DAMPAK PENGELUARAN WISATAWAN DOMESTIK

TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA BARAT

Agustian Harahap

Program Studi Magister Perencanaan Kepariwisataan, Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung Email : [email protected]

Isabella Fitria Andjanie

Program Studi Magister Perencanaan Kepariwisataan, Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung Email : [email protected]

Baiq Rizky Fatmasari

Program Studi Magister Perencanaan Kepariwisataan, Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung Email : [email protected]

Wiwik Dwi Pratiwi

Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung

Email : [email protected]

ABSTRACT

Tourism is a sector that is not defined as a distinct sector in the economic statistics of West Java Province, which results in the contribution of tourism not being clearly visible. As a result, the tourism sector is severely disadvantaged by the lack of data showing its full economic impact. Therefore, this study tries to see the impact of tourism on the West Java economy based on domestic tourist expenditure in 2021. Quantitative approach and input output model analysis are used to see the economic impact of tourism by estimating the multiplier effect of domestic tourist spending on output, income, gross value added, and employment. The results of this study indicate that tourism has had a major impact and is one of the important industries in the West Java economy, which contributed 9.28% to GRDP and 12.39% of the total working population in West Java in 2021.

Keywords: nput-Output model; economy impact; tourism industry; multiplier; domestic tourist expenditure.

Pendahuluan

Selama beberapa tahun terkahir, industri pariwisata menjadi salah satu sektor penting yang mengalami perkembangan pesat dalam perekonomian Jawa Barat. Perkembangan industri pariwisata ini, tentunya tidak lepas dari peningkatan jumlah kunjungan wisatawan terutama wisatawan domestik ke Jawa Barat. Grafik 1 menunjukkan data bayanyaknya perjalanan wisata yang dilakukan oleh wisatawan domestik ke Jawa Barat dimana jumlah wisatawan terus meningkat hampir setiap tahunnya. Pada tahun 2021 sendiri, jumlah wsiatawan domestik ke Jawa Barat berada pada angka 95 juta kunjungan, yang bila dibandingkan dengan total jumlah kunjungan wisatawan domestik seluruh Indonesia (603 juta kunjungan), maka Jawa Barat menyumbang 15,79 % atau berada pada peringkat ketiga setelah Jawa Timur dan Jawa Tengah sebagai provinsi yang paling banyak dikunjungi di Indonesia (Statistik Wisatawan Nusantara 2021). Peningkatan kunjungan wisatawan domestik ke Jawa Barat juga diiringi dengan berkembangnya berbagai usaha dan jasa pariwisata yang berfungsi untuk melayani semua kebutuhan wisatawan tersebut. Pertumbuhan wisatawan domestik dan berkembangnya industri pariwisata di Jawa Barat menunjukkan bahwa pariwisata memberikan dampak yang signifikan terhadap perekonomian daerah.

Grafik 1. Jumlah Kunjungan Wisatawan Domestik ke Provinsi Jawa Barat (Sumber : Statistik Wisatawan Nusantara 2021)

Pariwisata merupakan salah satu sektor yang tidak terdefenisi sebagai suatu sektor berbeda baik dalam sistem perekonomian regional maupun nasional, sehingga sulit untuk menentukan seberapa besar nilai kontribusi atau dampak pariwisata terhadap perekonomian. (Waluyo, 2016). Hal ini juga terjadi pada perkonomian Jawa Barat, dimana sektor pada PDRB Jawa Barat tidak memperlihatkan secara khusus sektor pariwisata. Seperti terlihat pada tabel 1, industri penyediaan akomodasi dan makan minum yang merupakan bagian dari aktivitas pariwisata menyumbang sebesar 2,92 % pada tahun 2020 dan 2,83 % di tahun 2021. Jika dilihat dari industri tersebut, sektor pariwisata tidak terlalu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian Jawa Barat. Akibatnya, industri pariwisata mengalami kerugian karena kurangnya data untuk menggambarkan dampak ekonomi secara keseluruhan. Dari seluruh dana yang dikeluarkan untuk kegiatan pariwisata, biasanya akan berpengaruh terhadap PDRB pada sektor ekonomi lainnya. Oleh sebab itu, diperlukan penelitian untuk menunjukkan dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh pariwisata terhadap perekonomian secara keseluruhan jauh lebih besar dibandingkan dengan ukuran industri itu sendiri.

Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha di Provinsi Jawa Barat Tahun 2020 – 2021 (Miliar Rupiah)

Lapangan Usaha/Industri

2020

Persentase

(%)

2021

Persentase

(%)

A. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

192.139,11

9,22

188.617,98

8,54

B. Pertambangan dan Penggalian

23.160,87

1,11

25.537,44

1,16

C. Industri Pengolahan

857.004,32

41,11

923.786,04

41,80

D. Pengadaan Listrik dan Gas

10.069,94

0,48

11.242,25

0,51

E. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

2.156,07

0,10

2.373,85

0,11

F. Konstruksi

171.250,94

8,21

191.608,09

8,67

G. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

303.862,68

14,58

319.585,97

14,46

H. Transportasi dan Pergudangan

109.147,87

5,24

110.361,83

4,99

I. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

60.845,27

2,92

62.641,20

2,83

J. Informasi dan Komunikasi

81.729,95

3,92

87.369,88

3,95

K. Jasa Keuangan dan Asuransi

58.425,45

2,80

64.779,15

2,93

L. Real Estate

23.561,25

1,13

26.392,45

1,19

M,N. Jasa Perusahaan

8.402,88

0,40

9.169,97

0,41

O. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

46.031,12

2,21

45.441,76

2,06

P. Jasa Pendidikan

75.567,57

3,63

77.760,42

3,52

Q. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

16.214,51

0,78

17.787,33

0,80

R,S,T,U Jasa Lainnya

45.050,44

2,16

45.366,76

2,05

PDRB

2.084.620,25

100.00

2.209.822,38

100,00

Sumber : Provinsi Jawa Barat Dalam Angka, 2022.

Dari permasalahan diatas, penelitian ini mencoba melihat dampak pariwisata terhadap perekonomian Jawa Barat berdasarkan pengeluaran wisatawan domestik pada tahun 2021. Harapannya, penelitian ini dapat digunakan untuk mendukung kebijakan tertentu dari pemerintah khsususnya provinsi Jawa Barat dalam pengembangan pariwisata, dengan menunjukkan bagaimana sektor pariwisata dapat bermanfaat dan mempunyai pengaruh yang sigifikan terhadap perekonomian daerah.

Tinjauan Literatur

Banyak literatur mengungkapkan bahwa pariwisata memberikan dampak terhadap kondisi ekonomi suatu kawasan wisata (Zhang et al., 2015; Torre and Scarborough, 2017; Habibi, Rahmati and Karimi, 2018), sehingga dapat dikatakan

bahwa pariwisata adalah sektor dalam perekonomian yang menjadi salah satu bagian dari pembangunan nasional suatu negara. Hrubcova, Loster, dan Obergruber (2016) menyimpulkan bahwa pariwisata telah menjadi sektor ekonomi nasional yang relevan bagi banyak negara kurang berkembang dan dapat dilihat sebagai salah satu pilihan pembangunan ekonomi yang layak dan berkelanjutan. Hal ini juga didukung oleh McIntosh et al (2000), dimana mengungkapkan bahawa industri pariwisata sudah sejak lama diakui sebagai bagian dari aktivitas ekonomi yang mendatangkan wisatawan dan memenuhi semua kebutuhan mereka, serta berkembang pesat menjadi salah satu industri terbesar di dunia yang melampaui industri utama lainnya termasuk baja, pertanian, mobil, dan lainnya. Oleh sebab itu, dampak ekonomi pariwisata harus mulai diperhitungkan, terlepas pariwisata di suatu wilayah masih dalam tahap pengembangan maupun yang sudah berkembang pesat.

