POTENSI DAN PENGEMBANGAN DAYA TARIK KAWASAN WISATA DI DAERAH RAWAN BENCANA GUNUNG AGUNG, KABUPATEN KARANGASEM, BALI

Tjok Istri Priti Mahendradevi

Universitas Udayana Email: [email protected]

I Nyoman Darma Putra Universitas Udayana Email: idarmaputrayahoo.com

I Nyoman Sunarta

Universitas Udayana Email: [email protected]

ABSTRACT

Volcano eruption becomes one of the most dangerous disasters as it can’t be predicted and is potential to be catastrophic. One of the most vulnerable industries impacted by volcano eruption is tourism industry. However, volcano has many tourism potencies. Mount Agung in Karangasem regency is an active volcano which has various tourism potencies. However, most of the tourism potencies are located in eruption prone-areas. This research examines develop and undevelop tourism potencies at Mount Agung tourism area, development problems, and the development strategies. This research uses qualitative approach and the data collected by literature study, observation, and in-depth interviews. The data is analyzed with ecotourism theory, tourist object components theory, and tourist object development strategy theory. The results of the research show there are undeveloped tourism potencies such as Pondok Klasik and Taman Gumi Banten. Several problems are also faced in the development such as the location of tourist objects are in eruption prone-areas, inadequate amenities, poor accessibilities, unavailable ancillary service including insufficient management of tourist objects, the decreasing number of visitor due to Covid-19 pandemic, and unavailable integrated tourist package which includes the tourist objects in this area.

Keywords: volcano, tourism potencies, eruption, eruption prone-areas, tourism development strategy.

Pendahuluan

Erupsi gunung berapi merupakan salah satu bencana paling berbahaya karena “tidak dapat diprediksi, tiba-tiba dan seringkali menjadi bencana besar” (Grattan & Torrence, 2007). Pada masa bencana seperti ini, pariwisata menjadi salah satu industri yang paling rentan. Namun, erupsi gunung berapi menjadi daya tarik wisata tersendiri. Terdapat 1300 gunung berapi aktif dengan beragam keunikan yang dimilikinya. Keunikan-keunikan ini mendorong gunung berapi sebagai daya tarik wisata (volcano-tourism.net,2017b).

Di Bali terdapat dua gunung berapi aktif dan paling terkenal di kalangan wisatawan domestik dan mancanegara, yaitu Gunung Batur dan Gunung Agung. Pada tanggal 18 September 2017, aktivitas vulkanik Gunung Agung mengalami peningkatan yang signifikan hingga statusnya dinaikkan menjadi siaga. Selanjutnya, pada 22 September 2017, aktivitas gunung berapi di Karangasem ini terus menunjukkan peningkatan, sehingga status Gunung Agung kembali dinaikkan dari siaga menjadi awas. Sejak penetapan status awas tersebut, penduduk Karangasem khususnya yang tinggal di kawasan rawan bencana mengungsi ke sejumlah wilayah yang aman di seluruh Bali (Bhaskara, 2017).

Pada 10 Februari 2018, status Gunung Agung diturunkan dari Awas (level IV) menjadi Siaga (level III) berdasarkan pengamatan dan pemantauan multi-parametrik Gunung Agung (detik.com, 2018). Status Gunung Agung pun kembali diturunkan dari Siaga (level III) menjadi Waspada (level II) terhitung mulai 16 Juli 2020. Namun, pendaki atau wisatawan masih dilarang melakukan aktivitas apapun di Zona Perkiraan Bahaya, yaitu di dalam area kawah Gunung Agung dan di seluruh area di dalam radius 2 kilometer dari kawah puncak Gunung Agung (travel.detik.com, 2020). Kini, kian banyak wisatawan yang sengaja berkunjung ke daya tarik wisata dengan latar Gunung Agung untuk menyaksikan keindahan Gunung Agung dan keunikan daya tarik wisata lainnya. Selain Taman Bunga Edelweiss di Desa Adat Temukus, daya tarik wisata favorit lainnya bagi wisatawan adalah Taman Jinja yang hampir

serupa dengan Taman Edelweiss. Selain itu, banyak daya tarik wisata lainnya yang justru berkembang pasca erupsi Gunung Agung pada tahun 2017.

