PARIWISATA BERBASIS MASYARAKAT:

LANGKAH TEPAT KEBERLANJUTAN?

Septian Asriadi Putra

Magister Studi Pembangunan, Institut Teknologi Bandung

Email: [email protected]

Baiq Rizky Fatmasari

Magister Perencanaan Kepariwisataan, Institut Teknologi Bandung Email: [email protected]

Lintang Annisa

Magister Perencanaan Kepariwisataan, Institut Teknologi Bandung

Email: [email protected]

Alhilal Furqan

Sekolah Arsitektur Perencanaan da Pegembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung

Email: [email protected]

ABSTRACT

Tourism is considered one of the great opportunities in development. However, it needs to be remembered that tourism will invite large capital to enter, which can produce other consequences. Community-based tourism is one model that is expected to accommodate local interests and involvement. Indonesia is promoting this activity in the form of Desa Wisata and several other forms. Based on this debate, a study was conducted that identified community-based tourism activities in Pasir Angling Village, West Java. It was found that tourism activities carried out by the community are a form of community-based tourism. In this study, it was concluded that the fulfillment of most of the indicators indicated that there were community-based tourism activities. This research implies that the activities carried out are indeed potentially very good with a note that this activity is a development activity, not the main one. In addition, the distribution of resources owned by the community can be used as new potential as a form of income diversification. Another important thing is that capital and financial results are not very important with the togetherness built by the whole community. This research was taken from the perspective of the researcher as a tourist. Thus, it has not measured the actual impact of the implementation of

community-based tourism activities in Pasir Angling Village. Future research is very open to be carried out.

Keywords: community based tourism; sustainability; Indonesia.

Pendahuluan

Pariwisata merupakan dianggap salah satu peluang besar dalam pembangunan. Dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan sektor pariwisata sangat pesat di dunia (Milova, et.al 2017). mereka memanfaatkan potensi pariwisata sebagai sumber pendapatan baru yang dapat meningkatkan perekonomian (Poziani 2021). Namun, penting untuk dicatat bahwa pariwisata juga berpotensi memberikan ruang yang besar pada masuknya modal yang intensif ke dalam suatu daerah wisata dan cenderung melemahkan partisipasi masyarakat lokal. Dalam beberapa kasus, pengembangan pariwisata yang hanya berfokus pada aspek komersial dan ekonomi tanpa mempertimbangkan kepentingan dan keterlibatan masyarakat lokal dapat menimbulkan masalah sosial, ekonomi, dan lingkungan yang berpotensi merugikan masyarakat setempat dan lingkungan (Yuliawati et al. 2020). Sehingga era sekarang ini berkembang pandangan bahwa pengembangan pariwisata yang berkelanjutan bertumpu pada keterlibatan dan partisipasi masyarakat lokal dalam proses pengambilan keputusan dan pembangunan pariwisata.

Pandangan atas pembangunan masyarakat sering kali dilaksanakan oleh negara-negara yang menjunjung paradigma keberlanjutan dengan penekanan pada pemberdayaan, pengembangan, dan peningkatan mata pencaharian masyarakat lokal. Pariwisata berbasis masyarakat (Community Based Tourism-CBT) adalah alat pengembangan masyarakat yang memperkuat kemampuan masyarakat pedesaan untuk mengelola sumber daya pariwisata sambil memastikan partisipasi masyarakat lokal (Hamzah and Khalifah 2009). Adapun yang cukup banyak dilakukan yaitu pelaksanaan CBT dimana sebagai alat pengembangan masyarakat yang memperkuat

kemampuan masyarakat lokal dalam mengelola sumber daya wisata dan meningkatkan partisipasi mereka dalam pengambilan keputusan serta memperkenalkan wisatawan pada budaya lokal dan mengembangkan produk wisata berbasis kearifan lokal (Yuliane, Ukhwatul, and Sholeh 2022). Peran CBT dalam pengembangan masyarakat lokal telah diakui dalam literatur sebelumnya dan upaya empiris telah dilakukan hingga saat ini. Elemen mendasar yang terkait dengan CBT adalah keterlibatan masyarakat dan isu-isu yang terkait dengan pengembangan pariwisata(Putra et al. 2021). Literatur lain menyatakan bahwa CBT adalah pendekatan berkelanjutan untuk mempromosikan pengembangan masyarakat melalui kepemimpinan partisipatif dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pariwisata(Anwar, Trilestari, and Agustina 2022; Pius Suratman and Falconer 2018).

Hal penting lainnya yang dimiliki oleh CBT adalah konsep operasi skala kecil yang menekankan pada interaksi positif antara wisatawan dan masyarakat setempat, sehingga dapat menghasilkan pengalaman wisata yang autentik dan bermakna bagi wisatawan (Kaluarachchige et al. 2021). CBT dapat membantu membantu masyarakat lokal dalam menghasilkan pendapatan, mendiversifikasi ekonomi lokal, melestarikan budaya, melestarikan lingkungan dan memberikan kesempatan pendidikan. Sebagai CBT dapat memberikan komunitas lokal dengan pendapatan alternatif bagi masyarakat setempat, CBT menjadi alat pengentasan menjadi alat pengentasan kemiskinan. CBT membutuhkan pendekatan jangka panjang jangka panjang dan bertujuan untuk memaksimalkan manfaat bagi masyarakat lokal dan membatasi dampak negatif negatif dari pariwisata terhadap masyarakat dan sumber daya sumber daya lingkungan mereka(Giampiccoli, Mtapuri, and Coordinado Por Esteban Ruiz Ballesteros 2016) .

