Strategi Perencanaan Komunikasi Sebagai Upaya Pengembangan Kapasitas dan Potensi Wisata di Desa Wisata Pipitan
on
STRATEGI PERENCANAAN KOMUNIKASI SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN KAPASITAS DAN POTENSI WISATA
DI DESA WISATA PIPITAN
Yuda Wiranata
Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, Sekolah Pascasarjana, IPB Bogor
Email: [email protected]
Sarwititi Sarwoprasodjo
Departemen SKPM Fakultas Ekologi Manusia, IPB Bogor Email: [email protected]
Aida Vitayala S Hubeis
Departemen SKPM Fakultas Ekologi Manusia, IPB Bogor
ABSTRACT
Capacity building is needed as an effort to increase the capacity of community-based tourism actors. Community-based tourism is one of the alternative tourist destinations amid the many popular tourist destinations, especially in Indonesia. Problems that arise in community-based tourism management can be solved by means of communication. This research aims to find out the communication planning carried out by the Pipitan Tourism Conscious Group in increasing its capacity. This research uses Philip Lesly's communication planning model with four stages, namely research and analysis, policy formulation, communication planning and communication activities. This research data collection technique uses in-depth interviews with case study research methods. The results of the study explained in stages of analysis and research of the managers of Pipitan Tourism Village exploring tourism potential and getting some tourism potential such as Situ Ciwaka natural tourism, Blohok vegetable culinary tourism, religious tourism KH. Syuhari’s tomb and Pepetan wewe cultural tourism and debus. The stages of policy formulation for the tourism development program are submitted to the forum and decided during the deliberation of the work program at the beginning of each month. The stages of program planning divide the program by gender and age. The program for youth is a promotion on social media and for mothers, namely making handicrafts such as painting with cutting boards and frying pans. Finally, communication activities are Sunday night programs with the community, promotions on social media and also in collaboration with the Serang City Tourism Office for tourism promotion.
Keywords: communication planning, capacity building, community-based tourism (cbt), pipitan tourism village banten.
Pendahuluan
Potensi wisata di Indonesia terutama yang mengusung konsep desa wisata semakin meningkat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2018 terdapat 1.734 desa wisata di Indonesia (Warih Wulandari, 2014). Desa wisata kebanyakan mengusung konsep spot foto dan juga pemandangan alam yang menarik minat wisatawan (Desa et al., 2019). Dengan harga tiket yang tidak terlalu mahal yaitu berkisar antara 5.000 – 10.000 Rupiah para pengunjung sudah dapat berfoto dan menikmati pemandangan di desa wisata tersebut. Selain itu desa wisata juga dapat meningkatkan ekonomi masyarakat di desa tersebut. Seperti potensi mata pencaharian dengan berprofesi sebagai guide local, warung makanan dan juga penjual cinderamata khas desa wisata tersebut (N et al., 2015). Ada beberapa cara untuk mengembangkan potensi desa wisata berbasis komunitas, salah satunya adalah dengan menggunakan konsep community based tourism (CBT) (Purmada et al., 2016).
Konsep CBT penting karena dapat mengembangkan potensi-potensi yang ada di masyarakat (Putri Raflesia Arifin, 2017). Ekonomi masyarakat dapat berkembang karena sebelumnya sudah ada pemetaan potensi-potensi yang bisa diangkat dari desa wisata tersebut (Putri Raflesia Arifin, 2017). Selain dapat mengembangkan ekonomi masyarakat sekitar desa wisata, community based tourism juga tentu dapat mengembangkan potensi sumberdaya manusia yang ada di daerah tersebut (Derviş, 2013; Sumar’in et al., 2017). Seperti pemberdayaan ibu-ibu, pemberdayaan pemuda dan juga pemberdayaan orang tua yang output nya nanti dapat menggerakan komunitas tersebut (Hasan, 2018).
Desa wisata biasanya muncul saat masyarakat melihat potensi wisata yang ada di desa tersebut (Warih Wulandari, 2014). Potensi wisata tersebut bisa dilihat dari kekayaan alam, kekayaan budaya, wisata minat khusus dan juga hal-hal unik yang dapat menarik wisatawan untuk datang ke desa tersebut (Batilmurik & Lao, 2016). Dalam pelaksanaannya, desa wisata yang mengusung konsep Community based tourism mengalami beberapa permasalahan yang umum terjadi. Beberapa masalah di
bidang pengelolaan pariwisata yang mengusung konsep CBT, diantaranya masalah kaderisasi, minimnya pengetahuan di bidang pariwisata, minimnya pengetahuan di bidang wirausaha dan juga keberlanjutan (Purmada et al., 2016).
Masalah-masalah dalam pengelolaan destinasi wisata yang mengusung CBT dapat diselesaikan dengan konsep komunikasi (Sopanah et al., 2018). Seperti permasalahan dalam peningkatan pengetahuan di bidang pariwisata dan wirausaha dapat diselesaikan dengan pelatihan-pelatihan. Permasalahan di bidang promosi dapat diselesaikan dengan marketing communication. Permasalahan kaderisasi dapat diselesaikan dengan konsep komunikasi organisasi. (Policy Research Group, 2013; Richards, 2014).
Peluang-peluang inilah yang dilihat oleh “Kampung Wisata Pipitan”. Sebuah taman yang awalnya berasal dari tempat sampah ilegal di kawasan Pipitan, Kota Serang. Taman Kreatif Pipitan yang sekarang berganti nama menjadi Kampung Wisata Pipitan dibangun pada 2013 di sebuah lokasi tempat pembuangan sampah sementara (TPS) illegal warga di sekitar Kelurahan Pipitan yang tidak dikelola dengan baik karena pengelolaannya tidak jelas. Kampung Wisata Pipitan bisa dinikmati anak–anak, remaja dan masyarakat sebagai tempat bermain, berdiskusi, mengekspresikan diri, menggali potensi, mengembangkan bakat, minat dan hobi nya masing–masing. Di beberapa sudut lingkungan Kampung Wisata Pipitan terdapat bermacam fasilitas yang bisa digunakan oleh anak–anak, remaja dan masyarakat diantaranya tempat bermain permainan tradisional, saung belajar, tempat berkreasi, taman baca, mini cafe, galeri, wifi dan sebagainya yang dibiayai oleh swadaya masyarakat dengan cara gotong royong. Selain itu saat ini Kampung Wisata Pipitan juga sudah menjadi salah satu destinasi edu-wisata favorit di Kota Serang.
