ANALISIS POTENSI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN DESA WISATA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL COMMUNITY BASED TOURISM DI DESA PANCASARI

Ni Luh Febry Sukma Andryani

Prodi Ilmu Manajemen, Universitas Pendidikan Ganesha

Email : [email protected]

Putu Indah Rahmawati

Universitas Pendidikan Ganesha

Email : [email protected]

Ni Made Ary Widiastini

Universitas Pendidikan Ganesha

Email : [email protected]

ABSTRACT

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi dan startegi pengembangan Desa Wisata dengan menggunakan model community based tourism di Desa Pancasari. Desain penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Objek penelitian ini adalah Desa Pancasari dan narasumber dari Desa Pancasari dan pengunjung yang dapat memberikan informasi terkait penelitian. Informasi diperoleh dengan melakukan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Temuan dari penelitian menunjukkan bahwa Desa Pancasari memiliki potensi yang signifikan untuk dijadikan destinasi pengembangan Desa Wisata. Daya tarik yang dimiliki meliputi keindahan alam, kearifan lokal, budaya, dan keramahan penduduk. Dalam mengembangkan desa wisata, strategi yang digunakan adalah model community based tourism. Model ini melibatkan partisipasi aktif masyarakat setempat dalam pengambilan keputusan, pengelolaan, dan pemasaran destinasi wisata. Partisipasi masyarakat sangat penting dalam pengembangan Desa Wisata agar mencapai keberlanjutan yang lebih baik. Ketua karang taruna memiliki peran penting sebagai penghubung antara masyarakat, pengelola wisata, dan pemerintah. Mereka juga mengorganisir kegiatan sosial dan budaya yang melibatkan masyarakat dan pengunjung. Pengelola wisata bertanggung jawab dalam pengelolaan infrastruktur dan layanan wisata yang berkualitas serta mengembangkan produk wisata yang menarik. Penduduk desa memiliki peran aktif dalam menjaga kebersihan, keramahan, dan kelestarian lingkungan, dan dapat berperan sebagai pemandu wisata lokal. Pengunjung diharapkan menghormati adat

dan budaya setempat serta menjaga kelestarian lingkungan selama berkunjung. Dengan model community-based tourism, Desa Pancasari memiliki potensi besar dalam pengembangan Desa Wisata yang berkelanjutan, dengan dukungan partisipasi aktif masyarakat, peran ketua karang taruna, pengelola wisata yang berkualitas, dan kesadaran pengunjung terhadap adat dan budaya setempat.

Keywords: strategi pengembangan; desa wisata pancasari; community-based tourism.

Pendahuluan

Pariwisata memberikan peluang berkembangnya potensi daerah, alam dan keberagaman budaya serta tatanan kehidupan masyarakat. Selain sebagai penyumbang devisa bagi negara, pariwisata yang berkembang dengan baik tentu memberikan peluang kerja dan diversifikasi ekonomi. Dalam beberapa tahun terakhir, industri pariwisata telah mengalami kemajuan yang signifikan dan menarik perhatian dunia. Fenomena ini telah membawa banyak manfaat bagi tempat wisata dan pengunjung yang menjadi faktor yang berpengaruh dalam perkembangan sosial dan ekonomi global. Perkembangan pariwisata yang pesat telah menimbulkan tantangan yang tidak terduga bagi masyarakat lokal dan wisatawan yang berkunjung, baik dari segi ekonomi, sosial budaya, maupun lingkungan, (Choi & Sirakaya, 2005); (Archer et al., 2005).

Di wilayah Bali Utara, ada beberapa orang yang memiliki pengetahuan tentang pariwisata, namun banyak juga yang tetap kurang tertarik dan kurang peduli terhadap potensi tempat-tempat wisata yang ada di sekitar lingkungan mereka. Banyak destinasi wisata alam, budaya, dan pendidikan memiliki potensi besar, namun kurang berkembang dengan optimal sehingga akhirnya tidak memberikan dampak positif bagi lingkungan dan masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu, pengembangan konsep desa wisata ini perlu didukung oleh peraturan pemerintah dan peraturan adat setempat, termasuk Awig-Awig.Tujuannya adalah untuk mencapai pembangunan pariwisata yang berlangsung secara berkelanjutan dan

memberikan dampak positif bagi masyarakat setempat.Peraturan pemerintah dapat membantu mengatur industri pariwisata agar tidak merusak lingkungan dan budaya lokal, sementara peraturan adat setempat seperti Awig-Awig dapat membantu mempertahankan nilai-nilai budaya dan tradisi yang ada di desa wisata. Dengan mematuhi aturan pemerintah dan norma adat yang berlaku, perkembangan desa wisata akan memperkuat keterlibatan masyarakat lokal dalam pengelolaan sektor pariwisata, membawa peningkatan pada kondisi ekonomi mereka, dan mengokohkan identitas budaya masyarakat setempat. Selain itu, pengembangan desa wisata yang sesuai dengan peraturan juga dapat memperkuat citra positif destinasi wisata dan menarik minat wisatawan untuk berkunjung ke desa wisata tersebut.

Berdasarkan tabel di atas, terdapat 75 Desa Wisata dari 9 Kecamatan yang ada di Buleleng, yang ditetapkan atas Surat Keputusan Bupati Buleleng, No: 430/239/HK/2022 tgl 11 Maret 2022, Tentang Desa Wisata di Kab.Buleleng. Desa wisata di Kabupaten Buleleng lebih menarik dari desa wisata lainnya. Potensi alam dan keunikan aktivitas didalamnya menjadi kekuatan daya tarik wisata yang dapat menggugah minat wisatawan. Salah satu desa wisata yang sedang berkembang di Bali adalah Desa Wisata Pancasari di Kabupaten Buleleng. Potensi pariwisata di desa ini sangat besar, tetapi belum sepenuhnya dioptimalkan, (Muliarta, 2021). Desa Pancasari menjadi salah desa di kecamatan Sukasada yang menjadi desa wisata dengan kegiatan pertanian atau agriculture sebagai keunikan yang ditawarkan. Desa ini memiliki lahan pertanian yang luas dan banyak digunakan untuk menanam berbagai jenis tanaman seperti sayuran dan buah-buahan. Selain itu, Desa Wisata Pancasari juga memiliki potensi wisata alam yang indah seperti danau Buyan, pemandangan bukit dan pemandangan gunung. Dengan adanya kegiatan pertanian sebagai salah satu daya tarik wisata, Desa Wisata Pancasari dapat menarik wisatawan yang tertarik dengan kegiatan pertanian dan ingin mengetahui lebih dalam tentang proses budidaya tanaman yang ada di desa tersebut. Wisatawan dapat belajar langsung dari masyarakat setempat tentang teknik bertani dan cara mengelola lahan pertanian.