Dalam mengukur dampak pariwisata terhadap perekonomian suatu wilayah atau negara, beberapa metode telah dikembangkan untuk mempermudah perhitungan dampak ekonomi pariwisata, yaitu mulai dari model input output (IO), social accounting matrix (SAM), Computer General Equilibrium (CGE), hingga dynamic stochastic general equilibrium (DSGE). Miller and Blair (2009) dalam Kronenberg and Fuchs (2021) mengungkapkan bahwa beberapa metodologi daiatas menggabungkan keterkaitan antar sektor dan memungkinkan estimasi efek langsung, tidak langsung dan induksi dari permintaan pariwisata pada sektor ekonomi lainnya. Model IO merupakan metode yang paling banyak digunakan dalam menilai dampak pariwisata terhadap ekonomi nasional dan regional serta sektor tertentu (Liu, Kim, and Song, 2022).

Model IO dikembangkan berdasarkan tabel input output yang digunakan dalam neraca nasional, dimana industri yang terkait dengan pariwisata, seperti akomodasi, restoran, transportasi, jasa dan hiburan digabungkan untuk mewakili industri pariwisata (Liu, Kim, dan Song, 2022). Hal ini disebabkan pariwisata tidak didefinisikan secara terpisah sebagai salah satu sektor ekonomi dalam neraca

nasional. Walaupun banyak komponen – komponen pariwisata yang dimasukkan kedalam neraca nasional, tetapi pariwisata didefinisikan berdasarkan karakteristik dari konsumsi/permintaan produknya sehingga tidak tergambar secara jelas. Pariwisata merupakan aktivitas sisi permintaan yang didefinisikan berdasarkan konsumsi wisatawan, dimana berbeda dengan sektor ekonomi lain yang diperhitungkan berdasarkan sisi penawaran. Pada umumnya, nilai output suatu sektor diukur sebagai total produksi atau total penawaran dari sektor tersebut, namun dalam konteks pariwisata, nilai total outputnya adalah nilai permintaan oleh konsumen atau wisatawan (Tourism Satelite Account Indonesia, 2022). Oleh karena itu penggabungan beberapa industri dalam sektor pariwisata pada model IO, didasarkan pada barang dan jasa yang digunakan dan dikonsumsi wisatawan pada saat melakukan kegiatan pariwisata.

Frechtling (1994) mengungkapkan bahwa analisis dampak ekonomi melacak aliran pengeluaran yang berkaitan dengan kegiatan pariwisata pada suatu wilayah untuk memperkirakan perubahan penjualan, pajak, pendapatan, dan lapangan pekerjaan akibat aktivitas pariwisata.Oleh karena itu, pengeluaran yang dilakukan wisatawan di kawasan wisata, dapat dikatakan sebagai permulaan dampak pariwisata terhadap aktivitas ekonomi di kawasan tersebut, baik berupa dampak langsung maupun dampak tidak langsung akibat perpuataran uang di dalam perekonomian yang berasal dari pengeluaran wisatawan. Secara formal, Daniel et al. (2000) mengklasifikasikan dampak ekonomi pariwisata yang terjadi sebagai efek langsung, efek tidak langsung, dan efek induksi. Beberapa penelitian lainnya juga telah memperkirakan dampak pengeluaran pengunjung untuk berbagai jasa dan barang yang digunakan selama berwisata sebagai dampak ekonomi langsung dan menggunakan pengganda dalam tabel IO untuk memperkirakan efek tidak langsung dan induksi dari kegiatan pariwisata tersebut (Liu, Kim, and Song, 2022).

