OBSERVASI PENERIMAAN SOSIAL BERBASIS APLIKASI REALITAS TERTAMBAH DI BAMBOO BAR SANUR

Prima Yudhistira

Program Studi Magister Pariwisata Universitas Udayana Email: prima.yudhistira@yahoo.com

I Putu Gde Sukaatmaja

Program Studi Magister Pariwisata Universitas Udayana Email: sukaatmadja@unud.ac.id

Gde Indra Bhaskara

Program Studi Magister Pariwisata Universitas Udayana Email: gbhaskara@unud.ac.id

ABSTRACT

The opening of internet access to the public in 1991 pushed information into people's daily needs (Birger, 1997). Telephone manufacturers adopt the internet naturally in their products by launching mobile phones that have evolved into smartphones (Ira, 2012), allowing the internet to be accessed all the time. Economic aspects soon followed, assimilated in cyberspace into E-commerce that allows transactions of goods and services in cyberspace (Botha et at., 2008). In the world of tourism, the use of modern technology has become a necessity for many destinations to remain competitive and attractive to modern tourists. A form of new technology that is increasingly being used in public spaces is Augmented Reality (AR). Augmented reality technology allows users to receive information in the form of a display that contains a combination of real and virtual objects in the real world in real time. Technology is accessed via an app that is installed on a smartphone.This research aims to analyze the role of behavioral intention based on augmented reality applications in mediating the effect of perceived usefulness and perceived ease of use on the actual system use in bamboo bar Sanur. An augmented reality prototype application was developed specifically for this research. Quantification of human behavior is possible by combining the branch of psychology theory of planned behavior with e-commerce based mobile computing context (Imielinski & Korth, 1996).

Keywords: behavioral intention, aplikasi, augmented reality, smartphone, e-commerce, TAM, Mobile computing Text

Pendahuluan

Pariwisata dan teknologi merupakan dua hal yang berjalan beriringan dan berasimilasi. Sejarah mencatat bahwa sebelum pariwisata menjelma menjadi salah satu sektor industri terbesar, teknologi transportasi memegang peranan penting dalam menumbuhkan minat orang untuk bepergian. Konsep teologi berkembang pesat di jaman pertengahan, iman mendorong orang untuk berziarah, menumbuhkan tradisi berziarah ke tempat-tempat suci menjadi dasar pariwisata ziarah modern dengan tujuan kota-kota suci yang tersebar di seluruh pelosok dunia. Pariwisata ziarah dilakukan untuk memahami dan menghargai agama melalui pengalaman nyata, merasa aman tentang keyakinan agama dan terhubung secara pribadi dengan kota-kota dan tempat suci yang dikunjungi (Aruljothi, 2014).

Dekade 1920 yang penuh kemakmuran menyaksikan booming pertama yang nyata di industri perhotelan. Banyak hotel didirikan dalam dekade ini, pada tahun 1923 para arsitek Marchisio dan Prost membangun hotel La Mamounia dengan konsep resor taman (garden resort) di jantung kota Marrakesh, Maroko yang selama beberapa dekade dianggap sebagai hotel terindah di dunia. La Mamounia melegenda karena sejarahnya yang mencatat pernah dikunjungi oleh nama-nama besar dunia, mulai dari Winston Chruchill sampai Paul McCartney. Hotel dibangun tidak hanya di kota-kota, melainkan juga di pegunungan. Nama-nama seperti Saint-Moritz, Gstaad, Montana masih bertahan sampai saat ini, menyambut tamu dari seluruh dunia.

Setelah perang dunia ke 2 berakhir tahun 1945, dekade 1950 menyaksikan boom kedua di industri perhotelan. Gilbert Trigano, seorang pengusaha Perancis menciptakan konsep dan membangun “klub desa” (village club) bernama Club Méditerranée yang revolusioner. Dekade ini juga menyaksikan pembangunan hotel kasino pertama serta masa dimana perusahaan penerbangan mulai mengembangkan hotel mereka sendiri (DeHony, 2014).