Pariwisata di Desa Pancasari masih belum berkembang secara optimal bisa menjadi perhatian yang serius bagi pemerintah, masyarakat lokal, dan pihak terkait, Budayasa (2016). Pengembangan infrastruktur yang memadai, seperti jalan, jembatan, sanitasi, listrik, dan akses internet, merupakan prasyarat penting bagi pengembangan pariwisata. Diperlukan upaya untuk meningkatkan infrastruktur di Desa Pancasari agar memudahkan aksesibilitas wisatawan dan memfasilitasi pengembangan objek wisata. Pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan di Desa Pancasari memiliki potensi sumber daya alam yang dapat dijadikan sebagai objek wisata, seperti keindahan alam, budaya, dan tradisi lokal. Namun, pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan perlu diperhatikan agar potensi tersebut dapat dimanfaatkan dengan bijaksana tanpa merusak lingkungan dan budaya lokal. Promosi dan pemasaran yang efektif menjadi kunci dalam mengembangkan pariwisata. Dibutuhkan upaya dalam mempromosikan potensi wisata Desa Pancasari melalui media online, pameran, serta kerjasama dengan pihak swasta dan pemerintah untuk meningkatkan visibilitas dan daya tarik wisata desa tersebut.

Pengembangan produk dan layanan wisata yang berkualitas dan sesuai dengan preferensi wisatawan dapat meningkatkan daya tarik pariwisata Desa Pancasari. Pengembangan produk dan layanan yang melibatkan masyarakat lokal, seperti homestay, kuliner lokal, kerajinan tangan, dan kegiatan budaya, dapat meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pengembangan pariwisata serta meningkatkan pendapatan lokal. Keterlibatan dan pemberdayaan masyarakat lokal sangat penting dalam pengembangan pariwisata di desa Pancasari. Dibutuhkan pengembangan keterampilan, pelatihan, dan pendampingan bagi masyarakat lokal agar merek dapat berperan aktif dalam pengelolaan objek wisata serta merasakan manfaat ekonomi dari sektor pariwisata. Pengembangan pariwisata di desa Pancasari memerlukan kolaborasi yang baik antara pemerintah, masyarakat lokal, dan pihak terkait, seperti lembaga pariwisata, perusahaan swasta, dan komunitas lokal.

Community Based Tourism (CBT) atau pariwisata berbasis masyarakat adalah suatu konsep pariwisata yang memperhatikan partisipasi masyarakat dalam mengelola pariwisata. CBT bertujuan untuk memberdayakan masyarakat setempat dalam pengelolaan dan pengembangan pariwisata di daerah mereka, sehingga masyarakat dapat memperoleh manfaat ekonomi dan sosial dari pariwisata yang ada, Agfianto et al., Suardana (2019). Dalam konteks pengembangan Desa Wisata Pancasari, penerapan model Community Based Tourism dapat menjadi strategi yang efektif dalam meningkatkan pengembangan pariwisata. Dalam model ini, masyarakat setempat menjadi pelaku utama dalam mengembangkan pariwisata di desa mereka. Hal ini dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengembangan Desa Wisata Pancasari sehingga dapat memperoleh manfaat ekonomi dan sosial yang lebih besar.

Dalam rangka mengembangkan Desa Wisata Pancasari dengan model Community Based Tourism, partisipasi masyarakat setempat sangat penting. Masyarakat setempat dapat terlibat dalam pengelolaan dan pengembangan pariwisata di desa mereka, sehingga mereka dapat memperoleh manfaat ekonomi dan sosial yang lebih besar. Salah satu cara untuk melibatkan masyarakat dalam pengembangan desa wisata adalah dengan memberikan pelatihan dan pendidikan tentang pengelolaan pariwisata dan pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM) yang berkaitan dengan pariwisata. Hal ini dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan membantu masyarakat setempat dalam mengembangkan potensi pariwisata di desa mereka.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis potensi wisata yang ada di Desa Wisata Pancasari dan merumuskan strategi pengembangan desa wisata dengan model Community Based Tourism. Dengan menggunakan studi kasus Desa Wisata Pancasari, diharapkan hasil penelitian dapat memberikan rekomendasi strategi pengembangan desa wisata yang berkelanjutan.

Tinjauan Pustaka

Pariwisata

Secara umum pariwisata dapat diartikan sebagai suatu kegiatan seseorang pada waktu tertentu untuk berbagai tujuan, termasuk liburan, memenuhi keinginan bepergian dan seterusnya dan membuat tempat lain oleh karena itu seseorang harus melakukan perjalanan (Zalukhu & Meyers 2009). Pariwisata didefinisikan sebagai aktivitas manusia yang melibatkan perjalanan dan tinggal di luar tempat tinggal, yang mencakup kunjungan ke tempat-tempat wisata atau tujuan bisnis, dan dapat melibatkan berbagai jenis aktivitas (Muljadi, (2009). Menurut Koentjaraningrat (2007) pariwisata adalah "kegiatan berwisata yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk mendapatkan hiburan, edukasi, atau pengalaman lain yang berhubungan dengan keadaan atau kegiatan yang khas dari suatu tempat atau daerah. Indikator pariwisata adalah parameter atau ukuran yang digunakan untuk mengukur kesehatan dan kinerja industri pariwisata suatu negara atau daerah. Adapun indikator yang dimaksud diantaranya: jumlah kunjungan wisatawan, pengeluaran wisatawan, jumlah malam menginap, pendapatan dari pariwisata, tingkat hunian hotel, kontribusi pariwisata terhadap PDB, kontribusi pariwisata terhadap penciptaan lapangan kerja, serta kepuasan wisatawan.

Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan

Pengembangan sektor pariwisata merupakan bagian penting dari upaya pembangunan ekonomi suatu negara untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan, (Sutiarso, 2018). Pendekatan yang digunakan dalam mengembangkan pariwisata berkelanjutan adalah pendekatan berbasis masyarakat atau yang lebih dikenal sebagai Community Based Tourism. Pendekatan pariwisata berbasis masyarakat ini menjadi konsep penting dan kritis dalam pengembangan teori pariwisata konvensional yang cenderung fokus pada pertumbuhan (growth oriented model), yang sering kali dikritik karena mengabaikan hak-hak dan

mengesampingkan peran masyarakat lokal dalam kegiatan pariwisata di suatu destinasi, (Budiani et al., 2018). Pengembangan pariwisata berkelanjutan sangat bergantung pada proses pemberdayaan masyarakat. Fokus dari kajian ini adalah untuk memahami bentuk-bentuk pemberdayaan masyarakat dalam konteks pengembangan pariwisata berkelanjutan, (Mudana, 2015). Dalam pengembangan pariwisata suatu daerah, perlu memperhatikan potensi yang ada di daerah tersebut. Semakin banyak potensi yang dimiliki oleh suatu daerah, semakin layak daerah tersebut dikembangkan menjadi tujuan wisata.

Partisipasi Masyarakat

Selain terlibat secara aktif, partisipasi masyarakat juga mencakup peran mereka dalam menilai kesesuaian dan dampak pembangunan terhadap perekonomian. Partisipasi masyarakat memegang peran penting dalam pelaksanaan pembangunan, di mana mereka tidak hanya menjadi penerima kebijakan, tetapi juga berperan aktif sebagai subjek yang terlibat dalam proses pengembangan pembangunan. Dengan keterlibatan dan partisipasi aktif masyarakat, pengembangan pariwisata dapat memberikan manfaat yang signifikan bagi masyarakat lokal dan daerah, seperti peningkatan lapangan kerja, peluang usaha, serta pertumbuhan dan pelestarian kebudayaan yang ada di daerah pengembangan pariwisata, (Ratnaningsih & Mahagangga, 2015).

Destinasi Pariwisata

Destinasi Pariwisata menurut Putri (2022) adalah suatu wilayah atau lokasi yang memiliki daya tarik wisata dan dikunjungi oleh wisatawan baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Destinasi pariwisata biasanya memiliki beragam atraksi wisata, infrastruktur dan fasilitas pendukung seperti akomodasi, transportasi, restoran, dan aktivitas rekreasi. Destinasi pariwisata dapat berupa kota, daerah pedesaan, pantai, pegunungan, danau, taman nasional, situs sejarah, atau tempat-

tempat lain yang memiliki nilai wisata yang menarik bagi wisatawan. Penting untuk mencapai pengelolaan destinasi pariwisata yang berkelanjutan, yaitu pengelolaan yang memperhatikan aspek ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan, serta melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat lokal. Dengan demikian, destinasi pariwisata dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat lokal, pengunjung, dan lingkungan, serta berkontribusi dalam pembangunan pariwisata yang berkelanjutan secara ekonomi, sosial, dan lingkungan. Menurut Almeyda-ibáñez et al. (2017) faktor-faktor yang mempengaruhi destinasi pariwisata adalah sebagai berikut: daya tarik, fasilitas, infrastruktur, transportasi dan keramahtamahan.

Desa Wisata

Desa wisata mencakup wilayah pedesaan yang menyajikan suasana asli desa, perencanaan wilayah, arsitektur bangunan, dan pola kehidupan sosial budaya masyarakat, termasuk kebiasaan sehari-hari (Amerta, 2017). Selain itu, desa wisata menyediakan fasilitas-fasilitas penting bagi para wisatawan seperti akomodasi, makanan dan minuman, souvenir, serta atraksi wisata. Menurut Dewi et al. (2013), komponen pertama dari desa wisata adalah perumahan, yang mencakup tempat tinggal penduduk lokal. Atraksi juga menjadi bagian penting dalam desa wisata, mencerminkan kehidupan sehari-hari masyarakat lokal dan memberi kesempatan bagi wisatawan untuk berinteraksi dengan mereka. Contoh atraksi termasuk kelas tari, kelas bahasa, melukis, dan hal lain yang spesifik. Desa wisata adalah bentuk pariwisata berbasis masyarakat yang sedang dianggap sebagai alternatif untuk mencapai pariwisata yang berkelanjutan. Pendekatan ini menekankan keterlibatan aktif masyarakat setempat dan peran dominannya dalam pengembangan pariwisata di wilayah (Utami et al., 2019). Meskipun ada rekomendasi lebih lanjut tentang peran dan kepemilikan masyarakat yang aktif dalam konsep pariwisata berbasis masyarakat, desa wisata secara keseluruhan merupakan gabungan dari atraksi, akomodasi, dan ruang pendukung yang tercermin dalam struktur kehidupan

masyarakat yang berhubungan dengan adat dan tradisi yang berlaku (Koentjaraningrat, 2007).

Community Based Tourism

Prinsip desa wisata adalah panduan yang harus diikuti untuk menjadikan sebuah desa menjadi wisata yang sukses dan berkelanjutan. Beberapa prinsip desa wisata yang umumnya dijalankan oleh Sudibya (1970) adalah: (1) Desa wisata harus berkelanjutan dalam arti tidak merusak lingkungan alam dan kebudayaan serta tidak merugikan masyarakat lokal. (2) Masyarakat lokal harus terlibat dalam pengembangan desa wisata dan turut memperoleh manfaat dari kegiatan pariwisata yang dilakukan. (3) Desa wisata harus menjaga dan melestarikan kebudayaan, lingkungan alam, dan kearifan lokal yang ada. (4) Mempromosikan budaya lokal: Desa wisata harus mempromosikan kebudayaan lokal dan mempertahankan warisan budaya serta menjadikannya sebagai daya tarik wisata. (5) Menjaga kebersihan: Desa wisata harus menjaga kebersihan dan keindahan lingkungan agar tetap menarik bagi wisatawan. (6) Menjaga kualitas layanan: Desa wisata harus memberikan pelayanan yang baik dan profesional kepada wisatawan. (7) Mempromosikan keragaman: Desa wisata harus mempromosikan keragaman budaya, alam, dan masyarakat setempat sebagai daya tarik wisata. (8) Mengembangkan ekonomi lokal: Desa wisata harus memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat setempat dan meningkatkan kesejahteraan mereka.

