sering terjadinya longsor ketika curah hujan sedang tinggi.
Lokasi Air Terjun Madakaripura yang berada di dalam hutan dan dikelilingi oleh pohon- pohon dan tebing menyebabkan daya tarik wisata rawan longsor, setiap curah hujan sedang tinggi akan terjadi longsor baik longsor kecil maupun besar. Hal ini cukup membahayakan wisatawan ditambah lagi dengan wisatawan harus trekking
sebelum sampai ke daya tarik wisata. Pihak pengelola tidak ingin mengambil resiko besar mengingat kondisi alam yang tidak dapat diprediksi sehingga daya tarik wisata ini ditutup atau dibatasi kunjungan wisatawannya ketika sedang musim hujan.
Strategi pengelolaan oleh Kesatuan Pemangkuan Hutan dan Dispora Parbud Kabupaten Probolinggo
Berdasarkan hasil obeservasi, wawancara kepada masing-masing informan dan group call bersama KPH serta Dispora Parbud Kabupaten Probolinggo yang dilakukan oleh peneliti pada bulan Desember hingga Februari 2020, diperoleh data bahwa kedua pihak pengelola mempunyai strategi pengelolaan yang akan dilakukan untuk mengelola daya tarik wisata Air Terjun Madakaripura. Strategi pengelolaan ini telah dirancang sebagai bentuk penentuan keputusan dalam pemanfaatan sumber daya yang ada dan akan menimbulkan suatu komitmen yang bertujuan untuk jangka panjang. Untuk memudahkan dalam penulisan data hasil wawancara maka peneliti membagi strategi pengelolaan yang akan dilakukan pengelola menjadi 4 tahap berdasarkan teori manajemen pengelolaan dari Terry yang pertama perencanaan dimulai dari rencana pelayanan yang prima, penyusunan proposal, dan penyusunan sanksi-sanksi tegas. Kedua, pengorganisasian di Air Terjun Madakaripura berada di bawah struktur pengelola KPH dan Dispora Parbud Kabupaten Probolinggo. Ketiga, pelaksanaan melakukan pertemuan dan diskusi dengan hasil perbaikan beberapa fasilitas. Keempat, pengawasan yang dilakukan oleh kedua pengelola adalah rutin mengadakan pertemuan evaluasi.
Setelah mengetahui strategi pengelolaan yang dilakukan oleh pengelola, maka peneliti akan menawarkan strategi pengelolaan alternatif untuk bahan pertimbangan dan saran pihak pengelola melalui analisis SWOT. Hasil dari strategi pengelolaan didapat setelah peneliti mengklasifikasi beberapa kemungkinan dari Strengths, Weaknesses, Opportunities dan Threats, kemudian untuk memudahkan peneliti menemukan hasil analisis maka digunakan analisis SWOT sebagai berikut:
Tabel 1. Analisis SWOT Air Terjun Madakaripura
∖ IntEniaL Ekzternal |
Kekuatan strengths (5) |
KdeiiuliBaArBflliiKSKS (Wi |
Tengge 2 EiiienL
IiisacanEn |
L. Adanyadiiapihak pengelola yang berbeda
EiEi-Jarikat Lenzan iIiiataviEn IttEiidEeEara | |
PzLuang Opportuuicies (O) |
Strategi SO |
Strategi WO |
|
SuatEZt V33E it JriPFiiifTcyr kekuatan untik tn CiLaniEEtiEii pe Lueile 1.3 LEimanriiEtkaji potensi Au T erj in MfriFkTTiprlI IintiL1CEienjuaL bam,akilouF pofiqgE Eainnaan dengan Eiom: Tznager Semzri 2. Peuinzkatati Lcjalite:- Saratza can CCEi-LiEnE Air TeijinL SLadakaripura 3.3 Lzndzsain tourgιαc⅛qgr yang menarik dan terjangkau untuk HaefrvaihbiJt iAiiatauEn di era ww jwmai. |
Suate ZL AteHE m ≡ ULEiLjr-ElLcEn k≡L≡DtelteJL UEtlL-L JnemaiifiatkiE peluang
|
TantanganttirEats (T) |
Stratzgi ST |
Stratzgi WT |
1. P≡rzHLlLgEIl dj∙a tarik RlEatfl Eir terj'Jil Isinrre di Jawa Timm 1. Serina teηadiπya Longaor IstLka curah Inij an sedang tinggi |