Salah satu penelitian yang membahas dampak ekonomi pariwisata adalah kajian yang dilakukan oleh Adyaharjanti dan Hartono (2020) yang menggunakan

analisis input-output dengan pengembangan model Miyazawa untuk melihat pengaruh pengeluaran wisatawan mancanegara terhadap perekonomian Indonesia. Dari hasil penelitian ini mereka menyimpulkan bahwa pengeluaran wisatawan mancanegara bukan hanya dapat meningkatkan pendapatan seluruh masyarakat, tetapi juga meningkatkan pendapatan rumah tangga Indonesia. Hal ini karena di Indonesia, pengeluaran wisatawan mancanegara paling terkonsentrasi di sektor perhotelan, yang sebagian besar penyedia inputnya adalah rumah tangga tidak miskin. Selain itu, rendahnya partisipasi masyarakat miskin dalam pariwisata menjadi salah satu penyebab meningkatnya ketimpangan pendapatan.

Guo, Robinson, and Hite (2017) melakukan penelitian dampak ekonomi lokal dan regional dari pengeluaran pengunjung Pantai Teluk Mississippi dan Alabama dengan menggunakan model input output IMPLAN, dimana pengeluaran pengunjung menghasilkan pendapatan penjualan, nilai tambah, pendapatan tenaga kerja, dan lapangan pekerjaan di lima wilayah pesisir. Hasil penelitian juga mengungkapkan bahwa kebocoran pengeluaran pengunjung ke luar perekonomian daerah tergolong kecil dan kegiatan wisata pesisir juga berkontribusi pada perekonomian daerah pedalaman kedua negara bagian waluapun efek limpahan pada wilayah pedalaman dan efek umpan balik pada wilayah pesisir tidak besar. Jannah dan Tasriah (2022) yang menggunakan model IO dalam studinya menemukan bahwa industri angkutan darat, angkutan udara, jasa usaha dan jasa lainnya merupakan industri unggulan dalam industri yang berkaitan dengan kepariwisataan dan bersifat pro-growth dan pro-poor, artinya industri yang berhubungan dengan kepariwisataan memiliki kemampuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan penduduk di Sumatera Barat. Tiku and Shimizu (2020) dalam studinya membahas kontribusi pengeluaran pengunjung terhadap perekonomian daerah Papua Barat menyimpulkan bahwa pariwisata memberikan dampak yang besar terhadap perekonomian Papua Barat, seperti yang ditunjukkan dari pengganda output keseluruhan yang lebih tinggi untuk pengeluaran wisatawan dibandingkan

dengan pengganda output daerah serta pengganda output untuk pengeluaran wisatawan mancanegara lebih tinggi dibandingkan dengan wisatawan nusantara.

Metode

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan analisis model input output (IO), dengan tujuan untuk mengetahui besaran angka pengganda dari industri – industri yang terkait dengan aktivitas pariwisata. Angka pengganda ini berfungsi untuk mengukur dampak pariwisata dari pengeluaran wisatawan terhadap perekonomian Jawa Barat, dengan fokus khusus pada dampak pengeluaran wisatawan domestik terhadap penjualan/produksi (output), penghasilan/pendapatan rumah tangga (income), nilai tambah bruto (gross value added) dan lapangan pekerjaan (employment). Hasil analisis dipaparkan dalam bentuk angka, dimana kemudian dijabarkan dan diinterpretasikan dalam suatu bentuk uraian penjelasan.

Analisis model IO merupakan analisis yang menggunakan tabel Input Output (tabel IO), dimana tabel IO adalah rangkaian statistik dalam bentuk matriks yang mendeskripsikan transaksi yang terjadi akibat penggunaan barang dan jasa antara industri – industri sebagai bentuk aktivitasnya dalam ekonomi (BPS, 2010). Angka yang ada pada tabel IO menggambarkan keterkaitan dan arus transaksional yang ada di antara berbagai sektor ekonomi suatu wilayah. Selain itu, tabel IO juga mencatat beberapa jenis transaksi lain selain transaksi antar sektor, seperti impor barang dan jasa. Matriks pengganda yang dihasilakn dari model IO dinamakan matriks kebalikan Leontief yang dirumuskan sebagai (I-A)-¹. Melalui matriks ini, dapat diketahui informasi tentang pengaruh peningkatan produksi di satu sektor atau industri terhadap pertumbuhan sektor lain. Matriks kebalikan Leontif merangkum semua pengaruh perubahan output suatu sektor terhadap total output sektor lain dengan suatu koefisien yang disebut dengan angka pengganda (Kurniawan & Kristiarini, 2022).