Kampung Wisata Pipitan sendiri menerapkan konsep Community based tourism (CBT) yaitu komunitas berbasis pariwisata yang mengedepankan pengembangan kelompok-kelompok masyarakat di dalamnya. Kelompok masyarakat yang terdiri dari bapak-bapak menjadi pengelola Kampung Wisata Pipitan dengan menjadi
pengurus Kampung Wisata Pipitan tersebut. Kelompok ibu-ibu nya menjadi pengrajin talenan yang nantinya talenan tersebut digunakan oleh pengunjung untuk melukis dan berkreasi dengan cat minyak di atas talenan. Kelompok pemuda di lingkungan Kampung Wisata Pipitan juga membuka usaha konveksi dan kerajinan lain seperti membuat celengan dari tanah liat dan sebagainya. Nantinya hasil konveksi tersebut akan dipamerkan di Kampung Selfie dan bisa menjadi cinderamata bagi pengunjung.
Masyarakat sekitar Kampung Wisata Pipitan tidak memiliki latar belakang pengetahuan yang cukup di bidang pengelolaan wisata, sehingga pada perjalanannya Kampung Wisata Pipitan memiliki beberapa kendala seperti kurangnya kesadaran masyarakat sekitar untuk menjaga lingkungan agar lahan yang sedang dikembangkan sebagai Kampung Wisata Pipitan tidak lagi menjadi tempat pembuangan sampah (TPS) sementara. Selain itu, kendala lainnya adalah minimnya peran pemerintah pada saat itu dalam kapasitasnya untuk mendukung terciptanya kawasan eduwisata Kampung Wisata Pipitan ini. Secara persuasif Akhyadi juga berkomunikasi dengan beberapa stakeholder untuk pengembangan Kampung Wisata Pipitan ini. Seperti bekerjasama dengan beberapa komunitas sosial untuk mensosialisasikan keberadaan Kampung Wisata Pipitan, membuat kegiatan bersama dan juga mempromosikannya di platform media sosial.
Pengembangan kapasitas dengan konsep knowledge management memerlukan pola-pola komunikasi dan juga penggunaan media komunikasi (Monsow et al., 2018). Karena media komunikasi yang tepat tentu dapat mempermudah pengelola Kampung Wisata Pipitan dalam pengembangan kapasitas diri sebagai pelaku usaha kreatif di bidang pariwisata. Media komunikasi yang dimaksud dapat dibedakan antara komunikasi secara offline dengan pola komunikasi kelompok dan juga media komunikasi secara online dengan penggunaan platform media sosial seperti yang sudah dilakukan oleh pengelola Kampung Wisata Pipitan. Media komunikasi yang tepat dan efektif serta didukung oleh knowledge
management yang baik diharapkan akan menghasilkan masyarakat yang sadar dan berbasis pengelolaan pariwisata (community based tourism management).
Tinjauan Pustaka
Community Based Tourism (CBT)
Community Based Tourism (CBT) ialah alternatif pengembangan pariwisata yang dianggap lebih menguntungkan warga setempat serta menjamin keberlanjutan pariwisata (Anjelia et al., 2020; Fitriana & Ridlwan, 2018; Neno Rizkiato dan Topowijijono, 2018). CBT pula terkait erat dengan pertumbuhan kebutuhan manusia untuk mengkonsumsi jasa pariwisata yang sudah membagikan kesempatan besar untuk pertumbuhan industri pariwisata.
Bermacam tipe objek serta atraksi wisata tumbuh bersamaan dengan pertumbuhan pariwisata global yang menuju ke wujud wisata alternatif, semacam wisata budaya, wisata alam, serta ekowisata. Salah satu aspek yang wajib dipenuhi dalam pengembangan CBT yaitu menitikberatkan pengembangannya pada publik (Ende et al., 2020). Masyarakat menduduki posisi selaku bagian integral yang turut berfungsi dan juga, baik secara subjek ataupun objek.
Pengembangan pariwisata berbasis masyarakat pendekatan partisipatif supaya tercipta kemitraan di antara stakeholder (Anandito, 2018). Pendekatan partisipatif memerlukan koordinasi serta kerjasama dan peran yang berimbang antara bermacam faktor stakeholder tercantum pemerintah, swasta, serta warga. Pengembangan CBT pula memerlukan sokongan penuh dari pemerintah dari bermacam tingkatan mulai tingkatan Desa sampai kabupaten/ kota (Anandito, 2018). CBT diperuntukan sebagai alat pengembangan komunitas dan konservasi lingkungan. Untuk tujuan ini, wajib dilihat secara merata mengenai aspek yang bisa memberikan akibat pada komunitas semacam aspek sosial, budaya, ekonomi, lingkungan serta politik. Seluruh itu dimiliki oleh masyarakat, dikelola oleh masyarakat, dan dinikmati buat masyarakat (Lowe et al., 2019); (Hermawan 2016).
Pengembangan CBT ditujukan untuk tingkatkan pemahaman wisatawan serta belajar mengenai bagaimana teknik hidup komunitas (Suansri, Yeejaw-haw & Richards 2013). Pengembangan Community Based Tourism memerlukan partisipasi publik yang baik, dalam konsep pariwisata berbasis masyarakat, masyarakat sepatutnya diajari untuk mengelola destinasi pariwisata agar tercapai pariwisata yang berkepanjangan (Sunaryo, 2013).
Kedudukan pemerintah dalam pengembangan CBT sangat berarti. Strategi yang bisa dicoba antara lain dengan menguatkan komunitas di sekitar destinasi. Kedudukan komunitas dalam pengembangan pariwisata sangat bergantung sepanjang mana mereka mempunyai peluang serta kekuatan (Neno Rizkiato dan Topowijijono, 2018). Pemerintah berfungsi dalam menjamin agar komunitas mempunyai akses, kontrol, peluang serta kekuatan dalam pengembangan pariwisata melalui regulasi (Anandito, 2018). Regulasi ialah usaha pemerintah yang sudah diberi kewenangan ataupun otoritas untuk mengendalikan kegiatan tertentu yang terletak dalam daerah yuridisnya yang berakibat pada meningkatnya akses, kontrol, peluang serta kekuatan komunitas (Anandito, 2018). Pemerintah bisa memberlakukan ketentuan tertentu yang mendikte pihak lain untuk menunjang ataupun melakukan kebijakan pemerintah dalam pemberdayaan komunitas (Anandito, 2018). Dalam kaitannya dengan pengembangan CBT regulasi merupakan alat untuk pemerintah dalam menjamin stakeholder pariwisata senantiasa berperilaku dalam koridor kebijakan pariwisata yang sudah diresmikan ataupun menuruti syarat yang telah diresmikan pemerintah (Pitana & Diarta, 2019).
