PENGEMBANGAN KAIN TENUN CEPUK SEBAGAI PENDUKUNG DAYA TARIK WISATA BUDAYA DI NUSA PENIDA
on
JUMPA 4 [2] : 327 - 339
p-ISSN 2406-9116 e-ISSN 2502-8022
PENGEMBANGAN KAIN TENUN CEPUK SEBAGAI PENDUKUNG DAYA TARIK WISATA BUDAYA DI NUSA PENIDA
Firlie Lanovia Amir
STP Bali Internasional email : [email protected],
Abstract
Bali has fairly well-known for its cultural woven fabrics such as tenun cepuk woven fabric of Tanglad Village, Nusa Penida, Klungkung District. The study assess the potential of cepuk as well as determines strategies and programs that can be applied to develop it as a means of supporting cultural tourism. This study is using a qualitative descriptive approach to measure the variables, and SWOT matrix to explain the data in the formulation of strategies and programs. From the data processing, four strategies can be formulated. Those strategies can be used to increase the welfare of the people of Nusa Penida especially Tanglad Village and also develop a sustainable cultural tourism. The research is expected to be used as a reference in making policies by the government to develop tourism in Nusa Penida as well as for the community to be able to develop the potential of the Cepuk woven fabric.
Keywords: cepuk wove fabric, cultural tourism, Tanglad Village Nusa Penida
Abstrak
Bali memiliki produk budaya yang cukup terkenal seperti kain tenun cepuk yang ada di Desa Tanglad, Nusa Penida, Kabupaten Klungkung. Penelitian ini mengkaji potensi kain tenun cepuk, Nusa Penida, sekaligus menentukan strategi dan program yang dapat dilakukan untuk mengembangkan potensi tenun cepuk sebagai sarana pengembangan pariwisata budaya. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif untuk mengukur variabel-variabel, serta menggunakan matrik SWOT untuk mengkaji data dalam bentuk rumusan strategi dan program. Dari hasil pengolahan data dapat dirumuskan empat strategi yang dapat diberdayakan untuk kesejahteraan masyarakat Nusa Penida, khususnya desa Tanglad, sekaligus bisa dikembangan untuk pengembangan pariwisata budaya berkelanjutan. Diharapkan penelitian ini menjadi acuan
beberapa kebijakan yang bias diambil pemerintah untuk mengembangkan pariwisata Tanglad, Nusa Penida, serta bagi masyarakat agar mampu mengembangkan potensi kain tenun Cepuk dengan lebih baik.
Kata kunci: kain tenun cepuk, pariwisata budaya, Desa Tanglad Nusa Penida
Kerajinan dan pariwisata di Bali menunjukkan hubungan yang resiprokal. Artinya, kerajinan menjadi daya tarik wisata sehingga pariwisata berkembang, dan kemajuan pariwisata membuat kerajinan Bali semakin berkembang. Hubungan yang saling menguntungkan atau simbiose mutualisme itu cenderung berlanjut karena pariwisata di Bali terus berkembang. Perkembangan pariwisata Bali bisa dilihat dari peningkatan angka kunjungan wisatawan ke pulau ini, jumlah akomodasi yang terus bertambah, dan terus bertambahnya maskapai penerbangan yang menghubungkan Bali dengan sumber-sumber wisatawan di dalam dan luar negeri. Statistik Dinas Pariwisata Bali menunjukkan bahwa tahun 2017 jumlah kunjungan wisatawan asing yang langsung ke Bali mencapai 5,3 juta, meningkat 19,99% dari angka kunjungan 2016 yang mencapai 4,4 juta. Peningkatan itu tidak saja mengindikasikan Bali selalu memiliki daya tarik bagi wisatawan untuk datang, tetapi juga semakin meningkatnya permintaan akan hasil kerajinan Bali.
Salah satu hasil kerajinan yang berkembang karena pariwisata atau yang dapat mendukung perkembangan pariwisata budaya adalah kain tenun cepuk, Desa Tanglad, Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali. Kain tenun cepuk di Nusa Penida memiliki berbagai jenis dengan fungsi dan pemakaian yang berbeda satu sama lainnya. Jenis kain yang sangat umum untuk dilihat dan dijumpai adalah jenis kain tenun cepuk kurung, karena fungsi pemakaiannya dalam keseharian masyarakat di pulau itu.