Oleh karena itu, sangat menarik untuk membahas potensi Gunung Agung dan daya tarik wisata penunjang lainnya sekaligus mengetahui permasalahan dalam pengembangannya mengingat daya tarik wisata yang ada di sekitar Gunung Agung umumnya berada di kawasan rawan bencana erupsi.

Landasan Teori dan Konsep

Dalam penelitian ini digunakan tiga teori yaitu teori ekowisata dalam The International Ecotourism Society (Arida, 2017), teori komponen wisata oleh Cooper (1993), dan teori pengembangan daya tarik wisata oleh McIntrye (1993). Dalam teori ekowisata terdapat kriteria ekowisata yakni: 1) Potensi alam, yang meliputi tempat kegiatan wisata alam; 2) Potensi biologi, seperti keanekaragaman hayati, hutan lindung, kawasan plasma nutfah; 3) Potensi budaya, seperti aktifitas dan atraksi budaya; dan 4) Potensi lainnya selain potensi-potensi tersebut. Teori ini digunakan untuk mengkaji potensi wisata di daya tarik kawasan wisata Gunung Agung.

Teori komponen daya tarik wisata yang diperkenalkan Cooper (1993) terdiri atas 1) Atraksi/Attraction yakni alam, atraksi budaya, dan lainnya; 2) Fasilitas/Amenities, diantaranya akomodasi, layanan makan dan minum; 3) Aksesibilitas/Access, jalan, transportasi lokal, bandara, terminal; dan 4) Ancillary service yaitu organisasi kepariwisataan untuk pelayanan wisata seperti destination marketing management organization, convetional dan visitor bureau. Teori ini digunakan untuk mengetahui kendala dalam mengembangkan daya tarik kawasan wisata Gunung Agung.

Teori pengembangan daya tarik wisata oleh McIntrye menyebutkan terdapat tiga prinsip utama dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan, yaitu: 1) Ecological Sustanaibility, yaitu pengembangan harus disesuaikan dengan keadaan lingkungan; 2) Social and Cultural Sustanaibility, yakni masyarakat memperoleh manfaat yang juga

sesuai dengan kebudayaan masyarakat setempat; 3) Economic Sustanaibility, yakni pengembangan memberikan manfaat secara ekonomi dan efisien secara ekonomi. Penyusunan strategi pengembangan daya tarik kawasan wisata Gunung Agung didasarkan pada teori ini.

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknis analisis data kualitatif yang diperoleh dari data kualitatif berupa kumpulan kata-kata dan bukan rangkaian angka serta tidak dapat disusun dalam kategori-kategori/struktur klasifikasi. Data dikumpulkan dari observasi, wawancara, maupun juga me-review buku, jurnal, dan hasil penelitian yang berkaitan. Penelitian ini bersifat eksploratif untuk memformulasikan strategi pengembangan berdasarkan kondisi daya tarik kawasan wisata Gunung Agung, sehingga daya tarik kawasan wisata Gunung Agung dapat berkembang dan memberikan manfaat secara ekonomi kepada masyarakat dengan tetap melestarikan alam dan budaya setempat.

Potensi Wisata

Yoeti, 1998 menyebut potensi merupakan sesuatu yang terdapat di sebuah destinasi wisata dan menarik minat orang untuk berkunjung ke destinasi tersebut. Potensi dapat dibagi menjadi dua, yaitu: 1) Site Attraction, atau tempat yang menarik menjadi sebuah daya tarik wisata; 2) Event Attraction, yaitu sebuah kegiatan yang menarik sebagai sebuah atraksi wisata, seperti pameran, upacara keagamaan, dan lainnya.

Pariwisata Gunung Berapi

Definisi wisata gunung berapi oleh Erfurt-Cooper (2010b) dalam Aquino (2015), yaitu wisata gunung berapi melibatkan eksplorasi dan studi tentang gunung berapi aktif, bentuk tanah geothermal, dan prosesnya. Wisata gunung berapi juga termasuk kunjungan wisata ke area gunung berapi non aktif dan punah dimana sisa-sisa aktivitas vulkanik gunung berapi menarik wisatawan yang tertarik dengan warisan geologi. Wisata gunung berapi adalah jenis pariwisata yang masuk dalam kategori Geotourism (Geowisata). Heggie dalam Bhaskara (2017) mendefinisikan

geowisata sebagai pariwisata berkelanjutan yang melestarikan karakter geografis suatu tempat, lingkungan, budaya, warisan, kesejahteraan penduduknya. Untuk itu, definisi pariwisata gunung berapi dalam penelitian ini adalah aktivitas yang melibatkan eksplorasi dan studi tentang gunung berapi oleh wisatawan yang memiliki minat khusus terhadap sebuah destinasi wisata geologi dimana pengembangan wisatanya melibatkan masyarakat lokal dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.