Ciri-ciri eksklusif dari Community Based Tourism menurut Hudson dalam (Anjelia et al., 2020) yaitu berkaitan dengan faedah yang diperoleh serta terdapatnya upaya perencanaan pendampingan yang membela masyarakat lokal dan lain kelompok mempunyai ketertarikan atau atensi, yang berikan kontrol lebih besar dalam proses sosial untuk mewujudkan kesejahteraan. Sebaliknya Murphy (1985) juga dalam (Anjelia et al., 2020) menekankan strategi yang terfokus pada identifikasi
tujuan masyarakat tuan rumah serta kemauan dan keahlian mereka meresap faedah pariwisata. Bagi Murphy tiap warga wajib didorong buat mengenali tujuannya sendiri serta memusatkan pariwisata untuk menaikkan kebutuhan warga lokal. Untuk itu diperlukan perencanaan sedemikian rupa sehingga aspek sosial serta lingkungan masuk dalam perencanaan serta industri pariwisata memperhatikan pengunjung dan pula publik setempat.
Bentuk dari konsep Community Based Tourism yaitu dikembangkannya desa-desa wisata, dimana dalam desa wisata, warga desa yang terletak di daerah pariwisata meningkatkan potensinya baik kemampuan sumber energi alam, budaya, serta pula kemampuan sumber energi manusianya (masyarakat setempat) (Afriyanti, 2017). Keberadaan desa wisata di Indonesia saat ini telah terus menjadi berkembang pesat. Hanya dalam kurun waktu 3 tahun, jumlah kunjungan ke desa wisata meningkat 5 kali lipat. Mengacu data Kementerian Pariwisata, disaat ini di Indonesia ada 987 desa wisata. Jumlahnya terus menjadi bertambah semenjak awal diselenggarakannya desa wisata pada tahun 2009.
Perencanaan Komunikasi Philip Lesly
Model Perencanaan komunikasi yang dibuat oleh Philip Lesly menggambarkan jika perencanaan dibagi jadi 2 komponen utama, yaitu Organisasi yang menggerakkan aktivitas dan Publik yang jadi target aktivitas (Cangara, 2014). Pada komponen Organisasi ada 4 tahapan sedangkan dalam komponen Publik ada 2 tahapan yang wajib dilakukan seorang perencana komunikasi.
Sumber: Cangara, 2014
Organisasi pada model ini sebagai pengelola aktivitas dapat dalam wujud lembaga pemerintahan, industri swasta, ataupun organisasi sosial. Organisasi ataupun lembaga semacam ini membutuhkan tenaga spesialis yang dapat menanggulangi masalah-masalah komunikasi, apakah itu untuk keperluan pencitraan, pemasaran, ataupun aktivitas kerja sama dengan pemangku kepentingan yang lain. Dalam komponen Organisasi maka langkah yang wajib dicoba merupakan Analisis dan Penelitian, Formulasi Kebijakan, Perencanaan program pelaksanaan, serta Aktivitas Komunikasi (Cangara, 2014).
Analisis dan riset dicoba sebagai langkah awal untuk mendiagnosis ataupun mengenali kasus yang dialami, setelah itu perumusan kebijakan yang mencakup strategi yang hendak digunakan. Pada sesi perencanaan pelaksanaan telah ditetapkan sumber daya yang hendak digerakkan, antara lain tenaga, dana, serta sarana, sebaliknya pada sesi aktivitas komunikasi merupakan aksi yang wajib dicoba, ialah membuat serta memberitahukan informasi baik melalui media massa ataupun melalui saluran-saluran komunikasi yang lain (kelompok, tradisional, media baru, focus group, publik) (Cangara, 2014).
Publik merupakan komponen kedua yang menjadi target aktivitas organisasi. Publik dapat bermacam-macam bergantung jenis aktivitas organisasi. Apabila organisasi itu bergerak dalam bidang keagamaan maka publiknya merupakan pemeluk agama tertentu dengan bermacam klasifikasi, misalnya pesantren, alim ulama, pengurus masjid, pengelola zakat, bank syariah, urusan haji serta semacamnya. Dalam komponen publik, langkah yang wajib dicermati merupakan umpan balik serta penilaian ataupun penyesuaian. Umpan balik bisa dikenal lewat studi dengan metode mendengarkan kuesioner, wawancara, ataupun lewat focus group discussion. Tujuannya untuk mengenali komentar, inspirasi, keluhan, serta masukan dari khalayak. Bersumber pada komentar, inspirasi, keluhan, serta anjuran dari khalayak tersebut dijadikan bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan
dalam rangka perbaikan, peningkatan, dan penyesuaian program yang hendak dicoba oleh organisasi ataupun lembaga pelaksana.
Metode
Peneliti menggunakan metode studi kasus. Studi kasus juga memiliki pengertian berkaitan dengan penelitian yang terperinci tentang seseorang atau suatu unit sosial dalam kurun waktu tertentu. Peneliti berencana menggunakan desain penelitian kualitatif. Penelitian dilakukan di Kampung Wisata Pipitan, Kecamatan Walantaka Kota Serang Provinsi Banten. Target narasumber dari penelitian ini adalah pimpinan pengelola Kampung Wisata Pipitan, sedangkan informan yakni para anggota pengelola Kampung Wisata Pipitan, para stakeholder dan juga beberapa komunitas yang bekerjasama dengan Taman Wisata Pipitan. Dalam penelitian ini akan menggunakan teknik pengumpulan data Yin (2011) yang terdiri atas dokumen, rekaman arsip, wawancara, pengamatan langsung, observasi partisipan, dan perangkat-perangkat fisik.
Pada penelitian kali ini, peneliti menganalisis dua kasus yaitu pelatihan ibu-ibu sekitar komunitas sebagai kasus yang sifatnya berkelanjutan dan juga program Kampung Siaga Covid-19 sebagai kasus yang sifatnya insidental. Peneliti melihat dua kasus ini sudah mewakili dari beberapa program yang dilakukan oleh pengelola Kampung Wisata Pipitan. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan Teknik wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Data primer pada penelitian ini adalah hasil wawancara dengan pengelola Kampung Wisata Pipitan seperti founder Kampung Wisata Pipitan, Anggota komunitas dan juga masyarakat sekitar komunitas.
Penelitian ini berlangsung selama Januari-Februari 2021 melalui serangkaian tahapan pelaksanaan. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan konsep perencanaan komunikasi Philip Lesly yang diawali dengan proses analisis dan riset, pengambilan kebijakan, perencanaan komunikasi dan terakhir kegiatan komunikasi.
Uji keabsahan data menggunakan Teknik triangulasi sumber, yaitu mencocokan jawaban dari semua narasumber dan menarik kesimpulan dari semua jawaban narasumber tersebut.
Hasil dan Pembahasan
Profil Desa Wisata Pipitan
Penelitian ini berlokasi di Kelurahan Pipitan Kota Serang Provinsi Banten. Kelurahan Pipitan terletak di Kecamatan Walantaka Kota Serang, Provinsi Banten. Dengan luas wilayah 394.4000 Ha, yang terdiri dari luas wilayah menurut penggunaan dan luas tanah kering. Secara letak geografis Kelurahan Pipitan perbatasan dengan Kelurahan Kiara di sebelah utara, di sebelah selatan dengan Kelurahan Walantaka, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Pengampelan dan di sebelah barat dengan Kelurahan Pager Agung.
