ANALISIS EFISIENSI SUMBER DAYA DAN PRODUKSI BERSIH DI DESA WISATA PULESARI, SLEMAN, YOGYAKARTA

Muhammad Dzulkifli

Politeknik Negeri Jember dzulkifli@polije.ac.id

Jussac Maulana Masjhoer

Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarrukmo jussacmaulana@stipram.ac.id

ABSTRACT

This study aims to describe the results of the Resource Efficiency and Cleaner Production (RECP) analysis based on the RECP assessment indicators from UNIDO and to give RECP recommendations based on the result of the assessment. The analysis shows that in the management of Desa Wisata Pulesari (Dewi Pule), there are three main activities that uses many resources, namely homestay, Dasa Wisma kitchen and Pendopo. The result says, inefficiencies of energy were found in kitchens and homestays. The use of energy in homestays can be saved by replacing ordinary lamps with LED lights. Efficiency in the kitchen can be done by using magnets on the gas hose and using a healthy energy efficient stove (TSHE) stove. From the results of these recommendations, Dewi Pule has the potential to reduce carbon by 65,279.9 CO2eq kg / year and in terms of economy Dewi Pule has the potential to save a total of IDR 33,412,106 / year. The assessment and application of RECP in a tourism village requires adjustments to the indicators. This is because the character of the resources and energy use in tourism villages is very different from the industries that have implemented the RECP method from UNIDO.

Keywords: Efisiensi Sumberdaya, Produksi Bersih, Desa Wisata, Pulesari

Pendahuluan

Pariwisata berbasis masyarakat (CBT) adalah salah satu bentuk usaha pariwisata yang lekat dengan masyarakat, memberdayakan masyarakat lokal, mengelola pertumbuhan pariwisata dan mencapai kesejahteraan mereka, pariwisata berbasis komunitas termasuk dalam kerangka pembangunan yang berkelanjutan secara ekonomi, sosial dan lingkungan (Krisnani & Darwis, 2010; Caribbean Tourism

Organization, 2003; Sustainable Tourism Cooperative Research Centre, 2010). Pariwisata berbasis masyarakat mendukung konsep pariwisata berkelanjutan yang memperhatikan pertumbuhan ekonomi lokal, konservasi dan apresiasi terhadap kearifan lokal (Syafi & Suwandono, 2015; Zakaria & Suprihardjo, 2014). Di Indonesia, jenis pariwisata berbasis masyarakat direpresentasikan dengan desa wisata, kampung wisata dan atau wisata pedesaan. Pada tahun 2012, Kementerian Pariwisata menargetkan 960 desa wisata di Indonesia (Kemenparekraf, 2012) dengan homestay dan produk budayanya. Kemudian, pada tahun 2017 lalu Kementerian Pariwisata menargetkan kembali sebanyak 20.000 homestay di desa wisata (Astuti, 2017).

Desa wisata merupakan rural tourism atau wisata pedesaan. Beberapa menggunakan istilah ekowisata sebagai konsep, namun intinya adalah memanfaatkan potensi alam, budaya dan buatan, pelibatan masyarakat lokal dalam segala proses kepariwisataan mulai dari perencanaan, pembuat keputusan, pengelolaan dan pengembangan serta pembagian hasil. Desa wisata mendukung prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan dan dinilai sebagai pariwisata inti rakyat dengan konsep lokalitas, gotong royong, musyawarah dan adil (Dewi, Fandeli, & Baiquni, 2013; Priasukmana & Mulyadin, 2001 ; Damanik, 2013).

Desa Wisata Pulesari (Dewi Pule) merupakan salah satu desa wisata berstatus mandiri yang telah ditetapkan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman. Kriteria ini diberikan melihat dari pengelolaan Dewi Pule yang telah memiliki pendapatan sebesar 4.5 milyar di tahun 2018 dengan kunjungan wisatawan mencapai diatas 50.000 orang sejak tahun 2015. Selain itu, Dewi Pule melibatkan sebanyak 80% dari total warganya dalam kegiatan kepariwisataan baik langsung maupun tidak langsung.

Tabel 1. Jumlah Kunjungan dan Pendapatan Desa Wisata Pulesari

Tahun

Jumlah Kunjungan

Jumlah Pendapatan

(Rp)

Wisman

Wisnus

2013

0

6.035

-

2014

14

32.178

-

2015

28

50.271

1.448.500.000

2016

32

52.947

2.159.286.000

2017

47

63.927

3.284.583.000

2018

185

72.738

4.507.846.000

Sumber: Manajemen Dewi Pule, 2019

Produktifitas pariwisata yang terus meningkat di Dewi Pule tentunya tidak lepas dari konsumsi sumberdaya alam dan energi. Wisatawan yang datang menggunakan akan energi yang lebih banyak seperti pengisian daya untuk handphone, kamera, laptop, dan sebagainya. Pemakaian air dan bahan baku makanan pun meningkat menyesuaikan kebutuhan konsumsi wisatawan. Hal ini menggambarkan bagaimana sebuah aktifitas kepariwisataan pada akhirnya menghasilkan limbah baik cair, padat dan gas karbon di sebuah desa wisata (Ahmad, Draz, Su, Ozturk, & Rauf, 2018; Sunlu, 2003).