Ledakan ketiga dalam industri perhotelan dimulai pada tahun 1980, ditandai oleh pemasaran yang lebih inventif dan pengembangan hotel yang semakin disesuaikan dengan jenis pelanggan tertentu. Tren ini mendorong pembangunan hotel dekat bandara, hotel untuk konferensi, hotel kesehatan, hotel liburan ski, desa liburan, dan hotel marina. Sistem Manajemen Properti (Property Management System atau PMS) pertama (Fidelio, Hogatex) muncul di pasar perhotelan. Teknologi mulai membuat dampak di awal tahun sembilan puluhan, ditandai oleh resesi dalam bisnis hotel disebabkan oleh pengurangan anggaran perjalanan multinasional dan krisis yang berkembang di Teluk (Pizam, 2010).Perang Teluk menciptakan rasa ketidakamanan yang besarbagi individu maupun bisnis. Tahun 1991 dianggap sebagai tahun hitam dalam perdagangan hotel yang memaksa para pelaku bisnis perhotelan untuk menjadi lebih kreatif dalam menemukan cara menarik tamu (menciptakan program khusus, penawaran untuk "frequent travellers" serta sistem reservasi dengan kinerja tinggi). Sistem reservasi menjadi lebih efisien dan menawarkan dimensi baru kepada pihak hotel dalam penciptaan loyalitas pelanggan berbentuk database. Catatan dari setiap riwayat pribadi tamu telah membantu menciptakan program pemasaran individual dan telah memungkinkan hotel untuk memenuhi kebutuhan pribadi tamu dari saat kedatangan sampai keberangkatan tamu.

Setiap era memiliki sinergi sendiri; era millenium melahirkan ponsel cerdas (smartphone) yang mampu merangkum proses panjang transaksi kamar hotel menjadi beberapa ketuk melalui aplikasi agen perjalanan online (Online Travel Agent atau OTA) yang bisa diunduh gratis. Di zaman modern ini, saat pariwisata sudah menjadi industri yang mencakup hampir semua aspek kehidupan, teknologi tidak hanya berperan sebagai faktor yang mempermudah proses transaksi kamar akomodasi, tetapi juga menambah pengalaman yang bisa didapat dari kegiatan wisata, mulai dari foto dan video dari ranah teknologi digital sampai teknologi perjalanan (TravelTechnology) yang mencakup aplikasi internet, sistem komputer,

komunikasi sampai teknologi yang digunakan agen perjalanan untuk mendistribusikan kamar kepada calon tamu lewat kanal online.

Hal ini dimungkinkan dengan semakin berkembangnya aplikasi bisnis ECommerce (perdagangan elektronik) sejak dikenalkan pada pertengahan 1990 berasimilasi dan diadopsi sempurna oleh teknologi smartphone yang dalam perkembangannya saat ini diistilahkan dengan nama mobile commerce (Swilley, 2015). Salah satu aspek dari teknologi perjalanan yang berkembang pesat akhir-akhir ini adalah teknologi Augmented Reality (augmented reality) atau teknologi realitas tertambah (RT). Augmented Reality (AR) adalah pengalaman interaktif dari lingkungan dunia nyata di mana objek yang berada di dunia nyata ditingkatkan oleh informasi perseptual yang dihasilkan komputer, terkadang lewat bantuan berbagai modalitas sensorik (penglihatan, pendengaran, sentuhan, sensasi, dan penciuman). Informasi sensor yang melapisi sebuah objek dapat bersifat konstruktif maupun destruktif. Pengalaman ini terjalin dengan mulus dengan dunia fisik sehingga dianggap sebagai aspek mendalam dari lingkungan nyata. Dengan cara ini, Augmented Reality mengubah persepsi seseorang yang berkelanjutan tentang lingkungan dunia nyata. Dengan kata lain, Augmented Reality adalah penggabungan benda-benda nyata dan maya di lingkungan nyata yang berjalan secara interaktif dalam waktu nyata dengan integrasi antar benda dalam tiga dimensi (Azuma, 1997).