Wilayah Kelurahan Pipitan memiliki 34 RT dan 7 RW, 3 Kampung dan 2 Perumahan yaitu Kampung Pipitan, Kampung Tegal Kembang, Kampung Ampian, Perumahan Puri Citra, dan Perumahan Taman Pipitan Indah (TPI). Desa Wisata Pipitan atau biasa disebut Kampung Selfie sendiri berada di Kampung Pipitan RT 04 RW 02. Jumlah penduduk di Kelurahan Pipitan sebanyak 11.834 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 4.873 jiwa dan perempuan sebanyak 6.961 jiwa dengan jumlah KK (Kartu Keluarga) sebanyak 3.054.54 Dari sekian jumlah penduduk tersebut mayoritas penduduk di Kelurahan Pipitan banyak dihuni oleh kaum perempuan.
Selain dirindangi pepohonan, benda-benda seni dan kerajinan yang berasal dari tangan–tangan pemuda lingkungan Kelurahan Pipitan menghiasi Kampung Wisata Pipitan. Di beberapa sudut lingkungan Kampung Wisata Pipitan terdapat bermacam fasilitas yang bisa digunakan oleh anak–anak, remaja dan masyarakat diantaranya tempat bermain permainan tradisional, saung belajar, tempat berkreasi, taman baca, mini cafe, galeri, wifi dan sebagainya yang dibiayai oleh swadaya
masyarakat dengan cara gotong royong. Selain itu saat ini Kampung Wisata Pipitan juga sudah menjadi salah satu destinasi edu-wisata favorit di Kota Serang.
Adapun beberapa kegiatan yang ada di Desa Wisata Pipitan diantaranya terdiri dari untuk anak-anak, remaja dan ibu-bu. Untuk remaja ada kegiatan Malam Minggu Bersama Komunitas (MMBK), Jumat Kreatif, Diskusi Kewirausahaan, Pelatihan Sablon dan Bakti Sosial, untuk ibu-ibu ada kegiatan Minggu Bersih, kewirausahaan, kegiatan kerajinan dan sebagainya. Pada tahun 2017 Taman Kreatif membuka kegiatan Wisata Edukasi Kreatif atau Field Trip ke Desa Wisata Pipitan Bertujuan untuk belajar secara langsung proses pembuatan benda-benda kreatif dari pelaku usaha industri kreatif seperti belajar membuat patung dari tanah liat, belajar melukis dengan aneka bahan/media, menyablon, membatik, membuat kerajinan dari kulit jagung, gedebong pisang, kertas dan lain sebagainya.
Kampung Wisata Pipitan sendiri menerapkan konsep Community based tourism (CBT) yang mengedepankan pengembangan kelompok-kelompok masyarakat di dalamnya [15]. Kelompok masyarakat yang terdiri dari bapak-bapak menjadi pengelola Kampung Wisata Pipitan dengan menjadi pengurus Kampung Wisata Pipitan tersebut. Kelompok ibu-ibu nya menjadi pengrajin talenan yang nantinya talenan tersebut digunakan oleh pengunjung untuk melukis dan berkreasi dengan cat minyak di atas talenan. Kelompok pemuda di lingkungan Kampung Wisata Pipitan juga membuka usaha konveksi dan kerajinan lain seperti membuat celengan dari tanah liat dan sebagainya. Nantinya hasil konveksi tersebut akan dipamerkan di Kampung Selfie dan bisa menjadi cinderamata bagi pengunjung.
Pada tahun 2020 Desa Wisata Pipitan mendapat juara 1 tingkat Provinsi bidang pariwisata, yaitu kampung wisata kreatif. Kemudian dapat 5 kategori di lomba kampung resik lan aman yang terdiri dari 402 RT se-Kota Serang dengan memenangkan 5 kategori, kategori pemuda penggerak lingkungan, kategori kampung berinovasi, kategori lingkungan berbunga, kategori kampung terhijau dan
kategori sadar hukum. Kemudian mendapat penghargaan kampung tangguh nusantara oleh kapolres Kota Serang.
Research and Analysis dalam Model Perencanaan Komunikasi
Setelah melakukan riset dan analisis, ternyata Desa Pipitan memiliki beragam potensi wisata lainnya dari wisata alam, wisata religi, wisata sejarah dan juga wisata kuliner. Pokdarwis Desa Wisata Pipitan melakukan analisis dan riset melalui pendekatan sejarah dan juga pendekatan sosial kepada masyarakat. Setelah melakukan pendekatan kepada masyarakat akhirnya Pokdarwis Desa Wisata Pipitan menemukan beberapa potensi wisata di kawasan Pipitan dan sekitarnya.
Di Desa Pipitan terletak sebuah pesantren tertua yang ada di Kota Serang dari zaman Belanda, yaitu Pesantren Darussalam yang didirikan oleh Kyai Syuhari yang sedang diupayakan menjadi objek wisata religi dan sejarah islam di Banten. Pesantren Darussalam sendiri dikatakan sudah ada sejak tahun 1923.
Meski belum resmi menjadi objek wisata religi, tetapi makam Kyai Suhari cukup ramai didatangi oleh para peziarah terutama di malam jum’at dan juga pada perayaan hari besar islam lainnya. Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Pipitan saat ini sedang mengupayakan agar makam KH. Sochari ini menjadi salah satu objek wisata religi di Kota Serang. Hal ini karena menurut pengelola Desa Wisata Pipitan Kyai Sochari merupakan sosok terkenal dan menjadi sosok yang disegani karena mampu menjadi ulama dan juga pemimpin yang menentang belanda pada saat itu. Kepiawaiannya dalam melawan penjajah membuat Kyai Sochari menjadi pahlawan dan makam nya menjadi ramai oleh peziarah. Pemerintah dalam hal ini memiliki peran sebagai pendukung komunitas di sekitar destinasi.
