PENERAPAN PARIWISATA BERKELANJUTAN DI CEKING TEGALLALANG, GIANYAR
on
JUMPA 4 [2] : 269 - 283
p-ISSN 2406-9116 e-ISSN 2502-8022
PENERAPAN PARIWISATA BERKELANJUTAN
DI CEKING TEGALLALANG, GIANYAR
I Wayan Yudi Surya Prananda1, Syamsul Alam Paturusi2,
I Nyoman Sudiarta3
1, 2, 3Universitas Udayana Email: [email protected]
Abstract
The purpose of this article is to formulate management strategies in realizing sustainable tourism in the tourist attraction of Ceking Rice Terrace, Tegallalang, Gianyar. Data were collected through direct observation, depth interview, questioner and library study and analyzed by using qualitative descriptive analysis, IFE, EFE, IE, SWOT, and QSPM matrix. The analysis shows that the general strategy that must be done to realize sustainable tourism in the tourist attraction of Ceking Rice Terrace is a growth strategy through product development by differentiating and innovating products in the form of seasonal packages such as rice planting packages for tourists, plowing rice fields, understanding local wisdom such as subak irigation system and promoting prewedding photos shoot around the tourist attraction. The results of SWOT and QSPM matrix analysis show that there are nine alternative strategies with priority scale that must be done including conflict management, evaluation of compensation, environmental restructuring, professional management implementation, and improving service quality.
Keywords: Ceking Rice Terrace, management strategy, sustainable tourism.
Abstrak
Artikel ini bertujuan untuk merumuskan strategi pengelolaan dalam mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan di daya tarik wisata Ceking Rice Terrace, Tegallalang, Gianyar. Data dikumpulkan melalui observasi, wawancara mendalam, penyebaran angket dan studi kepustakaan dan dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif, matriks IFE, EFE, IE, SWOT, dan QSPM. Hasil analisis matriks IE menunjukkan bahwa strategi umum yang harus dilakukan untuk mewujudkan pariwisata berkelanjutan di daya tarik wisata Ceking Rice
Terrace adalah strategi pertumbuhan melalui pengembangan produk dengan melakukan diferensiasi dan inovasi produk berupa paket-paket musiman seperti paket menanam padi bagi wisatawan, membajak sawah, pendalaman terhadap kearifan lokal yaitu subak, cooking class, dan izin untuk melakukan foto prewedding di sekitar daya tarik wisata Ceking Rice Terrace. Hasil analisis matriks SWOT dan QSPM menunjukan bahwa ada 9 strategi alternatif dengan skala prioritas yang harus dilakukan termasuk yaitu penanganan konflik, evaluasi pemberian kompensasi, penataan ulang lingkungan, penerapan manajemen professional, dan peningkatan pelayanan.
Kata kunci : Ceking Rice Terrace, strategi pengelolaan, pariwisata berkelanjutan
Dalam dua dekade terakhir, banyak desa di Bali mengelola potensi wisata di daerahnya untuk menjadi daya tarik wisata dan sumber pendapatan. Karena pengelolaannya dilakukan oleh masyarakat dan pendapatan juga sepenuhnya untuk mereka, maka bangkitnya desa-desa di Bali mengelola daya tarik di daerahnya memperbanyak bentuk-bentuk pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat (Putra, 2015).
Ceking rice terrace merupakan salah satu daya tarik wisata yang memiliki keindahan alam sebagai daya tarik utama, berada di wilayah Desa Kedisan, Kecamatan Tegallalang Kabupaten Gianyar, Bali. Walaupun terletak di Desa Kedisan, daya tarik wisata ini dikelola oleh Desa Pakraman Tegallalang Kecamatan Tegallalang, karena keindahan pemandangan (view) daya tarik wisata ini lebih bagus dilihat oleh wisatawan dari pinggir jalan yang berada di Desa Pakraman Tegallalang. Terletak tidak jauh dari Ubud, daya tarik wisata ini banyak dikunjungi wisatawan sehingga potensi manfaat ekonominya bisa dinikmati pengelola (Yulianie 2015).
Dampak ekonominya sebagian besar dinikmati oleh Desa Pekraman Tegallalang, bukan Desa Kedisan. Hal tersebut sering menimbulkan konflik antara dua desa, kedua desa tersebut memiliki inisiatif dan keinginan untuk terlibat dalam pengelolaan atas dasar hak wilayah guna memperoleh manfaat ekonomi dari perkembangan wisata Ceking untuk membangun komunitas desanya masing-masing. Masyarakat Tegallalang beranggapan mereka lebih berhak mengelola karena jalur utama dan tempat wisatawan untuk melihat view Ceking berada di wilayah Desa Tegallalang.
Artikel ini membahas tiga masalah yang saling berkaitan. Pertama, bagaimana cara pengelolaan daya tarik wisata sawah berundak Ceking? Kedua, apa sajakah yang menjadi pendorong dan penghambat dalam penge-
lolaannya? Ketiga, langkah-langkah apa yang harus dilakukan dalam mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan di daya tarik wisata Ceking rice terrace?