Hara (2008) membagi angka pengganda kedalam dua macam yaitu angka pengganda tipe I (type I multiplier) dan tipe II (type II multiplier). Angka pengganda tipe I dapat diturunkan dari matriks kebalikan Leontif model terbuka, sedangkan angka pengganda tipe II dapat diturunkan dari matriks kebalikan Leontif model tertutup dengan menjadikan rumah tangga sebagai variabel endogen dalam model transaksi (Hafizh dan Imansyah, 2021). Model IO terbuka hanya menggunakan sektor – sektor produksi (17 sektor produksi) sebagai faktor endogen dalam perhitungan matriks kebalikan Leontief yang digunakan untuk mengetahui atau menunjukkan efek langsung dan efek tidak langsung dari setiap perubahan yang terjadi pada permintaan akhir atau faktor eksogen dalam perekonomian. Menurut Nazara (2005), komponen input primer dan komponen permintaan akhir tidak dianggap atau dimasukkan sebagai faktor endogen dalam ekonomi, melainkan komponen eksogen yang nilainya ditentukan di luar sistem persamaan. Sementara itu, model IO tertutup merupakan analisis IO yang memasukkan atau menggunakan salah satu komponen input primer dan permintaan akhir sebagai faktor endogen bersama dengan sektor – sektor produksi sehingga kedua komponen tersebut dimasukkan dalam matriks kebalikan Leontief. Untuk penelitian ini komponen permintaan akhir yang dimasukkan dalam faktor endogen adalah konsumsi rumah tangga dan sebagai distribusi outputnya adalah kompensasi tenaga kerja yang merupakan komponen dari input primer. Perubahan kegiatan ekonomi yang disebabkan oleh pengeluaran rumah tangga atas pendapatan yang diperoleh baik secara langsung maupun tidak langsung dari aktivitas ekonomi ini disebut efek induksi.

Data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang bersumber dari publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat dan Indonesia. Untuk data dalam metode IO akan menggunakan Tabel IO Provinsi Jawa Barat Tahun 2016 berdasarkan 17 lapangan usaha utama, dimana merupakan tabel IO paling terbaru yang keluarkan oleh BPS Jawa Barat. Selain itu, data dari Statistik Wisatawan Nusantara 2021 akan digunakan sebagai basis data jumlah kunjungan dan pengeluaran wisatawan

domestik tahun 2021, dimana berdasarkan rata – rata pengeluaran per perjalanan wisatawan nusantara menurut provinsi tujuan yaitu Jawa Barat.

Produk atau barang dan jasa yang menjadi acuan pengeluaran wisatawan domestik yang ada pada data Statistik Wisatawan Nusantara 2021, akan dikelompokkan sesuai industri – industri yang ada pada tabel IO. Hal ini dibutuhkan dalam rangka penggunaan angka pengganda yang sesuai dengan jenis barang dan jasa yang dikonsumsi oleh wisatawan, sehingga penghitungan dampak ekonomi pariwisata dapat lebih jelas terlihat. Tabel 2 menunjukkan produk pengeluaran wisatawan domestik dan klasifikasinya terhadap sektor produksinya pada tabel IO. Pengelompokkan jenis pengeluaran wisatawan ke sektor produksi disesuaikan dengan lapangan usaha berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) tahun 2015.