Terlepas dari potensi manfaatnya, beberapa pihak berpendapat bahwa pariwisata berbasis masyarakat mungkin tidak selalu merupakan cara yang paling efektif untuk mengembangkan pariwisata berkelanjutan di suatu destinasi. Para pengkritik CBT menunjukkan bahwa meskipun CBT memberikan peluang bagi

masyarakat lokal untuk terlibat dalam pengembangan pariwisata, namun mungkin tidak selalu layak atau disarankan untuk hanya mengandalkan inisiatif yang digerakkan oleh masyarakat. Salah satu masalah adalah bahwa CBT sering kali membutuhkan sumber daya yang signifikan dan dukungan kelembagaan dari organisasi luar seperti LSM atau lembaga pemerintah agar berhasil (Palacios-Florencio et al. 2021). Hal ini dapat membebani anggaran pemerintah yang sudah terbatas dan dapat mengakibatkan ketergantungan yang berlebihan pada sumber pendanaan eksternal. Selain itu, ada juga pandangan yang menganggap bahwa CBT tidak dapat memberikan manfaat yang signifikan bagi masyarakat lokal. Menurut beberapa kritikus, implementasi CBT cenderung hanya memperkaya sejumlah individu di dalam komunitas, sedangkan mayoritas masih hidup dalam kondisi kemiskinan. Konsep CBT cenderung sulit diimplementasikan karena banyak faktor yang harus diperhatikan dan dikontrol agar keberlanjutan pariwisata dapat tercapai. (Solomon Kebede and Kebede Zelelew 2020). Terlebih lagi, sebagian masyarakat lokal sulit untuk beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang diperlukan dalam pengembangan pariwisata berbasis masyarakat.

Indonesia hari ini juga sedang menggalakkan aktifitas pariwisata berbasis masyarakat yang dituangkan dalam bentuk desa wisata, pemberdayaan kelompok sadar wisata dan bentuk lainnya. setidaknya, berdasarkan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, di awal tahun 2023 tercatat 4.674 desa wisata yang tersebar di seuruh provinsi di indonesia. hal ini menandakan aktifitas ini dianggap sebagai peluang bagi masyarakat lokal.

Berdasar perdebatan teoritis dan pertimbangan praktis yang ada, penting untuk ditelusuri aktifitas tersebut berjalan di indonesia. Penelitian ini akan menelusuri bagaimana aktifitas pariwisata berbasis masyarakat di Kampung Pasir Angling, Jawa Barat. akan ditelusuri bagaimana pembentukan aktifitas ini dan bagaimana cara mengembangkannya. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat

memberikan wawasan yang berguna untuk pengembangan pariwisata yang berkelanjutan di Indonesia.

Penelitian dilakukan dengan pendeketan fenomenologi (Creswell, 2018) dengan mendapatkan dan mengembangkan pemahaman arti makna suatu peristiwa yang dialami seseorang atau kelompok, dengan melakukan pengamatan secara langsung dengan berkunjung sebagai wisatawan bersama anggota keluarga serta melakukan wawancara kepada beberapa narasumber kunci bersama Aparat Desa, Ketua Kelompok Sadar Wisata, Anggota Kelompok Sadar Wisata dan Masyarakat setempat, serta dengan menelusuri infromasi-informasi lainnya terkait dengan Aktifitas Wisata berbasis Masyarakat Kampung Pasir Angling. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan langkah pembangunan pariwisata berbasis masyarakat yang dikembangkan oleh Asia Pasific Economic Cooperation (APEC) dan dikembangkan berdasarkan analisa peneliti dengan tahapan berikut ini:

Tabel 1. Langkah analisis pariwisata bertumpu masyarakat

No Tahapan

  • 1    Mengidentifikasi Lokasi Dan Kondisi Masyarakat Yang Potensial

  • 2   Mengidentifikasi Kebutuhan Dan Kesiapan Komunitas Untuk

Pariwisata

  • 3   Mengidentifikasi Langkah Edukasi Dan Persiapan Komunitas

Untuk Pariwisata

  • 4   Mengidentifikasi Kepemimpinan Lokal

  • 5   Mengidentifikasi  Persiapan Dan Pengembangan Organisasi

Pariwisata

  • 6   Mengidentifikasi Pengembangan Kemitraan

  • 7   Mengidentifikasi Pendekatan Terpadu Dalam Pariwisata

  • 8   Mengidentifikasi Menganalisis Rencana Dan Kualitas Desain

Produk

  • 9   Mengidentifikasi  Strategi Identifikasi Permintaan Pasar Dan

Pemasaran

  • 10    Mengidentifikasi Proses Implementasi Dan Pengawasan

Sumber: Identifikasi (2023)

Hasil dan Pembahasan

Mengidentifikasi Lokasi Dan Kondisi Masyarakat Yang Potensial

Kampung Pasir Angling merupakan salah satu dari sepuluh kampung yang terletak di bawah kaki gunung Bukit Tunggul dengan luas wilayah 46.000 km2 termasuk bagian dari Desa Suntenjaya, Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat. Jarak desa wisata dengan alun-alun lembang hanya sekitar 16 km saja dengan waktu tempuh kurang lebih 30 menit. Kampung Pasir angling dikelilingi oleh pemandangan alam yang menakjubkan. Di sekitar kampung ini terdapat perbukitan hijau yang memanjakan mata, dan udara segar yang sangat menyegarkan. Suasana pedesaan yang tenang dan damai menjadi daya tarik utama kampung ini. Lahan pertanian dan perkebunan warga seluas 150 Hektar dan perbukitan yang mengililingi juga turut menghiasi sejauh mata memandang.

Selain itu di kampung pasir angling juga terdapat sungai pasir. Sungai ini terbentuk dari aliran air yang mengalir melalui perbukitan dan membawa butiran-butiran pasir. Air yang mengalir membentuk alur sungai yang indah, dengan pasir putih yang menjadi ciri khasnya. Pada lokasi yang lain, terdapat juga curug atau air terjun Bellarosa yang menawarkan keindahan alam yang alami dan memukau. Air terjun ini berlokasi tidak jauh dari perkampungan, hanya membutuhkan waktu kurang lebih empat puluh menit dengan berjalan kaki. Kondisi air yang masih sangat jernih dan menyegarkan cukup untuk melepas penat bagi siapapun yang datang berkunjung.

Gambar 1. Kondisi lokasi dan masyarakat Kampung Pasir Angling

Sumber: Penelitian Lapangan (2023)

Keberadaan hutan pinus yang didalamnya terdapat bumi perkemahan bincarung seluas tiga hektar juga dapat menjadi potensi wisata. Bumi perkemahan ini berdampingan dengan jalur menuju perkebunan masyarakat dan merupakan jalur pendakian ke arah Gunung Bukit Tuggul sejak tahun 90an yang menjadikan lokasi ini cukup dikenal oleh beberapa kalangan dan berpotensi untuk dikenal lebih banyak orang dikemudian hari.