Manajemen Krisis

Nova (2011) menyebutkan bahwa bencana alam adalah salah satu bentuk krisis. Krisis akibat bencana alam merupakan salah satu krisis yang paling sulit dikendalikan karena umumnya manusia sama sekali tidak memiliki daya untuk menghadapinya. Bencana alam seperti erupsi gunung berapi adalah salah satu bentuk krisis akibat bencana alam yang tidak dapat dikendalikan. Pada tahun 2018, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mengeluarkan SOP Pengelolaan Krisis Pariwisata yang menjadi panduan sektor pariwisata dalam penanganan krisis. Dalam panduan tersebut, krisis dikategorikan menjadi 3 (tiga), yakni krisis pemasaran, krisis sumber daya manusia pariwisata, dan krisis bencana destinasi. Seluruh krisis ini harus dikelola dengan baik sehingga tidak berdampak terlalu buruk pada sektor pariwisata.

Strategi Pengembangan Daya Tarik Wisata

Lawrence R. Jauch dan W.F Glueck (dalam Purwanto, 2006) menyebutkan bahwa strategi adalah rencana yang dipadukan secara menyeluruh untuk memastikan tujuan utama perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat. Menurut Paturusi (2008), pengembangan adalah sebuah strategi untuk memajukan, memperbaiki, dan meningkatkan kondisi kepariwisataan suatu daya tarik wisata sehingga dapat dikunjungi wisatawan serta mampu memberikan manfaat bagi masyarakat di sekitar daya tarik wisata maupun bagi pemerintah.

Potensi Daya Tarik Kawasan Wisata Gunung Agung

Daya tarik kawasan wisata Gunung Agung memiliki daya tarik utama berupa potensi alam, budaya spiritual, dan buatan yang ditemukan di sekitar daya tarik kawasan wisata Gunung Agung. Potensi tersebut sudah ada yang berkembang dan ada yang belum berkembang. Potensi wisata tersebut adalah (1) Potensi alam yakni Taman Edelweis dan Taman Jinja, (2) Potensi budaya yakni Pondok Klasik, dan Taman Gumi Banten, (3) Potensi spiritual yakni Kawasan Suci Pura Besakih, serta (4) Potensi buatan yakni Pemandian Telaga Surya.

Berdasarkan analisa, terdapat dua (2) potensi wisata di daya tarik kawasan wisata Gunung Agung yang belum berkembang yakni Pondok Klasik dan Taman Gumi Banten. Kedua potensi wisata ini belum berkembang karena saat ini masih dalam tahap pengembangan dan belum sepenuhnya dibuka untuk kunjungan wisatawan. Potensi wisata lainnya yakni Pendakian Gunung Agung, Taman Edelweiss, Taman Jinja, Kawasan Suci Pura Besakih, dan Pemandian Telaga Surya telah berkembang dan telah dikunjungi oleh banyak wisatawan.

Seluruhnya memiliki keunikan tersendiri sehingga menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk berkunjung Salah satu potensi wisata alam di daya tarik kawasan wisata Gunung Agung adalah pendakian Gunung Agung. Gunung Agung sebagai gunung tertinggi di Bali tidak hanya dipercaya sebagai tempat suci bagi umat Hindu di Bali, melainkan juga menjadi daya tarik tersendiri bagi mereka yang menyukai wisata minat khusus seperti mendaki gunung. Setiap gunung berapi di Indonesia memiliki ciri khas tersendiri yang menarik para pendaki dari berbagai daerah di Indonesia maupun penjuru dunia.

Potensi wisata alam lainnya di sekitar daya tarik wisata Gunung Agung adalah Taman Edelweis. Meski taman ini diberi nama Taman Edelweiss, bunga yang berada di taman ini bukan bunga edelweiss melainkan bunga kasna yang menyerupai bunga edelweiss. Bunga kasna juga dijuluki sebagai “edelweiss” nya Bali. Bunga ini memiliki arti tersendiri bagi masyarakat Bali karena dipercaya sebagai pemberian Ida Betara

yang berstana di Gunung Agung. Menurut warga, bunga Kasna hanya bisa tumbuh di lereng Gunung Agung tepatnya di Temukus.