Program Effisiensi Sumberdaya dan Produksi Bersih (ESPB) merupakan sebuah alat dari United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) yang digunakan untuk menilai penggunaan energi, sumberdaya dan produksi bersih. Program ini bertujuan untuk mengharapkan/menghendaki adanya perubahan sikap dan cara berfikir, sistem pengelolaan lingkungan yang bertanggung jawab dan mengevaluasi pilihan-pilihan teknologi yang digunakan. ESPB juga bertujuan

mengurangi limbah dan emisi, dengan penggunaan bahan dan energi yang lebih efisien, melalui modifikasi dalam proses produksi, bahan, teknis pelaksanaan, produk dan jasa (Berkel, 2014; Hens et al., 2018; UNIDO & UNEP, 2015). Sebelumnya, program ESPB lebih banyak diterapkan dan lebih cocok pada lingkup industri dengan skala besar, namun sebenarnya juga dapat diterapkan pada industri kecil dan menengah. Beberapa studi mengenai ESPB telah dilakukan di berbagai usaha kecil dan menengah (lihat Agyeiwaah, 2019; Berkel, 2014).

Pada dasarnya pengelolaan desa wisata adalah siklus hidup masyarakat di desa dengan segala aktifitas kesehariannya. Sehingga ESPB dapat merujuk pada penilaian ESPB di tingkat rumah tangga. Perbedaan yang menarik adalah aktifitas keseharian di desa akan meningkat seiring jumlah wisatawan yang berkunjung dan menggunakan sumberdaya dan energi dalam memenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu, penelitian ini berusaha untuk menggambarkan penilaian ESPB yang diterapkan sekaligus memberikan rekomendasi mengenai efisiensi sumberdaya, energi dan produksi bersih pada desa wisata.

Metodelogi

Metode penilaian ESPB menggunakan pendekatan yang dimulai dengan mengidentifikasi, kemudian mengevaluasi lalu memberikan rekomendasi, kemudian menerapkan dan membuatnya menjadi program yang berkelanjutan. Penilaian membutuhkan siklus dan perbaikan yang terus menerus. Penilaian ESPB memerlukan data dasar yang terdiri dari penggunaan sumber daya dan energi, limbah dan polusi yang ditimbulkan dari penggunaan energi dan sumberdaya, hunian kamar, dan jumlah tamu. Data-data diperoleh dari catatan pengelola desa wisata dan catatan rumah tangga (pembelian dan pembayaran tagihan, meteran listrik, dll.) observasi dan wawancara.

Metode ESPB menggunakan tiga tahap proses penilaian (assessment), diantaranya yaitu:

Memulai; membuat komitmen dan memastikan keterlibatan manajemen serta staf, mendokumentasikan kinerja data awal serta biaya yang dikeluarkan dengan menggunakan indikator ESPB. Tugas utama dalam fase ini adalah melibatkan manajemen dan staf dan menilai kinerja serta biaya beban dasar.

Menilai Proses Pengoperasian dan Prakteknya di lapangan; dilakukan untuk memetakan, meninjau dan, jika memungkinkan mengidentifikasi tolok ukur kinerja operasional serta memilih bidang dan tindakan prioritas untuk penerapan ESPB. Tugas utama dalam fase ini adalah memetakan aktivitas dan alur proses, memeriksa cara kerja operasional, praktik dan tolok ukur kinerja, serta penetapan prioritas dan tindakan.

Mengembangkan Solusi; ditujukan untuk menyusun daftar ESPB yang layak, memberikan solusi untuk tiap bidang prioritas ESPB yang ditetapkan, penyesuaian opsi-opsi ESPB dan penilaian terhadap teknis pelaksanaan, lingkungan dan kelayakan ekonomi. Tugas utama fase ini adalah pengembangan opsi ESPB dan evaluasi kelayakan.

Hasil dan Pembahasan

Hasil

  • 1.    Situasi Awal

Desa Wisata Pulesari terletak di ujung utara Yogyakarta. Merupakan daerah pertanian dengan dua puluh enam mata air yang mengalir dari dua aliran sungai yang mengapit kampung ini yaitu sungai Bedog Barat sungai Bedog Timur. Sungai digunakan sebagai sumber air untuk mencuci dan mandi para penduduk. Untuk keperluan minum, kebanyakan warga menggunakan air dari sumur dengan kedalaman sekitar 10 meter hingga 15 meter. Dewi Pule terletak di lereng Merapi, berjarak ±12 km dari puncak Gunung Merapi dengan ketinggian sekitar 600-700 mdpl. Sebagian besar warganya adalah petani salak dan peternak ikan air tawar.