Masyarakat sehari-harinya memiliki kegiatan bertani dan berternak. Hasil panen mereka cenderung stabil. Selain itu, mereka juga sudah terbiasa menerima kunjungan dari para pembeli hasil tani dan ternak baik dari lokasi sekitar maupun yang dari luar. Terlihat keramahan dan kenyaman dari dari masyarakat menghiasi kunjungan.

Hal lainnya, lokasi Kampung Pasir Angling berdekatan dengan salah satu objek wisata yang sudah dikenal dan dikunjungi oleh wisatawan, yaitu The Lodge

Maribaya. Kedua lokasi tersebut terpaut 15 (menit) dengan menggunakan kendaraan bermotor. Keberadaan objek wisata tersebut berpotensi membuka peluang bagi kampung ini untuk dijangkau oleh pengunjung.

Potensi-potensi tersebut tampaknya harus ditempuh dengan menhadapi konsekuensi lain. Perjalanan ke kampung tersebut membutuhkan waktu sekitar 2 jam perjalanan dengan trek mendaki dari Kota Bandung. Terlebih lagi, dalam perjalanan akan bertemu banyak objek wisata lain. Seringkali kemacetan panjang terjadi di sekitar objek-objek tersebut.

Gambar 2. Jalan Masuk dan kondisi jalan menuju lokasi

Sumber: Penelitian Lapangan (2023)

Setelah 2 (dua) jam, perjalanan masih harus diteruskan menuju titik lokasi dengan melewati jalanan yang kecil selama sekitar 10 menit. Hal ini menyebabkan kendaraan roda 4 (empat) sulit jika harus bersamaan dan kendaraan berukuran besar seperti bus tidak dapat masuk ke kawasan tersebut. Selain itu, kondisi medan jalan yang cukup terjal juga menjadi salah satu hambatan bagi yang ingin berkunjung dengan menggunakan kendaraan roda empat. Terdapat beberapa bagian jalan yang kondisinya rusak parah dan berlubang. Kendala ini perlu diperhatikan agar dapat meningkatkan aksesibilitas dan kemudahan bagi para pengunjung yang ingin menikmati potensi wisata di Kampung Pasir Angling.

Kondisi tersebut juga didukung dengan belum adanya transportasi umum yang terkoneksi langsung ke tujuan lokasi. Dukungan trasnportasi umum hanya

terdapat sampai sekitar 30 (tiga puluh) menit sebelum lokasi. Sehingga untuk tiba di lokasi hanya memungkinkan dengan kendaraan pribadi. Berdasarkan identifikasi lokasi dan kondisi masyarakatnya, Kampung Pasir Angling memiliki potensi untuk mengembangkan kegiatan CBT, meskipun masih ada beberapa catatan penting.

Mengidentifikasi Kebutuhan Dan Kesiapan Komunitas Untuk Pariwisata

Kesiapan masyarakat merupakan suatu kompetensi yang dimiliki untuk berbuat sesuatu. Hal ini dapat diartikan bahwa kesiapan adalah suatu keadaan yang dialami seseorang maupun sekelompok orang yang telah siap untuk melaksanakan sesuatu. Dalam konteks ini, kesiapan masyarakat menentukan keberhasilan dari CBT. Masyarakat tidak hanya berperan sebagai objek dari pengembangan wisata namun masyarakat juga memiliki peran strategis sebagai penentu arah pembangunan wisata (Sugiharto, Delita, and Sidauruk 2018). Pengembangan masyarakat diperlukan karena merupakan upaya untuk membantu kelompok masyarakat agar memiliki suara dan pengaruh dalam isu-isu yang menyangkut kehidupan mereka sehingga kepentingan mereka dapat terakomodasi dalam kegiatan pariwisata (Pitchford 2012).

Kebutuhan masyarakat di kampung pasir angling terhadap kegiatan wisata sudah dapat dikatakan telah sampai pada tahapan dapat menentukan peran pariwisata dalam meningkatkan perekonomian masyarakat yakni sebagai alternatif mata pencaharian, alat untuk mendukung upaya pelestarian Kawasan hutan, dan sebagai training ground bagi para partisipan. Hal ini sejalan dengan penelitian bahwa pariwisata berbasis masyarakat menekankan pada kebutuhan masyarakat sebagai pemasukan alternatif atau tambahan, yang dilakukan melalui partisipasi aktif mereka dalam kegiatan pariwisata di sekitar lingkungan mereka.

Keberadaan potensi lahan yang luas berupa hamparan hutan pinus, perkebunan kopi dan pertanian sayuran di kampung pasir angling merupakan lahan yang tercatat milik oleh PT. PERHUTANI. Namun, dalam cerita yang berkembang dikalangan masyarakat bahwa lahan tersebut merupakan peninggalan nenek moyang

masayarak pasir angling. Dalam hal ini, masyrakat kampung pasir angling menganggap pariwisata dapat menjadi upaya untuk mempertahankan kepemilikan lahan tersebut.

Keberadaan pariwisata juga dapat membuka peluang sumber mata pencaharian dan pendapatan alternatif yang dapat menguntungkan masyarakat setempat. Selain bertani dan beternak sebagai mata pencaharian utama masyarakat di kampung pasir angling, masyarakat setempat menganggap kegiatan pariwisata di kawasan tersbut sebagai alternatif pencaharian yang dapat dijadikan nilai tambah.

Pariwisata juga dianggap yang berpotensi sebagai wadah pelatihan untuk partisipasi di masa depan di sektor-sektor ekonomi lainnya. Hasil produksi tani dan ternak mereka dapat dikembangkan lebih jauh dengan adanya kunjungan dan perhatian dari banyak pihak.

Dari sisi kesiapan, masyarakat sebelumnya sudah memiliki wadah berupa ikatan yang kuat antar masyarakat. Selanjutnya guna memastikan keterlibatan pemuda dan perempuan, masyarakat sudah memiliki wadah untuk berkumpul berupa karang taruna dan beberapa kelompok wanita tani. Hal ini berpotensi memudahkan mobilisasi pariwisata untuk tersampaikan ke masyarakat.

Tantangan yang dihadapi adalah bahwa dengan aktifitas tani dan ternak, masyarakat harus bekerja dari pagi hingga sore hari. Sehingga membutuhkan tenaga ekstra untuk mengerjakan aktifitas lainnya. Selain itu, tetapi, tidak semua lapisan masyarakat memiliki kesempatan untuk berpartisipasi karena merasa kurang mampu dalam memfasilitasi wisatawan, berbahasa asing, serta kurang modal finansial untuk berjualan di kawasan wisata.