Kalau dilihat sejarahnya, penggunaan kain tenun cepuk tidaklah sebagai pakaian luar, tetapi dipakai sebagai pakaian selapis sebelum pakaian bagian luar. Namun karena keunikannya, belakangan kain tenun cepuk kurung ini dapat juga diolah menjadi beragam busana luar sehingga penggunaannya tidak sebatas dalam bentuk kain saja.
Kain tenun jenis ini merupakan ciri khas kain tenun daerah Nusa Penida. Tenun yang dikerjakan secara tradisional dengan ATBM (alat tenun bukan mesin) menggunakan bahan alami, belakangan digunakan juga bahan sintesis. Motif-motif kain ini agak khas dan memancarkan kesan magis, berbeda dengan motif tenun dari Bali yang banyak menggunakan stilisasi motif flora dan fauna. Ada beberapa jenis kain tenun cepuk dengan berbagai
PENULIS
Foto 1. Kain tenuk cepuk motif kurung.
fungsi dan pemakain. Yang paling umum adalah kain tenun Cepuk Kurung yang biasa digunakan sehari-hari. Pada zaman dahulu penggunaan kain tenun cepuk bukanlah sebagai pakaian luar, namun dipakai sebagai pakaian satu lapis sebelum pakaian luar. Namun, karena keunikannya, saat ini kain tenun cepuk jenis Kurung ini bisa juga diolah menjadi beragam busana luar, tidak sebatas sebagai kain saja.
Dengan keunikan dan fungsi yang dimiliki, kain tenun cepuk dapat dikatakan memiliki potensi yang baik untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat Nusa Penida dan untuk pariwisata di daerah ini. Pemberdayaan yang tepat serta pengembangan yang berkelanjutan dari kain tenun cepuk dapat memberikan efek ekonomi jangka panjang terhadap para produsen kain tenun cepuk di daerah ini. Harga selembar tenun cepuk untuk dua meter adalah Rp 350.000. Di toko-toko seni di destinasi wisata di Nusa Penida, ada suvenir berbahan baku tenun cepuk dijual seperti baju harga Rp 750.000. Harga baju relatif mahal, makanya wisatawan tertarik membeli kain sebagai suvenir.
Perkenalan kain tenun cepuk ini ke pangsa pasar yang lebih luas, kepada dunia, meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang keberadaan kain tenun jenis ini, yang tentu saja meningkatkan omset penjualan kain tenun cepuk. Selain itu tingkat promosi yang baik untuk kain tenun cepuk juga diharapkan mampu menarik minat wisatawan yang datang ke daerah Nusa Penida. Pulau ini bisa diakses melalui kapal laut dari pantai Sanur, pantai Kusamba (Klungkung), dan juga dengan kapal pesiar mewah dari Pelabuhan Benoa melalui Nusa Lembongan. Wisatawan bisa melakukan day trip ke Nusa Penida atau Lembongan, atau bisa juga menginap di vila atau hotel di Lembongan dan sekitarnya.
Kunjungan wisatawan yang datang ke Nusa Penida selalu tertarik dengan keindahan alam yang dimiliki tempat ini. Selain itu, mereka juga dapat menikmati berbagai produk seni dan budaya termasuk kain cepuk, misalnya
yang dijual sebagai suvenir di toko kesenian (art shop). Dengan semakin dikenalnya kain tenun cepuk oleh dunia internasional, maka wisatawan yang datang ke pulau ini tentu memiliki alasan lain selain hanya mengunjungi alam Nusa Penida yang indah. Wisatawan juga memiliki pluang untuk melihat proses pembuatan kain tenun cepuk dan juga membelinya sebagai cinderamata.
Berhubung dengan berbagai keunikan dan potensi yang dimiliki oleh kain tenun cepuk ini, artikel ini mengkaji program apa yang yang bisa dilakukan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh kain tenun cepuk sebagai sarana pariwisata budaya di Nusa Penida. Diharapkan kajian ini akan mampu memberi inspirasi serta bahan pembelajaran tambahan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat Bali, khususnya daerah desa Tanglad Nusa Penida, sekaligus melestarikan budaya mereka dalam menenun kain tenun cepuk, atau meningkatkan resiprokalitas kerajinan kain tenun Cepuk dengan pariwisata.
Teori yang digunakan dalam analisis ini adalah komobinsas dari tiga teori yaitu perencanaan, pariwisata dan pariwisata berkelanjutan.