Teori manajemen digunakan sebagai pendekatan untuk menganalisis rumusan masalah bagaimana cara pengelolaan Ceking rice terrace sebagai daya tarik wisata, kemudian dianalisis apa saja pendorong dan penghambat pengelolaan, selanjutnya dengan pendekatan teori perencanaan dapat dirumuskan langkah - langkah pengelolaan yang tepat sehingga dapat berfungsi secara optimal untuk mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan di daya tarik wisata Ceking rice terrace. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian dilakukan di Ceking rice terrace yang berlokasi di Tegallalang Gianyar. Penelitian dilakukan selama tiga bulan dari Februari-Mei 2017. Data dikumpulkan melalui pengamatan langsung (observasi), wawancara mendalam (depth interview), penyebaran angket (questionare) dan studi kepustakaan.
Teknik penentuan informan menggunakan teknik purposive sampling. Pemilihan informan didasari atas pertimbangan-pertimbangan tertentu yang memiliki kemampuan dan kemauan memberikan data terkait dengan permasalahan dalam penelitian. Adapun informan dalam penelitian ini harus memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut : Memiliki pengetahuan mendalam tentang kondisi dan operasional di daya tarik wisata Ceking rice terrace. Memiliki pengetahuan mendalam tentang pengembangan Ceking rice terrace. Berpartisipasi langsung dalam pengembangan daya tarik wisata Ceking rice terrace. Memiliki pemahaman tentang kebijakan pengembangan daya tarik wisata Ceking rice terrace. Memiliki pengetahuan mendalam tentang kehidupan masyarakat lokal. Sedangkan teknik analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, dan menggunakan matriks IFE, EFE, IE, SWOT, dan QSPM (David, 2004) untuk merumuskan strategi yang dilakukan dalam mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan.
Pengelolaan daya tarik wisata sawah berundak Ceking menghadapi beberapa masalah, seperti ketidakpuasan petani yang sawah dan aktivitasnya menjadi daya tarik wisata, pengelolaan parkir, pelayanan kepada wisatawan, dan infrastruktur. Badan Pengelola Objek Wisata Ceking (BPOWC) memiliki tugas untuk mencarikan jalan keluar masalah tersebut sehingga keberlangsungan pengelolaan daya tarik wisata sawah indah ini dapat berjalan lancar dan memuaskan semua pihak.
Pada awalnya BPOWC atau Badan Pengelola Obyek Wisata Ceking membuat surat perjanjian dengan petani pemilik lahan untuk jangka waktu 10 tahun. Namun, karena ketidakpuasan para petani pada saat menerima
FOTO-FOTO YUDI SURYA
Foto 1. Keindahan Ceking Rice Terrace yang menjadi daya tarik wisata.
kompensasi yang terlalu kecil (pada awalnya berjumlah Rp 500.000/ bulan), maka perjanjian tersebut diubah berdasarkan kesepakatan bersama dengan jangka waktu perpanjangan tiap dua tahun. Hal ini dikarenakan petani yang tidak ingin lahan sawahnya dikontrak dalam waktu yang lama dengan kompensasi yang kecil.
Petani pemilik lahan memiliki asumsi bahwa kompensasi bisa dinaikkan setiap 2 tahun sekali yang disesuaikan dengan pemasukan BPOWC dan harga kontrak tanah yang berlaku di Bali. Kompensasi yang diminta semula oleh petani adalah Rp 3.000.000 /bulan. Karena dinilai terlalu besar, berdasarkan kesepakatan bersama maka kompensasi yang diterima petani setiap bulannya berjumlah Rp 2.000.000. Kompensasi ini merupakan solusi agar petani tidak merasa dimanfaatkan, tetapi ikut menikmati manfaat dari kegiatan pariwisata.
Berdasarkan wawancara dengan wakil pengelola Ir. I Wayan Sukarme (06 Juli 2017) dan dengan Mandri sebagai salah satu pemilik lahan sawah yang dijadikan objek utama, diperoleh informasi bahwa mulai 01 Juli 2017 pemberian kompensasi per bulan kepada petani atau pemilik lahan ditingkatkan menjadi Rp. 4.500.000 untuk lima orang yaitu Mandri, Kantun, Suta, Suniarta, Meja yang berasal dari Banjar Kebon dan Rp. 4.000.000 untuk dua orang yaitu Dana dan Kelas yang berasal dari Banjar Tangkub. Perjanjian pemberian kompensasi ini berlaku selama tiga tahun dan akan diperbaharui lagi setelahnya. Saat ini petani pemilik lahan hanya menuntut untuk meningkatkan jumlah pemberian kompensasi, walaupun dari pihak pengelola sempat menawarkan untuk mengajak pemilik lahan atau anak mereka untuk bergabung dalam pengelola, akan tetapi mereka menolak
karena gaji yang ditawarkan mereka anggap masih kurang.