Mengidentifikasi Langkah Edukasi Dan Persiapan Komunitas Untuk Pariwisata

Upaya untuk mengedukasi masyarakat kampung pasir angling terkait kebutuhan pariwisata diawali dengan Membangun stigma bahwa dengan hadirnya pariwisata tidak akan mengganggu kegiatan tani dan ternak, justru akan memperoleh

nilai tambah. Selanjutnya dilakukan dengan melalui Mengajak beberapa kelompok masyarakat seperti KWT (Kolompok Wanita Tani) dan kelompok pemuda yang tergabung dalam Karang Taruna serta masyarakat secara umum untuk berkolaborasi dalam mendukung aktivitas pariwisata. Pelatihan yang diberikan kepada kelompok wanita tani diberikan untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia pada sektor pertanian serta diharapkan dapat menunjang kegiatan agro wisata yang telah berkembang di kampung pasir angling. Selain itu, komunitas karang taruna juga turut andil dalam pengembangan titik wisata yang ada di kampung pasir angling misalnya kawasan Bumi perkemahan. Penataan area perkemahan, melakukan gotong royong pembersihan secara rutin telah menjadi konsentrasi bagi karang taruna di kampung pasir angling sebagai kegiatan lanjutan merupakan wujud kesiapan komunitas dalam menyambut kegiatan pariwisata.

Namun, belum dilakukan pelatihan-pelatihan yang terkualifikasi terkait persiapan menyambut kegiatan pariwisata. Hal ini dikarenakan proses edukasi yang dilakukan hanya berasal dari masyarakat internal yang cenderung belum memiliki pengetahuan dan kemampuan yang berkaitan secara spesifik dengan pariwisata. Di sisi lain, belum ada pelatihan dari Dinas Pariwisata setempat maupun Lembaga lainnya. Sehingga terdapat keterbatasan kemampuan dan keterampilan yang berkaitan khusus dengan pariwisata.

Mengidentifikasi Kepemimpinan Lokal

Pemimpin lokal (Local chamipon) dalam konteks ini adalah orang yang dianggap menjadi penggerak utama dalam melaksanakan kegiatan pariwisata secara langsung di lapangan. Salah satu faktor keberhasilan aktifitas pariwisata berbasis masyarakat akan bergantung pada kepemimpinan. Pemimpin yang dimaksud bisa berupa seseorang yang ditunjuk oleh pemerintah, sukarelawan yang berdedikasi yang dipekerjakan oleh LSM, atau juru bicara yang ditunjuk oleh masyarakat sendiri. Kualitas seorang pemimpin ditentukan oleh komitmennya, dedikasinya, dan

semangat yang ia miliki dalam menjalankan pekerjaan. Penting untuk mencatat bahwa seorang juara lokal tidak harus dipilih secara resmi dan dapat berasal dari luar daerah, meskipun telah tinggal di wilayah tersebut dalam jangka waktu yang cukup lama. Dalam proses penelusuran di kampung pasir angling, ditemukan Pak Cecep Dodi yang teridentifikasi memenuhi kriteria tersebut.

Beliau merupakan seorang yang menggagas kegiatan wisata di Kampung Pasir Angling. Perjalanan beliau sebagai orang yang dipercaya telah dimulai sejak tahun 90an. Pada awalnya, beliau dipercaya sebagai satuan pengamanan kampung (hansip) oleh warga setempat. Seiring berjalannya waktu beliau dipercaya kembali menjadi ketua rukun tetangga dan Ketua rukun warga. Dengen berbekal kepercayaan dari masyarakat setempat dan potensi wisata serta dukungan perangkat desa pak cecep mulai menginisiasi aktivitas pariwisata di kampung pasir angling. Lebih lanjut beliau berkoordinasi dengan tetua kampung dan seluruh lapisan masyarakat untuk dapat melihat potensi alam, pertanian, dan peternakan yang ada di kampung pasir angling menjadi potensi wisata yang menjanjikan. Hingga saat ini, ketika berbicara pariwisata di kampung pasir angling maka beliaulah sosok yang patut ditemui.

Gambar 3. Berbincang bersama Pak Cecep Sumber: Penelitian Lapangan (2023)

Mengidentifikasi Persiapan Dan Pengembangan Organisasi Pariwisata

Upaya dalam mempersiapkan dan mengembangkan organisasi pariwisata

oleh masyarakat Kampung Pasir Angling sudah teridentifikasi. Organisasi pariwisata masyarakat atau yang dikenal dengan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) telah didirikan secara formal melalui penerbitan Surat Keputusan Kepala Desa Suntenjaya Nomor 188/10/32.17.2014/2021 tentang Pembentukan Kelompok Sadar Wisata Desa

Suntenjaya Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat Masa Bhakti 2021-2026 yang langsung dibina oleh Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Bandung barat dan Kepala Desa Suntenjaya sebagai penasehat. Kepengurusanpun sudah dibentuk dengan pembagian tugas pada setiap strukturnya.

Keberadaan kantor kesekretariatanpun sudah terpenuhi dengan status sewa

bangunan. terlihat kantor tersebut juga diiringi dengan dagangan lainnya seperti air

minum dan makanan. Menurut sekertaris pokdarwis tersebut, penyewaan ini

dilakukan atas nama pribadi sehingga bentuk dagangan itu adalah bagian dari

usahanya dan tidak ada berkaitan dengan pokdarwis.

Gambar 4. Kantor Sekretariat Kelompok Sadar Wisata

Sumber: Penelitian Lapangan (2023)

Mengidentifikasi Pengembangan Kemitraan

Kemitraan memiliki peran yang besar dalam pengembangan sebuah pariwisata berbasis masyarakat karena hal ini dapat meningkatkan daya saing

destinasi wisata tersebut. Oleh karena itu, perlu dibangun kerjasama dengan pemangku kebijakan terkait agar pariwisata berbasis masyarakat ini dapat berkelanjutan. Kerjasama ini dapat dilakukan dengan membuat perencanaan, strategi, dan inovasi untuk mengembangkan pariwisata sehingga bisa meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar sekaligus memanfaatkan potensi alam yang ada.