Perencanaan adalah suatu hal yang sangat penting untuk dilakukan terlebih dahulu sebelum melaksanakan kegiatan. Dalam hal ini Murphy (1988) menyebutkan kalau perencanaan berhubungan dengan antisipasi dan pengaturan terhadap perubahan yang terjadi dalam sebuah sistem kegiatan untuk meningkatkan keuntungan dalam bidang sosial, ekonomi dan lingkungan. Menurut Andriotis (2000), perencanaan dalam bidang pariwisata bertujuan untuk memastikan menambah pendapatan dan lapangan pekerjaan, serta untuk memastikan konservasi sumberdaya dan kepuasan pengunjung.
Dalam konteks tersebut, perencanaan pariwisata secara berkelanjutan sangat diperlukan. Ditambahkan Angelevska-Najdeska dan Rakicevik (2012), perencanaan pariwisata berkelanjutan dibuat untuk melestarikan lingkungan, sosial budaya, dan menjaga pertumbuhan perekonomian. Perencanaan tersebut dibuat untuk menangkal segala aktivitas pariwisata berlebihan yang menggunakan sumber daya secara intensif dan berlebihan disebuah tempat tanpa adanya upaya pelestarian sebelumnya. Perencanaan dan upaya pelestarian bisa dianalisis melalui dua aspek, yaitu segala hal yang menyangkut komunitas lokal dan segala konsep yang menyangkut kualitas pariwisata.
Community Based Tourism (CBT) atau pariwisata berbasis kemasyarakatan, diharapkan mampu melibatkan masyarakat sebagai pelaku utama dalam pemberdayaan pengembangan pariwisata, dengan mengelola budaya lokal, baik itu potensi alam, kuliner, kerajinan, maupun sosial budaya
yang bisa dikemas secara mandiri oleh masyarakat. Ciri pariwisata berbasis masyarakat adalah nyatanya keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan daya tarik wisata secara menyeluruh mulai dari perencanaa, pengelolaan, pengembangan, dan atas usaha itu mereka mneikmati keuntungan (profit) dan manfaat (benefit) dalam usaha pariwisata (Putra ed. 2015). Menurut Putra dalam buku Pariwisata Berbasis Masyarakat Model Bali (2015), dalam 15 tahun terakhir, kian bertambah desa-desa atau masyarakat di Bali dalam mengembangkan daya tarik wisata daerahnya dan mengelolanya dengan sistem CBT.
Menurut Suansri (2003) ada sebelas prinsip dari Community Based Tourismyang harus dilakukan yaitu sebagai berikut: 1) Mengenali, mendukung, dan mempromosikan kepemilikan masyarakat dalam pariwisata, 2) Melibatkan anggota masyarakat dari setiap tahap pengembangan pariwisata dalam berbagai aspeknya, 3) Mempromosikan kebanggaan terhadap komunitas bersangkutan, 4) Meningkatkan kualitas kehidupan, 5) Menjamin keberlanjutan lingkungan, 6) Melindungi ciri khas (keunikan) dan budaya masyarakat lokal, 7) Mengembangkan pembelajaran lintas budaya, 8) Menghormati perbedaan budaya dan martabat manusia, 9) Mendistribusikan keuntungan dan manfaat yang diperoleh secara proporsional kepada anggota masyarakat, 10) Memberikan kontribusi dengan presentase tertentu dari pendapatan yang diperoleh untuk proyek pengembangan masyarakat, dan 11) Menonjolkan keaslian hubungan masyarakat dengan lingkungannya. Kesebelas prinsip ini jelas menunjukkan keberpihakan pembangunan pariwisata kepada sumber daya alam, budaya, dan sumber daya masyarakat.
Berdasarkan prinsip-prinsip di atas jelas kalau CBT sangat berbeda dengan pengembangan pariwisata lainnya yang terkadang hanya fokus pada pembangunan infrastuktur atau hal-hal fisik yang ada dalam elemen pariwisata. Namun CBT lebih menekankan pada aspek pelaku, dalam hal ini masyarakat, dan memberdayakan potensi lokal yang dimiliki oleh mereka, sekaligus menjadikan mereka sebagai pelaku utama yang langsung memberdayakan apa pun potensi lokal yang mereka miliki.