Petani pemilik lahan ini merupakan masyarakat Desa Kedisan, setiap ada wisatawan yang datang disapa dengan ramah, walaupun dengan perbendaharaan bahasa asing yang sangat terbatas. Namun, ada kalanya petani pemilik lahan ini bersikap apatis karena merasa potensi yang dimilikinya dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi oleh masyarakat Desa Pakraman Tegallalang.
Petani pemilik lahan pernah memasang seng atau instalasi karena keinginannya tidak dituruti. Bahkan, untuk meraup keuntungan yang maksimal maka para petani ini tidak segan-segan untuk memaksa wisatawan yang melewati lahan sawahnya memberikan donasi walaupun wisatawan tersebut sudah membayar tiket masuk dan donasi sebelumnya.
Pendapatan pengelola utamanya berasal dari karcis masuk termasuk ongkos parkir sebesar Rp 10.000. Dalam sebulan kunjungan rata-rata 20 ribu-30 ribu sehingga pendaptan pengelola antara Rp 200 juta-Rp 300 juta, seperti tercermin dari datang yang diperoleh dalam penelitian bulan Februari 2017-May 2017.
Kunjungan rata-rata seribu orang per hari membuat areal untuk menatap pemandangan di Ceking menjadi padat apalagi wisatawan biasanya datang bersamaan pada jam padat menjelang tengah atau sore hari. Masalah kemacetan yang terjadi di daya tarik wisata sawah berundak Ceking sebenarnya terjadi dikarenakan para pengunjung atau wisatawan memilih parkir di pinggir jalan dibandingkan di tempat parkir yang telah disediakan.
Selain itu, juga dikarenakan pihak pedagang atau pemilik ruko memarkir kendaraanya di pinggir jalan dekat ruko mereka untuk menurunkan atau menaikan barang. Untuk saat ini pihak pengelola cuma memperbolehkan parkir di salah satu ruas jalan saja yaitu sebelah barat, dan kedepannya pihak pengelola mempunyai rencana agar sepanjang jalan di daya tarik wisata rice terrace Ceking di tertibkan dari kendaraan yang parkir, dan harus parkir di tempat parkir yang sudah disediakan.
Intensitas pengunjung daya tarik wisata Ceking yang meningkat meyebabkan kondisi jalan raya menjadi tidak kondusif, terutama pada pukul 12.00-16.00 WITA. Kondisi tersebut disebabkan oleh parkir yang tidak memadai. Berdasarkan rapat Badan Pengelola Obyek Wisata Ceking bersama Desa Pekraman Tegallalang dan Penasehat, maka tercipta kesepakatan untuk membangun area parkir di daya tarik wisata sawah berundak Ceking Kondisi jalan menjelang pukul 12.00-16.00 WITA. Area parkir daya tarik wisata sawah berundak Ceking di bangun di atas lahan seluas 3.200 m2. Area parkir tersebut mulai di tata oleh pengelola pada tanggal 14 Juli 2011 dan mulai di uji cobakan pada tanggal 10 Maret 2012, sampai mulai beroperasi seperti sekarang (Paris, 2016 ). Area parkir daya tarik wisata Ceking Rice Terrace dengan luas 3200 m2 memiliki kapasitas yang mampu menampung
Foto 2. Kemacetan yang terjadi di daya tarik wisata Ceking Rice Terrace.
40 mobil dan 5 mini bus.
Lahan parkir tersebut seharusnya dapat menampung lebih banyak kendaraan apabila khusus dibangun untuk area parkir. Namun, lahan 3.200 m2 tersebut dibangun beberapa bangunan seperti tempat ibadah, tempat transit, toilet, loket karcis dan tempat tunggu sopir, sehingga lahan untuk parkir kendaraan berkurang. Beberapa kendaraan besar seperti bus tidak dapat masuk ke area parkir, karena pintu masuk sangat kecil.
Kepentingan wisatawan yang berbeda-beda seperti melihat dan menikmati daya tarik sawah berundak - undak, stop over untuk lunch sebelum menuju Kintamani, menyebabkan waktu transit kendaraan berkisar antara 2 sampai 4 jam. Hal ini menyebakan parkir penuh pada pukul 13.00 sampai 15.00 Wita. Membludaknya pengunjung menyebabkan area parkir penuh sehingga BPOWC mengambil alternatif memanfaatkan 500 m tepian jalan untuk area parkir. Alternatif memanfaatkan 500 m tepian jalan untuk area parkir tidak menyelesaikan masalah. Dampak diberlakukannya alternatif tersebut yaitu kemacetan pada ruas jalan Ubud-Kintamani sehingga mengganggu ketertiban publik yang melintas. Kondisi tersebut sempat diantisipasi oleh BPOWC dengan menyediakan jalur alternatif untuk kendaraan lain, namun jalan alternatif tidak memenuhi standar dan pengendara memerlukan waktu lebih lama untuk sampai pada tujuan, selain itu jalan di area daya tarik wisata rice terrace Ceking merupakan jalan lintas Kabupaten yang menjadi hak masyarakat umum untuk melintas. Oleh karena itu, saat ini pengelola sudah membeli lahan di sebelah pintu masuk parkir agar pintu masuk tersebut bisa lebih lebar, selain itu pengelola juga menyewa lahan untuk menambah tempat parkir sebesar 25 are dengan biaya Rp 2,5 juta per are untuk jangka waktu 10 tahun. Mulai 1 Juli 2017 tempat masuk dan keluar mobil di tempat parkir menjadi dua pintu.