Gambar 1. Pesantren Darussalam sebagai Objek wisata religi yang sudah ada sejak
tahun 1923. (Source: Personal documentation, 2021)
Wisata alam yang ada di Desa Wisata Pipitan adalah Situ Ciwaka yang masuk ke kelurahan Pipitan. Situ Ciwaka merupakan danau yang juga dapat dinikmati oleh pengunjung dengan bersantai di dekat danau atau bermain perahu dan kano mengelilingi danau tersebut. Untuk mengangkat destinasi tersebut ke permukaan, Dinas Pariwisata, Kepemudaan dan Olah Raga (Disparpora) Kota Serang, menyelenggarakan Festival Situ Ciwaka secara virtual beberapa waktu lalu. Festival dilaksanakan secara daring menggunakan media aplikasi zoom meeting, mengingat pandemi Covid-19 belum berakhir. Wisatawan yang berkunjung ke Situ Ciwaka akan disajikan pesona alam yang indah dan sejuk, selain itu bagi yang hobi memancing, Situ Ciwaka ini juga memiliki kekayaan ikan yang melimpah. Rencananya, di tahun 2022 ini akan diselenggarakan Festival Situ Ciwaka secara langsung yang diisi dengan beberapa kegiatan seperti lomba kanoe, lomba memancing dan juga lomba foto keindahan alam Situ Ciwaka.
Gambar 2. Pintu Masuk Objek Wisata Alam Situ Ciwaka
Kemudian wisata kulinernya punya makanan khas namanya Sayur Blohok. Ini
adalah makanan khas yang ada di Pipitan. Sayur blohok adalah makanan semacam lodeh, tapi lebih banyak sayur-sayur muda, nangka muda dan rasanya lebih kental. Sayur blohok sendiri biasanya disajikan pada kegiatan keagamaan seperti saat perayaan Maulid Nabi, perayaan Isra Mi’raj dan pada kegiatan lain dimana banyak warga berkumpul di kegiatan itu.
Gambar 3. Sayur Blohok Khas Pipitan sebagai salah satu potensi wisata kuliner di
Desa Wisata Pipitan
Selain potensi wisata tersebut, Kampung Wisata Pipitan memiliki potensi wisata budaya yang bernama Pepetan Wewe. Pepetan wewe ini di Kota Serang hanya ada di Walantaka, Pipitan. Pepetan wewe adalah semacam ondel-ondel Jakarta, dengan ciri khas Pipitan yaitu menggunakan pakaian islami. Pepetan wewe adalah salah satu hiburan dari Pipitan yang berartikan Petan adalah ciptaan atau menyerupai sedangkan Wewe berarti sejenis jin atau setan besar petan wewe ini mirip dengan ondel ondel.
Gambar 4. Pepetan Wewe sebagai potensi wisata budaya di Pipitan yang berbentuk
menyerupai ondel-ondel. (Sumber: dokumentasi pribadi, 2021).
Desa Wisata Pipitan juga memiliki budaya Debus dan Terbang Gede. Terbang Gede merupakan rebana yang bentuknya besar dan bulat, biasanya Terbang Gede digunakan untuk kegiatan hajatan dan perayaan lain. Terakhir, di Desa Wisata Pipitan terdapat Padepokan Silat yang Bernama Tunas Muda Banten. Terbang gede merupakan salah satu kesenian tradisional Banten yang tumbuh dan berkembang pada waktu para penyebar agama Islam menyebarkan ajarannya di Banten.
Pada awalnya kesenian terbang gede berfungsi sebagai sarana penyebaran agama Islam, namun kemudian berkembang sebagai upacara ritual seperti mengarak pengantin, ruwatan rumah, syukuran bayi, hajat bumi dan juga hiburan. Terbang
gede dimainkan oleh beberapa orang biasanya laki-laki yang telah lanjut usia terdiri atas penabuh terbang gede (besar), penabuh sela, penabuh pengarak, penabuh kempul dan penabuh koneng, yang diiringi dengan shalawat Nabi Muhammad dengan bahasa Arab ataupun Jawa. Terbang Gede khas Desa Wisata Pipitan memiliki keunikan yaitu tidak hanya digunakan saat acara ritual, tetapi juga digunakan untuk menyambut tamu dan wisatawan yang hadir dalam jumlah banyak. Wisatawan yang hadir akan disambut dengan menggunakan terbang gede saat akan memasuki area Desa Wisata Pipitan.
Gambar 5. Potensi wisata budaya Terbang Gede Pipitan yang digunakan untuk menyambut tamu atau wisatawan di Desa Wisata Pipitan. (Sumber: dokumentasi pribadi, 2021).
Selain Terbang Gede, Desa Wisata Pipitan juga memiliki padepokan silat yang fokus dalam pelestarian budaya debus. Debus merupakan atraksi silat dimana orang yang atraksi memiliki kemampuan untuk kebal terhadap senjata tajam. Biasanya mereka memakan pecahan kaca dan juga menginjaknya. Mereka juga menebas bagian tubuhnya dengan pisau atau golok tetapi tidak terdapat bekas luka apapun. Kesenian debus sendiri memang sudah menjadi ciri khas daerah Banten dimana terdapat beberapa padepokan-padepokan silat yang menampilkan atraksi debus. Atraksi debus biasanya ditampilkan dalam beberapa kegiatan besar seperti acara pernikahan,
acara peresmian dan juga acara resmi lainnya. Desa Wisata Pipitan memiliki padepokan silat debus yaitu Padepokan Tunas Muda. Padepokan Tunas Muda
sendiri sudah beberapa kali dipercaya untuk tampil di hadapan para pejabat di Kota Serang terutama saat ada perayaan atau kegiatan budaya lainnya.
Gambar 6. Padepokan Tunas Muda sebagai Potensi wisata debus di Desa Wisata
Pipitan. (Sumber: Dokumentasi pribadi, 2021).
Secara garis besar, peneliti menggambarkan potensi wisata yang ada di Desa
Wisata Pipitan adalah sebagai berikut:
Pengambilan Kebijakan Pada Tahapan Perencanaan Komunikasi
Sebagai sebuah organisasi, tentu saja Pokdarwis Pipitan sebagai pengelola Desa Wisata Pipitan memiliki struktur organisasi yang disahkan melalui Surat Keputusan yang ditandatangani oleh Dinas Pariwisata Kota Serang. Kepengurusan Pokdarwis ini berlaku selama 5 tahun untuk 1 periode kepengurusan.
Proses pengambilan keputusan di Pokdarwis Pipitan dimulai dengan beberapa forum seperti rapat kerja yang dilakukan setiap awal bulan. Saat rapat tersebut setiap pengurus diminta untuk memberikan ide nya tentang program apa saja yang akan dilakukan di Desa Wisata Pipitan. Ide tersebut kemudian dikelompokkan berdasarkan skala besar sampai kecil. Program yang dapat dikerjakan secara mudah menjadi program mingguan dan program skala besar menjadi agenda tahunan. Selain itu, beberapa program yang sekiranya tidak berjalan lancar akan dievaluasi sehingga mendapatkan gagasan baru dan juga evaluasi agar program tersebut menjadi lebih baik kedepannya.