Menurut lembaga pariwisata dunia PBB, UNWTO (2016), pariwisata berkelanjutan mengandung arti pariwisata yang mempertimbangkan tingkat ekonomi, sosial dan budaya, kelestarian lingkungan. Perhatian pada hal itu berkaitan dengan usaha untuk memenuhi keinginan wisatawan, industri, serta juga lingkungan dan komunitas pendukung baik dari waktu saat ini maupun di masa yang akan datang. Ditambahkan lagi kalau garis besar perkembangan dan pengaturan pariwisata berkelanjutan sangat mampu diaplikasikan kepada semua bentuk pariwisata, karena prinsip berkelanjutan yang dimaksud mampu merangkul aspek lingkungan, ekonomi, dan sosio-budaya dari pariwisata.
Foto 2. Alat tenun bukan mesin membaut kain cepuk.
PENULIS
Selanjutnya keseimbangan harus dijaga terus menerus antara ketiga dimensi itu untuk memperoleh konsep berkelanjutan untuk jangka waktu yang lama. Namun, pariwisata juga memberikan efek negatif seperti kesenjangan sosial, hilangnya beberapa warisan budaya, ketergantungan ekonomi dan degradasi ekosistem (UNESCO, 2016). Menurut UNESCO juga banyak orang sedang mencari konsep bertanggung jawab untuk mengurangi efek buruk dari pesatnya perkembangan pariwisata dan sekaligus mencari bentuk luburan yang lebih bertanggung jawa. Maka lahirlah berbagai pariwisata alternatif semacam pariwisata budaya, ekowisata, dan pariwisata alam.
Penelitian yang mengambil lokasi utama di Desa Tanglad Nusa Penida ini dirancang menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif yaitu analisis data yang diambil dari hasil observasi, wawancara, dan bahan-bahan lisan dan tertulis. Penggunakan rancangan pendekatan ini diharapkan dapat mengetahui variabel-variabel terhadap fenomena yang diteliti secara mendalam. Dalam analisis deskriptif kualitatif ini, IFAS, EFAS, dan SWOT dipergunakan untuk mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis, merumuskan strategi, dan selanjutnya dibuatkan program pengembangan untuk direkomendasikan kepada pihak yang berkompeten. Menurut David (2008), SWOT dipilih karena pada kegiatan usaha apapun itu pasti memiliki kekuatan dan kelemahan tersendiri. Tidak ada usaha yang sama kuatnya atau lemahnya dalam semua area.
Kekuatan/kelemahan internal, digabungkan dengan peluang/ancaman dari eksternal dan pernyataan misi yang jelas, menjadi dasar untuk penetapan tujuan dan strategi. Tujuan dan strategi ditetapkan dengan maksud memanfaatkan kekuatan internal dan mengatasi kelemahan.
Berdasarkan data, baik yang diperoleh dari hasil wawancara, kuesioner, serta pengamatan langsung di lapangan, maka didapatkan beberapa temuan yang menjadi alasan yang menunjang serta menghambat pengembangan potensi kain tenun cepuk Tanglad. Kebijakan pemerintah Indonesia, Pemprov Bali, dan Pemkab Klungkung dalam pengembangan pariwisata merupakan salah satu modal dasar penting pelestarian tenun cepuk dan kerajinan lainnya. Nusa Penida makin lama makin populer sebagai destinasi get away dari keramaian Bali. Bagi wisatawan yang tinggal di Bali, mereka memiliki pilihan uuntuk pergi-pulang dalam sehari atau menginap di hotel atau jasa akomodasi lainnya di Nusa Lembongan. Mereka ini adalah salah satu pasar hasil kerajinan Nusa Penida, termasuk tenun cepuk dan barang suvenir berbahan dasar tenun cepuk. Selain faktor kekuatan di atas, keberadaan tenun cepuk juga memiliki kelemahan yang mengancam laju tenun cepuk menjadi produk kerajinan mendukung pariwisata budaya.
Beberapa faktor tersebut diklasifikasikan menjadi dua bagian utama, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Selanjutnya kedua faktor tersebut digabungkan ke dalam matrik SWOT.
Dalam analisis faktor internal pengembangan potensi kain tenun cepuk Tanglad sebagai bagian Pariwisata Budaya, maka dilibatkanlah 4 variabel utama yang yaitu daya tarik (Attraction), Aksesibilitas (Accessibility), fFasilitas/ kenyamanan (Amenities), dan jasa pendukung (Ancillary Service) seperti yang dicetuskan oleh Cooper et al. (1993). Dari variabel utama tersebut kemudian dibuat beberapa indikator untuk memudahkan pengukuran dan merinci setiap variabel. Analisis kedua adalah faktor eksternal, yang melibatkan beberapa variabel utama seperti di bidang politik, ekonomi, sosial budaya, informasi teknologi, lingkungan, keamanan, serta daya saing.