Augmented Reality bekerja menggunakan prinsip dasar dari navigasi yang disebut marker atau penanda. Konsep marker mulai dikenal dan digunakan secara luas sejak penggunaannya terintegrasi dengan GPS (Global Positioning System) yang terdapat pada aplikasi peta pada telepon genggam. GPS dapat mengetahui keberadaan penggunanya pada setiap waktu.

Selain digunakan dalam bidang-bidang seperti sosial, video game, praktek kesehatan, industri manufaktur, latihan penerbangan dan militer augmented reality juga telah diaplikasikan dalam perangkat-perangkat yang digunakan orang banyak, seperti pada telepon genggam yang sekarang dikenal dengan nama telepon genggam pintar (smartphone). Namun, meskipun teknologi augmented reality telah ada selama lebih dari 10 tahun, pengaplikasian konsep ini dalam industri pariwisata masih cukup baru dan belum sepenuhnya dikembangkan.

Dengan kaitannya terhadap pariwisata, teknologi ini membantu pelaku pariwisata dalam banyak hal; mulai dari menambah pengalaman wisata dalam bentuk pendidikan sejarah sampai menunjukkan arah ke tempat-tempat wisata. Teknologi ini dieksploitasi melalui aplikasi yang terkoneksi dengan internet dan diakses melalui smartphone.

Industri keramahtamahan (hospitality) merupakan salah satu fokus dari industri pariwisata dan dibangun dari banyak elemen pendukung seperti aspek kanal distribusi kamar (room distribution channel) yang saat ini sudah banyak terintegrasi dengan konsep sistem manajemen properti dan pengelolaan hubungan pelanggan (Customer Relationship Management atau CRM). Integrasi ini umum ditemui pada pada chain hotel internasional dengan tujuan memberikan layanan berorientasi pengguna (user oriented) yang efektif dan efisien berbasis aplikasi smartphone sehingga mampu merangkum semua proses yang dilakukan saat seseorang menginap di sebuah properti serta hubungannya dengan departemen yang terkait di properti. Mulai dari proses pemesanan kamar dan check-in yang terkait dengan departemen Front Office, Reservation dan Housekeeping, memesan makanan dan minuman di gerai properti (terkait dengan departemen Food and Beverage), mengajukan permintaan penawaran dan komplain secara langsung sampai proses check-out dan memberikan ulasan di website dan media sosial (terkait dengan departemen Sales & Marketing) (Goldenberg, 2015).

Dalam hubungannya dengan aspek pemasaran (marketing) dan CRM, delapan properti Marriot International di Karibia dan Amerika Latin sedang dalam tahap akhir mengembangkan teknologi augmented reality yang memungkinkan tamu merasakan pengalaman 360° Virtual Reality (Realitas Virtual) dari smartphone (HotelGuru, 2018). Aplikasi ini bernama “Paradise by Marriot” (Paradise by Marriot, 2018).

Dalam pengembangan dan penggunaannya, sebuah aplikasi akan memberikan dampak pada aspek penerimaan, baik teknologi maupun pengguna. Observasi perlu dilakukan agar tingkat penerimaan teknologi di dalam keseharian masyarakat dapat diamati. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis aspek penerimaan pengguna terhadap teknologi prototype aplikasi augmented reality berbasiskan ponsel cerdas yang akan memberikan wawasan untuk pengembangan aplikasi dengan konsep sejenis di masa depan. Konsep yang digunakan adalah Model Penerimaan Teknologi (Technology Acceptance Model atau TAM) yang dimodifikasi (Wu dan Wang, 2005).