Desa wisata Pulesari menawarkan atraksi budaya dan alam seperti tarian tradisional, jelajah sungai, live in (tinggal di rumah warga dan mengikuti aktifitas masyarakat lokal), outbound, fun games dan kuliner lokal. Berdasarkan data manajemen Dewi Pule pada tahun 2018, terdapat 57 homestay dengan 150 kamar, 6 dapur kelompok, 2 Pendopo umum, dan 6 toilet umum. Tidak semua wisatawan menginap di Pulesari, sebagian tamu hanya bermain outbound dan makan siang. Tabel di bawah ini menunjukkan produktivitas Dewi Pule dalam penggunaan sumber daya dan menghasilkan limbah pada tahun 2015:

Tabel 2. Input Sumberdaya dan Limbah Tahun 2015

Input Sumberdaya

Limbah dan Emisi

Total penggunaan material

52849 kg/tahun

Total limbah

2,6 ton/tahun

Total penggunaan energy

569596,15

kWh/tahun

Total emisi

400299      kgCO2-

eq/tahun

Total penggunaan air

4846,3 m3/tahun

Total    limbah

cair

2907,7 m3/tahun

  • 2.    Pemetaan Aktifitas dan Alur

Untuk mengetahui permasalahan dan memberikan solusi dalam penerapan ESPB dimulai dengan inventarisasi kegiatan utama dan pemetaan aliran material, air dan energi. Bagian ini memberikan gambaran lengkap kegiatan kepariwisataan di desa wisata Pulesari yang memiliki pengaruh pada penggunaan sumber daya dan penghasil limbahnya. Peta aktivitas dan alur aktivitas utama ditampilkan pada gambar di bawah ini:

OUTPUTS:

KITCHEN:

KITCHEN

^ Carbon

Effluent

Chemical

Material

5 units gas stove

6 units Blender

12 units lamps


Firewood Electricity Chemical


firewoods


Electricity



6 Kitchens (Dasa Wisma) Traditional Stove Gas Stove Blender Lamps


Food waste

Waste water GHG

Carbon Old equipment ∕ solid

Waste oil




Gambar 1. Alur sumberdaya dan energi di dapur



Gambar 2. Alur sumberdaya dan energi di Homestay

Gambar 3. Alur sumberdaya dan energi di Pendopo

  • 3.    Mengamati Proses Pengoperasian

Proses pengoperasian diamati untuk melengkapi dan meninjau aktivitas dan alurnya. Mengamati dan menilai pengoperasian, praktik pengerjaan serta prosedur maintenance bertujuan untuk memahami sumber dan penyebab penggunaan sumber daya dan penghasil polusi/limbah.

Gambar 4. Salah Satu Dapur Dasa Wisma dan Penampungan Air yang Dibiarkan Meluap

Tabel 3. Hasil Pengamatan di Lapangan

Pengamatan 1:

Penampilan tempat kerja secara umum, tata graha dan praktik operasi standar

  • -  Sebagian   besar   penduduk   lokal   masih

mempertahankan cara tradisional mereka termasuk proses memasak.

  • -  Desa ini kaya akan sumber air, mereka masih

menggunakan gravitasi untuk mengalirkan air ke rumah-rumah. Banyak peralatan kurang dirawat dengan baik sehingga terkesan kurang bersih.

  • -  Ada   tiga   kegiatan   layanan  utama   yang

mengonsumsi energi dan sumber daya, yaitu dapur, homestay, dan Pendopo.

Pengamatan 2:

Kebocoran, tumpahan atau kerugian lain yang diamati

  • -  Terdapat begitu banyak kebocoran di sumber air,

membiarkan air meluap di penampungan.

  • -  Warga selalu membuka keran air mereka sepanjang

hari.

  • -  Menggunakan banyak kayu untuk memasak;

menyebabkan asap dan arang menyebar di dapur, tidak baik untuk kesehatan dan kebersihan.

Pengamatan 3: Tingkat teknologi, status pemeliharaan dan kontrolnya

  • -  Desa wisata Pulesari masih menggunakan teknologi

tradisional  khususnya  dalam  memasak  dan

memanfaatkan air. Pemeliharaannya juga dengan cara tradisional.

  • -  Untuk  listrik,  seluruh  warga  menggunakan

perusahaan listrik nasional (PLN), dua pendopo menggunakan listrik secara gratis.

  • -  Belum ada kontrol dari pemerintah tentang limbah.

Pengamatan 4: Bahan dan limbah -pengguna dan sumber utama, kontrol saat ini dan praktik penanganan dan pembuangan

  • -  Dapurnya sangat gelap, penuh asap, abu, dan

dindingnya hitam karena asapnya. Para juru masak tidak menggunakan sarung tangan dan celemek.

  • -  Mereka mengelola limbah dengan cara yang baik.

Untuk limbah makana diberikan pada ikan,

  • -  Limbah padat dan plastik dipilah dan dikirim ke

bank sampah.

Pengamatan 5: Air dan limbah cair - pengguna dan sumber utama, kontrol saat ini dan praktik pembuangan

  • -  Sumber air dari sungai dan sumur.

  • -  Limbah cair dialirkan ke kebun

  • -  Limbah kotoran manusia seperti kotoran, air seni,

beberapa penduduk desa mengalirkannya ke septic tank, beberapa warga membuangnya ke kolam ikan lele dan mengalir lagi ke kebun dan sungai.

Pengamatan 6: Energi -pengguna     utama,

kerugian, pembuangan   energi

limbah

  • -  Pengguna utama sumberdaya dan energi adalah

warga dan wisatawan

  • -  Para  tamu  merasa  mereka  bebas  untuk

menggunakan dan membuangnya seperti yang mereka inginkan karena sudah membayar dan persediaan sumberdaya melimpah

Pengamatan 7: Bahan kimia dan emisi -pengguna utama, kerugian, bahaya

  • -  Bahan kimia yang digunakan adalah deterjen untuk

mencuci dan peralatan mandi.