Dari kedua analisis baik itu faktor internal dan eksternal didapat kesimpulan data yang nantinya dirumuskan menjadi bentuk strategi pengembangan potensi kain Tenun cepuk ini. Namun sebelum rumusan strategi, terlebih dahulu data dari faktor internal dan eksternal sebelumnya dimasukkan dalam matrik SWOT. Berikut rangkuman analisis SWOT dalam bentuk tabel.
Dari analisis matriks SWOT didapat empat strategi yang dikembangkan menjadi program sebagai bentuk pragmatis pengembangan potensi kain tenun cepuk sebagai sarana pariwisata budaya. Keempat strategi yang dimaksud adalah Strategi SO (Strength Opportunity), strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang, menghasilkan strategi pengembangan daya tarik kain tenun cepuk termasuk lingkungan sekitar, Strategi ST (Strength Threat), strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman, menghasilkan strategi pengembangan pariwisata
Tabel 4.1. Analisis SWOT
Strategi pengembangan pariwisata budaya berkelanjutan
Strategi pengembangan
SDM
Strength/Kekuatan (S) |
Weakness/Kelemahan (W) | |
Faktor Internal |
|
|
Faktor Eksternal |
baik
|
memadai
|
Opportunities/Peluang (O) |
Strategi SO |
Strategi WO |
1. Kondisi ekonomi global |
Strategi yang menggunakan |
Strategi yang meminimalkan |
2. Kondisi ekonomi nasional |
kekuatan dan memanfaatkan |
kelemahan untuk |
|
Peluang |
memanfaatkan peluang Strategi pengembangan |
|
Strategi pengembangan daya tarik Kain Cepuk dan lingkungan sekitar |
promosi kain tenun cepuk |
Threats/Ancaman (T) |
Strategi ST |
Strategi WT |
1. Produk Masal harga murah |
Strategi yang menggunakan |
Strategi yang meminimalkan |
2. Penguasaan teknologi yang kekuatan untuk mengatasi |
kelemahan dan menghindari | |
kurang baik |
ancaman |
ancaman |
budaya yang berkelanjutan, Strategi WO (Weakness Opportunity), strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang, menghasilkan strategi pengembangan promosi, dan terakhir adalah Strategi WT (Weakness Threat), strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman menghasilkan strategi pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). Masing-masing strategi dan program pengembangannya dijelaskan dibawah ini.
Program pertama adalah pengembangan dari strategi SO. Fokus program pengembangan strategi SO ini adalah pada pengembangan daya tarik, dalam hal ini kain tenun cepuk Tanglad serta lingkungan di sekitar Desa Tanglad, serta Nusa Penida secara umum. Perlu kita sadari kalau para responden menyebut banyak hal yang baik yang perlu dijaga menyangkut
kain tenun cepuk ini. Agar kain tenun cepuk ini tetap terjaga maka perlu untuk dilestarikan.
Salah satu upaya agar kain tenun cepuk ini tetap terjaga adalah dengan menurunkan tradisi menenun di desa Tanglad kepada anak muda di desa itu sendiri. Program yang bisa dibuat adalah dengan membuat pelatihan terus menerus mengenai proses pembuatan kain tenun cepuk dari bagian hulu sampai akhir masa produksi. Dengan cara ini diharapkan tradisi menenun akan semakin terjaga dan lestari, mengingat gempuran ekonomi global yang menarik minat para generasi muda yang dengan gampang merantau, mencari dan atau menjalani profesi lainnya di luar sana, sehingga tradisi lama yang telah berjalan di desa bisa menjadi punah, termasuk tradisi menenun kain tenun cepuk ini sendiri.
Program lain yang bisa dilakukan untuk melestarikan kain tenun cepuk bisa dengan mewajibkan para penduduk desa, entah itu pada hari-hari khusus atau dalam keseharian, untuk memakai kain tenun cepuk, sehingga menjadi budaya dan kebiasaan untuk menjaga kain tenun cepuk ini.
Selanjutnya untuk mengembangkan potensi kain ini dapat dilakukan dengan melakukan modifikasi Kain tenun cepuk. Modifikasi yang dimaksud salah satunya dengan memasukkan kain tenun cepuk kedalam produk pakaian lain seperti pada baju, celana ataupun pada barang-barang aksesoris lainnya. Keberhasilan modifikasi ini bisa dilihat pada modifikasi yang yang telah dilakukan pada kain batik maupun kain endek yang sudah mendunia. Tentu saja perlakuan modifikasi yang bagus dan tepat bisa diajarkan oleh para desainer-desainer pakaian kepada para penduduk desa Tanglad dan sentra kerajinan kain tenun cepuk disekitarnya, agar mereka mendapat pengetahuan yang baik tentang busana modifikasi di tingkat yang lebih tinggi.