Strategi vang menggunakan kekuatan unink mengatasi ancaman
|
Strategi Aing DieDLiiijrte1LjCEn k≥L≡mElteE dan menghindari ancaman ]. Meningkfltlcankesadaran dan LedteirLiiiEnmEiAterakat 2. MemperLiEtLkan kualitas τjιnh: PELayanan terhadap wisatawan |
Sumber: Peneliti, 2020
Berdasarkan hasil analisis SWOT tersebut maka dihasilkan strategi yang nantinya dapat menjadi strategi pengelolaan alternatif sebagai berikut:
Strategi SO (Strengths-opportunities)
Strategi SO adalah strategi yang menggunakan kekuatan yang dimiliki daya tarik wisata untuk memanfaatkan peluang yang ada antara lain: Memanfaatkan potensi Air Terjun Madakaripura untuk menjual banyak tour package gabungan dengan Bromo Tengger Semeru, Peningkatan kualitas sarana dan prasarana Air Terjun Madakaripura dan Mendesign tour package yang menarik dan terjangkau untuk menyambut wisatawan di era new normal. Dari strategi SO berikut dapat dielaborasikan sehingga dapat menangkap peluang saat ini maupun yang akan datang.
Strategi WO (Weaknesses-Opportunities)
Strategi WO adalah strategi dengan cara mengatasi kelemahan yang ada di daya tarik wisata dengan menggunakan peluang yang ada antara lain: perlunya badan otorita yang berfungsi untuk membantu kedua pihak pengelola dalam koordinasi, sinkronisasi, dan fasilitasi perencanaan, pengembangan dan pengelolaan di Air Terjun Madakaripura. Mengingat kedua pihak pengelola daya tarik wisata berasal dari dua instansi yang berbeda, maka dengan adanya badan otorita maka akan lebih lebih mudah bagi KPH dan Dinas Pariwisata Kabupaten Probolinggo dalam merencanakan pengelolaan. Kemudian, pengadaan sanksi tegas oleh pihak pengelola kepada masyarakat lokal yang melanggar SOP dan Peningkatan kualitas SDM pelaku industri di Air Terjun Madakaripura. Dengan strategi WO tersebut, setidaknya semua permasalahan yang ada di daya tarik wisata mendapatkan solusi secara spesifik sehingga semua kelemahan dapat teratasi dengan baik.
Strategi ST (Strengths-Threats)
Strategi ST adalah strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman antara lain: menggali potensi dengan memperkuat keaslian alam, nilai sejarah dan tradisi budaya masyarakat lokal sebagai daya tarik Air Terjun Madakaripura dengan demikian citra daya tarik wisata alam masih sangat melekat dan akan tetap menjadi motivasi wisatawan yang akan berkunjung ke daya tarik
wisata dan meningkatkan mitigasi bencana yang akan terjadi di daya tarik wisata agar wisatawan merasa aman dan nyaman.
Strategi WT (Weaknesses-Threats)
Strategi WT adalah strategi yang meminimalkan kelemahan serta menghindari ancaman antara lain: meningkatkan kesadaran dan kedisiplinan masyarakat lokal agar dapat menjaga citra daya tarik wisata tetap baik dengan tidak melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan oleh pihak pengelola dan memperhatikan kualitas mutu pelayanan terhadap wisatawan karena hal ini berhubungan erat dengan kepuasan wisatawan yang nantinya berdampak kepada keputusan berkunjung. Diharapkan pihak pengelola, Pemkab dan masyarakat lokal sadar akan kelemahan serta tantangan yang akan di hadapi, sehingga mampu bekerja sama dalam mempertahankan citra baik destinasi dan memberikan pelayanan terbaik kepada wisatawan yang berkunjung.