Tabel 2. Sektor Produksi Pengeluaran Wisatawan Domestik

Jenis Pengeluaran Wisatawan Domestik

Sektor Produksi

1

Akomodasi

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

2

Makanan dan Minuman

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

3

Transportasi

Transportasi dan Pergudangan

4

Paket Wisata

Jasa Perusahaan

5

Jasa Hiburan dan Rekreasi

Jasa Lainnya

6

Cinderamata

Perdagangan Besar dan Eceran;

Mobil dan Sepeda Motor

Reparasi

7

Belanja

Perdagangan Besar dan Eceran;

Mobil dan Sepeda Motor

Reparasi

8

Jasa Pemandu

Jasa Perusahaan

9

Biaya Covid

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosia

10

Lainnya

Jasa Perusahaan

Sumber : Olahan Peneliti, 2022

Hasil dan Pembahasan

Pengeluaran Wisatawan Domestik

Pariwisata merupakan sektor ekonomi yang sangat kompleks, dimana melibatkan berbagai sektor dalam aktivitasnya. Hal ini membuat pengembangan

pariwisata memberikan dampak yang luas terhadap perekonomian di suatu wilayah. Goeldner et al. (2000), mengungkapkan bahwa pariwisata adalah usaha ekonomi potensial, dimana sebagai akibat dari pengeluaran wisatawan akan membangkitkan perekonomian wilayah kabupaten, kota, provinsi, dan kawasan wisata. Oleh karena itu, ketika seseorang melakukan perjalanan ke kawasan wisata, dana yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan perjalanan dan aktivitasnya selama di daerah tersebut akan mempengaruhi perekonomian daerah tersebut. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa semua biaya yang dikeluarkan oleh wisatawan di kawasan wisata adalah permulaan dari dampak ekonomi pariwisata di kawasan tersebut.

Tabel 3. Pengeluaran Wisatawan Domestik di Jawa Barat Tahun 2021

Rata - rata

Jenis Pengeluaran

Pengeluaran (dalam ribuan rupiah)

Jumlah Wisatawan Domestik

Total Pengeluaran (dalam ribuan rupiah)

Persentase

(%)

1  Akomodasi

481,29

45.815.308.540,41

24.63

2  Makanan dan Minuman

358,02

34.080.900.836,58

18.32

3 Transportasi

322,34

30.684.424.265,86

16.50

4   Paket Wisata

14,55

1.385.054.206,95

0.74

5  Jasa Hiburan dan

140,42

Rekreasi

13.366.963.006,18

7.19

95.192.729

6 Cinderamata

104,94

9.989.524.981,26

5.37

7   Belanja

242,51

23.085.188.709,79

12.41

8  Jasa Pemandu

35,33

3.363.159.115,57

1.81

9  Biaya Covid

119,78

11.402.185.079,62

6.13

10 Lainnya

134,65

12.817.700.959,85

6.89

Total

1.953,82

185.990.409.702,07

100

Sumber : Olahan Peneliti, 2022

Berdasarkan semua variabel pengeluaran wisatawan, maka dapat diketahui bahwa total pengeluaran wisatawan domestik di Jawa Barat pada tahun 2021 mencapai pengeluaran sebesar 185,99 triliun rupiah. Konsumsi wisatawan domestik

terbesar didominasi oleh pengeluaran untuk akomodasi, makan dan minum, transportasi, dan belanja. Besarnya pengeluaran pada akomodasi menunjukkan bahwa tipe jenis wisatawan domestik yang berkunjung ke Jawa Barat sebagian besar menghabiskan waktu lebih dari 1 hari dalam aktivitas wisatanya sehingga menggunakan fasilitas akomodasi. Hal ini sesuai dengan rata – rata lama perjalanan wisatawan domestik yang berkunjung ke Jawa Barat yaitu 3,39 malam (Statistik Wisatawan Nusantara 2021). Besaran biaya pengeluaran makan dan minum serta belanja menunjukkan bahwa aktivitas tersebut bukan lagi menjadi pelengkap aktivitas wisata saja tetapi menjadi salah satu daya tarik wisata utama (wisata kuliner dan wisata belanja) yang menarik wisatawan domestik untuk berkunjung ke Jawa Barat. Sementara itu, pengeluaran terhadap biaya transportasi berkontribusi sebesar 16,50%, dimana pengeluaran ini tergolong wajar karena sebagian besar pasar wisata Jawa Barat adalah wisatawan domestik dari wilayah Jabodetabek dan wilayah di sekitar provinsi Jawa Barat yang jarak tempuhnya tidak terlalu jauh serta mobilitas antar daya tarik wisata ataupun fasilitas wisata yang tidak terlalu jauh. Hal ini juga didukung oleh persentase moda transportasi utama yang digunakan oleh wisatawan domestik yang berwisata ke Jawa Barat adalah trasnportasi darat pribadi yang berjumlah 65,35% (Statistik Wisatawan Nusantara 2021) dari total jumlah perjalanan wisatawan domestik.