Program terakhir adalah dengan mengintegrasikan daya tarik kain tenun cepuk dengan lingkungan sekitar. Keberadaan kain tenun cepuk lebih bisa dikenal oleh masyarakat dunia melalui pengenalan lingkungan alam Nusa Penida yang sudah terlebih dahulu dikenal oleh mereka. Pengembangan sarana dan prasarana yang menunjang di sekitar desa Tanglad bisa juga menambah citra kain tenun cepuk di mata masyarakat. Citra yang baik tentu saja membuat para wisatawan betah tinggal di daerah bersangkutan, serta kemungkinan besar mengunjungi lagi desa Tanglad.
Program Pengembangan kedua adalah dari pengembangan strategi ST. Fokus program pengembangan strategi ST ini adalah untuk menjaga budaya serta pariwisata yang berkelanjutan. Untuk mewujudkannya, program terkait yang bisa ditempuh adalah dengan melibatkan masyarakat desa Tanglad dan sekitarnya. Hal pertama yang bisa dilakukan adalah dengan memperbaiki dan merawat lingkungan disekitar letak daya tarik kain tenun cepuk, yatu desa Tanglad dan juga wilayah Nusa Penida. Penataan lingkungan di desa
bisa dilakukan dengan membuat suatu area taman yang asri agar para wisatawan yang berkungjung menjadi betah berlama-lama duduk dan juga menikmati suasana desa sambil mereka melihat-lihat tampilan kain tenun cepuk yang sedang dipakai warga.
Fokus utama di sini ada memberikan mereka untuk untuk terus berpikir dan mencari inspirasi dari keberadaan kain tenun cepuk sehingga kemungkinan besar mereka berbelanja terus di desa Tanglad. Pentingnya penataan dan peningkatan kualitas lingkungan juga sekaligus menjaga keasrian alam yang seharusnya dapat diwariskan ke anak cucu selanjutnya.
Peningkatan selanjutnya terletak pada kehidupan sosial masyarakat lokal desa Tanglad. Meskipun kehidupan lokal desa Tanglad sudah baik, namun perlu masih bisa ditingkatkan dan dijaga terus keharmonisannya. Hal yang bisa dilakukan adalah dengan mengadakan beberapa lomba antar penduduk desa setiap hari-hari besar seperti peringatan kemerdekaan atau hari lainnya. Lomba yang bisa dilakukan salah satunya adalah peragaan busana dengan menggunakan kain tenun cepuk. Fungsi lomba ini selain sebagai ajang silaturahmi para penduduk desa, tempat dimana mereka saling bertukar pikiran dalam suasana santai, ajang mempererat persaudaraan masyarakat, lomba ini sekaligus bertujuan sebagai atraksi tambahan bagi para wisatawan yang sedang berkunjung ke Desa Tanglad.
Program lainnya yang bisa dilakukan adalah program peningkatan perekonomian masyarakat. Dari kedua program di atas sebenarnya bisa dikolaborasikan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Dari pengadaan lomba bisa dibuat beberapa stand yang dikelola oleh masyarakat lokal, dimana mereka menjual beberagam ciri khas desa mereka, termasuk kain tenun Tanglad ini. Untuk skala besarnya, peningkatan perekonomian masyarakat bisa dilakukan dengan mengirimkan beberapa putra terbaik desa tanglad untuk belajar beberapa hal tentang pemasaran kain tenun cepuk, menyusul kesuksesan yang telah diraih oleh kain tenun lainnya seperti kain endek serta juga kain batik yang sudah melegenda. Nantinya para putra daerah ini kembali ke desa untuk menularkan ilmunya agar ditiru oleh masyarakat di sana. Tentu untuk itu diperlukan sedikit peranan pemerintah setempat dalam bidang pendanaan saat mereka belajar dari dunia luar.
Program selanjutnya adalah pengembangan strategi WO. Promosi adalah program utama dari program pengembangan strategi WO ini. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk mempromosikan keberadaan kain tenun cepuk Tanglad ini. Di zaman internet sekarang ini, promosi kain tenun cepuk bisa dilakukan via beragam sosial media yang beragam. Ini bisa jadi merupakan bentuk promosi yang paling murah dengan hanya bermodal sebuah telepon pintar dan jaringan internet yang baik, semua bisa terlaksana.