Teori dan Metode

Technology Acceptance Model (TAM) atau Model Penerimaan Teknologi dipilih menjadi landasan teori penelitian. Konsep Penerimaan Teknologi (Technology Acceptance) didefinisikan oleh Louho et al., 2006 dan dalam Rasimah et al., 2011 sebagai cara orang melihat, menerima, dan mengadopsi penggunaan teknologi. Model penerimaan teknologi digunakan untuk menjelaskan bagaimana pengguna dapat menggunakan atau menerima teknologi tertentu. Model ini berasal dari gabungan disiplin ilmu psikologi, sistem informasi dan sosiologi.

Fungsi utama model penerimaan teknologi adalah menjelaskan dan memperkirakan penerimaan pengguna terhadap suatu sistem informasi. Model tersebut menyediakan basis teoritis untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penerimaan terhadap suatu teknologi dalam suatu organisasi.

Model penerimaan teknologi menjelaskan hubungan sebab akibat antara keyakinan (akan manfaat suatu sistem informasi dan kemudahan penggunaannya) dan perilaku.

Terdapat dua faktor yang secara dominan mempengaruhi integrasi teknologi pada model penerimaan teknologi. Faktor pertama adalah persepsi pengguna terhadap manfaat teknologi (Perceived Usefulness) yang didefinisikan oleh Fred Davis sebagai "sejauh mana seseorang percaya bahwa menggunakan sistem tertentu akan meningkatkan kinerja pekerjaannya". Faktor kedua adalah persepsi pengguna terhadap kemudahan penggunaan teknologi (Perceived Ease of Use) yang didefinisikan Fred Davis sebagai "Sejauh mana seseorang percaya bahwa menggunakan sistem tertentu akan bebas dari usaha" (Davis, 1989). Kedua faktor tersebut mempengaruhi kemauan untuk memanfaatkan teknologi (Usefulness).Model penerimaan teknologi memiliki dua tujuan, yaitu meningkatkan pemahaman terhadap proses penerimaan dan memberikan wawasan teoritis baru ke dalam desain dan implementasi sistem informasi. Tujuan kedua adalah menyediakan landasan teoretis untuk metodologi pengujian penerimaan pengguna praktis yang akan memungkinkan perancang dan pelaksana sistem untuk mengevaluasi sistem baru yang diusulkan sebelum penerapannya (Davis, 1986).

Untuk tujuan penelitian, penulis menggunakan model penerimaan teknologi yang dimodifikasi dan digunakan dalam penelitian sebelumya oleh Wu dan Wang (2005). Model Penerimaan Teknologi yang digunakan adalah model tanpa menggunakan konstruk teoritis biaya dan risiko. Model ini dipilih penulis karena Model Penerimaan Teknologi asli berfokus pada penerimaan penggunaan sistem komputer untuk para manajer, yang bertujuan untuk menjelaskan perilaku pengguna yang tidak menjadi prioritas dalam penelitian ini.

Dalam versi modifikasi, model penerimaan teknologi mampu memberikan pemahaman yang lebih baik tentang penerimaan aplikasi prototype seluler yang mengarah pada penggunaan produk yang sebenarnya.

Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian kuantitatif, dimana informasi atau data yang dikumpulkan lewat penyebaran kuesioner dalam bentuk angka dianalisis dengan analisis statistik. Tujuan dari penelitian kuantitatif adalah mengembangkan dan menggunakan model matematika, teori, dan hipotesis berkaitan dengan fenomena yang diteliti. Proses pengukuran merupakan pusat penelitian kuantitatif, karena menyediakan koneksi mendasar antara pengamatan empiris dan ekspresi matematika dari hubungan kuantitatif. Metode penelitian ini berbentuk expost facto; meneliti fenomena yang sudah terjadi sebelum penelitian dilaksanakan. Peneliti menggunakan pendekatan TAM (Technology Acceptance Model) yang sudah dimodifikasi dengan tujuan agar hipotesis mencerminkan proses pembentukan persepsi yang dimediasi perilaku niat untuk sampai pada penggunaan aktual sistem aplikasi. Data penelitian ini diperoleh dengan cara menyebarkan kuesioner kepada pengunjung Bamboo Bar yang berlokasi di dalam Hotel Prama Sanur Beach.