Pengurus Pokdarwis terdiri dari beberapa masyarakat yang mewakili beberapa golongan gender dan juga usia. Pembagian tugas dan program juga disesuaikan dengan kelompok gender tersebut. Misalnya untuk ibu-ibu melakukan kegiatan pelatihan membuat kerajinan dan juga menjadi tutor bagi kegiatan eduwisata. Pemuda dan remaja melakukan beberapa kegiatan seperti mengikuti pelatihan manajemen tempat wisata dan juga manajemen organisasi yang bertujuan untuk proses kaderisasi bagi Pokdarwis Pipitan. Sementara untuk lelaki dewasa atau pimpinan Pokdarwis melakukan kegiatan komunikasi dengan berkomunikasi ke beberapa stakeholder dan juga membuat perencanaan organisasi kedepannya.
Pemerintah Kota Serang dalam hal ini yaitu Dinas Pariwisata Kota Serang memiliki andil besar dalam mempengaruhi Kelompok Sadar Wisata Pipitan untuk membuat beberapa program yang didukung oleh Dinas Pariwisata Kota Serang. Jadi isi program kegiatan yang dilakukan oleh Pokdarwis Pipitan terdiri dari kegiatan yang diinisiasi oleh pengurus dan juga beberapa program merupakan program
pemerintah Kota Serang dalam hal memajukan pariwisata di Kota Serang terutama di Desa Wisata Pipitan. Dalam kaitannya dengan pengembangan CBT regulasi merupakan alat untuk pemerintah dalam menjamin stakeholder pariwisata senantiasa berperilaku dalam koridor kebijakan pariwisata yang sudah diresmikan ataupun menuruti syarat yang telah diresmikan pemerintah.
Para pengurus Kelompok Sadar Wisata Pipitan tidak hanya melaksanakan program kerja yang sudah direncanakan sebelumnya, tetapi juga mereka mencoba berinovasi dan melakukan kegiatan lain yang sedang berkembang. Misalnya untuk program promosi pihak Pokdarwis Pipitan tidak menggunakan aplikasi Tiktok, tetapi dengan berkembangnya zaman dan banyak pengguna Tik Tok maka pihak Pokdarwis Pipitan mencoba untuk membuat akun Tiktok dan menyebarkan promosi seputar Desa Wisata Pipitan melalui akun Tiktok tersebut.
Salah satu strategi kegiatan yang dilakukan oleh Pokdarwis Pipitan untuk menunjang beberapa program yang akan diselenggarakan diantaranya adalah bekerjasama dengan komunitas-komunitas lain yang ada di Kota Serang. Misalnya, program Sabtu bersama komunitas yang biasanya bekerjasama dengan komunitas film untuk melakukan kegiatan diskusi dan menonton film bersama. Kegiatan tersebut dilakukan dengan bekerjasama dengan komunitas Video Komunikasi Untirta (KOVIKITA). Kerjasama dilakukan dengan membagi tugas antara pengelola Desa Wisata Pipitan dengan Kovikita. Pengelola Desa Wisata Pipitan menyiapkan tempat dan juga pesertanya sedangkan pihak komunitas Kovikita menyiapkan film dan juga pembicara yang memiliki kapasitas untuk membahas film tersebut. Kerjasama dengan komunitas ini yakni menjamin warga untuk menguasai serta berkolaborasi dalam pengembangan pariwisata.
Pengelola Desa Wisata Pipitan juga bekerjasama dengan Komunitas Banten membaca dengan tujuan untuk meningkatkan minat masyarakat sekitar Desa Wisata Pipitan untuk membaca dan juga memiliki pengetahuan tambahan terutama yang berhubungan dengan pendidikan umum dan juga tentang kepariwisataan.
Komunitas Banten Membaca juga menyediakan wi-fi secara gratis kepada masyarakat dan juga kepada pengunjung Desa Wisata Pipitan untuk menikmati layanan internet secara gratis.
Selain dengan komunitas, Pengelola Desa Wisata Pipitan juga bekerjasama dengan perusahaan swasta dan lembaga lain untuk membuat program-program peningkatan kapasitas bagi masyarakat di sekitar Desa Wisata Pipitan. Seperti kegiatan pelatihan dan bantuan usaha bagi UMKM di Pipitan yang diselenggarakan oleh Bank BRI dan Pengelola Desa Wisata Pipitan. Masyarakat diberikan pelatihan dan juga di akhir akan diberikan permodalan untuk membuat usaha di sekitar kawasan Desa Wisata Pipitan. Bentuk dari konsep Community Based Tourism yaitu dikembangkannya desa-desa wisata, dimana dalam desa wisata, warga desa yang terletak di daerah pariwisata meningkatkan potensinya baik kemampuan sumber energi alam, budaya, serta pula kemampuan sumber energi manusianya (masyarakat setempat).
Paling sering, Pengelola Desa Wisata Pipitan bekerjasama dengan Sanggar Kesenian Untirta untuk kegiatan-kegiatan kesenian terutama meminta pihak dari Untirta untuk mengajarkan kesenian tari yaitu tari Rampak Bedug. Sebuah tarian khas daerah Banten yang terkenal sebagai tarian menyambut tamu kerajaan kesultanan Banten. Pengelola Desa Wisata Pipitan beranggapan bahwa kesenian khas Banten yaitu tarian Rampak Bedug merupakan kesenian khas Banten yang harus diajarkan kepada pemuda-pemuda di Desa Wisata Pipitan agar kesenian tersebut tidak hilang.
Sebagai sebuah Desa Wisata yang berkembang, tentu banyak pihak yang ingin mengambil keuntungan sepihak dari kemajuan Desa Wisata Pipitan dan banyak juga yang ingin memberikan dana bantuan untuk kemajuan Desa Wisata Pipitan. Dalam hal ini, Pengelola tidak ingin menerima bantuan dana dari siapapun yang memiliki kepentingan politik. Mereka hanya menerima bantuan dana dan bantuan lainnya dari
pihak instansi resmi seperti bantuan dari perusahaan sebagai program CSR perusahaan tersebut.
Misalnya beberapa bantuan dan pelatihan Mitra Binaan Ekonomi Kreatif yang diadakan oleh Jasa Rahardja, Pelatihan UMKM dan Ekonomi Kreatif oleh Bank BJB dan Pelatihan Pengembangan Desa Wisata yang diadakan oleh Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada tahun 2020. Bantuan yang sudah didapatkan diantaranya bantuan dana dari Bank BRI dan Perusahaan Astra Satu Indonesia Awards yang juga memberikan penghargaan sebagai inovasi di bidang lingkungan kepada Akhyadi, founder Desa Wisata Pipitan.
Perencanaan Program Desa Wisata Pipitan Sebagai Bagian Dari Perencanaan Komunikasi
Tahapan perencanaan program diawali dengan rapat koordinasi di awal bulan. Saat rapat itu, pengelola Desa Wisata Pipitan membagi tugas dan membentuk kepanitiaan. Pengelola Desa Wisata Pipitan awalnya melakukan pendekatan emosional kepada masyarakat agar mau mengikuti program yang direncanakan oleh Desa Wisata Pipitan.