Kesimpulan
Strategi pengelolaan yang akan dilakukan kedua pihak pengelola untuk Air Terjun Madakaripura berdasarkan 4 tahap teori manajemen pengelolaan dari Terry yaitu planning, organizing, actuating, dan controlling. Berdasarkan analisis SWOT berupa strategi SO, strategi WO, strategi ST, dan strategi WT menghasilkan 10 strategi dari masing-masing strategi yaitu: memanfaatkan potensi Air Terjun Madakaripura untuk menjual banyak tour package gabungan dengan Bromo Tengger Semeru, peningkatan kualitas sarana dan prasarana Air Terjun Madakaripura, mendesign tour package yang menarik dan terjangkau untuk menyambut wisatawan di era new normal, perlunya badan otorita untuk mensinergikan kedua pihak pengelola, pengadaan sanksi tegas oleh pihak pengelola kepada masyarakat lokal yang melanggar SOP, Peningkatan kualitas SDM pelaku industri di Air Terjun Madakaripura, menggali potensi dan memperkuat keaslian alam, nilai sejarah dan tradisi budaya masyarakat lokal sebagai daya tarik Air Terjun Madakaripura, Meningkatkan mitigasi bencana di
daya tarik wisata, meningkatkan kesadaran dan kedisiplinan masyarakat, memperhatikan kualitas mutu pelayanan terhadap wisatawan.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan rasa terimakasih kepada Dr. Drs. I Nyoman Sunarta, M.Si. selaku Dekan Fakultas Pariwisata Universitas Udayana dan Dr. Ir. G.A. Oka Suryawardani, M.Mgt., Ph.D selaku Koorprodi Magister Pariwisata Universitas Uddayana. Penulis juga berterima kasih kepada Dr. Drs. I Nyoman Sunarta, M.Si. selaku pembimbing I dan Dr. I Nyoman Sukma Arida, M.Si. Selaku pembimbing II yang telah membimbing penulis dari awal hingga akhir. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada semua pihak yang telah membantu proses penulisan artikel ini terutama kepada para informan penelitian.
Daftar Pustaka
Amalia, R. & Rendra, U., 2018. Faktor Penghambat dan Pendukung Pengembangan Usaha Wisata di Pantai Marina Kabupaten Bantaeng. Jurnal Sinar Manajemen, Vol 5, No 2.
Arida, N.S., 2012. Pandora Bali: Refleksi di Balik Gemerlap Turisme. Denpasar: Pustaka Larasan.
Arista, O. W., 2017. Strategi Pengelolaan Seni Mepantigan Sebagai Atraksi Wisata di Desa Batubulan Kabupaten Gianyar, Denpasar: Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar.
Arsana, I. G. N. K., 2016. Strategi Pengelolaan Sumber Daya Air di Daerah Aliran Sungai Ayung Secara Terintegrasi, s.l.: s.n
Butler, R., 1980. The Concept of Tourism Area Life Cycle of Evolution: The
Implications for the Management of Resources. The Canadian Geographer, pp. Vol. 24 No 1, 5-12.
David, F., 2006. Strategic Management Consepts and Cases. 10th Ed.Francis ed. South Carolina: Marion University Florence.
Devy, H. A. & Soemanto, R., 2017. Pengembangan Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam Sebagai Daerah Tujuan Wisata di Kabupaten Karanganyar. Jurnal Sosiologi Dilema.
Diantasari, N. L. P. M. D. & Suryawan, I. B., 2018. Strategi Pengelolaan Air Terjun Peng Empu Sebagai Daya Tarik Wisata Alam di Desa Cau Belayu, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan. Jurnal Destinasi Pariwisata, pp. Vol. 5 No 2, 2018.
Hendriawan, N. & Mulyanie, E., 2017. Analisis Potensi Pariwisata Air Terjun di Kabupaten Tasikmalaya. Jurnal Geografi, p. Vol. 15 NO. 1.
Isdarmanto, 2017. Dasar-Dasar Kepariwisataan dan Pengelolaan Destinasi Pariwisata.
Yogyakarta: Penerbit Gerbang Media Aksara dan STiPrAm Yogyakarta.
Koontz, H. & Weihrich, H., 1990. Esseintials of Management. Singapore: McGraw-Hill Publishing Company.
Lagiewski, R., 2006. The Application of the TALC Model: A Literature Survey. In: The Tourism Area Life Cycle Applications and Modifications. Clevedon England: Chann el View Publications.