Metode

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif . Menurut Sugiyono (2017:59) metode deskriptif adalah penelitian yang melukiskan, menggambarkan, atau memaparkan keadaan objek yang diteliti sebagai apa adanya, sesuai dengan situasi dan kondisi ketika penelitian tersebut dilakukan. Menurut Fikri (2019) subjek merupakan satu dari bagian atau

anggota dalam responden. Subjek adalah pihak yang dijadikan sebagai sumber informasi atau sumber data yang terkait penelitian. Subjek penelitian ini terdiri dari aparatur sipil desa, pengelola desa wisata, wisatawan, masyarakat setempat, ketua karang taruna, dan mantan ketua karang taruna desa Pancasari. Pada penelitian ini peneliti memilih jenis penelitian kualitatif yang harus membutuhkan data yang jelas dan spesifik. Menurut Sugiyono (2018:224) bahwa pengumpulan data diperoleh dari observasi, wawancara, dokumentasi, maupun yang lainnya. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Hasil dan Pembahasan

Gambaran Umum Desa Wisata Pancasari

Desa Pancasari terletak di Kecamatan Sukasada, di bagian selatan Kabupaten Buleleng. Desa ini memiliki luas wilayah 12,80 km2 dan terletak di daerah perbukitan dengan ketinggian 1.250 m di atas permukaan laut. Jaraknya sekitar 59,0 km dari Provinsi Bali, Denpasar. Desa Pancasari terletak dekat dengan dua danau, yaitu Danau Buyan dan Danau Tamblingan. Sebagian besar penduduknya menggantungkan hidup pada sektor pertanian, peternakan, dan perkebunan. Di sektor pertanian, petani di desa ini mengembangkan komoditas hortikultura seperti cabai, tomat, sawi, kentang, brokoli, selada, wortel, stroberi, dan lain-lain. Mayoritas produk pertanian dari petani dijual untuk memenuhi kebutuhan pariwisata, selain kebutuhan lokal lainnya.

Gambar 1. Peta Desa Pancasari

Hasil Pengumpulan Data Penelitian

Hasil kuesioner wisatawan yang berkunjung ke Desa Pancasari menyebutkan bahwa persepsi terhadap daya tarik wisata alam sekitar yang dimiliki desa 53,1% sangat menarik untuk dikunjungi dan 46,9% menjawab menarik. Persepsi wisatawan terhadap potensi daya tarik buatan yang ada di kawasan Desa Pancasari, 56,3% menyatakan menarik, 37,3% menyatakan sangat menarik, dan 6,4% menyatakan cukup menarik. Berikut hasil pengumpulan data penelitian dengan wawancara yang menghasilkan 7 (tujuh) potensi daya tarik wisata buatan/kreatif yang ada di Desa Pancasari. Udara yang sejuk dan pemandangan yang indah di desa Pancasari sangat sesuai untuk para wisatawan menikmatinya dengan melakukan aktivitas berkemah. Dari 9 (Sembilan) tujuan berkunjung ke Desa Pancasari, 25% dari total keseluruhan kunjungan yang dipilih adalah berkemah atau camping.

Wisatawan yang berkunjung ke Desa Pancasari menyatakan bahwa 31,3% tujuan kunjungan ke Desa Pancasari adalah memetik buah stroberi. Potensi yang sedang dikembangkan saat ini sektor pertanian dan pariwisata. Persepsi wisatawan

terhadap potensi daya tarik budaya yang ada di kawasan Desa Pancasari, 59,4% menyatakan menarik, 37,5% menyatakan sangat menarik, dan 3,1% menyatakan cukup menarik.

Potensi Daya Tarik Wisata Berbasis Keunikan Sumber Daya Alam

Desa Pancasari terkenal karena keindahan alamnya dan potensi wisatanya. Desa ini memiliki pemandangan danau Buyan, bukit dan gunung yang indah, serta hutan hijau yang menarik. Wisatawan dapat menikmati danau dengan bersantai di tepi danau, menjelajahi sekitarnya dengan perahu, atau mengikuti kegiatan outbound. Desa Pancasari juga mengembangkan konsep desa wisata, di mana masyarakatnya berperan dalam pengembangan pariwisata. Model community based tourism digunakan untuk memberdayakan masyarakat dan meningkatkan perekonomian mereka. Diharapkan, potensi wisata alam yang dikelola oleh masyarakat dapat memberikan dampak positif tidak hanya pada perekonomian, tetapi juga dalam meningkatkan pengetahuan dan pengalaman berwirausaha serta mengurangi ketergantungan pada pekerjaan utama sebagai sumber penghasilan.

Gambar 2. Danau Buyan di Desa Pancasari

Potensi Daya Tarik Wisata Berbasis Buatan/Kreatif

Masyarakat desa Pancasari mengembangkan potensi wisata berbasis buatan/kreatif dengan membuat destinasi pariwisata berupa tempat perkemahan. Kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, industri, akademisi, dan media penting untuk pengembangan pariwisata yang berkelanjutan. Penutupan dua lokasi bumi perkemahan, yaitu Bumi Perkemahan Dasong dan Bumi Perkemahan Buyan, pada awal pandemi Covid-19 mengarahkan masyarakat yang memiliki lahan di pinggir danau untuk mengalihfungsikannya menjadi tempat perkemahan. Pemandangan danau yang indah menjadi daya tarik utama. Potensi ini dapat meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan lokal dan menciptakan lapangan kerja. Penting untuk menjaga kelestarian lingkungan dalam pengelolaan potensi ini dengan melibatkan semua pihak terkait.

Petani di Desa Pancasari mengembangkan potensi pertanian stroberi dengan menjual buah stroberi secara langsung kepada wisatawan yang berkunjung. Buah stroberi yang berlimpah diolah menjadi stroberi beku untuk menjaga kesegarannya. Stroberi beku ini dikirim ke hotel dan restoran di Bali untuk diolah menjadi jus stroberi. Petani juga membuka tiket masuk ke lahan stroberi, memungkinkan pengunjung untuk memetik buah secara langsung dengan harga terjangkau. Inisiatif ini meningkatkan perekonomian petani dan mendorong jiwa wirausaha di kalangan mereka. Selain itu, petani juga dapat mempekerjakan tetangga atau keluarga untuk membantu menjaga lahan dan memberikan pengarahan kepada pengunjung. Potensi petik stroberi langsung ini menjadi salah satu destinasi pariwisata unggulan di Desa Pancasari, yang juga mendorong partisipasi masyarakat dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan. Pemerintah berperan dalam memberikan pelatihan kewirausahaan untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan usaha dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Gambar 3. Petani Stroberi di Desa Pancasari

Pengembangan desa wisata yang berkelanjutan di Desa Pancasari mengutamakan keseimbangan ekonomi, lingkungan, dan aspek sosial budaya. Melalui partisipasi masyarakat, pengembangan pariwisata dengan memanfaatkan lahan pertanian sebagai wisata aktivitas pertanian dapat meningkatkan ekonomi masyarakat. Keunikan sosial budaya masyarakat Desa Pancasari juga menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk berpartisipasi dalam kegiatan pertanian dan perkebunan. Pengembangan destinasi pariwisata harus mempertimbangkan lingkungan dan mengoptimalkan potensi tanpa merusaknya. Desa Pancasari memiliki luas lahan pertanian yang dikelola oleh kelompok tani, dan wisatawan dapat melihat langsung aktivitas pertanian serta mengikuti kelas pertanian. Keberadaan kelompok tani sertifikat seperti Kelompok Tani Segening dan Bali Buyan Berry memberikan manfaat bagi masyarakat dan memberikan kesempatan bagi mahasiswa bidang pertanian untuk berpraktek lapangan dan pertukaran ilmu.