Variabel yang digunakan pada penelitian ini meliputi pengalaman penggunaan smartphone, kompatibilitas, pengalaman penggunaan aplikasi sejenis, persepsi kegunaan, persepsi kemudahan penggunaan, perilaku niat dan pengunduhan aplikasi yang kemudian dicari indikator-indikatornya untuk dipakai

menjadi dasar dalam menyusun butir-butir soal yang digunakan untuk memperoleh informasi dari pengunjung Bamboo Bar yang menjadi lokasi penelitian.

Untuk memberikan kesamaan pandangan, pendapat, dan memberikan arah yang jelas serta kajian yang lebih mendalam terhadap masalah yang dipecahkan, maka perlu diberikan penjelasan mengenai definisi operasional masing-masing variabel yang terlibat dalam penelitian ini, yaitu Persepsi Kegunaan (Perceived Usefulness), Persepsi Kemudahan Penggunaan (Perceived Ease of Use), Intensi Penggunaan (Behavioral Intention), dan Penggunaan Aktual Sistem Aplikasi (Actual Application System Use) yang kemudian disusun menjadi lima hipotesis seperti gambar dibawah ini;

Hasil dan Pembahasan

Terdapat beberapa ujian yang dilakukan dalam penelitian ini, merujuk dari metode analisis jalur (Path Analysis) yang digunakan untuk mencapai simpulan. Langkah pertama adalah melakukan uji validitas instrumen penelitian untuk memastikan hasil penelitian. Pengujian validitas dilakukan dengan melihat nilai Corrected Item – Total Correlation masing-masing item pertanyaan. Jika nilai Corrected Item – Total Correlation > 0,3 maka item pertanyaan dikatakan valid, sedangkan jika nilai Corrected Item – Total Correlation < 0,3 maka item pertanyaan dikatakan tidak valid. Data uji validitas yang diperoleh menunjukkan semua item pertanyaan yang

terdapat dalam kuesioner valid; semua item pernyataan mempunyai nilai Corrected Item – Total Correlation > 0,3.

Pengujian selanjutnya adalah uji reliabilitas instrumen penelitian yang digunakan untuk melihat tingkat konsistensi responden dalam memberikan jawaban dari waktu ke waktu yang dilanjutkan dengan Uji Asumsi Klasik Regresi Sub Struktur 1 dan Sub Struktur 2 yang terdiri dari Uji Normalitas Data, Uji Multikolinearitas dan Uji Heterokedastisitas. Setelah pengujian awal dilakukan, dilanjutkan dengan menghitung koefisien jalur untuk menghitung pengaruh variabel penelitian. Variabel pemediasi dihitung pengaruhnya dengan uji Sobel.

Hasil temuan penelitian menjelaskan seluruh variabel yang diteliti dalam bentuk hipotesis berpengaruh positif signifikan, memperkuat penelitian sebelumnya yang dilakukan Vrablova dan Kalinic (2015), Harmon (2015), Wardhana (2015), Fadil (2009) dan Noviandini (2012). Penggunaan model TAM yang dimodifikasi tidak mempengaruhi hasil penelitian dengan penelitian sebelumnya.