Pitana, I. G., 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Rahmayanti, Y. D., 2017. Dampak Keberadaan Objek Wisata Waduk Sermo Terhadap Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat di Sremo Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta.
Sunarta, I. N., 2015. Dampak Perkembangan Usaha Akomodasi Terhadap Sumber Daya Air di Kecamatan Kuta Utara Kabupaten Badung Bali, Denpasar: Universitas Udayana.
Sunarta, I. et al., 2019. Actor Relation Pattern with Nature Based 'Tri Ning Danu' In The Bedugul Tourism Area Of Bali, Indonesia. International Journal of Innovation, Creativity and Change, Volume 8(9), pp. 332-344.
Sunarta, I., Susila, K. & Kariasa, I., 2018. Landslide Hazard Analysis and Damage Assessment for Tourism Destination at Candikuning Village, Tabanan Regency, Bali, Indonesia. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, p. 123(1).
Sugiyono, 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Taleghani, M., Azita, S., Sharifi & Mousavian, S. J., 2011. Tourism Management as an Economic Development Tool in Iran. International Journal of Business Administration, Volume 2(4).
Terry, G. R., 2006. Prinsip-Prinsip Manajemen. Jakarta: Sinar Grafika Offset.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.
Widodo, S., 2013. Psikologi Belajar Pariwisata. Jakarta: Rineka Cipta.
Yoeti, 1985. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung: Angkasa Bandung.
Profil Penulis
Hasnia Minanda adalah dosen di Prodi Pariwisata Universitas Mataram. Dia menyelesaikan studi S1 Sastra Inggris Universitas Airlangga Surabaya pada tahun 2017, S2 Kajian Pariwisata Universitas Udayana Bali pada tahun 2020.
I Nyoman Sunarta menyelesaikan pendidikan S1 di Fakultas Geografi UGM (1986), S2 di Ilmu Lingkungan, Fakultas Geografi UGM (1994), dan pendidikan S3 di Kajian Pariwisata Unud (2015). Ia aktif melakukan riset di bidang isu Air dan Dampak Pariwisata. Pernah mengikuti short course Integrated Coastal Zone Planning and Management di James Cook University Townsville, Australia tahun 1997. Beberapa tulisannya dimuat di berbagai jurnal nasional dan internasional antara lain: The Impact of Villa Construction on The Sociocultural Lives of Pererenan Villager, Mengwi Badung (2014), Dampak Perkembangan Usaha Akomodasi Terhadap Sumber Daya Air di Kecamatan Kuta Utara Kabupaten Badung Bali (2015), dan Local Community Participation in the Development of Ecological Tourism in West Bali National Park (2015). Ia juga aktif berbicara dan mempresentasikan pemikirannya dalam berbagai konferensi di dalam dan luar negeri. Saat ini menjabat sebagai Dekan Fakultas Pariwisata Unud (20172021).
I Nyoman Sukma Arida Dosen Fakultas Pariwisata Unud ini menyelesaikan pendidikan S1 di Prodi Perencanaan Pengembangan Wilayah, Fakultas Geografi UGM Yogyakarta (2000), jenjang Magister S2 di Magister Ilmu Lingkungan Unud (2008) dan jenjang Doktor (S-3) di Kajian Pariwisata UGM (2014). Pernah mengikuti program Sandwich selama 3 bulan di Murdoch University, Perth, Australia (2013). Saat ini menjabat sebagai Wakil Dekan III, Bidang Informasi dan Kemahasiswaan Fak Pariwisata Unud. Ia giat mengajar, meneliti dan menulis tentang Ekowisata, Pariwisata Berkelanjutan, Partisipasi dan Pelibatan Masyarakat, Wisata Pedesaan, dan Perencanaan Pariwisata. Beberapa buku yang ditulis antara lain: Meretas Jalan
Ekowisata Bali (2009), Pandora Bali (2010), Dinamika Ekowisata Bali (2016), Pariwisata Berkelanjutan dalam Pusaran Krisis Global (2009), Pariwisata Berkelanjutan (2017), Perencanaan Pariwisata dan Keberlanjutan Lingkungan (2018).
330 JUMPA Volume 9, Nomor 1, Juli 2022
Discussion and feedback