Sedangkan untuk penataan bangunan yang belum teratur, masih belum adanya solusi antara pemerintah Kabupaten Gianyar, masyarakat, dan pengelola. Menurut pemerintah Kabupaten Gianyar, sampai saat ini kawasan
Foto 3. Penataan bangunan yang belum teratur di Ceking Rice Terrace.
Ceking merupakan kawasan jalur hijau sehingga tidak boleh membangun di area tersebut. Masyarakat beranggapan mereka membangun di atas milik mereka sendiri, tidak dibuat permanen dan bangunan tersebut sudah ada sebelum dibentuknya pengelola. Berdasarkan wawancara dengan Dra. Anak Agung Mas Bagiawati, M.si selaku Sekretaris Kepala Dinas Pariwisata Daerah Kabupaten Gianyar, bahwa yang berwenang untuk menertibkan bangunan yang tidak teratur adalah Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Gianyar berdasarkan Perda Tata Ruang No. 16 tahun 2012. Sedangkan keterlibatan Dinas Pariwisata Daerah Kabupaten Gianyar hanya sebatas memberikan penyuluhan atau pembinaan kepada pengelola bagaimana cara mengelola suatu daerah tujuan wisata. Sampai saat ini penataan bangunan di daya tarik wisata Ceking rice terrace masih belum teratur karena belum adanya tindakan dari Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Gianyar dan Badan Pengelola.
Konsep pariwisata berkelanjutan dari UNWTO (2005) yaitu keberlanjutan ekosistem, menghormati sosial budaya masyarakat dan memberikan manfaat ekonomi yang berkelanjutan kepada stakeholders atau pemangku kepentingan sangat cocok diterapkan di daya tarik wisata Ceking rice terrace, karena masalah yang terjadi dan terlihat sekarang sangat mengancam keberlanjutan aktifitas pariwisata di daya tarik wisata tersebut. Selain itu, menurut Sudiarta (2012) pelayanan prima merupakan hal penting dalam menunjang keberlanjutan pariwisata. Ke depannya apabila pengelola tidak memiliki rumusan strategi yang tepat, hal ini menjadi suatu masalah dalam pengelolaan dan pengembangannya sebagai daya tarik wisata untuk mewujudkan pariwisata berkelanjutan.
Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan cara pengelolaan Ceking rice terrace sebagai daya tarik wisata adalah langkah-langkah atau program kerja yang telah dilaksanakan oleh pihak pengelola atau yang biasa disebut
BPOWC selama ini dalam operasionalnya mewujudkan Ceking rice terrace sebagai daya tarik wisata. Berdasarkan Manajemen Sumber Daya Alam, pihak pengelola sudah melakukan upaya memberikan dana retribusi kepada pemilik lahan agar selalu menjaga lahannya tetap asri dan indah.
Selain itu pengelola juga memperkejakan 14 orang petugas kebersihan di daya tarik wisata rice terrace Ceking. Berdasarkan Manajemen Sumber Daya Manusia, semua orang yang menjadi bagian dari Badan Pengelola Objek Wisata Ceking rice terrace berasal dari desa pekraman Tegallalang, mulai dari tim pengelola dan 14 orang karyawan yang di ambil masing-masing 2 orang dari 7 banjar yang ada di desa pekraman Tegallalang. Sedangkan dari Manajemen Keuangan, terdapat laporan harian, bulanan,dan tahunan. Semua laporan itu akan dikumpulkan oleh karyawan yang bertugas dan akan dilaporkan ke pihak pengelola sebulan sekali. Sementara ini pihak pengelola juga tidak menggunakan jasa auditor dalam mengaudit laporan keuangan, akan tetapi kedepannya setelah mengangkat tenaga ahli atau manager akan diupayakan menggunakan jasa auditor agar pengelolaan ini lebih profesional.