Keberadaan toko-toko berbasis online juga bisa dimanfaatkan sebagai media promosi. Selain bisa untuk menjual produk-produk kain tenun cepuk,
keberadaan toko online bisa digunakan sebagai promosi mulut ke mulut kain tenun cepuk ini. Tentu saja, pelayanan yang ramah, kualitas kain yang terjaga dengan baik, serta ketepatan pengiriman akan memberikan impak positif terhadap penjualan ke depannya. Di sinilah tugas para agen-agen promosi tersebut untuk terus melatih diri agar terus memperoleh nilai baik dimata para konsumen.
Kedua bentuk media promosi online tersebut menembus pangsa pasar dunia secara singkat, meski peningkatannya secara bertahap. Program promosi tingkat dunia secara instan yang bisa dilakukan, yang telah diadopsi sebelumnya oleh kain-kain tradisional lainnya adalah dengan mengadakan ekshibisi di luar negeri. Banyak perancang busana Indonesia yang telah mengadakan pameran dengan melibatkan kain tenuntradisional Indonesia di luar negeri seperti di New York Fashion Week, yang telah sukses menghantarkan keberadaan kain tradisional Indonesia ke kancah dunia.
Untuk promosi di tingkat lokal bisa dilakukan dengan mengadakan pameran-pameran di seluruh Indonesia yang telah secara rutin dilakukan oleh beberapa daerah. Pemerintah daerah Klungkung bisa menjadi wakil untuk mempromosikan kain tenun cepuk dengan membuat semacam stand pameran di setiap ajang (festival) budaya yang dilakukan oleh Pemkot Denpasar, Pemkab Buleleng, Jember, Banyuwangi, dan daerah lainnya di Indonesia. Festival-festival semacam ini sangat bermanfaat untuk promosi kain tenun cepuk, karena pengunjungnya pasti datang dari beragam daerah di Indonesia, bahkan dari wisatawan mancanegara yang kebetulan atau memang sengaja sedang berlibur disana.
Namun, tentu saja untuk mewadahi setiap informasi yang masuk dan keluar mengenai kain tenun cepuk ini diperlukan sebuah wadah dalam bentuk Tourist Information Center. Nantinya pusat-pusat informasi dapat menyediakan wisatawan lokal, nasional, dan internasional dengan informasi yang benar mengenai kain tenun cepuk dan Desa Tanglad.
Program terakhir adalah pengembangan strategi WT. Dalam program pengembangan strategi WT ini berpusat pada peningkatan sumber daya manusia (SDM). Dalam program pengembangan sebelumnya telah juga disebut beberapa hal yang termasuk dalam pengembangan SDM yang terintegrasi dengan program pengembangan lainnya, di antaranya dengan memberikan pelatihan kepada anak-anak muda desa Tanglad mengenai potensi kain tenun cepuk untuk memajukan desa Tanglad serta Nusa Penida. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan mendatangkan pelatih ke desa. Salah satu materi pelatihan adalah mengenai manajemen pengelolaan asset, yang berkutat di area bagaimana mengembangkan kain Tenun, bagaimana mengelola kebeberadaannya, serta sampai tingkat bagaimana memodifikasi dan mepromosikan asset leluhur mereka tersebut. Selain pelatih di tingkat akademisi, bisa juga oleh seorang praktisi. Para praktisi
membagi ilmu mereka berdasarkan pengalaman agar masyarakat lebih tahu kondisi yang terjadi di lapangan. Ini tentu lebih baik dengan kolaborasi ilmu tingkat akademik yang mereka telah dapatkan sebelumnya.
Peningkatan SDM lainnya dengan terus melakukan latihan-latihan kepada generasi muda desa Tanglad dalam bidang penenunan. Ini sekaligus menjaga kepunahan Kain tenun cepuk warisan budaya mereka. Pelatihan bisa dilakukan tiap minggu atau tiap bulan untuk menjaga konsistensi dan kesinambungan ilmu mereka, agar jangan sampai ilmu menenun kain cepuk ini punah begitu saja, terganti dengan budaya lainnya.