Potensi wisata alam Danau Buyan di Desa Pancasari sebagai wisata trekking belum optimal dikembangkan. Masyarakat lebih fokus pada sektor pertanian dan pemanfaatan lahan pinggir danau. Potensi lingkungan hutan di sekitar Danau Buyan menawarkan keindahan alam dengan beragam tumbuhan, satwa, dan perbukitan.

Pengembangan wisata trekking membutuhkan partisipasi masyarakat dan pemerintah, termasuk dalam pembangunan jalur trekking, promosi, dan pengelolaan. Keterbatasan bahasa Inggris menjadi hambatan, tetapi dapat diatasi melalui pelatihan bahasa bagi masyarakat yang terlibat. Bantuan pemerintah desa dalam pelatihan bahasa dapat mendukung pengelolaan dan memfasilitasi pengetahuan bahasa. Upaya ini penting untuk menjaga kelestarian alam, karakter daerah, dan melibatkan masyarakat lokal dalam pengembangan wisata trekking yang berkelanjutan.

Pembangunan pariwisata berbasis pemberdayaan masyarakat di Desa Pancasari mengutamakan usaha skala kecil dan menengah serta semangat kompetisi dan kooperatif. Generasi muda, melalui Karang Taruna, terlibat dalam mempromosikan desa dan berpartisipasi dalam kegiatan olahraga dan seni. Hal ini melatih semangat kompetisi dan memberikan pengetahuan yang dapat diimplementasikan dalam wirausaha. Pemanfaatan teknologi juga penting dalam mempromosikan produk. Desa Pancasari juga mengembangkan potensi dalam kegiatan olahraga, seni, dan pengelolaan acara, melibatkan anak muda dan UMKM setempat. Ini membentuk karakter dan kepemimpinan anak muda serta mendukung ekonomi lokal dan pertumbuhan usaha kecil.

Partisipasi masyarakat dalam pengembangan produk makanan dan minuman meningkatkan ekonomi desa Pancasari, khususnya ibu rumah tangga. Pemerintah berperan dalam pelatihan, penyuluhan, dan pengawasan industri kuliner secara berkelanjutan. Desa Pancasari memiliki potensi besar dalam budidaya buah stroberi, yang dapat diolah menjadi berbagai produk olahan seperti selai, buah kering, sirup, cookies, dan kerupuk stroberi. Komoditas hortikultura lainnya juga dimanfaatkan untuk menciptakan kuliner khas desa Pancasari, termasuk jus kesehatan dan infused sayur dan buah. Kreativitas dalam menghasilkan produk ini dapat mengoptimalkan potensi bisnis pertanian dan memberikan manfaat ekonomi yang signifikan bagi masyarakat.

Desa Pancasari sedang berupaya mengembangkan potensi cendera mata sebagai bagian dari pariwisata berkelanjutan. Partisipasi masyarakat dalam pengolahan produk menjadi keuntungan dalam mengembangkan potensi cendera mata. Desa telah melibatkan stand khusus untuk menawarkan produk khas Desa Pancasari kepada pengunjung, seperti kaos dengan desain tradisional, gantungan kunci simbolik, dan makanan khas dari bahan lokal. Pengembangan cenderamata ini memiliki potensi ekonomi dengan mendukung UMKM dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Dalam mengembangkan cendera mata, riset pasar, pemahaman preferensi wisatawan, desain menarik, kolaborasi dengan pengrajin lokal, promosi efektif, dan perhatian terhadap kualitas produk menjadi faktor penting.

Potensi Daya Tarik Wisata Berbasis Budaya

Tari Sanghyang Penyalin, seni pertunjukan sakral dan warisan budaya Desa Pancasari, menjadi daya tarik atraksi yang unik bagi wisatawan. Pertunjukan ini melibatkan rotan sebagai medium tarian yang dipegang oleh penari, menciptakan gerakan yang hidup dan mempesona. Wisatawan dapat menyaksikan keindahan gerakan tarian dan mendengarkan musik tradisional yang memukau. Selain hiburan, pertunjukan ini juga memberikan pemahaman tentang warisan seni dan budaya Bali yang kaya. Desa Pancasari menjadi tempat ideal bagi wisatawan yang ingin merasakan kehidupan sehari-hari masyarakat Bali dan terlibat dalam kegiatan budaya yang berharga. Mengunjungi desa ini bukan hanya tentang keindahan alam, tetapi juga tentang mengalami kedekatan dengan masyarakat lokal dan merasakan kehangatan serta kearifan budaya yang disajikan dengan bangga.

Pura Ulun Danu adalah tempat pemujaan dewi Danu, dewi air dan pengairan dalam kepercayaan Hindu. Arsitektur tradisional dan nuansa spiritual pura ini menarik perhatian wisatawan. Saat hari raya, masyarakat setempat dan pengunjung melakukan persembahyangan di Pura Ulun Danu Buyan. Pura ini menjadi destinasi

penting di Bali, menawarkan keindahan alam dan kebudayaan pulau tersebut. Keberadaannya memberikan pengalaman unik bagi wisatawan untuk menjelajahi dan mengagumi keajaiban Pura ini.

Analisis Faktor Penunjang dan Kendala Community Based Tourism di Desa Pancasari

Community based tourism (CBT) berperan penting dalam pengembangan destinasi pariwisata dengan fokus pada kegiatan sehari-hari yang menjadi ciri khas desa wisata. Masyarakat lokal dengan kearifan lokalnya menjadi kunci dalam pengelolaan dan pengembangan desa wisata yang berkelanjutan. Penting untuk menjaga nilai-nilai dalam kearifan lokal tersebut.