Pengeluaran wisatawan domestik terkecil berada pada pengluaran terhadap paket wisata dan jasa pemandu yang masing – masing berkontribusi sebesar 0,74 % dan 1,81% dari total pengeluaran wisatawan domestic. Hal ini menggambarkan bahwa hanya sebagian kecil wisatawan domestik yang memakai fasilitas paket wisata dan jasa pemandu. Mengingat bahwa daya tarik wisata di Jawa Barat yang beragam dan menarik, maka dapat dikatakan bahwa bisnis ataupun usaha penyediaan paket wisata/paket tour ke Jawa Barat sangat berpotensi sehingga perlu lebih dimaksimalkan. Untuk pengelauaran cinderamata, jasa hiburan dan rekreasi, serta pengeluaran lainnya memilki porsi berkisar dari 5 – 7%. Jenis pengeluaran lainnya

merupakan konsumsi wisatawan domestik untuk produk dan pelayanan jasa seperti perawatan kecantikan, potong rambut, massages, sauna, laundry, dan pelayanan lainnya.

Salah satu yang menarik dalam data pengeluaran wisatawan domestik tahun 2021 yaitu adanya biaya Covid sebesar 6,13%. Biaya Covid ini merupakan biaya yang dikeluarkan oleh wisatawan sebagai akibat dari kebiajakan Pelaksanaan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dikeluarkan oleh Gubernur Jawa Barat. Kebijakan ini membuat pelaku perjalanan yang akan memasuki wilayah Jawa Barat baik dari jalur darat, laut, maupun udara dipersyaratkan untuk menunjukkan dokumen bebas Covid-19. Kebijakan PPKM ini terjadi hampir diseluruh wilayah Indonesia sebagai salah satu usaha pemerintah dalam menekan dan membatasi laju penularan virus Covid-19. Hal ini membuat pelaku perjalanan harus mengeluarkan biaya untuk melakukan tes RT-PCR atau rapid test antigen untuk menunjukkan hasil negatif Covid-19 baik saat sebelum dan ketika meninggalkan wilayah Jawa Barat.

Angka Pengganda (Multiplier)

Angka pengganda merupakan bentuk koefisien yang yang mewakili berbagai efek langsung dan tidak langsung dari satu unit peningkatan permintaan akhir suatu sektor terhadap produksi total semua sektor (Miller dan Blair, 2009). Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa besaran angka pengganda pada tipe I lebih besar bila dibandingkan terhadap angka pengganda tipe II. Hal ini menunjukkan bahwa dengan memperhitungkan pengeluaran rumah tangga dan kompensasi tenaga kerja sebagai faktor endogen menyebabkan bukan hanya efek langsung dan efek tidak langsung yang diperhitungkan, tetapi terdapat efek induksi juga, sehingga angka yang dihasilkan juah lebih besar. Oleh karena itu pemakaian angka pengganda tipe II digunakan untuk mengetahui efek induksi dari perubahan pada permintaan akhir. Ketiga efek ini merupakan dasar untuk menghitung nilai ekonomi yang kemudian

digunakan untuk memperkirakan dampak ekonomi pariwisata di suatu wilayah (Putra, Wijayanti, dan Prasetyo, 2017).