Berdasarkan Manajemen Pemasaran, Badan Pengelola Objek Wisata Ceking atau BPOWC selama ini tidak mempunyai strategi khusus dalam mempromosikan daya tarik wisata Ceking rice terrace, karena mereka beranggapan daya tarik wisata Ceking Rice Terrace berada di jalur strategis dan sudah terkenal dari dulu sehingga tidak perlu promosi lagi. Kedepannya pihak pengelola atau BPOWC akan memaksimalkan peran seksi atau divisi Sosial Ekonomi dalam meningkatkan kunjungan wisatawan.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara kepada para informan dan hasil kuesioner dengan responden, kekuatan (strengths) yang menjadi pendorong dalam pengelolaan daya tarik wisata rice terrace Ceking adalah daya tarik wisata Ceking rice terrace memiliki keindahan panorama sawah berundak-undak, penanganan konflik kepentingan antara desa Tegallalang dan desa Kedisan masih bisa diredam sampai saat ini, pengelolaan keuangan yang sangat transparan dan dipertanggung jawabkan, letaknya sangat strategis, berada dalam jalur utama antara Ubud dan Kintamani yang sudah terkenal dan ramai dilewati wisatawan, kawasan yang tertib dan bebas dari pedagang acung yang mengganggu. Peluang (opportunities) yang menjadi pendorong dalam pengelolaan daya tarik wisata Ceking rice terrace, meliputi meningkatnya kunjungan wisatawan yang datang ke Bali setiap tahunnya, menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal, keinginan orang untuk melakukan perjalanan wisata atau travelling, citra pariwisata Bali yang terus membaik dan sempat mendapatkan awards dari Tripadvisor sebagai Best Destinations In The World 2017, adanya kebijakan
dari pemerintah agar daya tarik wisata Ceking rice terrace dikelola oleh masyarakat lokal.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara kepada para informan juga kuesioner dengan responden, maka dapat dirumuskan berbagai kelemahan (weaknesses) yang menjadi penghambat dalam pengelolaan daya tarik wisata Ceking rice terrace adalah kemacetan di sekitar area daya tarik wisata Ceking rice terrace, belum memanfaatkan kemajuan teknologi, penataan bangunan di sekitar daya tarik wisata Ceking rice terrace yang masih belum teratur, kurangnya pengawasan terhadap pemilik lahan yang melakukan pungutan liar terhadap wisatawan, pemanfaatan tenaga kerja yang belum belum profesional.
Terkait ancaman (threats) yang dihadapi dalam pengelolaan daya tarik wisata Ceking rice terrace, meliputi situasi keamanan di lingkungan daya tarik wisata Ceking rice terrace, kawasan daya tarik wisata Ceking rice terrace yang rawan dan mudah kena longsor, adanya daya tarik wisata yang sejenis seperti Jatiluwih, banyaknya penawaran paket optional tour yang lebih atraktif dan inovatif di Bali yang juga menjanjikan insentif lebih besar untuk para tour guides ,konflik kepentingan antara desa Tegallalang dan desa Kedisan yang masih belum selesai.
Berdasarkan hasil pengolahan matriks IFE terhadap kekuatan dan kelemahan menunjukkan bahwa faktor jalur yang strategis sebagai kekuatan utama daya tarik wisata Ceking rice terrace dengan nilai tertimbang tertinggi yaitu sebesar 0.4190 dan faktor keindahan panorama mendapatkan nilai rating tertinggi 3,80. Faktor ini juga merupakan faktor kekuatan yang dianggap sangat penting karena memiliki bobot masing - masing sebesar 0.1164 & 0.1096. Faktor kemacetan di sekitar area menjadi kelemahan utama daya tarik wisata Ceking rice terrace dengan nilai tertimbang 0.3865 dan ditunjukkan oleh nilai rating 3,6 dengan bobot 0.1074.
Berdasarkan hasil pengolahan matriks EFE terhadap peluang dan ancaman, menunjukkan bahwa faktor citra pariwisata Bali yang terus membaik merupakan peluang utama bagi daya tarik wisata Ceking rice terrace dengan nilai tertimbang terbesar yaitu 0.3850. Faktor tersebut menjadi peluang yang memiliki tingkat kepentingan paling tinggi dengan nilai rating 3,60 dengan bobot 0.1069. Perolehan faktor ancaman yaitu konflik kepentingan antara desa Tegallalang dan desa Kedisan yang masih belum selesai merupakan ancaman utama dengan nilai tertimbang 0.4665 yang dianggap paling penting karena memiliki bobot 0.1166 dengan nilai rating 4.
Tabel 4.1 Matriks Internal Eksternal
Pemetaan terhadap masing-masing total nilai tertimbang dari faktor internal dan eksternal menempatkan posisi daya tarik wisata Ceking rice terrace pada sel ke satu (I). Kondisi ini menunjukkan bahwa daya tarik wisata Ceking rice terrace berada pada posisi kondisi rata-rata yang dapat dikelola dengan cara terbaik menggunakan strategi pertumbuhan (growth strategy). Penempatan pengelola dalam sel ke satu (I) juga mengidentifikasi, bahwa BPOWC harus mengantisipasi ancaman dari luar pengelola. Strategi yang tepat bagi daya tarik wisata Ceking rice terrace dalam kondisi ini adalah strategi pertumbuhan melalui pengembangan produk.