Hampir serupa dengan Taman Edelweiss, Taman Jinja juga menawarkan pesona keindahan bunga Kasna. Untuk membedakan dengan Taman Edelweiss, Taman Jinja ini memiliki konsep ala Jepang dan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan, umumnya wisatawan lokal dan wisatawan domestik. Pengelola mendirikan Torii yang merupakan pintu gerbang kuil Shinto di Jepang.

Potensi wisata lainnya yang sudah berkembang adalah Kawasan Suci Pura Besakih. Pura Besakih merupakan pura terbesar di Bali yang berlokasi di lereng sebelah barat daya Gunung Agung. Kawasan Pura Agung Besakih ini memiliki aturan tertentu untuk menjaga kesuciannya. Kawasan yang harus disucikan adalah radius sekurang-kurangnya apeneleng agung atau setara dengan 5000 meter dari sisi luar tembok penyengker pura. Pengelolaan Kawasan Pura Besakih dilakukan oleh Manajemen Operasional Kawasan Pura Besakih yang menjadi perpanjangan tangan Badan Pengelola Kawasan Pura Agung Besakih.

Selain itu juga terdapat potensi wisata buatan yakni wisata pemandian Telaga Surya. Wisata pemandian ini memiliki 2 kolam pemandian dan 1 kolam yang direncanakan menjadi tempat memancing. Selain menawarkan kolam pemandian, daya tarik wisata pemandian ini juga dilengkapi dengan dua tempat swafoto yang terletak di dekat pintu masuk Telaga Surya dan di pinggir kolam pemandian.

Kendala Pengembangan Daya Tarik Kawasan Wisata Gunung Agung

Sejumlah kendala masih dihadapi dalam pengembangan daya tarik kawasan wisata Gunung Agung yang didasarkan pada pendekatan komponen 4A pada sebuah destinasi wisata yakni attractions, accessibility, amenities, dan ancillary service.

Hasil pemetaan BNPB, wilayah Desa Besakih tergolong pada Kawasan Rawan Bencana (KRB) III karena berjarak 6 kilometer dari puncak Gunung Agung. Sedangkan, Desa Menanga masuk dalam kategori KRB II karena berjarak 7,5 kilometer dari puncak Gunung Agung. Lokasi sebagian besar atraksi wisata ini

berada di Desa Besakih yang berjarak 6 kilometer dari puncak Gunung Agung. Berdasarkan data daerah rawan bencana, Desa Besakih dan Desa Menanga di Kecamatan Rendang merupakan wilayah yang terancam erupsi Gunung Agung.

Selain itu, dalam tatanan peraturan desa adat, warga tidak diizinkan untuk mendirikan penginapan secara terbuka karena melanggar prinsip kesucian Pura Agung Besakih. Namun, muncul akomodasi tanpa izin yang dapat memunculkan kemungkinan masalah yang lebih tinggi misalnya pemilik tidak melakukan penanganan kebersihan, belum adanya sistem untuk penanganan hal darurat, kejahatan, sakit dan lain-lain. Selain kendala akomodasi, daya tarik wisata Gunung Agung dan sekitarnya belum dilengkapi fasilitas lainnya, seperti toilet bersih dan fasilitas makan minum.

Beberapa ruas jalan memiliki kualitas dan kondisi buruk, seperti di jalur dari Pura Agung Besakih menuju titik awal pendakian Gunung Agung yang tergolong sempit dan kondisinya buruk. Terdapat beberapa ruas jalan yang berlubang sehinngga membahayakan pengendara kendaraan bermotor. Terlebih pada hari libur, jalur ini umumnya dipadati wisatawan yang hendak mendaki maupun berkunjung ke daya tarik wisata di sekitar jalur pendakian, sehingga menimbulkan kemacetan dan cukup berbahaya bagi wisatawan yang menggunakan kendaraan bermotor. Tidak hanya akses jalan, akses internet di wilayah ini juga kurang memadai. Padahal pada era digital saat ini, akses internet menjadi sangat penting. Wisatawan juga sangat memerlukan akses internet untuk berkomunikasi.