Faktor sosial dan budaya memiliki pengaruh besar terhadap pariwisata, dan keindahan alam serta fasilitas publik yang baik di destinasi wisata dapat menarik perhatian wisatawan. Daya tarik seni pertunjukan, pameran seni, dan budaya lokal juga berkontribusi dalam destinasi pariwisata. Fasilitas seperti akomodasi, tempat makan, toko souvenir, pemandu wisata, dan fasilitas rekreasi di sekitar destinasi wisata juga penting. Hospitality juga mempengaruhi kesuksesan destinasi wisata, karena kenyamanan wisatawan dalam berkunjung sangat penting. Jika keramahan tidak baik, wisatawan mungkin mempertimbangkan destinasi lain.

Beberapa faktor yang mempengaruhi pengembangan CBT di desa wisata antara lain pemanfaatan sumber daya lokal secara berkelanjutan, meningkatkan kesadaran dan kebanggaan masyarakat desa, serta partisipasi aktif masyarakat lokal dalam pengembangan dan pengelolaan pariwisata. Pendidikan dan pelatihan diperlukan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan masyarakat lokal dan operator pariwisata dalam pengembangan CBT yang berkelanjutan. Wisatawan cenderung mengunjungi tujuan berikutnya setelah mengunjungi objek wisata di daerah lain. Dengan memaksimalkan potensi dan menggunakan teknologi dalam pengembangan pariwisata yang berkelanjutan, desa dapat menjadi tujuan utama

wisatawan. Dengan demikian, sumber daya akan meningkat dan memberikan alasan bagi pengunjung untuk datang ke desa tersebut.

Analisis SWOT digunakan untuk mengevaluasi faktor penunjang dan kendala dalam pengembangan desa wisata berbasis community-based tourism di Desa Pancasari. Desa Pancasari memiliki kekuatan seperti keindahan danau sebagai daya tarik utama, lahan pertanian subur, terutama dalam produksi buah stroberi, dan potensi untuk mengembangkan produk olahan seperti selai stroberi. Namun, ada juga kelemahan seperti kurangnya binaan dari pemerintah desa dalam pengelolaan usaha, keterbatasan akses pasar, kurangnya promosi efektif, kurangnya pengetahuan olahan, kualitas pelayanan yang belum optimal, kesadaran lingkungan dan keberlanjutan yang rendah, dan keterbatasan pengetahuan bahasa untuk wisatawan asing. Analisis SWOT yang lebih komprehensif dan melibatkan berbagai pihak terkait perlu dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap tentang potensi dan tantangan dalam pengembangan desa wisata berbasis community-based tourism di Desa Pancasari.

Strategi Pengembangan Desa Wisata dengan Model Community Based Tourism

Desa Wisata Pancasari termasuk dalam desa wisata berkembang dengan pengembangan yang sudah mulai dikenal dan dikunjungi oleh masyarakat sekitar dan pengunjung dari luar. Desa ini telah memiliki sarana dan prasarana fasilitas pariwisata, serta tercipta lapangan pekerjaan dan aktivitas ekonomi bagi masyarakat setempat. Namun, masih terdapat beberapa destinasi pariwisata yang perlu dikembangkan lebih optimal oleh masyarakat. Partisipasi masyarakat sangat diutamakan dalam pengembangan desa wisata berbasis model community based tourism.

Analisis SWOT membantu memahami posisi organisasi di pasar, mengidentifikasi faktor penting yang mempengaruhi kesuksesan, dan merancang strategi yang tepat untuk memanfaatkan peluang dan mengatasi tantangan. Ini

memaksimalkan kekuatan dan peluang, serta meminimalkan kelemahan dan ancaman. Analisis ini memainkan peran penting dalam pengambilan keputusan strategis, mempertimbangkan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan. SWOT menggambarkan situasi dan kondisi yang dihadapi dan memberikan solusi untuk permasalahan yang ada.

Matriks SWOT menggambarkan peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi organisasi, sesuai dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Terdapat empat set alternatif strategis yang dihasilkan. Strategi SO menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang yang ada. Strategi ST menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman. Strategi WO memanfaatkan peluang dengan meminimalkan kelemahan. Strategi WT berfokus pada pertahanan, dengan

meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman.

Tabel 1. Matriks SWOT

Faktor Internal

Faktor Eksternal

Strength (kekuatan) S

Weaknesses (kelemahan) W

  • 1.    Memiliki potensi sumber daya alam yang indah yakni Danau Buyan, hamparan bukit dan gunung.

  • 2.    Lahan pinggir Danau Buyan

  • 3.    Lahan pertanian sayur dan buah stroberi yang luas

  • 4.    Sumber daya manusia dibidang olahraga dan seni pertunjukan

  • 5.    Sumber daya manusia dengan melakukan kegiatan kerajinan tangan dari kayu dan bahan tanaman dari danau Buyan dalam

  • 1.    Kegiatan pariwisata masih berbasis wisata alam dan agrowisata belum bisa mencakup wisata yang lainnya untuk dikembangkan.

  • 2.    Pengelola belum mampu menanamkan kemauan kepada generasi muda desa untuk berkecimpung pada kegiatan pariwisata Desa Pancasari.

  • 3.    Pengelola wisata didominasi generasi tua, generasi mudanya kebanyakan pergi merantau.

  • 4.    Sumber daya manusia yang belum optimal seperti bahasa dan pengetahuan dalam pengelolaan potensi.

menciptakan karya yang unik khas desa Pancasari.

  • 6.    Hasil pertanian yang melimpah

  • 7.    Potensi tarian sakral yakni Tari Sanghyang Penyalin

  • 8.    Pura Ulun Danu Buyan

  • 5.    Kurangnya pengelolaan sumber daya alam seperti belum ada rute wisata trekking.

  • 6.    Kualitas pelayanan yang belum baik.

  • 7.    Kurangnya kolaborasi dengan pihak eksternal seperti agen travel.

  • 8.    Beberapa infrastruktur yang rusak seperti parkir depan Pasar Wisata desa Pancasari.

Opportunity (peluang) O

Strategi S – O

Strategi W – O

  • 1.    Masih ada lahan yang dapat dimanfaatkan untuk dibangun fasilitas outbound.

  • 2.    Desa Pancasari dapat dikembangkan agrowisata seperti kebun sayur dan kebun petik buah stroberi

  • 3.    Wisata perkemahan

  • 4.    Pengolahan produk makanan dan minuman dari sayur dan buah seperti selai, jus, frozen food dari sayur dan buah, biskuit, keripik, dan lain-lain.