  • -  Pengguna utama untuk peralatan mandi adalah

para tamu; sabun cuci piring dan deterjen digunakan oleh warga

  • -  Mereka mencuci pakaian dan piring mereka dengan

air yang terus mengalir

Pengamatan 8:

Masalah kesehatan dan keselamatan kerja diidentifikasi

  • -  Beberapa toilet dan kamar terlihat bersih

  • -  Masalah kesehatan mungkin terjadi pada ibu-ibu

kelompok dasa wisma karena asap dari tungku tradisional

Pengamatan       9:

Masalah   kebersihan

(makanan)       dan

keselamatan konsumen diidentifikasi

  • -  Memasak   makanan   lokal   dengan   tidak

menggunakan sarung tangan, tanpa celemek.

  • -  Memasak makanan dengan kayu bakar yang

menghasilkan banyak asap.

  • 4.    Benchmark Kinerja dan Praktik

Berdasarkan benchmark praktik dan benchmark kinerja, ada beberapa praktik yang dapat diterapkan untuk meningkatkan produktivitas dan meminimalkan

penggunaan energi, air, dan material di seluruh area aktifitas utama desa wisata. Dari keseluruhan benchmark praktek menunjukkan bahwa ada beberapa praktik yang berpotensi ditingkatkan. Selain itu, benchmark kinerja menunjukkan bahwa konsumsi energi serta limbah yang dihasilkan masih dalam angka ambang batas yang disarankan. Namun demikian, beberapa peningkatan produktivitas potensial dapat dipertimbangkan oleh manajemen Dewi Pule untuk meningkatkan produktifitas dan lebih sadar lingkungan. Daftar benchmark praktek dan kinerja disajikan pada table di bawah ini:

Tabel 4. Benchmark Praktek dan Kinerja

Aktifitas Utama 1: Dapur

Leading practice (benchmark)

Praktik di Dewi Pule

Potensi Perbaikan (Tinggi, Sedang atau Rendah)

1.1. Lacak dan pantau limbah, kurangi limbah dengan jumlah minimum.

Mengumpulkan limbah plastik, limbah padat dan tidak memiliki pengolahan limbah minyak

Tinggi

1.2. Menggunakan mesin pencuci piring dan menggunakannya saat penuh. Sehingga bisa meminimalkan penggunaan air

Cuci piring manual, air selalu menyala

Tinggi

1.3. Limbah komunal untuk limbah air

Tangki septik dan limbah manual menggunakan kolam dan lele

Tinggi

1.4. Menggunakan perangkap minyak untuk minyak, tidak menuangkan minyak ke drainase, itu harus ditempatkan dalam wadah khusus

Buang minyak atau minyak langsung ke dalam drainase bersama dengan sisa air lainnya

Tinggi

1.5.    Menggunakan    standar

keamanan dan kebersihan di dapur

Tidak ada standar keamanan dan kebersihan di dapur

Sedang

1.6. Menggunakan gas dan magic jar untuk memasak nasi

Menggunakan

kompor/tungku tradisional dengan kayu bakar dan gas

Sedang

1.7. Menggunakan blower untuk memaksimalkan api dan meminimalkan abu di kompor

Tidak ada blower, hanya menggunakan pipa dari bambu untuk memaksimalkan api

Sedang

1.8. Menggunakan Light Solar Bottle untuk meminimalkan lampu di dapur

Gunakan bola lampu pijar LED di dapur atau genting kaca untuk pencahayaan

Sedang

Aktifitas utama 2: Homestay

Leading practice (benchmark)

Praktik di Dewi Pule

Potensi Perbaikan (Tinggi, Sedang atau Rendah)

2.1. Menampung Air hujan

Air    hujan    dibiarkan

langsung ke tanah

Rendah

2.2. Pemurnian air, memungkinkan air untuk digunakan kembali

Limbah   cair   langsung

dibuang ke tanah, kolam

Rendah

2.3. membeli produk dengan desain kemasan yang dapat digunakan ulang/didaur ulang

Membeli produk dengan kemasan plastik (air mineral, bumbu dapur dll)

Rendah

2.4. Penyimpanan sampah kering dan basah

Beberapa homestay sudah ada pemilahan sampah

Rendah

2.5. Mengukur penggunaan listrik, air, gas, dan material

Hanya mengandalkan laporan tagihan bulanan dari PLN

Rendah

2.6. Informasi dan peningkatan kesadaran di antara karyawan dan tamu untuk energi

Tidak ada peringatan bagi tamu untuk menggunakan sumberdaya dengan bijak di homestay

Rendah

Aktifitas Utama 3: Pendopo

Leading Practice (Benchmark)

Praktik di Dewi Pule

Potensi Perbaikan (Tinggi, Sedang atau Rendah)

3.1.     Mematikan    perangkat

elektronik jika tidak digunakan

20 minutes before the guests (group) come, the sound system is on.