Daya tarik wisata di sekitar Gunung Agung telah memiliki lembaga pengelola. Namun, hampir sebagian besar sumber daya manusia di wilayah setempat memilih untuk bekerja di luar negeri. Hal ini menjadi kendala pengelolaan daya tarik wisata di jalur pendakian Gunung Agung melalui Pura Besakih. Selain itu, tidak ada pelatihan khusus bagi pengelola untuk meningkatkan kemampuan dan kapabilitas mereka dalam pengelolaan sebuah usaha pariwisata. kendala lainnya yang ditemukan adalah pihak pengelola belum memaksimalkan promosi daya tarik wisata

yang dikelolanya. Pihak pengelola hanya memanfaatkan promosi dari mulut ke mulut.

Kendala lainnya dalam pengembangan daya tarik kawasan wisata Gunung Agung saat ini adalah pandemi Covid-19. Kondisi ini memengaruhi tingkat kunjungan wisatawan ke sejumlah daya tarik wisata di lereng barat daya Gunung Agung, seperti di Taman Edelweis. Berdasarkan data pengelola Taman Edelweis, jumlah pengunjung ke taman ini mencapai 500 orang per hari. Namun, akibat pandemi Covid-19, jumlah pengunjung menurun drastis mencapai 50 orang per hari. Selain Taman Edelweis, penurunan kunjungan juga terjadi di daya tarik wisata Taman Jinja dan Pura Agung Besakih.

Paket wisata juga menjadi salah satu kendala yang dihadapi dalam pengembangan daya tarik kawasan wisata Gunung Agung. Hingga saat ini belum tersedia paket wisata yang mengintegrasikan daya tarik wisata di lereng barat daya Gunung Agung ini. Padahal, paket wisata yang mengintegrasikan seluruh daya tarik wisata tersebut dapat meningkatkan kunjungan wisatawan ke daya tarik kawasan wisata Gunung Agung yang berdampak pada peningkatan perekonomian warga setempat. Selain itu, sebagian besar daya tarik wisata yang berada di lereng barat Gunng Agung tepatnya di Desa Besakih dan Desa Rendang belum bekerja sama dengan biro perjalanan wisata maupun agen perjalanan wisata berskala besar. Para pengelola daya tarik wisata hanya memanfaatkan media sosial maupun agen perjalanan wisata daring atau onine. Hal ini menyebabkan sebagian besar daya tarik wisata tersebut tidak masuk dalam paket wisata yang ditawarkan oleh biro perjalanan wisata maupun agen perjalanan wisata.

Strategi Pengembangan Daya Tarik Kawasan Wisata Gunung Agung

Dalam mengatasi kendala yang dihadapi dalam pengembangan sebuah daya tarik wisata maupun destinasi wisata dibutuhkan strategi khusus. Begitu pula dengan kendala yang dihadapi dalam pengembangan daya tarik kawasan wisata Gunung Agung yang juga membutuhkan strategi untuk mengatasinya.

Strategi pertama adalah strategi mitigasi bencana dengan memasang rambu peringatan bahaya di 58 titik kawasan rawan bencana erupsi Gunung Agung. Selain pemasangan rambu peringatan, BNPB juga menghibahkan 6 unit sirene kepada BPBD Provinsi Bali untuk dipasang di KRB Gunung Agung. Strategi berikutnya yang telah disiapkan adalah 9 jalur evakuasi jika terjadi erupsi Gunung Agung. Meski demikian, Pengelola daya tarik wisata di daya tarik kawasan wisata Gunung Agung juga harus memiliki SOP (Standard Operational Procedure) untuk melakukan evakuasi bagi wisatawan yang berkunjung ke daya tarik wisata yang mereka kelola, jika terjadi bencana erupsi Gunung Agung. Pemerintah bersama pihak desa adat, desa dinas, dan pengelola harus memasang papan pengumuman tentang tata cara evakuasi mandiri jika terjadi erupsi Gunung Agung dengan menggunakan dua bahasa, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Pengelola wisata di wilayah tersebut harus memberikan penjelasan singkat kepada pengunjung terkait hal tersebut. Hal ini menjadi penting untuk meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan wisatawan yang berkunjung di daya tarik kawasan wisata Gunung Agung.