Dalam pengembangan wisata di kampung Pasir Angling, Pokdarwis Bincarung sudah melakukan beberapa kerjasama dengan beberapa stakeholders, yaitu pemerintah desa Suntenjaya, Pemerintah Kabupaten Bandung Barat, yayasan Walungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Perhutani, akademisi, kelompok mahasiswa pecinta alam, dan media.

Diagram 1. Kemitraan Kelompok Sadar Wisata Bincarung

Sumber: Penelitian Lapangan (2023),

Pada tahun 2019, masyarakat kampung Pasir Angling bekerjasama dengan yayasan Walungan dalam melakukan inisiasi program pengembangan kawasan pelestarian hutan dengan konsep integrated farming dan eduwisata dalam rangka mengoptimalkan kegiatan pertanian dan peternakan di kampung Pasir Angling dan mengembangkan potensi wisata alam yang berada di kampung tersebut. Tujuan dari dilakukannya program ini adalah untuk mendapatkan multiplier effect terutama dalam hal pendayagunaan sumber daya manusia, pengembangan wisata, dan

peningkatan ekonomi masyarakat Pasir Angling. Akan tetapi, kolaborasi yayasan Walungan ini dilakukan dengan karang taruna Pasir Angling karena pada saat itu pokdarwis Bincarung belum terbentuk sehingga program yang diinisiasi belum dapat diimplementasikan secara berkelanjutan karena belum terbangunnya komunikasi antara yayasan walungan dan karang taruna dengan Pokdarwis Bincarung.

Pengembangan sektor wisata di kampung Pasir Angling merupakan salah satu implementasi dari visi pariwisata pemerintah kabupaten Bandung Barat yang tercantum dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Barat nomer 4 Tahun 2012 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Bandung Barat, yaitu “Terwujudnya pembangunan kawasan wisata alam berdasarkan potensi kearifan lokal dan pelestarian lingkungan”. Oleh karena itu, pada tahun 2021 dibentuk kelompok dasar wisata (pokdarwis) desa Suntenjaya masa bakti 2021-2026 berdasarkan keputusan kepala desa Suntenjaya nomor 188/10/32.17.2014/2021 untuk mengelola pariwisata. Akan tetapi, menurut narasumber, sampai saat ini belum ada kegiatan bersama antara pokdarwis dengan Dinas Pariwisata Kabupaten Bandung Barat dalam rangka pelatihan atau pengembangan destinasi wisata.

Sementara itu, pada bulan Januari 2021, telah dibuat kerjasama dengan Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung Utara tentang pengelolaan lokasi wisata rintisan Curug Luhur dan Taman Bincarung. Dalam kerjasama tersebut, ditetapkan bahwa lokasi Taman Bincarung berada di petak 67n yang memiliki luas baku 29 ha dengan luas area pemanfaatan wisata 2,8 ha. Digunakan sistem bagi hasil dengan Perhutani dengan proporsi 55%: 45%. Selain itu, saat ini sedang diusulkan oleh Pokdarwis Bincarung kepada Perhutani untuk pengelolaan lahan hutan oleh masyarakat sekitar seluas 600 ha.

Gambar 5. Fasilitas Rumah Ibadah dan toilet umum yang dibangun Mapala

Sumber: Penelitian Lapangan (2023)

Selanjutnya sampai dengan saat ini, universitas yang telah bekerjasama dengan masyarakat Pasir Angling dalam rangka pengembangan potensi wisatanya adalah UNPAD dan UPI. Pada tahun 2019, terdapat bantuan bibit tanaman dari UNPAD untuk ditanam di taman dan pada awal tahun 2023, Himpunan Mahasiswa Agroindustri Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan UPI mengadakan kegiatan pengolahan limbah kulit lemon dan membuat pojok literasi Pasir Angling dalam rangka meningkatkan potensi sumber daya manusia kampung Pasir Angling. Meskipun demikian, kerjasama dengan universitas ini sifatnya belum berkelanjutan, padahal kolaborasi yang dilakukan dengan universitas dapat bermanfaat dalam pengembangan masyarakat di sektor pariwisata seperti misalnya membuat acuan kerja yang sesuai dengan nilai budaya masyarakat sekitar dan riset-riset mengenai inovasi dalam meningkatkan kunjungan wisatawan sehingga sektor pariwisata di kampung tersebut dapat dikembangkan secara berkelanjutan.

Meskipun demikian, saat ini sudah dilakukan kolaborasi dengan kelompok mahasiswa pecinta alam (Mapala) yang sering datang berkunjung. Mahasiswa tersebut membangun sarana rumah ibadah dan toilet umum dengan tujuan memudahkan mereka dalam beraktivitas ketika menginap di bumi perkemahan bincarung yang berada di Pasir Angling yang terlihat pada Gambar 5.

Berdasarkan hasil penelusuran, sudah ada beberapa perusahaan besar yang bergerak di sektor industri pariwisata berminat untuk berkolaborasi dalam pengelolaan destinasi wisata kampung Pasir Angling, tetapi saat ini pihak Pokdarwis Bincarung belum bisa menerima tawaran kerjasama tersebut karena kekhawatiran akan hilangnya peran masyarakat dalam pengelolaan destinasi wisata tersebut dan belum ditemui titik kesepakatan yang tepat.

Untuk kegiatan pemasaran, masyarakat Pasir Angling sudah melakukan kerjasama dengan beberapa media online untuk mempromosikan kegiatan wisata, seperti viva.co.id, jabarnews.com, dan wisatabdg.com. Akan tetapi, kemitraan ini baru hanya sebatas promosi pariwisata di kampung pasir Angling dalam sebuah artikel, belum dilakukan kerjasama yang masiv untuk promosi kegiatan wisata di kampung tersebut yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu.

Mengidentifikasi Pendekatan Terpadu Dalam Pariwisata

Kampung Pasir Angling mengadopsi 2 (dua) pendekatan terintegrasi dalam mengembangkan pariwisatanya. Pertama, sektor pariwisatanya menerapkan pembangunan yang berkelanjutan dengan memanfaatkan keunikan kehidupan masyarakat lokal untuk pengalaman wisatawan sehingga terjadi peningkatan ekonomi serta pariwisata yang berkelanjutan karena memanfaatkan lahan hutan milik Perhutani untuk digunakan kegiatan wisata tanpa eksploitasi yang merusak alam.