Misalnya untuk program pelatihan kerajinan yang ditujukan untuk ibu-ibu, pengelola Desa Wisata Pipitan melihat potensi ibu-ibu di Desa tersebut yang setiap hari hanya berkumpul dan tidak melakukan apa-apa. Pengelola Desa Wisata Pipitan akhirnya berinisiatif untuk mengajak ibu-ibu tersebut untuk mengikuti program kerajinan tangan membuat lukisan dengan media talenan. Awalnya hanya beberapa orang saja yang terlibat dalam program tersebut. Lama kelamaan, setelah melihat ternyata program tersebut memiliki pengaruh kepada masyarakat terutama dalam sektor ekonomi, maka semakin banyak ibu-ibu yang menjadi peserta program kerajinan tersebut.
Hasil kerajinan yang dibuat oleh ibu-ibu tersebut dijual sebagai cinderamata kepada para pengunjung. Selain itu, hasil kerajinan khas masyarakat Pipitan biasanya dijual juga pada bazar UMKM yang biasanya diselenggarakan oleh Dinas Koperasi
Kota Serang. Perencanaan program unggulan selanjutnya yaitu kegiatan sabtu malam bersama komunitas. Kegiatan tersebut direncanakan sebagai keinginan untuk menampung pemuda-pemuda di Desa Wisata Pipitan agar memiliki ruang untuk berekspresi dan juga ruang untuk mengaplikasikan karya dan juga minatnya.
Perencanaan program tersebut awalnya hanya untuk pemuda di Desa Wisata Pipitan saja namun karena para pemuda di Desa Wisata Pipitan tersebut memiliki komunitas lain yang awalnya diundang untuk datang di kegiatan tersebut. Lama kelamaan, semakin banyak pemuda yang hadir di Desa Wisata tersebut untuk mengikuti kegiatan sabtu malam bersama komunitas. Isi kegiatannya biasanya diawali dengan diskusi, bermain musik akustik dan diakhiri dengan makan bersama. Sebulan sekali, biasanya ditambah dengan kegiatan menonton film bersama dengan komunitas. Kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk pemuda ini bertujuan untuk menambah inovasi di Desa Wisata Pipitan.
Desa Wisata Pipitan paling sering melakukan kolaborasi program dengan komunitas. Pengelola Desa Wisata Pipitan beranggapan dengan mendatangkan banyak komunitas ke Desa Wisata Pipitan para komunitas tersebut dapat memberikan inspirasi dan juga memiliki kontribusi nyata dari komunitas tersebut untuk Desa Wisata Pipitan.
Proses perencanaan program yang terjadi di Desa Wisata Pipitan tidak hanya muncul dari masyarakat dan juga dari pengelola Desa Wisata Pipitan saja. Pemerintah Kota Serang juga memiliki andil besar dalam perencanaan program wisata di Desa Wisata Pipitan. Misalnya program promosi Situ Ciwaka dengan acara bernama Festival Situ Ciwaka merupakan acara yang disponsori penuh oleh Pemerintah Kota Serang.
Kegiatan Komunikasi di Desa Wisata Pipitan
Sebagai sebuah output dari perencanaan komunikasi, kegiatan komunikasi yang dilihat oleh peneliti terbagi menjadi 2 bagian yaitu secara online maupun secara offline. Secara online, kegiatan komunikasi yang dilakukan yaitu melalui promosi
Desa Wisata Pipitan di beberapa media sosial seperti Instagram, Tiktok, Facebook dan juga website Desa Wisata Pipitan.
Gambar 7. Tampilan Instagram Desa Wisata Pipitan
Tidak hanya promosi, media sosial Desa Wisata Pipitan juga memberikan edukasi-edukasi terutama saat sedang dilanda pandemi. Menurut mereka, edukasi terhadap masyarakat tentang pandemi Covid-19 begitu penting, makin banyak masyarakat yang sadar maka kondisi akan menjadi normal dan pariwisata kembali bangkit menurut Pengelola Desa Wisata Pipitan.
Secara offline, kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh Desa Wisata Pipitan tidak jauh berbeda dengan kegiatan online, yaitu melakukan promosi pariwisata kepada beberapa pihak. Tetapi, terdapat perbedaan yang jelas pada kegiatan komunikasi yang dilakukan secara offline. Pengelola Desa Wisata Pipita membagi tugas kepada anggotanya sesuai dengan jenjang usia mereka masing-masing. Untuk pria dewasa, kegiatan komunikasi terfokuskan pada manajemen komunikasi dan komunikasi lintas sektoral seperti ke instansi pemerintah dan perusahaan-perusahaan yang bekerjasama dengan Desa Wisata Pipitan. Untuk kalangan ibu-ibu, kegiatan
komunikasi difokuskan pada komunikasi kelompok internal dengan membuat pelatihan kerajinan tangan dan program pembinaan lainnya. Untuk remaja putra ditugaskan sebagai guide lokal, pengelola teknis Desa Wisata, melakukan komunikasi kepada komunitas-komunitas yang ada di Kota Serang, melakukan promosi di media sosial dan juga memberikan inovasi demi kemajuan Desa Wisata Pipitan.
Kesimpulan
Desa Wisata Pipitan berhasil membuat sebuah destinasi wisata baru dari sebuah lahan tempat sampah ilegal dan menjadi desa wisata dengan beberapa objek wisata lainnya seperti wisata alam, wisata budaya, wisata religi dan juga wisata kuliner. Pengelola Desa Wisata Pipitan meningkatkan kualitas dan kapasitas pengetahuan mereka melalui tahapan perencanaan komunikasi. Pengelola Desa Wisata Pipitan mendapatkan objek wisata baru melalui tahapan riset dan analisis; membentuk lembaga pengurus Desa Wisata Pipitan dalam pengambilan kebijakan, merumuskan perencanaan program yang sesuai dengan kapasitas sumberdaya manusia didalamnya dan juga melakukan kegiatan komunikasi secara offline dan online dengan membagi tugas kepada pengurus sesuai dengan jenjang usia mereka masing-masing. Saran penelitian selanjutnya sebaiknya melakukan penelitian disertakan metode kuantitatif dengan melakukan survey kepada masyarakat di Desa Wisata Pipitan.
Daftar Pustaka
Afriyanti, R. (2017). Analisis Assets Based Community Development Dalam Peningkatan Kapasitas Masyarakat Desa (Studi Kawasan Kampung Baru Desa Sebong Lagoi Kabupaten Bintan). Naskah Publikasi--Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang.