Strategi pengembangan produk dapat dilakukan dengan melakukan diferensiasi dan inovasi produk. Saat ini wisatawan yang datang ke daya tarik wisata Ceking rice terrace hanya untuk melihat keindahan panorama sawah berundak-undak, mengambil foto dan berjalan menelusuri keindahan panorama sawah berundak-undak. Pengelola harus menemukan sesuatu yang baru, agar wisatawan yang datang ke daya tarik wisata Ceking rice terrace mempunyai tujuan yang berbeda selain cuma menikmati keindahan panorama sawah berundak-undak saja.
Sebagai contoh pengelola bisa membuat suatu paket pada saat musim menanam padi di mana wisatawan yang datang bisa merasakan pengalaman langsung bagaimana proses saat menanam padi dan membajak sawah sedangkan pada musim panen wisatawan bisa ditawarkan pengalaman
bagaimana cara dan proses saat memanen padi hingga menjadi beras. Pengelola juga bisa menawarkan wisatawan untuk mempelajari tentang apa itu subak, dan juga kearifan lokal yang ada di sana. Seperti yang diberitakan Kompas Travel (2017) bahwa waktu Obama liburan di Bali, beliau lebih memilih untuk mengunjungi Jatiluwih dibandingkan daya tarik wisata Ceking rice terrace yang letaknya jauh dari tempat beliau menginap yaitu Four Season Ubud.
Contoh kasus ini bisa dipertimbangkan oleh pengelola untuk mengembangkan daya tarik wisata Ceking rice terrace. Hal lain yang bisa ditawarkan oleh pengelola adalah cooking class menggunakan bahan-bahan dari hasil panen penduduk lokal disana, selain beras sebagai hasil panen utama, pengelola bisa mengajak wisatawan merasakan pengalaman berbelanja di pasar tradisional dengan menawar langsung kepada penjual bahan-bahan masakan yang akan dibuat nantinya pada saat cooking class. Sebagai tambahan lain mungkin pengelola bisa memberikan ijin untuk melakukan foto prawedding disekitar lokasi daya tarik wisata Ceking rice terrace.
-
6.2 Analisis Strategi Alternatif
Perumusan strategi alternatif menggunakan analisis matriks SWOT. Berbagai kekuatan dan kelemahan internal yang dimiliki disesuaikan dengan peluang dan ancaman eksternal yang disajikan dalam matriks SWOT. Analisis matriks SWOT (Strengths-Weakness-Opportunities-Threat Matrix) menghasilkan sembilan strategi yang dikembangkan dalam empat tipe strategi pengelolaan. Strategi tersebut adalah : a) Strategi Strengths-Opportunities (S-O). b) Strategi Weaknesses-Opportunities (W-O). c) Strategi Strengths-Threats (S-T). d) Strategi Weaknesses-Threats (W-T)
Hasil analisis SWOT mendapatkan 9 strategi alternatif yaitu Penanganan konflik, Evaluasi pemberian kompensasi, Penataan ulang lingkungan, Penerapan manajemen professional, Penangulangan Bencana, Meningkatkan Kualitas Pelayanan, Meningkatkan Pengawasan, Memanfaatkan Teknologi Informasi, Meningkatkan SDM
-
6.3 Analisis Strategi Prioritas
Hasil analisis QSPM daya tarik wisata Ceking rice terrace pada Tabel 4.5 menunjukkan prioritas strategi. Adapun strategi yang memiliki daya tarik tertinggi sebesar 4,8020 adalah penanganan konflik.
Berdasarkan hasil analisis QSPM pada Tabel 4.5 dapat disimpulkan bahwa sembilan strategi pengelolaan bisa diterapkan pada daya tarik wisata rice terrace Ceking, dengan skala prioritas.
Tabel 4.5 Analisis Quantitative Strategic Planning Matriks
Strategi |
Rata-Rata Nilai TAS |
Peringkat |
SO1 : Penerapan Manajemen Profesional |
4.4558 |
4 |
SO2 : Evaluasi Pemberian Kompensasi |
4.7007 |
2 |
ST1 : Penangulangan Bencana |
4.2805 |
5 |
ST2 : Penanganan Konflik |
4.7984 |
1 |
WO1 : Penataan Ulang Lingkungan |
4.5254 |
3 |
WO2 : Meningkatkan Pengawasan |
4.1065 |
7 |
WO3 : Memanfaatkan Teknologi Informasi |
4.0504 |
8 |
WO4 : Meningkatkan SDM |
4.0023 |
9 |
WT1 : Meningkatkan Kualitas Pelayanan |
4.1974 |
6 |
Berdasarkan hasil analisis strategi umum, alternatif dan prioritas dapat disimpulkan sebagai berikut :
Pertama, langkah-langkah atau strategi umum yang perlu dilakukan untuk mewujudkan pariwisata berkelanjutan di daya tarik wisata Ceking rice terrace adalah strategi pertumbuhan melalui pengembangan produk dengan melakukan diferensiasi dan inovasi produk seperti membuat suatu produk atau paket pada saat musim menanam padi dimana wisatawan yang datang bisa merasakan pengalaman langsung bagaimana proses saat menanam padi dan membajak sawah sedangkan pada musim panen wisatawan bisa ditawarkan pengalaman bagaimana cara dan proses saat memanen padi hingga menjadi beras. Pengelola juga bisa menawarkan wisatawan untuk mempelajari tentang apa itu subak, dan juga kearifan lokal yang ada disana.