Kedua, pariwisata berbasis komunitas bermanfaat dalam pengembangan sektor ekonomi bagi warga lokal. Sejauh ini hasil pertanian seperti labu siam, strawberry, cabai, daun bawang, dan kubis diolah untuk produk wisata dan juga hasil peternakan berupa susu murni, karamel, dan yoghurt juga dimanfaatkan sebagai komunitas wisata. Selain itu, potensi kebun kopi yang ada juga diekslporasi dengan dilakukannya pelatihan budidaya kopi dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas biji kopi.

Mengidentifikasi Menganalisis Rencana Dan Kualitas Desain Produk

Pengembangan desain produk dalam skema pariwisata berbasis masyarakat dapat dinilai dengan menggunakan indikator pada product inventory matrix yang terdiri dari beberapa komponen, yaitu keunikan, aktivitas, aksesibilitas dan konektivitas, fasilitas dasar, fasilitas interpretasi, fasilitas akomodasi, perawatan, kualitas pelayanan, serta promosi dan pemasaran. Hal- hal yang sudah dilakukan di kampung Pasir Angling dalam merencanakan dan mendesain kualitas produk wisatanya dapat terlihat dalam tabel 2.

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa terdapat beberapa komponen dalam desain kualitas produk wisata yang sudah dimiliki oleh Kampung Pasir Angling meskipun ada sebagian yang belum memadai dan ada pula komponen yang belum dimiliki oleh Kampung pasir Angling. Dari segi keunikan, Pasir Angling sudah memiliki produk wisata yang ikonik yaitu live in dengan kehidupan masyarakat Pasir Angling serta bumi perkemahan yang dapat dilewati jalur track motosport, meskipun demikian produk ini belum menjadi populer sebagai destinasi wisata bagi masyarakat di luar Pasir Angling. Dari segi aktivitas, wisatawan yang berkunjung ke Pasir Angling dapat menikmati berbagai variasi aktivitas kegiatan wisata yang berkualitas. Dari segi fasilitas, ada beberapa komponen yang sudah dimiliki oleh Pasir Angling, seperti area parkir, toilet, petunjuk di sekitar area, materi mengenai kawasan, homestay, dan area perkemahan.

Tabel 2. Desain dan kualitas produk

Komponen

Sub Komponen

Ada

Kurang Memadai Tidak

Keunikan

Ikonik

v

Aktivitas

Popularitas

Variasi

v

v

Aksesibitas dan

Kualitas

Petunjuk jalan

v

v

konektivitas

Fasilitas dasar

Area parkir

v

Pusat         informasi

v

wisatawan

Toilet

v

Toko makanan

v

Toko souvenir

v

Petunjuk di sekitar area

v

Fasilitas interpretasi

Pusat interpretasi

v

Materi pameran

v

Brosur tentang kawasan

v

wisata

Fasilitas akomodasi

Vila kecil

v

Home Stay

v

Area perkemahan

v

Perawatan

Perawatan fisik

v

Kebersihan

v

Lansekap

v

Kualitas pelayanan

Penerima tamu

v

Pelayanan kamar

v

Pemandu

v

Keamanan

v

Pemasaran dan

Brosur

v

promosi

Layanan pemesanan

v

Buku panduan

v

Website

v

Sumber: Penelitian Lapangan (2023)

Akan tetapi ada beberapa komponen yang masih kurang memadai, seperti pusat informasi wisatawan dan pusat interpretasi, bahkan ada beberapa komponen yang belum ada, yaitu toko makanan, toko souvenir, brosur tentang kawasan wisata, dan vila kecil. Selain itu, petunjuk jalan sebagai komponen aksesibitas juga belum memadai. Kemudian dari segi perawatan dan pelayanan, semua sudah dilakukan oleh Pasir Angling seperti perawatan fisik, penataan lansekap, penerima tamu, pemandu, dan keamanan. Akan tetapi terdapat beberapa hal yang masih perlu ditingkatkan, yaitu kebersihan dan pelayanan kamar. Selanjutnya dalam hal pemasaran dan promosi, terdapat layanan pemesanan yang kurang memadai karena

baru sebatas pemesanan langsung ke Pokdarwis Bincarung melalui telpon atau whatsapp, sementara pemanfaatan brosur, buku panduan, dan website belum dilakukan oleh kampung Pasir Angling.

Dalam pengembangan produk wisatanya, Kampung Pasir Angling sudah memiliki 2 produk wisata yang sudah berjalan, yaitu Live in dengan masyarakat setempat. Paket wisata ini dijual seharga Rp. 70.000 per orang per hari. Dalam paket ini wisatawan dapat menginap di rumah warga dan mengikuti aktivitas warga Pasir Angling seperti berkebun atau beternak.

Selain itu, tersedia Paket Kemah. Paket ini dirinci dengan biaya tiket masuk untuk berkemah sebesar Rp, 23.000- Rp. 25.000. Dalam paket ini, wisatawan sudah dapat fasilitas satu malam di kemah, tiket parkir mobil atau motor, kunjungan ke area pemukiman Pasir Angling, kunjungan ke Curug Cibodas, dan kunjungan ke Batu Ampar.

Berdasarkan hasil penelusuran dengan warga setempat yang menyatakan bahwa masyarakat kampung pasir angling sudah beberapa kali menyambut rombongan wisatawan yang datang berkunjung dan menginap di rumah warga setempat selaku induk semang. Sebanyak lima puluh rumah disiapkan untuk menyambut wisatawan yang hendak berkunjung ke kampung Pasir Angling. Berdasarkan hasil pengamatan lapangan kegiatan pariwisata turut membantu masyarakat setempat untuk meningkatkan perekonomian yakni berupa penciptaan lapangan kerja baru maupun pekerjaan sampingan. Bagi masyarakat yang telah berprofesi sebagai petani dan peternak, hasil tani dan ternak dapat dijual langsung kepada wisatawan yang datang, para wisatawan yang datang bahkan diberi kesempatan untuk mengikuti kegaitan bertani dan beternak diamana para petani dan peternak tersebutlah yang sekaligus berperan sebagai pemandu wisata bagi para wisatawn. Hal ini akan memberikan pengalaman wisata yang unik. Sedangkan bagi masyarakat yang lain, membuka warung kelontong dan warung makan untuk mendukung penyediaan fasilitas makan dan minum bagi wisatawan.