Anandito, E. S., & Setiawan, B. (2018). Dampak Ekonomi Penerapan Community Based Tourism Di Desa Wisata Wayang, Kepuhsari, Kecamatan Manyaran Kabupaten Wonogiri. Jurnal Ilmiah Pariwisata, 23(2).
Anjelia, S., Djuwendah, E., Rasmikayati, E., & Hapsari, H. (2020). Level of Community Participation in Laksana Tourism Village, Ibun District, Bandung Regency, West Java, Indonesia. Journal of Business on Hospitality and Tourism, 6(1), 43-53.
Batilmurik, R. W., & Lao, H. A. (2016). Pengembangan Model Ekonomi Kreatif Bagi Masyarakat Di Daerah Objek Wisata Bahari Kabupaten Kupang Nusa Tenggara Timur. Jurnal Manajemen, 1(3), 14.
https://doi.org/10.30736/jpim.v1i3.37
Creswell, J. W., & Poth, C. N. (2016). Qualitative inquiry and research design: Choosing among five approaches. Sage publications.
Darmana, K. COMMUNITY-BASED CULTURAL TOURISM AND LOCAL TOURISM IN THE GLOBALIZATION CENTER: Case Study in Kemiren Village, Banyuwangi, East Java. Jurnal IPTA p-ISSN, 2338, 8633.
Desa, D. I., Pancoh, E., & Sleman, K. (2019). Jurnal pariwisata pesona. 04(2), 105–115.
Hanum, F., Dienaputra, R., Suganda, D., & Muljana, B. (2021). Strategi Pengembangan Potensi Ekowisata di Desa Malatisuka. Jurnal Master Pariwisata (JUMPA), 22 - 45. doi:10.24843/JUMPA.2021.v08.i01.p02
Hasan, M. (2018). Pembinaan Ekonomi Kreatif Dalam Perspektif Pendidikan Ekonomi. JEKPEND: Jurnal Ekonomi Dan Pendidikan, 1(1), 81.
https://doi.org/10.26858/jekpend.v1i1.5063
N, F. A., Krisnani, H., & Darwis, R. S. (2015). Pengembangan Desa Wisata Melalui Konsep Community Based Tourism. Prosiding Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 2(3), 341–346. https://doi.org/10.24198/jppm.v2i3.13581
Neno Rizkiato dan Topowijijono. (2018). Penerapan Konsep Community Based Tourism Dalam Pengelolaan Daya Tarik Wisata Berkelanjutan (Studi Pada Desa Wisata bangun, kecamatan Munjungan, Kabupaten Trenggalek). Jurnal Adminitrasi Bisnis, 58(2), 20–26.
Nugraha, Y. (2021). Pengembangan Potensi Wisata Asam Jokowi sebagai Produk Wisata Berbasis Masyarakat Kawasan Perbatasan di Desa Tulakadi Kabupaten Belu. Jurnal Master Pariwisata (JUMPA), , 430 - 459.
doi:10.24843/JUMPA.2021.v07.i02.p05
Panich, W. (2013). Creative Economy – Based Cultural Tourism Management Strategic Approach To Sustainable Tourism Development of Sakon Nakhon Province. International Journal of Business and Management Studies, 5(2), 280–289.
Purmada, D., Wilopo, W., & Hakim, L. (2016). PENGELOLAAN DESA WISATA DALAM PERSPEKTIF COMMUNITY BASED TOURISM (Studi Kasus pada Desa Wisata Gubugklakah, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang). Jurnal Administrasi Bisnis S1 Universitas Brawijaya, 32(2), 15–22.
Putri Raflesia Arifin, A. (2017). Pendekatan Community Based Tourism dalam Membina Hubungan Komunitas di Kawasan Kota Tua Jakarta. Jurnal Visi Komunikasi, 16(01), 111–130.
Richards, G. (2014). Tourism and the Creative Economy. OECD Studies on Tourism, 2(2), 33–37. https://pure.buas.nl/en/publications/tourism-and-the-creative-
economy
Sasongko, G., Trianggono, B., & Wiloso, P. G. (2019). Development of CommunityBased Tourism in Pinusan Kragilan, Pogalan Village, Magelang Regency, Central Java, Indonesia. Journal of Indonesian Tourism and Development Studies, 7(3), 156-165.
Sopanah, A., Bahri, S., & Ghozali, M. (2018). Creative Economic Development Strategy in Malang City. KnE Social Sciences, 3(10), 351–361.
https://doi.org/10.18502/kss.v3i10.3386
Sudirtha, I. G., Widiartini, K., & Suriani, M. (2019). Program evaluation:
implementation of tourism village development. International Journal of Social Sciences and Humanities, 3(3), 99-108.
Sumar’in, S., Andiono, A., & Yuliansyah, Y. (2017). Pengembangan Ekonomi Kreatif Berbasis Wisata Budaya: Studi Kasus pada Pengrajin Tenun di Kabupaten Sambas. Jurnal Ekonomi Bisnis Dan Kewirausahaan, 6(1), 1.
https://doi.org/10.26418/jebik.v6i1.20721
Warih Wulandari, L. (2014). Pengembangan Pariwisata Ekonomi Kreatif Desa Wisata. Aplikasi Bisnis, 16(9), 2140–2167.
Profil Penulis
Yuda Wiranata, S.I.Kom. Mahasiswa Pascasarjana di Program Magister Komunikasi Pembangunan di Fakultas Ekologi Manusia Sekolah Pascasarjana IPB University Bogor. Pendidikan Sarjana diselesaikan pada program sarjana Ilmu Komunikasi di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang Banten pada tahun 2017 dengan gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (S.I.Kom). Saat ini penulis bekerja sebagai pengusaha yang bergerak di bidang pariwisata yaitu Biro Perjalanan Wisata.
Dr. Ir. Sarwititi Sarwoprasodjo, M.S Doktor di Bidang Ilmu Komunikasi Departemen Komunikasi Pembangunan di Fakultas Ekologi Manusia IPB University Bogor. Pendidikan doktoral diselesaikan pada tahun 2007 di Universitas Indonesia. Bidang keahlian beliau adalah Komunikasi Pembangunan, Sosiologi Pedesaan dan Penyuluh Pertanian. Saat ini beliau menjadi ketua tim editorial Jurnal Komunikasi Pembangunan (KMP) di IPB University, Bogor.
Prof. Dr. Aida Vitayala S Hubeis. Guru besar bidang Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan di IPB University, Bogor. Beliau aktif mengajar di Bidang Komunikasi Gender dan Komunikasi Pembangunan. Pendidikan doktoral diselesaikan di IPB pada tahun 1985. Beliau aktif di organisasi Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) sebagai wakil ketua dewan pakar pada tahun 2005-2010. Saat ini menjadi dewan kehormatan ICMI hingga tahun 2025.
286 JUMPA Volume 9, Nomor 1, Juli 2022
Discussion and feedback