Dalam konteks implikasi praktis yang didasarkan dari hasil penelitian, pihak manajemen disarankan untuk melanjutkan proses penyelesaian prototype aplikasi augmented reality dan melakukan pemasaran aplikasi pada lokasi penelitian. Penyediaan portal khusus di gerai dan lobby hotel untuk mempermudah proses transaksi dan pengunduhan aplikasi serta penempatan karyawan berdedikasi untuk menjelaskan kegunaan dan fitur aplikasi menjadi keharusan mengingat hasil penelitian menunjukkan hubungan antar variabel yang memediasi persepsi masih perlu meningkatkan performa.Oleh karena keterbatasan referensi yang dibaca maka penelitian ini belum melakukan penelitian variabel pengaruh perilaku niat (behavioral intention) dalam memediasi persepsi kegunaan (perceived usefulness) terhadap persepsi kemudahan penggunaan (perceived ease of use) begitu pula peran perilaku niat (behavioral intention) dalam memediasi persepsi kemudahan penggunaan (perceived ease of use) terhadap persepsi kegunaan (perceived

usefulness). Keterbatasan dalam menggunakan sistem operasi menjadikan aplikasi prototype augmented reality yang digunakan dalam penelitian hanya bisa diunduh oleh pengguna sistem operasi berbasiskan Android. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengakomodasi hal ini agar aplikasi bisa digunakan khayalak lebih luas.

Kesimpulan

Tujuan dari tesis ini adalah menyelidiki persepsi pengguna terhadap aplikasi seluler prototype Augmented Reality yang dilakukan dengan penerapan Model Penerimaan Teknologi (Technology Acceptance Model) yang sedikit dimodifikasi dengan fokus utama pada persepsi kegunaan yang dirasakan, persepsi kemudahan penggunaan dan apakah kedua persepsi tersebut memiliki pengaruh terhadap niat penggunaan yang merujuk pada keputusan pengguna dalam melakukan penggunaan aktual sebuah sistem aplikasi. Di masa depan, aplikasi seluler prototype Augmented Reality akan populer digunakan.

Model Penerimaan Teknologi telah banyak dikritik karena kurangnya studi longitudinal dan kurangnya fleksibilitas mengenai intensitas konteks penggunaan yang berbeda (mengadopsi teknologi dan kemudian meninggalkannya atau sebaliknya). Namun, model ini adalah yang paling cocok untuk menyelidiki persepsi alat informatif gratis (app) karena adaptasinya yang luas pada teknologi informatif tetapi juga karena aplikasi seluler merupakan fenomena dengan penggunaan beberapa tahun.

Tantangan terbesar penelitian ini adalah kurangnya pengetahuan responden terhadap konsep dasar penelitian. Hal ini diatasi dengan memberikan penjelasan singkat mengenai teknologi Augmented Reality dalam bentuk video serta contoh beberapa aplikasi yang menggunakan teknologi Augmented Reality saat proses pengambilan data dilakukan.

Namun, pentingnya manfaat yang dirasakan dan kemudahan penggunaan yang dirasakan terbukti menjadi elemen yang paling penting dalam persepsi aplikasi seluler prototype Augmented Reality dengan asumsi konsekuensial bahwa sikap positif terhadap aplikasi didorong oleh niat penggunaan dan kemampuannya untuk membuat keputusan terus menggunakan aplikasi.

Setelah ledakan gelembung worldwide web (dot-com boom) pada awal abad dan konsolidasi pasar, perkembangan cepat teknologi seluler membawa kekuatan revitalisasi baru. Berbeda dengan situs web yang merupakan alat informasi massal yang agak statis, aplikasi seluler menawarkan pendekatan yang lebih fleksibel. Suatu pendekatan yang menjadikan mereka alat yang berharga untuk berbagai tugas tetapi terutama untuk mengembangkan hubungan dengan pelanggan (Bong Na, Marshall dan Keller, 1999).

Kurangnya pengetahuan responden agak menyulitkan penulis dalam penelitian ini, ada dua petunjuk kuat tentang korelasi gender dan persepsi aplikasi. Pertama, jenis kelamin perempuan tampaknya mempersepsikan aplikasi informatif lebih bermanfaat. Meskipun tidak ada studi yang dapat diandalkan yang dilakukan tentang perbedaan pendekatan terhadap aplikasi seluler terkait jenis kelamin, data sekunder menunjukkan perbedaan dalam penggunaan aplikasi informatif mungkin setinggi 20% untuk mendukung wanita. Kedua, hasil analisis data menunjukkan jenis kelamin perempuan juga memiliki kecenderungan untuk memiliki kesadaran yang lebih tinggi tentang masalah privasi terkait aplikasi seluler.