Gambar 6. Live-in Pasir Angling

Source: Penelitian Lapangan (2023)

Hal ini akan memberikan pengalaman wisata yang unik. Adapun masyarakat lainnya membuka warung kelontong dan warung makan untuk mendukung penyediaan fasilitas makan dan minum bagi wisatawan. Pada tahun 2022 lalu, terdapat 10 kegiatan wisata yang dilakukan di kampung pasir angling dengan penghasilan masing-masing sekitar Rp. 15.000.000-Rp. 20.000.000. Rata-rata setiap tahunnya kunjungan berkisar 10-15 kunjungan. Selain di masa pandemi.

Mengidentifikasi Strategi Identifikasi Permintaan Pasar Dan Pemasaran

Masyarakat pengelola wisata Kampung Pasir Angling sudah membuat rencana dalam mengembangkan pangsa pasar wisatawan. Saat ini, produk wisatanya ditargetkan untuk perorangan dan kelompok masyarakat untuk wisata edukasi dan alam. Untuk selanjutnya, terdapat rencana pembuatan rute khusus wisatawan agar dapat merasakan semua obyek wisata yang ada di Kampung Paasir Angling yang akan berakhir di toko oleh-oleh yang dikelola oleh penduduk setempat. Selain itu, dengan adanya trek motorcross membuka peluang untuk dibuka layanan jasa cuci motor di sekitar kawasan wisata Kampung Pasir Angling, begitu pula dengan kebun kopi di dekat kawasan perkemahan Bincarung membuka peluang untuk membuat olahan kopi bagi wisatawan.

Dalam mengidentifikasi permintaan pasar dan membuat strategi pemasaran, Kampung Pasir Angling sudah melakukan beberapa aksi dengan indikator yang dapat dilihat pada tabel 3 berikut.

Tabel 3. Identifikasi Permintaan dan Strategi Pengembangan Pasar

Tindakan 1: Mencocokkan produk dengan segmen pasar potensial

Ceklis

a.

Menentukan segmen pasar yang potensial

v

b.

Menyesuaikan produk dan segmen pasar

v

Tindakan 2: Memahami saluran distribusi

a.

Mengidentifikasi saluran distribusi

v

b.

Jaringan dalam operator "pariwisata hijau" dan "pariwisata yang bertanggung jawab"

v

Tindakan 3: Menerapkan Teknologi, Infromasi dan Komputer sebagai alat promosi

a.

Melakukan pemesanan e-booking/pemesanan online

b.

Melakukan promosi elektronik

c.

Membangun laman media sosial

v

d.

Berinvestasi dalam menyiapkan perangkat keras (komputer dan koneksi internet)

e.

Berinvestasi dalam menyiapkan perangkat lunak (melatih pemuda setempat)

Tindakan 4: Menggunakan Jasa Operator Tur dan Petugas Lapangan

a.

Mengidentifikasi operator tur dan penanggung jawab lapangan yang potensial

v

b.

Berjejaring dengan mitra internasional

Tindakan 5: Mendirikan biro perjalanan internal

a.

Mendirikan agen perjalanan internal

v

b.

Menumbuhkan semangat kewirausahaan di kalangan anak muda dan wanita

v

Tindakan 6: Memanfaatkan sertifikasi untuk membentuk merek

a.

Meningkatkan kualitas produk untuk memenangkan penghargaan

Sumber: Penelitian Lapangan (2023)

Pada tabel tersebut, dapat diketahui bahwa dalam mencocokkan produk wisata dengan potensi segmen wisatawan, Kampung Pasir Angling sudah mengetahui potensi segmen pasar dan membuat produk wisata yang sesuai, yaitu

segmen wisatawan pelajar dan pecinta alam sehingga dibuat produk wisata live in dengan masyarakat dan paket kemah. Kemudian dalam memahami jalur pendistribusian, Kampung Pasir Angling juga sudah melakukan identifikasi jalur distribusi dengan memasarkan ke institusi pendidikan dan berkolaborasi dengan

Perhutani untuk membangun jaringan dengan operator wisata hijau dan wisata yang bertanggung jawab untuk memperkuat identitasnya sebagai destinasi wisata alam.

Meskipun demikian, Kampung Pasir Angling belum memanfaatkan teknologi

informasi sebagai alat promosinya, kecuali sosial media seperti instagram dan

facebook.

Gambar 7. Cuplikan layar Media Sosial Wisata Pasir Angling

Sumber: Penelitian Lapangan (2023)

Selanjutnya, Kampung Pasir Angling sudah melakukan identifikasi operator tur yang bisa diajak kolaborasi tetapi belum menjalin jaringan dengan agen-agen wisata tersebut. Akan tetapi dalam pemasaran Kampung Pasir Angling sudah dibentuk in-house travel agency yang dikelola oleh kelompok sadar wisata (pokdarwis) Bincarung dan melibatkan pemuda setempat untuk berperan aktif dalam berwirausaha sebagai upaya pengembangan sektor pariwisata. Sejauh ini, Kampung Pasir Angling belum melakukan upaya untuk memenangkan penghargaan dalam

memperkuat branding karena masyarakat pengelola masih berfokus kepada pengembangan destinasi wisata.

Mengidentifikasi Proses Implementasi dan Pengawasan

Dalam pelaksanaan dan pemantauan kinerja, setidaknya ada 2 (dua) indikator, pertama pembangunan fasilitas wisata. Masyarakat dipastikan terlibat dalam pelaksanaannya. Masyarakat Desa Pasir Angling cukup terlibat dalam kegiatan wisata Pasir Angling, terutama untuk produk wisata karena wisatawan tinggal bersama penduduk setempat dan berpartisipasi dalam kegiatan bersama tuan rumah. Kedua, adanya dokumen pengembangan. Hingga saat ini belum ada dokumen rencana pengembangan secara tertulis sehingga tidak dapat dilakukan pengukuran secara signifikan. Hal ini berpotensi tidak diketahuinya beberapa rencana yang sudah dilakukan dan rencana apa yang harus dilakukan ke depannya.