Untuk menyokong berbagai program tersebut diperlukan kelembagaan berbasis kemasyarakatan. Salah satunya adalah dalam bentuk Koperasi Desa. Nantinya koperasi desa akan membantu masyarakat dalam bidang pendanaan (bisa bentuk kredit), agar jangan sampai niat usaha masyarakat terhenti gara-gara absennya modal dalam bentuk uang. Tentu saja suku bunga kredit yang ditawarkan lebih kecil dari lembaga keuangan lainnya. Bisa jadi suku bunga lebih rendah lagi, kalau kredit yang diminta adalah untuk memajukan keberadaan kain tenun cepuk ini. Selain Koperasi Simpan Pinjam, koperasi yang bisa dibentuk yang berbasis kemasyarakatan adalah koperasi usaha. Tentu dalam ini tidak menjual kebutuhan sehari saja, termasuk sebagai wadah para pengerajin atau masyarakat untuk menjual beragam produk hasil olahan kein tenun cepuk yang mereka miliki. Nantinya koperasi membantu masyarakat untuk menjual baik itu ditingkat lokal maupun secara global melalui toko online atau media sosial. Ini sangat membantu sekali masyarakat yang tidak ramah dengan keberadaan internet atau tidak memiliki modal kerja yang besar untuk membangun sentra penjualan mereka sendiri.
Keberadaan kain tenun cepuk ini bisa diberdayakan untuk kesejahteraan masyarakat Nusa Penida, khususnya Desa Tanglad, sekaligus bisa dikembangan untuk pengembangan pariwisata budaya berkelanjutan. Namun, tidak banyak yang bisa melihat potensi yang dimiliki oleh kain jenis ini, salah satunya karena promosi yang kurang baik dibanding kain jenis lainnya yang sudah lebih terkenal seperti kain endek dan batik. Kekurangan pengembangan potensi kain tenun cepuk lainnya diantaranya berkenaan dengan sarana pendukung. Akses jalan yang kurang baik, letak desa yang cukup jauh dari keramaian, serta sarana pendukung semacam toilet umum serta lahan parkir yang tidak mencukupi juga menjadi perhatian pengunjung.
Namun, dari beragam kekurangan tersebut, keberadaan kain tenun cepuk juga memiliki beragam kelebihan untuk dikembangkan sebagai unsur pendukung pariwisata budaya, di antaranya adalah motif, tekstur, warna, serta bahan baku kain yang baik menarik minat wisatawan untuk membelinya.
Daftar Pustaka
Andriotis, Konstantinos. 2000. Local Community Perceptions of Tourism as a Development Tool: The Island of Crete. A thesis submitted in partial fulfillment of the requirements of Bournemouth University for the degree of Doctor of Philosophy.
Cooper, Chris. et.al., 1993. “Tourism Principlesand Practice”. England: Longman.
DPR RI. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan. Diunduh pada tanggal 10 Januari 2016 dari laman; http:// www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_2009_10.pdf.
David, Fred R., 2006. Manajemen Strategis. Edisi Sepuluh, Jakarta: Salemba Empat, Ismayanti.(2009), Pengantar Pariwisata. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana.
Katerina Angelevska-Najdeska, Gabriela Rakicevik. 2012. Planning of sustainable tourism development. Procedia - Social and Behavioral Sciences 44 (2012) 210 – 220
Murphy, P.E. and Andressen, B. 1988. Tourism development on Vancouver Island: An Assessment of the core-periphery model. The Professional Geographer.
Putra, I Nyoman Darma (ed). 2015. Pariwisata Berbasis Masyarakat Model Bali. Denpasar: Buku Arti.
Spillane, James, J, 1994. Pariwisata Indonesia: Siasat Ekonomi dan Rekayasa Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius.
Suansri, P. 2003. Community Based Tourism Handbook. Bangkok, Thailand: Responsible Ecological Social Tours Project (REST).
UNESCO. 2016. World Heritage and Tourism in a Changing Climate. Diakses dari situs resmi UNWTO pada tanggal 10 Januari 2016 di http://whc.unesco.org/ document/139944
UNWTO, 2016. Sustainable Development of Tourism. Diakses dari situs resmi UNWTO pada tanggal 10 Januari 2016 di http://sdt.unwto.org/content/about-us-5.
Profil Penulis
Firlie Lanovia Amir adalah alumnus Magister Kajian Pariwisata Universitas Udayana. Dia bekerja sebagai dosen jurusan Manajemen Perhotelan STP Bali Internasional.
JUMPA Volume 4 Nomor 2, Januari 2018
339
Discussion and feedback