  • 5.    Wisata memancing

  • 6.    Wisata naik perahu

  • 7.    Wisata trekking

  • 8.    Pemanfaatan limbah eceng gondok menjadi kerajinan

  • 1.    Lahan yang ada dapat dibangun tempat bermain, rekreasi, wisata pancing, wisata naik perahu, wisata trekking dan berkemah.

  • 2.    Rencana membuat kebun buah, sayur dan herbal dapat menjadi penyuplai bahan mentah untuk pembuatan makanan keripik.

  • 3.    Industri rumah tangga oleh ibu-ibu dapat menjadi UMKM untuk menambah ekonomi.

  • 4.    Mengadakan event tiap tahun seperti acara kesenian untuk promosi serta menjual cendera mata khas desa Pancasari

  • 5.    Mengembangkan promosi melalui foto-

  • 1.    Sering melibatkan generasi muda dalam setiap kegiatan wisata seperti kerja bakti, menjadi guide, melibatkan kepanitiaan ketika acara karang taruna.

  • 2.    Menciptakan kesadaran masyarakat bahwa kegiatan pariwisata dapat menjadi penghasilan ekonomi selain pekerjaan utama.

  • 3.    Mengadakan program pendidikan dan pelatihan yang fokus pada pengelolaan potensi sumber daya alam dan pengembangan keterampilan, seperti pengelolaan wisata, pengolahan limbah eceng gondok, dan pengembangan bahasa dan pengetahuan dalam industri pariwisata.

  • 4.    Menjalin kerjasama dengan institusi pendidikan dan organisasi terkait, seperti universitas, travel serta

tangan khas desa Pancasari

  • 9.    Pertunjukan seni tari Sanghyang Penyalin dengan melakukan promosi ke berbagai sosial media sebelum pertunjukkan dilaksanakan

  • 10.    Menjual cendera mata khas desa Pancasari

  • 11.    Saat ada event-event seni dari pemerintah atau anak muda, masyarakat dapat membuka stand UMKM dan menjual berbagai makanan dan minuman.

  • 12.    Memanfaatkan sosial media dalam mempromosikan Desa Pancasari

foto suasana desa, danau, dan perbukitan.

lembaga pelatihan.

Threats (ancaman) T

Strategi S – T

Strategi W – T

  • 1.    Perubahan pemikiran masyarakat yang berorientasi pada ekonomi semata yang dapat mengancam kelestarian Danau Buyan yang ada di Desa Pancasari.

  • 2.    Kekhawatiran terhadap wisatawan yang berperilaku negatif di Danau saat

  • 1.  Desa Pancasari perlu

melakukan upaya yang lebih kuat dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian sumber daya alam, terutama Danau Buyan.

  • 2.    Melalui programprogram pendidikan lingkungan, pelatihan, dan kampanye sosial,

  • 1.    Desa Pancasari perlu mengatasi kelemahan dalam keberagaman wisata dengan mengembangkan jenis wisata yang baru. Misalnya, desa Pancasari dapat mengembangkan wisata budaya, wisata sejarah, atau wisata kreatif yang melibatkan kerajinan tangan lokal.

  • 2.    Desa Pancasari perlu melakukan upaya aktif dalam menarik minat

camping dan glamping.

  • 3.    Kegiatan wisata semakin ramai, dikhawatirkan nilai-nilai adat yang ada di Desa Pancasari akan luntur.

  • 4.    Kondisi alam yang tidak menentu dapat mengganggu infrastruktur yang telah dibangun .

desa Pancasari dapat mengedukasi masyarakat tentang dampak negatif dari kegiatan yang tidak ramah lingkungan dan mengajak mereka untuk bertanggung jawab dalam menjaga kelestarian alam.

  • 3.    Desa Pancasari dapat memastikan bahwa nilai-nilai budaya tetap dijunjung tinggi dan tidak luntur akibat kegiatan wisata yang semakin ramai.

Program ini dapat melibatkan sumber daya manusia yang ahli dalam bidang olahraga, seni pertunjukan, dan kerajinan tangan untuk memberikan pendidikan dan pengalaman yang otentik kepada wisatawan.

  • 4.    Mengembangkan rencana pengelolaan yang berkelanjutan untuk infrastruktur wisata, seperti jalan, tempat camping, dan fasilitas lainnya.

generasi muda untuk terlibat dalam kegiatan pariwisata.

  • 3.    Desa Pancasari perlu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sumber daya manusia terkait dengan bahasa, pengetahuan dalam pengelolaan potensi, dan kualitas pelayanan.

  • 4.    Desa Pancasari perlu melakukan perbaikan dalam kualitas pelayanan kepada wisatawan.

  • 5.    Desa Pancasari perlu menjalin kerjasama yang lebih erat dengan pihak eksternal, seperti agen perjalanan dan operator tur.

Desa Pancasari memiliki potensi besar dalam pengembangan pariwisata. Kekuatan desa ini meliputi keindahan alam, lahan pertanian yang subur, dan potensi seni dan kerajinan. Namun, desa juga menghadapi beberapa kelemahan, seperti kurangnya keberagaman wisata dan keterbatasan sumber daya manusia. Desa Pancasari memiliki peluang dalam mengembangkan jenis wisata yang baru, melibatkan generasi muda, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, serta menjalin kerjasama dengan pihak eksternal. Ancaman yang dihadapi meliputi perubahan pemikiran masyarakat dan dampak negatif terhadap lingkungan dan kebudayaan. Strategi yang dapat dilakukan termasuk memanfaatkan kekuatan untuk memanfaatkan peluang, mengatasi ancaman dengan kekuatan yang dimiliki, memanfaatkan peluang dengan meminimalkan kelemahan, dan menghindari kelemahan serta ancaman. Desa Pancasari perlu mengembangkan infrastruktur, mengoptimalkan hasil pertanian, meningkatkan pelayanan, dan menjaga kelestarian alam dan kebudayaan. Kolaborasi dengan pihak eksternal dan perbaikan infrastruktur juga diperlukan. Dengan strategi yang tepat, desa Pancasari dapat mengembangkan pariwisata yang berkelanjutan dan sukses menghadapi tantangan.