Kesimpulan

Dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa kegiatan pariwisata yang dilakukan di Desa Pasir Angling diidentifikasi sebagai kegiatan pariwisata berbasis masyarakat. 5 (lima) tahapan pertama merupakan tahapan pembentukan kegiatan berbasis masyarakat. Sebagian besar indikator dalam tahapan ini telah terpenuhi. Namun, masih ada beberapa indikator yang masih harus dipenuhi. Hal yang sama juga berlaku untuk 5 (lima) tahap pengembangan. Sebagian besar indikator dalam tahap ini telah terpenuhi. Namun, masih ada beberapa indikator yang masih perlu dipenuhi. Penelitian ini juga mengimplikasikan bahwa kegiatan pariwisata berbasis masyarakat yang dilakukan di lokasi memang memiliki potensi yang sangat baik dengan catatan bahwa kegiatan ini merupakan kegiatan pengembangan, bukan kegiatan utama. Selain itu, distribusi sumber daya yang dimiliki oleh masyarakat dapat dijadikan potensi baru sebagai bentuk diversifikasi pendapatan. Hal penting lainnya adalah modal dan hasil keuangan tidak menjadi sangat penting dengan

kebersamaan yang dibangun oleh seluruh masyarakat dan akan menghadapi kendala yang dihadapi dalam pengembangan CBT dapat berupa sumber daya keuangan yang tidak mencukupi, kurangnya sumber daya manusia yang berpotensi dalam bidang pariwisata, kesiapan masyarakat dalam menyikapi pentingnya pengembangan pariwisata, dukungan dari berbagai pihak, dan lain sebagainya. (Rahayu et al., 2016). Penelitian ini diambil dari sudut pandang peneliti sebagai wisatawan. Dengan demikian, belum mengukur dampak yang sebenarnya dari pelaksanaan kegiatan pariwisata berbasis masyarakat di Desa Pasir Angling. Penelitian selanjutnya sangat terbuka untuk dilakukan.

Daftar Pustaka

Anwar, Saekul, Endang Wirjatmi Trilestari, and Iin Agustina. 2022. “The Tourism Development Policy in Bandung Regency: A Study on Kampung Gamis– Soreang.” Jurnal Ilmu Administrasi: Media Pengembangan Ilmu dan Praktek Administrasi 19(1): 112–21.

Creswell, W John, and J David Creswell. 2018. 53 Journal of Chemical Information and Modeling Research Design: Qualitative, Quantitative Adn Mixed Methods Approaches. file:///C:/Users/Harrison/Downloads/John W. Creswell & J. David Creswell - Research Design_ Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches (2018).pdf%0Afile:///C:/Users/Harrison/AppData/Local/Mendeley Ltd./Mendeley Desktop/Downloaded/Creswell, Cr.

Giampiccoli, Andrea, Oliver Mtapuri, and Monográfico Coordinado Por Esteban Ruiz Ballesteros. 2016. “Recibido 6 Septiembre 2016 | Aceptado 22 Diciembre.” 33(1): 11. http://hdl.handle.net/10481/44467.

Hamzah, Prof. Amran, and Prof. Zainab Khalifah. 2009. 7 Apec Handbook on

Community Based Tourism “How to Develop and Sustain CBT”, December 2009. http://dx.doi.org/10.1080/14724049.2015.1118108.

Kaluarachchige, Indika Priyantha, Mohd Shukri Ab Yajid, Ali Khatibi, and S. M.Ferdous Azam. 2021. “Entrepreneurship in Community-Based Tourism in Sri Lanka.” Turyzm/Tourism 31(2): 87–101.

Milova, Yulia Y., Ekaterina L. Piskovets, and Marina S. Chernyshenko. 2017. “Challenges and Opportunities for Regional Tourism Development.” 38(Ttiess): 438–42.

Palacios-Florencio, Beatriz, Luna Santos-Roldán, Juan Manuel Berbel-Pineda, and Ana María Castillo-Canalejo. 2021. “Sustainable Tourism as a Driving Force of the Tourism Industry in a Post-Covid-19 Scenario.” Social Indicators Research 158(3): 991–1011. https://doi.org/10.1007/s11205-021-02735-2.

Pitchford, Michael. 2012. “Making Spaces for Community Development.” Making spaces for community development.

Pius Suratman, Kartasasmita, and Janelle Falconer. 2018. “Sustainable and Community-Based Tourism Models for Alleviating Poverty in Citarum Basin.” 141(ICOPOSDev 2017): 13–19.

Poziani, Regi Muzio. 2021. “Foreign Tourists Arrival Forecasting at Major Airports in Indonesia: A Comparison of Holt-Winters and Exponential Smoothing Maximum Likelihood.” (International Journal of Entrepreneurship and Business Development 4(5): 662–70.

Putra, I Komang Mahayana et al. 2021. “The Study on Village Tourist Potential Exploration in Karangasem Regency.” Proceedings of the International Conference on Applied Science and Technology on Social Science (ICAST-SS 2020) 544: 400–405.

Rahayu, S., Dewi, U., & Fitriana, K. N. (2016). Pengembangan Community Based Tourism Sebagai Strategi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Penelitian Humaniora, 21(1). https://doi.org/10.21831/hum.v21i1.13111

Solomon Kebede, Nafbek, and Ayinalem Kebede Zelelew. 2020. “Developing the Future Community-Based Tourism At Sof-Umar Cave and Its Environs: Uncovering Challenges and Opportunities.” International Journal of Tourism & Hospitality Reviews 7(1): 30–39.

Sugiharto, Sugiharto, Fitra Delita, and Tumiar Sidauruk. 2018. “Tingkat Kesiapan Masyarakat Lokal Terhadap Pengembangan Community Based Tourism (CBT) Di Kabupaten Samosir.” Jurnal Geografi 10(2): 157.

Yuliane, Wempie, Vivi K.M. Ukhwatul, and Moh Sholeh. 2022. “Community Based Tourism in Nagari Lawang, West Sumatera: Participation Approach Analysis.” E3S Web of Conferences 339.

Yuliawati, Ayu Krishna et al. 2020. “Peningkatan Kapasitas Komunitas Pariwisata Desa Tentang Pariwisata Kreatif Di Belitung Timur.” Jurnal Pengabdian Masyarakat Multidisiplin 3(2): 110–17.

JUMPA Volume 10, Nomor 1, Juli 2023

185