Strategi lainnya adalah strategi pengembangan amenitas. Pengelola usaha layanan makan dan minum harus memperhatikan higienitas dan sanitasi saat menyimpan bahan makanan, membawa makanan dan minuman dari dapur ke area pelayanan dengan menggunakan penutup yang aman, peralatan dan perlengkapan memasak harus dibersihkan sesuai dengan standar higienitas dan sanitasi. Sebuah usaha layanan makan dan minum juga harus memiliki sirkulasi udara yang baik, sarana cuci tangan pakai sabun maupun cairan penyanitasi tangan, hingga memiliki tempat sampah tertutup. Selain itu juga harus disediakan toilet bersih dan berstandar internasional mengingat toilet bersih merupakan salah satu amenitas atau fasilitas paling mendasar yang harus dipenuhi.

Aksesibilitas menjadi komponen yang juga sangat penting dimilik sebuah destinasi wisata. Aksesibilitas yang baik akan mempermudah pengunjung atau wisatawan dalam mencapai sebuah destinasi wisata dan beraktivitas di destinasi

tersebut. Perbaikan akses jalan ini hendaknya menjadi program prioritas Pemerintah Kabupaten Karangasem agar daya tarik kawasan wisata Gunung Agung dapat memiliki akses jalan yang memadai dan berkualitas untuk dilalui oleh warga maupun wisatawan. Pemerintah desa bersama dengan pemerintah di tingkat kecamatan hendaknya segera mengajukan perbaikan jalan untuk daya tarik kawasan wisata Gunung Agung. Selain itu, perbaikan jalan juga dapat menggunakan dana desa sesuai dengan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 11 Tahun 2019 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2020. Dalam peraturan tersebut diatur bahwa pengadaan, pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan sarana prasarana desa termasuk dalam daftar kegiatan prioritas bidang pembangunan desa. Selain itu, proyek perbaikan jalan dengan memanfaatkan dana desa ini juga akan menyerap tenaga kerja atau padat karya dalam jumlah besar.

Strategi yang harus dilakukan untuk mengatasi kendala belum memadainya sumber daya manusia pengelola pariwisata di daya tarik kawasan wisata Gunung Agung adalah dengan melakukan pelatihan. Pihak desa dapat bekerja sama dengan perguruan tinggi maupun pihak swasta yang dapat memberikan pelatihan khusus di bidang pariwisata secara spesifik. Pelatihan tersebut juga harus digelar secara rutin dan terus diperbaharui. Upaya ini diyakini dapat menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia pengelola di wilayah tersebut. Pihak desa juga dapat memanfaatkan dana desa untuk menggelar pelatihan-pelatihan khusus bagi warganya untuk mendukung pengembangan pariwisata. Selain menggelar pelatihan, pihak desa dinas bersama desa adat juga dapat menyusun perarem atau peraturan adat yang secara khusus mengatur tentang tata kelola kepariwisataan di wilayah Desa Besakih dan Desa Menanga yang tetap mengedepankan radius kawasan suci Pura Besakih serta adat istiadat dan budaya di wilayah tersebut. Peraturan adat ini akan mengatur standarisasi pengelolaan,

pelayanan dan kualifikasi sumber daya manusia pengelola pariwisata yang dibutuhkan. Peraturan adat tersebut diyakini menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia pengelola, sebab masyarakat di Provinsi Bali cenderung lebih mematuhi peraturan adat dibandingkan peraturan dari lembaga formal.

Pada masa pandemi ini, salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kunjungan wisatawan adalah strategi penerapan protokol CHSE. Protokol kesehatan CHSE ini dijabarkan dalam bentuk panduan pelaksanaan kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan kelestarian lingkungan. Panduan ini terbagi untuk beberapa usaha wisata dan ekonomi kreatif. Panduan ini dibuat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan kelestarian lingkungan. Selain itu, diprediksi pola permintaan dan perilaku wisatawan akan sangat dipengaruhi terhadap protokol CHSE serta menyiapkan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif untuk memberikan jaminan kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan kelestarian lingkungan bagi wisatawan. Beberapa fasilitas penunjang protokol kesehatan harus disediakan oleh pengelola daya tarik wisata, diantaranya menyediakan fasilitas cuci tangan yang dilengkapi dengan sabun cair, cairan penyanitasi tangan atau hand sanitizer di tempat-tempat strategis, peralatan pengukur suhu tubuh, tempat sampah, penanda jaga jarak, dan lainnya.