Kedua, untuk mencapai strategi umum ada 9 strategi alternatif dengan skala prioritas yaitu Penanganan konflik, Evaluasi pemberian kompensasi, Penataan ulang lingkungan, Penerapan manajemen professional, Penangulangan Bencana, Meningkatkan Kualitas Pelayanan, Meningkatkan Pengawasan, Memanfaatkan Teknologi Informasi, Meningkatkan SDM. Berdasarkan kesimpulan yang disampaikan dapat diberikan saran sebagai berikut :
Pertama, pengelola bisa membuat suatu produk atau paket pada saat musim menanam padi, pengelola juga bisa menawarkan wisatawan untuk mempelajari tentang apa itu subak, dan juga kearifan lokal yang ada disana. subak, organisasi yang ada, dan pendalaman local wisdom (kearifan lokal). Hal lain yang bisa ditawarkan oleh pengelola adalah cooking class menggunakan bahan-bahan dari hasil panen penduduk lokal disana, selain beras sebagai hasil panen utama, pengelola bisa mengajak wisatawan merasakan pengalaman berbelanja di pasar tradisional dengan menawar langsung kepada penjual bahan-bahan masakan yang akan dibuat nantinya pada saat cooking class. Sebagai tambahan lain mungkin pengelola bisa
memberikan ijin untuk melakukan foto pra-wedding disekitar lokasi daya tarik wisata Ceking rice terrace. Akan tetapi sebelum kita menggunakan strategi pengembangan produk, alangkah baiknya pengelola mengutamakan strategi prioritas pengelolaan sesuai hasil penelitian.
Kedua, pemerintah Kabupaten Gianyar melalui Dinas Pariwisata Daerah Kabupaten Gianyar hendaknya membantu pengelola melakukan pendekatan dengan pihak masyarakat lokal pemilik lahan sawah yang digunakan sebagai daya tarik wisata guna mencari solusi terbaik untuk menyelesaikan konflik yang terjadi agar pengelolaan daya tarik wisata Ceking rice terrace tidak terhambat karena adanya tuntutan dari pemilik lahan. Pemerintah Kabupaten Gianyar melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang hendaknya menindak dengan tegas para pemilik bangunan yang melanggar dan menghalangi pemandangan di sekitar daya tarik wisata Ceking rice terrace.
Ketiga, saran untuk penelitian lebih lanjut. Oleh karena penelitian ini terbatas pada strategi pengelolaan di Ceking rice terrace, maka disarankan kepada penelitian berikutnya untuk lebih dalam mengkaji dari segi pengembangan daya tarik wisata potensial lainnya di Tegallalang, Gianyar sehingga potensi wisata tersebut bisa dikembangkan dan memberikan kontribusi positif kepada masyarakat untuk mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan di Tegallalang Gianyar.
Ucapan Terimakasih
Dalam penyusunan tesis ini penulis telah banyak mendapat bantuan dan dukungan serta motivasi dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karenanya pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Syamsul Alam Paturusi, MSP selaku Dosen Pembimbing I dan Dr. I Nyoman Sudiarta, SE,M.Par selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, petunjuk dan dorongan semangat dalam proses penulisan tesis ini. Kepada Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt., yang telah senantiasa membantu penulis dalam memberikan bimbingan dan dukungan sehingga bisa menyelesaikan pendidikan pada Program Magister Kajian Pariwisata di Universitas Udayana Denpasar.
Daftar Pustaka
Damanik Janianton dan Weber Helmut. 2006. Perencanaan Ekowisata Dari Teori ke Aplikasi.Yogyakarta: PUSPAR UGM dan Andi.
David, Fred R. 2004. Manajemen Strategis, Konsep-Konsep. (Kreso Saroso,Pentj). Jakarta: Indeks Kelompok Gramedia.
David, Fred R. 2006, Manajemen Strategi. Buku 1, Edisi 10, Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
David, Lorant. 2011, Worldwide Hospitality and Tourism Themes. Vol. 3 No. 3, 2011
pp. 210-216 q Emerald Group Publishing Limited 1755-4217
Fong Sook Fun & Lo May Chiun. 2015. Community Involvement And Sustainable Rural Tourism Development: Perspectives From The Local Communities. European Journal of Tourism Research. Volume 11, pp. 125-146.
Hartati Ni Made, I Ketut Dunia, I Made Nuridja. 2014. “Pemanfaatan Objek Wisata Ceking Terrace Terhadap Pendapatan Masyarakat Di Kawasan Ceking Terrace”. Jurnal Vol 4 No 1 Tahun 2014. Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja.