Meskipun penelitian ini tidak berfokus pada perbedaan gender, temuan penelitian menekankan perlunya penelitian lebih lanjut. Secara konsekuen, hasil analisis menunjukkan bahwa aplikasi informatif yang mengoptimalkan pada gender dapat menjadi tujuan penelitian lanjutan di masa depan. Penulis juga menemukan bahwa pekerjaan adalah faktor penting yang menentukan bagaimana aplikasi seluler prototype Augmented Reality dipersepsikan, membuka kesempatan untuk

penelitian lebih lanjut sebagai bagian dari strategi komunikasi pemasaran perusahaan.

Temuan yang paling penting dari penelitian ini adalah korelasi yang ditemukan dalam hubungan antara persepsi kegunaan yang dirasakan, persepsi kemudahan penggunaan dan niat perilaku. Kedua konstruk mengenai keputusan penggunaan yang lebih cepat dan proses belajar yang mudah dianggap mengarah ke perilaku positif terhadap aplikasi.

Oleh karena itu, aplikasi yang informatif harus fokus pada kemudahan penggunaan untuk mendapatkan manfaat dari kata positif dari mulut ke mulut. Fakta ini sangat penting dewasa ini karena efek media sosial yang telah sangat meningkatkan volume dan kecepatan arus informasi. Pada akhirnya akan menghasilkan peningkatan penggunaan aplikasi karena akan dianggap sebagai alat gratis yang berharga.

Daftar Pustaka

Aruljothi, C., Ramaswamy, S. 2014. “Pilgrimage Tourism: Socio-Economic Analysis”.

MJP Publishers. ISBN 978-81-8094-211-1. p. 42

Azuma, R., (August 1997). A Survey of Augmented Reality. Presence: Teleoperators and Virtual Environments. CHCSJournal:Vol. 6 No. 4, p. 355–385

Botha, J.; Bothma, C.; Geldenhuys, P. (2008). Managing E-commerce in Business.

Cape Town: Juta and Company Ltd. p. 3. ISBN 9780702173042. p. 24

Davis, F. D., 1989.Perceived Usefulness, Perceived Ease of Use, and User Acceptance of Information Technology, MIS Quarterly: Vol. 13. p. 319–340

DeHony, JJT., 2014. “Life in the Hotel: Hotel History”. Xlibris LLC. ISBN 978-1-49316078-5. p. 12

Hjørland, Birger (1997). Information seeking and subject representation. An activity-theoretical approach to information science. Westport, CO: Greenwood Press.

Goldenberg, BJ., 2015. “The Definitive Guide to Social CRM: Maximizing Customer Relationships with Social Media to Gain Market Insights, Customers, and Profits”. Pearson Education. ISBN 0134133900, 9780134133904. p. 66

Gurevich, P. (2003). TeleAdvisor: a versatile augmented reality tool for remote assistance. IBM Haifa Research LabMt. Carmel, Haifa, 31905, Israel.

Louho, R., Kallioja, M., Oittinen, P. (2006). Factors Affecting the Use of Hybrid Media Applications. Helsinki University of Technology, Department of Automation and Systems Technology, Media Technology Laboratory P.O.Box 5500, FIN-02015 HUT, Finland, http://www.media.tkk.fi

Pizam, A. 2010. “International Encyclopedia of Hospitality Management”. Butterworth-Heinemann. ISBN 1856177149, 9781856177146. p. 72

Rasimah, C et al. (2011). Factors Affecting Undergraduates’ Acceptance of Educational Game: An Application of Technology Acceptance Model (TAM). Journal of Insitut Teknologi Darul Takzim INSTEDT, Kota Tinggi, Johor, Malaysia.