Daya tarik kawasan wisata Gunung Agung yang mencakup wilayah Desa Besakih dan Desa Rendang dengan segala potensi wisatanya ini belum memiliki paket wisata terintegrasi, maka penelitian ini mengusulkan adanya paket wisata yang akan mengintegrasikan sejumlah daya tarik wisata di dua desa ini. Adapun paket wisata terintegrasi yang ditawarkan adalah sebagai berikut :

  • 1.    Paket Wisata Alam

Pada paket wisata alam ini akan menawarkan kunjungan ke potensi wisata alam yang berada di lereng barat daya Gunung Agung ini. Pengunjung dapat melakukan pendakian ke puncak Gunung Agung melalui jalur lereng barat daya

Gunung Agung ini atau tepatnya melalui Pura Agung Besakih. Setelah mendaki Gunung Agung, pengunjung dapat memilih berkunjung ke Taman Edelweiss atau Taman Jinja untuk beristirahat dan melepas penat dengan menikmati pemandangan hamparan bunga Kasna yang menjadi bunga khas Desa Besakih. Selanjutnya pengunjung dapat menikmati pemandian Telaga Surya di Desa Rendang.

  • 2.    Paket Wisata Budaya

Pada paket wisata budaya, pengunjung dapat mengunjungi Pondok Klasik untuk melihat percontohan rumah klasik Bali dan dapat berswafoto di pondok tersebut. Selanjutnya pengunjung dapat berkunjung ke Pura Agung Besakih yang merupakan komplek terbessr di Bali. Pengunjung dapat mengenal lebih jauh tentang sejarah Pura Agung Besakih, hubungan Pura Besakih dengan Gunung Agung, serta mengenal lebih jauh kebudayaan maupun adat istiadat yang berlaku di desa setempat. Daya tarik wisata terakhir yang dapat dikunjungi dalam paket wisata ini adalah ke Taman Gumi Banten untuk menikmati keindahan taman serta melihat dan mengenal tanaman yang biasanya digunakan sebagai sarana upacara oleh umat Hindu Bali serta tanaman khas dari berbagai kerajaan di Nusantara.

Simpulan dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan dan analisis data yang dilakukan, maka dapat disimpulkan potensi wisata yang ditemukan dalam penelitian ini dapat dikategorikan sebagai berikut : (1) Potensi wisata yang sudah berkembang adalah Kawasan Pura Agung Besakih, Taman Edelweiss, Taman Jinja, dan Pemandian Telaga Surya; (2) Potensi wisata yang belum berkembang adalah Pondok Klasik dan Taman Gumi Banten. Dalam pengembangan daya tarik kawasan wisata Gunung Agung terdapat sejumlah kendala yang dihadapi. Kendala tersebut adalah lokasi daya tarik wisata yang menjadi potensi dalam penelitian ini berada di kawasan rawan bencana erupsi Gunung Agung, amenitas atau fasilitas dasar yang belum memadai, akses jalan yang kurang baik, ketersediaan ancillary service atau layanan tambahan termasuk

pengelolaan daya tarik wisata yang belum memadai, serta penurunan kunjungan wisatawan yang drastis akibat pembatasan kunjungan wisatawan mancanegara dan pembatasan mobilitas wisatawan domestik maupun warga lokal dampak dari pandemi Covid-19. Selain itu, hingga saat ini belum terdapat paket wisata yang mengintegrasikan daya tarik wisata yang berada di lereng barat daya Gunung Agung tersebut. Kendala ini pun menjadi penghambat dalam pengembangan daya tarik kawasan wisata Gunung Agung. Untuk mengatasi kendala tersebut dibutuhkan strategi yang harus dilakukan oleh pemerintah, pelaku usaha, masyarakat, dan pihak terkait lainnya sehingga dampak dari kendala yang dialami dapat diminimalisir. Strategi yang dapat dilakukan adalah strategi mitigasi bencana, strategi pengembangan amenitas, strategi peningkatan kualitas aksesibilitas, strategi pengembangan sumber daya manusia pengelola, strategi penerapan protokol CHSE, serta strategi pengemasan paket wisata terintegrasi.

Untuk itu, disarankan perlunya pemeliharaan infrastruktur mitigasi bencana serta eduasi kepada warga dan wisatawan terkait mitigasi bencana, pentingnya percepatan perbaikan infrastruktur serta amenitas atau layanan dasar bagi wisatawan sehingga dapat memberikan kenyamanan bagi wisatawan. Saran lainnya adalah mengadakan pelatihan bagi sumber daya manusia pengelola usaha pariwisata, pekerja pariwisata dan warga terkait lainnya untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada wisatawan. Selain itu, protokol CHSE harus terus ditegakkan dan diawasi oleh pihak terkait untuk memberikan jaminan kesehatan dan keamanan wisatawan yang berkunjung maupun warga setempat serta membuat paket wisata yang mengintegrasikan daya tarik wisata di lereng barat daya Gunung Agung.