Kask Sergey, Kull Tiiu, Orru Kati. 2016. Understanding Of Sustainable Tourism Among Russian Tourism Managers (European Journal Of Tourism Research) Volume 14, pp. 101-105. Varna University Of Management.
Kompas Travel. 2017. ”Mengapa Obama Ke Sawah Di Jatiluwih, Bukan Tegallalang,sumber:http://travel.kompas.com/
read/2017/06/27/200/200400327/mengapa.obama.ke.sawah.di.jatiluwih. bukan.tegallalang Diakses 27/06/2017.
Manullang, 2008, Dasar-Dasar Manajemen, Yogyakarta: Ghalia Indonesia (GI)
Pitana, I Gde. 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata. Yogyakarta: ANDI.
Putra, I Nyoman Darma (ed). 2015. Pariwisata Berbasis Masyarakat Model Bali. Denpasar : Buku Arti.
Rangkuti, Freddy.2006. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Sebastian George Ene, Bărăitaru Mădălina. 2010. ”Sustainable Development Strategies in Domestic and International Tourism”, (European Journal Of Interdisciplinary Studies), Volume 2, pp.2-10,2010.
Steefra Mangkey, Nuddin Harahab, Bobby Polii, Soemarno. 2012. “Analisis Strategi Pengelolaan Hutan Mangrove Berkelanjutan di Kecamatan Tatapaan, Minahasa Selatan, Indonesia”. J-PAL, Vol. 3, No. 1, 2012.
Sudiarta, I Nyoman. 2012. “Pemberdayaan Masyarakat Trunyan Dalam Upaya Pemberian Pelayanan Prima Dan Berkelanjutan Kepada Wisatawan”.Jurnal Udayana Mengabdi 7, 2012
Sugiyono 2015, Metode Penelitian Manajemen. Bandung: Penerbit Alfabeta
Swarbrooke, J. 1998. Sustainable Tourism Management. London : CABI Publishing Tarigan, R. 2005. Perencanaan Pengembangan Wilayah. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Terry George R. ,2000. Prinsip-Prinsip Manajemen. (edisi bahasa Indonesia), Bandung: PT. Bumi Aksara.
TripAdvisor. 2010. “Tegallalang Or Jatiluwih” sumber : https://www.tripadvisor. com/ShowTopic-g294226-i7220-k3375927-Tegalalang_or_Jatiluwih-Bali. html Diakses 01/05/2017
UNEP dan UNWTO. 2005. Making Tourism More Sustainable, A Guide for Polecy Makers. p.11-12. http://sdt.unwto.org/content/about-us-5. diakses 01/05/2017
Yulianie, Fatrisia. 2015. “Partisipasi dan Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengelolaan Daya Tarik Wisata Rice Terrace Ceking Gianyar, Bali” (Tesis). Denpasar: Program Magister (S2) Kajian Pariwisata Universitas Udayana.
Profil Penulis
I Wayan Yudi Surya Prananda adalah alumnus Program Studi Magister Kajian Pariwisata Fakultas Pariwisata Universitas Udayana Denpasar. Sebelumnya, menyelesaikan program studi Diploma III, Jurusan Pariwisata di Politeknik Negeri Bali pada tahun 2009. Pada tahun 2013 melanjutkan program sarjana (S1) di STIMI Handayani Denpasar dan tamat tahun 2015. Kemudian melanjutkan Program Studi Magister Kajian Pariwisata (S2) di Universitas Udayana, Denpasar pada tahun 2015 dan tamat tahun 2017 Email: [email protected].
Syamsul Alam Paturusi adalah Dosen Program Studi Magister Kajian Pariwisata Universitas Udayana yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris Program Studi Magister Kajian Pariwisata Universitas Udayana. Selain itu juga aktif mengajar di beberapa program studi di Universitas Udayana diantaranya pada Program Magister Arsitektur, Program Doktor Ilmu Teknik, Program Doktor Pariwisata dan Program Doktor Ilmu Lingkungan. Menerima gelar Guru Besar dalam “Perancangan Kota” Fakultas Teknik Universitas Udayana pada tahun 2017. Meraih Gelar Doktor (S3) di Universite` de Pau et des Pays de l’Adour, Prancis pada tahun 2000. Gelar Magister (S2) Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) di Institut Teknologi Bandung pada tahun 1988. Gelar Sarjana (S1) pada Jurusan Arsitektur Universitas Hasanuddin Makassar pada tahun 1983. Email: [email protected];
I Nyoman Sudiarta adalah Dosen Program Studi Industri Perjalanan Wisata Fakultas Pariwisata Universitas Udayana. Selain itu juga aktif mengajar Program Magister Kajian Pariwisata Universitas Udayana. Meraih Gelar Doktor (S3) di Universitas Udayana pada tahun 2015. Gelar Magister (S2) Pariwisata di Universitas Udayana pada tahun 2004. Gelar Sarjana (S1) di Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Indonesia Handayani pada tahun 2002. Email: [email protected]
JUMPA Volume 4 Nomor 2, Januari 2018
283
Discussion and feedback