Rendah

3.2. Peningkatan kesadaran di antara karyawan dan tamu untuk energi yang aman

Tidak ada peringatan bagi wisatawan untuk menghemat energi

Rendah

3.3. Menggunakan lampu LED

Beberapa homestay sudah menggunakan LED

Sedang

  • 5.    Menetapkan Prioritas dan Tindakan

Berdasarkan tolok ukur, ada beberapa praktik dan kinerja yang dapat diterapkan di desa wisata Pulesari, dalam rangka penghematan biaya dan produksi yang lebih bersih. Beberapa praktik terbaik adalah menampung hujan, membangun dapur umum dan limbah. Pada area dapur, para juru masak dapat mulai menggunakan sarung tangan dan celemek untuk membuat produksi yang lebih bersih. Kompor atau tungku sehat hemat energi (TSHE) yang efisien dapat meminimalkan abu dan asap. Blower juga dapat membantu memaksimalkan api. Prioritas dan tindakan ditampilkan dalam sistem tabel berwana traffic light agar mudah menentukan mana yang lebih diprioritaskan.

Tabel 5. Hasil Keseluruhan Temuan Tim RECP dengan Sistem Tabel Traffic Light

Aktifitas Utama

Penggunaan

Sumberdaya

Beban Lingkungan

Biaya

Bahaya (termasuk kesehatan & keselamatan kerja)

Activity 1:

Dapur

Activity 2:

Homestay

Activity 3:

Pendopo

  • 6.    Mengembangkan Opsi-opsi RECP

Pada bagian ini, opsi-opsi untuk implementasi dengan kategorisasi atau estimasi seperti biaya rendah atau tanpa biaya lebih didahulukan. Berdasarkan penilaian baseline, maka dapat ditentukan hanya terdapat dua area yang akan dijadikan perhatian, yaitu dapur dan homestay.

Tabel 6. Opsi RECP untuk Dapur

Kategori   Penyebab

Asal

Opsi-opsi

Input Proses

Proses memasak harus dilakukan dalam praktik yang lebih baik dan bersih seperti mengenakan celemek dan sarung tangan.

Bersihkan peralatan secara langsung setelah selesai digunakan.

Melapisi tanah dapur dengan keramik.

SDM

Meningkatkan kesadaran akan sanitasi dan kebersihan untuk semua staf dan masyarakat setempat.

Fasilitas Pengawasan Proses

Mencatat penggunaan bahan, listrik dan peralatan serta total tamu yang makan siang/malam di desa wisata.

Minimalkan penggunaan plastik untuk makanan

Peralatan

Ganti tungku tradisional dengan tungku sehat hemat energi (TSHE) yang lebih efisien.

Pasang blower asap agar asapnya tidak tertinggal di dapur.

Tambahkan magnet ke pipa LPG untuk penggunaan LPG yang lebih efisien.

Menggunakan  blower  untuk  kompor/tungku  demi

memaksimalkan api dan meminimalkan asap dan abu

Teknologi

Gunakan penanak nasi elektrik (magic jar).

Produk

Menggunakan desain kompor TSHE yang lebih efisien dan tidak menghasilkan banyak asap.

Dapur yang bersih dan cukup cahaya dapat menghasilkan produk yang baik.

Desain kemasan yang lebih kreatif diperlukan untuk menarik wisatawan

Limbah Nilai internal

Tidak ada

Nilai

Eksternal

Tidak ada

Tabel 7. Opsi RECP untuk Homestay

Kategori   Penyebab

Asal

Opsi-opsi

Input Proses

Mencatat secara individu/manual penggunaan listrik, air, gas, bahan makanan dan total tamu yang tinggal di homestay

SDM

Ganti seprei tempat tidur saat tamu baru datang.

Memberikan informasi pada wisatawan untuk menghemat energi dan sumber daya.

Fasilitas

Pengawasan Proses

Mengalirkan air limbah ke kolam ikan atau kebun

Peralatan

Gunakan lampu LED agar lebih efisien

Teknologi

Tidak ada

Produk

Bersihkan ruangan sebelum tamu datang, Cat dinding kamar dengan warna putih

Limbah

Nilai

Internal

Pisahkan limbah rumah tangga, setidaknya dua tempat sampah.

Nilai

External

Tidak ada

  • 7.    Mengevaluasi Kelayakan

Bagian ini menjelaskan opsi rekomendasi dengan perkiraan biaya investasi dan penghematan. Bagian ini juga menjelaskan manfaat lingkungan dari rekomendasi RECP yang diberikan di desa wisata Pulesari. Terdapat tiga opsi RECP yang dapat dipertimbangkan oleh pihak manajemen Dewi Pule untuk dapat diterapkan yaitu penggunaan tungku sehat hemat energi (TSHE), mengganti semua lampu pijar dengan lampu LED dan penggunaan magnet pada selang gas. Opsi tersebut dipilih karena mudah didapatkan bahan-bahannya, mudah pemasangan dan penggunaannya serta biaya yang dikeluarkan dapat dijangkau.

  • a.    Menggunakan kompor tungku sehat hemat energi (TSHE) model Keren.

Keuntungan dari kompor model Keren ini dapat menghemat 26,8% penggunaan kayu bakar disbanding dengan kompor tradisional yang ada di Pulesari. Kompor TSHE hanya membutuhkan sedikit pasokan kayu bakar, karena lubang kompornya tidak terlalu besar tetapi dapat memaksimalkan api dan panas serta meminimalkan asap dan residu abu/arang selama proses memasak1.