Daftar Pustaka

Aquino. 2015. Understanding visitor perspectives on volcano tourism at Mount Pinatubo, Phillipines: A mixed methods study.

Arida, I Nyoman Sukma. 2016. Dinamika Ekowisata Tri Ning Tri di Bali. Denpasar. Kerjasama Fakultas Pariwisata dan Pustaka Larasan.

Bhaskara, Gde Indra. 2017. Gunung Berapi dan Pariwisata : Bermain dengan Api. Jurnal Analisis Pariwisata. Vol.17.

Cooper, Chris., et al. 1993. Tourism Principles & Practice. United Kingdom: Longman Group Limited.

Cooper, Chris., et al.1997, Tourism Planning: Basics Concept Cases. Singapore. Prentice Hall.

Grattan, J., & Torrence, R. (2007). Beyond gloom and doom: The long-term

consequences of volcanic disasters. In J. Grattan & R. Torrence (Eds.), Living under the shadow: The cultural impacts of volcanic eruptions (pp. 1-18). Walnut Creek: Left Coast Press.

McIntrye, George, 1993. A Tourism and the environment publication. Madrid, Spain: World Tourism Organization

Nova, Firsan. 2011. Crisis Public Relations. Jakarta: Raja Grafindo

Paturusi, S.A. 2008. Perencanaan Kawasan Pariwisata. Denpasar: Press UNUD. Peraturan Menteri Nomor 10 Tahun 2019 tentang Manajemen Krisis Kepariwisataan. Purwanto, Iwan. 2007. Manajemen Strategi. Bandung. CV Yrama Widya.

Yoeti, Oka A. 1998. Anatomi Pariwisata, Bandung : Angkasa.

http://www.volcano-tourism.net/ diakses pada tanggal 28 November 2017 pukul 22.00 WITA

https://news.detik.com/berita/d-3860026/status-gunung-agung-bali-turun-jadi-siaga-bali- aman diakses pada 27 September 2020 pukul 10.40 WITA

https://chse.kemenparekraf.go.id/sign-up diakses pada 8 Agustus 2021

Profil Penulis

Tjok Istri Priti Mahendradevi, S.Tr.Par., M.Par adalah alumnus Program Studi Magister Pariwisata Fakultas Pariwisata Universitas Udayana. Menyelesaikan Pendidikan Diploma IV pada Program Studi Manajemen Kepariwisataan di Jurusan Kepariwisataan Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali (Poltekpar Bali) pada tahun 2016. Pada tahun 2016 melanjutkan program Magister Pariwisata di Universitas Udayana dan tamat pada 2022. Email : [email protected].

Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt adalah guru besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana. Darma menulis beberapa artikel di jurnal internasionaldan beberapa buku biografi tokoh pariwisata Bali, serta menyunting beberapa buku, termasuk Pariwisata Berbasis Masyarakat Model Bali (2015) dan bersama Siobhan Campbell mengedit buku Recent Development in Bali Tourism Culture, Heritage, and Landscape in an Open Fotress (2015). Bersama Dian Sastri Pitanatri, Darma menulis buku Wisata Kuliner, Atribut Baru Destinasi Ubud (2016). Email: [email protected].

Dr. Drs. I Nyoman Sunarta, M.Si. menyelesaikan Pendidikan S1 di Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (1986), S2 di Ilmu Lingkungan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (1994) dan Pendidikan S3 Kajian Pariwisata Universitas Udayana (2015). Pernah mengikuti Short Course Integrated Coastal Zone Planning and Management di James Cook University Townsville, Australia tahun 1997. Pernah menjadi Sekretaris PPLH Universitas Udayana 1998-2002. Pada saat yang sama ditugaskan sebagai tim Ahli Pembangunan Bali dan Kota Denpasar. Beberapa tulisannya dimuat di berbagai jurnal nasional dan internasional. Ia juga aktif berbicara dan mempresentasikan pemikirannya dalam berbagai konferensi di dalam maupun luar negeri. Email : [email protected].

JUMPA Volume 8, Nomor 2, Januari 2022

259