Sager, Ira (June 29, 2012). "Before IPhone and Android Came Simon, the First

Smartphones". Bloomberg Businessweek. Bloomberg L.P. Retrieved June 30, 2012.

Sugiyono. 2014. Cara Mudah Menyusun Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Bandung: Anggota Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI). p. 16

Swilley, E. 2015. “Mobile Commerce: How It Contrasts, Challenges, and Enhances

Electronic Commerce”. Business Expert Press. ISBN 1606498452, 9781606498453. p. 89

T. Imielinski; H.F. Korth (Eds.) (1996). Mobile Computing. Kluwer Academic Publishers, 1996.

Wu, J. and Wang, S., 2005. What Drives Mobile Commerce? An Empirical Evaluation of the Revised Technology Acceptance Model.London : Elsevier. p.10

Ucapan Terimakasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. I Gusti Ayu Oka Suryawardani, M.Mgt., Ph.D selaku Koordinator Program Studi Magister Kajian Pariwisata. Selain itu, penulis juga berterima kasih atas arahan Bapak Dr. Putu Gde Sukaatmaja, SE.,MP. selaku pembimbing I dan Bapak Gde Indra Bhaskara, M.Sc.,Ph.D. selaku pembimbing II serta materi perkuliahan tentang teknologi realitas tertambah pada mata kuliah Kapita Selekta Pariwisata yang menginspirasi penelitian ini.

Profil Penulis

Prima Yudhistira lahir di Medan, 25 Januari 1984. Menyelesaikan pendidikan S1 pada Program Studi Ilmu Akuntansi di Universitas Udayana tahun 2007. Kemudian melanjutkan studinya ke Program Magister Kajian Pariwisata di Universitas Udayana tahun 2016. Aktif dalam industri pariwisata sejak tahun 2009, berspesialisasi pada E-commerce dan RevenueManagement.

Dr. I Putu Gde Sukaatmaja, SE, MP adalah dosen tetap di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana. Beliau menyelesaikan pendidikan S1 di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana pada tahun 1985 sebelum melanjutkan studinya untuk mendapatkan gelar Master di bidang Manajemen Agribisnis (MP) dari Universitas Padjajaran dan lulus pada tahun 1994. Beberapa tahun kemudian beliau mendapat gelar doktor di bidang Manajemen Pemasaran Pariwisata dari Universitas Padjajaran, lulus tahun 2001. Selain mengajar di S1, S2 dan S3 Manajemen, beliau juga aktif mengajar di S2 dan S3 Pariwisata Universitas Udayana.

Gde Indra Bhaskara SST. Par, MSc., Ph.D adalah dosen tetap Universitas Udayana kelahiran 19 Desember 1978. Beliau menamatkan sekolahnya di STP Nusa Dua Bali pada tahun 2001 kemudian melanjutkan program Master ke Bournemouth University pada tahun 2002-2004. Sekembalinya dari Inggris, beliau bekerja pada

HES Global, sebuah perusahaan terkemuka yang memfokuskan dalam mencari dan menempatkan eksekutif perusahaan di seluruh dunia pada industri perhotelan dan jasa, pada kurun waktu 2004-2006. Pada periode berikutnya, beliau mengajar di Manajemen Perhotelan Indonesia yang dikenal dengan nama MAPINDO. Menghabiskan waktu dua tahun disana, pada tahun 2008 diterima di Universitas Udayana sebagai dosen tetap. Pada tahun 2010 beliau mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan S3 ke Bournemouth University di tahun 2010. Ketertarikannya pada teknologi menjadikan beliau seorang dosen dengan metode mengajar yang unik; selalu mencoba untuk menyelaraskan perkembangan teknologi termutakhir dengan aspek pariwisata dan mempraktekkannya di kelas.

JUMPA Volume 6, Nomor 2, Januari 2020

349