Table 7. Potensi Penghematan Energi pada TSHE

Deskripsi

Unit

Kondisi Sekarang

Setelah Implementasi (26.8%)

TSHE

Old stove

Installed

Kayu bakar per hari

Kg

40.9

10.96

Emisi per hari

Kg CO2 eq

158

42.34

Harga kayu bakar per tahun

Rp

14,934,571

4,002,465

Potensi penghematan kayu bakar per tahun (kg/tahun)

10,931.75

Pengurangan Emisi (kg/tahun)

42,215.9

Penghematan Biaya (Rp/tahun)

10,932,106

Tabel 8. Estimasi Investasi untuk Kompor TSHE

Komponen Biaya

Jumlah

Harga per unit (Rp)

Total     Biaya

(IDR)

TSHE

6 Dasa Wisma

6 x 4= 24 TSHE

145,000

3,480,000

Total estimasi biaya investasi

3,480,000

Net Present Value (Rp/tahun)

7.452.106

Jangka Waktu Pengembalian (tahun)

0.46

  • b.    Penggunaan Lampu LED

Diharapkan penggunaan lampu LED dapat menghemat lebih banyak energi dan biaya. Lampu LED juga ramah lingkungan karena watt nya yang kecil. Lampu biasa dengan tenaga 15 watt dapat diganti dengan lampu LED bertenaga 5 watt. Lampu LED diharapkan dapat digunakan minimal di 40 homestay pada tahap awal, di setiap homestay setidaknya ada 5 hingga 10 lampu LED sebagai model terutama lampu yang memiliki watt tinggi. Satu lampu LED dengan merk tertentu dapat bertahan hingga 1 tahun.

Tabel 9. Potensi Penghematan Lampu LED

Deskripsi

Unit

Kondisi

Sekarang

Saran

Penerapam

Penggantian lampu

Incandescent

15 W

LED

5 Watt

Konsumsi Tenaga

Watt

15

5

Jumlah Lampu

unit

560

560

Lama beroperasi /tahun (@14 jamhari)

jam

5110

5110

KOnsumsi Energi/tahun

kWh

42924

14308

Menghasilkan Emisi (CO2)/tahun

kg

30166

10055

Biaya Energi/tahun @(Rp 1.500/kWh)

IDR

64386000

21462000

Potensi Penghematan Energi kWh /tahun

28616

Pengurangan Emisi (CO2) kg/tahun

20111

Penghematan Biaya Enegi Rp/tahun

42.924.000

Table 10. Estimasi Biaya Investasi untuk Lampu LED

Komponen Biaya

Jumlah

(unit)

Harga per Unit (Rp)

Total Biaya (Rp)

Pembelian Lampu Phillips

LED 5 Watt

560

40.000

22.400.000

Total Estimasi Biaya Investasi

22.400.000

Net Present Value

20.524.000

Jangka Waktu Uang Kembali (year)

1,091

  • c.    Penggunaan Magnet Pada Selang Gas LPG

Dengan menempelkan magnet pada selang LPG maka dapat menghemat penggunaan gas sebanyak 20% hingga 50%. Dalam kasus Dewi Pule, diasumsikan menghemat 30% gas. Teknik ini telah terbukti dengan membandingkan dua kompor gas dalam air mendidih, satu kompor menggunakan magnet dan kompor lainnya tanpa magnet. Kompor yang menggunakan magnet direbus lebih cepat daripada yang tidak menggunakan magnet. Pembakaran menjadi lebih baik karena peningkatan struktur ion yang disebabkan oleh magnet. Kemudian, panas juga berada pada performa maksimal karena ion yang ditingkatkan. Diperlu dua pasangan magnet untuk setiap gas dengan kekuatan tertentu (lihat Harianto & Santoso, 2016)

Table 11. Potensi Penghematan Energi pada Gas Menggunakan Magnet

Deskripsi

Unit

Kondisi

Sekarang

Saran Penerapan (30%)

Magnet untuk Kompor Gas Dasa

Wisma

-

Dua    Pasang

Magnet

Gas LPG per tahun (6 Dasa Wisma)

kg

432

129,6

Konsumsi Energi /tahun

kWh

5875,2

1762,56

Menghasilkan Emisi (CO2) /tahun

kg

4192

1239

Biaya Energi /tahun

Rp

2.880.000

864.000

Potensi Penghematan Energi kWh /tahun

4112,64

Pengurangan Emisi (CO2) kg/tahun

2953

Penghematan Biaya Energi Rp/tahun

2.016.000

Table 12. Estimasi Biaya Investasi Magnet

Komponen Biaya

Jumlah

(pasang)

Harga per pasang (IDR)

Total Biaya (Rp)

Oval Magnet

12

5.000

60.000

Total Estimasi Investasi Biaya

60.000

Net Present Value

1.956.000

Payback Period

0,03

Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, beberapa opsi dapat diterapkan agar menunjang produktifitas para pengelola dan staf baik pemandu, pemilik homestay maupun ibu-ibu PKK yang bergerak dalam bidang kuliner di dasa wisma. Namun demikian, secara umum apabila skala kunjungan wisatawan semakin bertambah maka semakin banyak pula pelayanan yang diberikan dan semakin banyak pula limbah yang dihasilkan.