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa Desa Wisata Pancasari memiliki potensi yang besar dalam pengembangan pariwisata. Potensi tersebut meliputi keindahan alam, berbagai jenis wisata menarik, serta seni dan budaya yang kaya. Untuk mengembangkan desa wisata ini, perlu dilakukan upaya dalam diversifikasi usaha wisata, meningkatkan kemitraan dengan pemangku kepentingan, meningkatkan kualitas pelayanan dan fasilitas, serta menjaga keberlanjutan lingkungan dan budaya. Desa Pancasari juga perlu melibatkan masyarakat dalam pengelolaan pariwisata melalui kegiatan yang melibatkan generasi muda, serta memberdayakan masyarakat dalam mengelola potensi desa. Strategi ini akan

meningkatkan daya tarik desa wisata Pancasari dan menarik minat lebih banyak wisatawan untuk mengunjungi dan menjelajahi pesona desa tersebut.

Desa Wisata Pancasari perlu bekerja sama dengan pemerintah desa dan lembaga terkait, memperbaiki infrastruktur, mengembangkan strategi pemasaran yang efektif, memberikan pelatihan dalam pelayanan pelanggan, serta diversifikasi produk dan pengalaman wisata. Kerjasama dengan pemerintah dan lembaga terkait akan memberikan binaan dan sumber daya yang diperlukan. Perbaikan infrastruktur akan meningkatkan aksesibilitas dan kenyamanan bagi wisatawan. Strategi pemasaran yang efektif melalui berbagai media akan meningkatkan daya tarik Desa Pancasari. Pelatihan dalam pelayanan pelanggan akan meningkatkan kualitas pelayanan secara keseluruhan. Diversifikasi produk dan pengalaman wisata akan menarik minat lebih banyak wisatawan dan memperpanjang durasi tinggal mereka di desa.

Daftar Pustaka

Almeyda-ibáñez, Marta, Babu P. George, Jurnal Pemasaran Pariwisata, and Marta Almeyda-ibanez. 2017. “Evolusi Branding Destinasi: Tinjauan Literatur Branding Dalam Pariwisata Evolusi Branding Destinasi: Tinjauan Literatur Branding Dalam Pariwisata.”

Archer, B., C. Cooper, and L. Ruhanen. 2005. The Pesitive and Negative Impacts of Tourism. ketiga. edited by Global Tourism (William F. Theobald). London: Butterworth-Heinemann,.

Arida, I. Nyoman Sukma, and LP. Kert. Pujani. 2017. “Kajian Penyusunan Kriteria-Kriteria Desa Wisata Sebagai Instrumen Dasar Pengembangan Desawisata.” Jurnal Analisis Pariwisata 17(1):1–9.

Choi, HSC, and E. Sirakaya. 2005. “Mengukur Sikap Penduduk Terhadap Pariwisata Berkelanjutan: Pengembangan Skala Sikap Pariwisata Berkelanjutan.” Jurnal Penelitian Perjalanan 43(4):308.

Dewi, M. H. U., Fandeli, C., & Baiquni, M. 2013. “Pengembangan Desa Wisata Berbasis Partisipasi Masyarakat Lokal Di Desa Wisata Jatiluwih Tabanan, Bali.” Kawistara 2(3).

I Wayan Mudana. 2015. “Pemberdayaan Masyarakat Di Daerah Tujuan Wisata Desa Pemuteran Dalam Rangka Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan.” Jurnal Ilmu Sosial Dan Humaniora 4(2):598–608.

J Muljadi, A. 2009. Kepariwisataan Dan Perjalanan. Rajawali Press.

Koentjaraningrat. 2007. Manusia Dan Kebudayaan Di Indonesia. Jakarta: Djambatan.

Muliarta, I. Ketut. 2021. “Strategi Pengembangan Pariwisata Berbasis Ekologi & Edukasi.” 3(2):152–66.

NusaBali. (n.d). Krama Pancasari Tampilkan Tari Sakral Sang Hyang Penyalin. Diakses pada 4 Juli 2023, dari https://www.nusabali.com/berita/54977/krama-pancasari-tampilkan-tari-sakral-sang-hyang-penyalin.

Putri Agustina, Dian. 2022. “Community-Based Tourism In Improving Community Welfare In Wanagiri Village, Sukasada District, Buleleng Regency 1 I Gede Putra Nugraha, 2 Rahutama AtidirA, 3 Made.” 63–72.

Ratnaningsih, Ni Luh Gede, and I. Gusti Agung Oka Mahagangga. 2015. “Partisipasi Masyarakat Lokal Dalam Pariwisata (Studi Kasus Di Desa Wisata Belimbing, Tabanan, Bali).” Jurnal Destinasi Pariwisata 3(1):45–51.

Yasir, Y Nurjanah, N. E. N Salam, and N. Yohana. 2019. “Kebijakan Komunikasi Dalam Membangun Destinasi Dan Masyarakat Sadar Wisata Di Kabupaten Bengkalis.” Studi Komunikasi 3(3):424.

Sri Rahayu Budiani, Windarti Wahdaningrum, Dellamanda Yosky, Eline Kensari, Hendra S Pratama, Henny, and Yanti Kusmiati Mulandari, Heru Taufiq Nur Iskandar, Mica Alphabettika, Novela Maharani, Rizka Fitria Febriani. 2018. “Deteksi Luasan Mangrove Teluk Youtefa Kota Jayapura Menggunakan Citra Analisis Perubahan Potensi Dan Strategi Pengembangann Pariwisata Berkelanjutan Berbasis Komunitas Landsat Multitemporal.” Majalah Geografi Indonesia 32(2):170–76. doi: 10.22146/mgi.

Sudibya, Bagus. 1970. “Wisata Desa Dan Desa Wisata.” Jurnal Bali Membangun Bali 1(1):22–26. doi: 10.51172/jbmb.v1i1.8.

Sutiarso, Moh Agus. 2018. “Sustainable Tourism Development Through Ecotourism.” OSFPreprint (September):1–11.

Utami, Taufi, and bakti. 2019. “Vilage Tourism: The Implementation of Community Based Tourism.” International Conference of Organizational Innovation (ICOI 2019) 10(19):100. doi: dx.doi.org/10.2991/icoi-19.2019.94.

Zalukhu, S., and K. Meyers. 2009. “Panduan Dasar Pelaksanaan Ekowisata.” Unesco Office.

Profil Penulis

Putu Indah Rahmawati adalah pengajar di Universitas Pendidikan Ganesha prodi

Ilmu Manajemen.

Ni Made Ary Widiastini adalah pengajar di Universitas Pendidikan Ganesha prodi Ilmu Manajemen.

Ni Luh Febry Sukma Andriyani adalah mahasiswa Magister Ilmu Manajemen di

Universitas Pendidikan Ganesha.

JUMPA Volume 10, Nomor 1, Juli 2023

319