Secara keseluruhan, sebenarnya Desa Wisata Pulesari dapat berhemat lebih banyak energi yang tentunya akan menghemat pengeluaran juga. Dari keseluruhan penghematan energi baik dari penggunaan TSHE, Lampu LED dan penggunaan magnet, desa wisata Pulesari dapat mengurangi karbon sebanyak 65279,9 CO2eq kg/tahun. Sedangkan dari segi penghematan ekonomi, dari total tiga opsi yang diiberikan hanya dengan berinvestasi sebesar Rp. 25.940.000, Dewi Pule dapat menghemat total Rp. 33.412.106,- /tahun.

Tabel 13. Kesimpulan Semua Opsi yang Diberikan

Deskripsi

Opsi

Ekonomi

Lingkungan

Investasi

(Rp)

Pendapatan

(Rp/tahun)

Pay back

(tahun)

NPV

Konservasi

Sumberdaya

(kg/tahun)

Pengurangan Emisi

(CO2     eq

kg/tahun)

Kompor TSHE

3.480.000

10.932.106

0,46

7.452.106

10931,75

42215,9

lampu LED

22.400.000

20.524.000

1,091

20.524.000

28616

20111

Magnet

60.000

1.956.000

0,03

1.416.000

4112,64

2953

Total

25.940.000

33.412.106

3,071

29.392.106

43660,39

65279.9

Jika melihat penggunaan sumberdaya yang digunakan warga, kayu bakar untuk kebutuhan sehari-hari biasanya diambil dari ranting pohon yang sudah tua, atau menebang pohon yang layak tebang. Hampir semua warga Pulesari memiliki gudang penyimpanan kayu bakar di rumah masing-masing. Mereka terpaksa membeli kayu bakar apabila terdapat rombongan yang menginap dalam jumlah besar. Walaupun mayoritas sumberdaya kayu bakar mereka dapatkan tanpa biaya banyak, tim ahli juga harus menghitungkan dan mempertimbangkan banyak aspek selain aspek ekonomi.

Masalah higienitas kemudian muncul dikalangan penduduk karena menggunakan kayu bakar untuk memasak yang cenderung mengeluarkan banyak asap dan sisa residu dari kayu bakar yang dalam jangka panjang dapat merusak kesehatan dan makanan yang disajikan juga dapat mengandung racun amoniak

karena asap. Disamping itu dinding atap dan tembok menghitam serta peralatan yang cepat rusak karena terkena asap.

Selanjutnya, mengenai sampah rumah tangga di desa wisata Pulesari hampir semuanya zero waste, plastik masuk bank sampah, sisa makanan diberikan pada ikan atau dijadikan pupuk. Sisa air mandi dan cuci kembali ke lahan kebun salak, diserap tanah dan mengalir ke sungai. Di beberapa rumah sudah teradpat program pemilahan sampah rumah tangga dengan membaginya menjadi dua bagian. Sampah bekas makanan dan sampah yang dapat dikirim ke bank sampah Dewi Pule.

Simpulan dan Saran

Berdasarkan hasil temuan, terdapat ketidakefisienan penggunaan sumberdaya dan energi di dapur dan homestay. Penggunaan energi di homestay dapat dihemat dengan cara mengganti lampu biasa dengan lampu LED. Efisiensi di dapur dapat dilakukan dengan menggunakan magnet pada selang gas dan menggunakan kompor tungku sehat hemat energi (TSHE). Dari hasil rekomendasi tersebut, Dewi Pule berpotensi mengurangi karbon sebanyak 65.279,9 CO2eq kg/tahun dan dari segi ekonomi Dewi Pule berpotensi menghemat total Rp. 33.412.106 /tahun.

Program ESPB yang dimiliki oleh UNIDO dapat menggambarkan siklus penggunaan sumberdaya dan energi dari proses awal hingga akhir berupa limbah padat, cair dan emisi gas, ketidakefisienan penggunaan sumberdaya dan energi dapat dipetakan dan ditemukan secara terperinci. Meskipun demikian, penilaian ESPB di desa wisata memerlukan penyesuaian pada indikator-indikator yang dinilai. Hal ini dikarenakan karakter penggunaan sumberdaya dan energi di desa wisata sangat berbeda dengan industri yang menerapkan metode ESPB dari UNIDO. Berbeda dengan industri yang berorientasi pada bisnis dengan manajemen

pengelolaan yang ketat, penggunaan sumberdaya dan energi di Dewi Pule hanyalah roda kehidupan masyarakat setempat dalam menjalankan kesehariannya.

Proses penilaian ESPB di desa wisata menjadi tantangan tersendiri Data dasar konsumsi sumberdaya dan energi di desa wisata merupakan kunci awal pemetaan ESPB, akan tetapi sumberdaya berupa air dan bahan bakar kayu yang melimpah di Dewi Pule tidak terukur dengan baik sehingga ketidakefisienan yang ditemukan bukan menjadi perhatian bagi pihak pengelola. Kajian mengenai ESPB di Desa Wisata Pulesari ini lebih mengarah kepada produksi bersih mengingat beberapa sumberdaya di Pulesari didapatkan dengan cuma-cuma.

Studi lebih lanjut perlu dilakukan untuk melihat keberhasilan rekomendasi program ESPB yang telah dilaksanakan. Perlu adanya pengukuran manfaat yang diterima oleh masyarakat dari sisi ekonomi dan dampak langsung terhadap sumberdaya alam dan energi yang dikonsumsi dalam pengelolaan desa wisata Pulesari.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Tuhan yang Maha Kuasa, kedua orang tua penulis, para national expert team dan Project Manager UNIDO di Sleman dan Magelang atas kerjasamanya selama pekerjaan. Dinas Pariwisata Sleman yang selalu memberikan dukungannya, Prof. Dr. M. Baiquni, M.A. yang juga selalu memberikan nasihat serta bimbingannya kepada penulis, teman-teman di organisasi Sustainbale Tourism Organization for Regional Management (STORM) dan semua teman-teman Kajian Pariwisata UGM.

Daftar Pustaka

Agyeiwaah, E. (2019). Exploring the relevance of sustainability to micro tourism and hospitality accommodation enterprises (MTHAEs): Evidence from home-stay owners.     Journal     of     Cleaner     Production,     226,     159–171.

https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2019.04.089

Ahmad, F., Draz, M. U., Su, L., Ozturk, I., & Rauf, A. (2018). Tourism and environmental pollution: Evidence from the One Belt One Road provinces of Western     China.     Sustainability     (Switzerland),     10(10),     1–22.

https://doi.org/10.3390/su10103520

Berkel, R. Van. (2014). Cleaner Production Opportunities for Small to Medium Sized Enterprises Cleaner Production Opportunities for Small to Medium Sized Enterprises, (June).

Damanik, J. 2013. Pariwisata Indonesia; Antara Peluang dan Tantangan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Dewi, M. H. U., Fandeli, C., & Baiquni, M. (2013). Tabanan , Bali. Kawistara, 3(2), 117– 226. https://doi.org/https://doi.org/10.22146/kawistara.3976

Harianto, A., & Santoso, H. (2016). Pengaruh Medan Magnet Dengan Jarak, 17(2), 137–146.

Hens, L., Block, C., Cabello-Eras, J. J., Sagastume-Gutierez, A., Garcia-Lorenzo, D., Chamorro, C., … Vandecasteele, C. (2018). On the evolution of “Cleaner

Production” as a concept and a practice. Journal of Cleaner Production, 172, 3323– 3333. https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2017.11.082

Krisnani, H., & Darwis, R. S. (2010). 53 pengembangan desa wisata melalui konsep community based tourism, 341–346.

Priasukmana, S., & Mulyadin, R. M. (2001). Pembangunan desa wisata : Pelaksanaan undang-undang otonomi daerah. Info Sosial Ekonomi , 2(1), 37–44.

Sunlu, U. (2003). Environmental impacts of tourism Local resources and global trades: Environments and agriculture in the Mediterranean region Bari: CIHEAM Options Mediterraneennes: Serie A ENVIRONMENTAL IMPACTS OF TOURISM. Séminaires Méditerranéens,  57,  263–270. Retrieved from

http://om.ciheam.org/article.php?IDPDF=4001977http://www.ciheam.org/%5Cnhttp://om.ciheam.org/

Syafi, M., & Suwandono, D. (2015). Tourism Village Planning Concept Approach Community Based Tourism (Case Study Bedono Village, Sayung, Demak), 11(2), 51–60. https://doi.org/10.14710/RUANG.1.4.51-60

UNIDO, & UNEP. (2015). National Cleaner Production Centres 20 years of achievement.

Zakaria, F., & Suprihardjo, D. (2014). Konsep Pengembangan Kawasan Desa Wisata di Desa Bandungan Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan. Jurnal Teknik ITS, 3(2). https://doi.org/10.12962/j23373539.v3i2.7292

Profil Penulis

Muhammad Dzulkifli, S.Pd., M.Sc. adalah Dosen Jurusan Bahasa, Komunikasi dan Pariwisata di Politeknik Negeri Jember. Menyelesaikan studi Masternya dalam bidang Kajian Pariwisata Universitas Gadjah Mada pada tahun 2017. Sebelum menjadi dosen Ia aktif sebagai fasilitator program Pariwisata Berkelanjutan Kemeterian Pariwisata di Kabupaten Sleman dan Tenaga Ahli UNIDO 2017-2019 dalam program RECP di Sleman serta menjadi tenaga ahli dalam beberapa kegiatan rencana induk pembangunan kepariwisataan daerah (RIPPARDA) di berbagai daerah di Indonesia. Ketua Sustainable Tourism Organization for Regional Management (STORM) di Yogyakarta yang programnya memberikan pendampingan bagi Desa Wisata di DIY. Minat risetnya adalah mengenai Pariwisata Berkelanjutan, Desa Wisata, Community Development dan Education for Sustainable Development.

Jussac Maulana Masjhoer, S.Kel., M.Sc.adalah seorang dosen di Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarrukmo Yogyakarta. Menyelesaikan Studi S2 Magister Pengelolaan Lingkungan Universitas Gadjah Mada pada tahun 2012. Saat ini tengah melanjutkan pendidikan Doktoral Ilmu Lingkungan di Universitas Diponegoro Semarang. Minat riset berhubungan dengan pengelolaan lingkungan di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil dan wisata bahari serta pariwsata berkelanjutan. Jussac juga sebagai salah satu tenaga ahli UNIDO 2017-2019 di Sleman dan beberapa kali dipercaya DInas Pariwisata Sleman sebagai tenaga ahli dalam Kajian Penerapan pariwisata Berkelanjutan di Kabupaten Sleman.

JUMPA Volume 6, Nomor 2, Januari 2020

333