Tabel 4. Angka Pengganda Output, Nilai Tambah Bruto, Pendapatan, dan Lapangan

Pekerjaan Tabel Input-Output Jawa Barat Menurut 17 Lapangan Usaha Tahun 2016

Kode

Lapangan

Usaha *

Type I Multiplier

Type II Multiplier

Output

Pendapatan

Nilai

Tambah

Bruto

Lapangan

Pekerjaan

Output

Pendapatan

Nilai

Tambah

Bruto

Lapangan Pekerjaan

A

1,2095

0,4618

0,9324

0,0205

2,4541

0,5957

1,2955

0,0244

B

1,3050

0,2029

0,8165

0,0033

1,8518

0,2618

0,9761

0,0050

C

1,6911

0,3184

0,7744

0,0058

2,5491

0,4107

1,0248

0,0085

D

2,5159

0,2374

0,7166

0,0029

3,1556

0,3062

0,9033

0,0049

E

1,5127

0,2143

0,8573

0,0139

2,0902

0,2764

1,0259

0,0157

F

1,6621

0,2489

0,7756

0,0076

2,3329

0,3211

0,9713

0,0097

G

1,3460

0,3572

0,9025

0,0128

2,3085

0,4607

1,1833

0,0158

H

1,6437

0,2637

0,8396

0,0089

2,3545

0,3402

1,0470

0,0111

I

1,5507

0,3231

0,8112

0,0134

2,4215

0,4168

1,0653

0,0161

J

1,3995

0,3094

0,8802

0,0035

2,2333

0,3991

1,1235

0,0061

K

1,2413

0,3783

0,9320

0,0084

2,2607

0,4879

1,2295

0,0116

L

1,1701

0,0739

0,9659

0,0015

1,3693

0,0954

1,0240

0,0021

MN

1,5139

0,4355

0,8715

0,0079

2,6877

0,5618

1,2140

0,0115

O

1,4770

0,5300

0,8503

0,0164

2,9054

0,6837

1,2671

0,0209

P

1,3434

0,5493

0,8888

0,0128

2,8239

0,7087

1,3208

0,0174

Q

1,5265

0,3960

0,8286

0,0092

2,5937

0,5108

1,1400

0,0125

RSTU

1,3918

0,2447

0,8843

0,0183

2,0512

0,3156

1,0767

0,0203

Sumber : Olahan Peneliti, 2022

Catatan :

A (Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan); B (Pertambangan dan Penggalian); C (Industri Pengolahan); D (Pengadaan Listrik dan Gas); E (Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang); F (Konstruksi); G (Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor); H (Transportasi dan Pergudangan); I (Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum); J (Informasi dan Komunikasi); K (Jasa Keuangan dan Asuransi); L (Real Estate); M,N (Jasa Perusahaan); O (Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib); P

(Jasa Pendidikan); Q (Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial); R,S,T,U (Jasa Lainnya).

Angka pengganda produksi, pendapatan, dan nilai tambah bruto menunjukkan efek perubahan yang diakibatkan oleh perubahan satu rupiah pada permintaan akhir. Pada tabel 4 dapat dilihat bahwa angka pengganda tipe I tertinggi adalah industri pengadaan listrik dan gas (2,5159) untuk produksi, jasa pendidikan (0,5493) untuk pendapatan, real estate (0,9659) untuk nilai tambah bruto. Angka pengganda produksi sebesar 2,5159 untuk industri pengadaan listrik dan gas, memiliki arti bahwa kenaikan permintaan akhir di sektor pengadaan listrik dan gas sebesar satu rupiah akan meningkatkan output pada sektor tersebut dan sektor penunjangnya sebesar Rp. 2,5159-, begitu juga dengan nilai angka pengganda pada pendapatan dan nilai tambah bruto. Hal ini berbeda dengan angka pengganda lapangan pekerjaan, dimana perbandingan perhitungan awal pada lapangan pekerjaan adalah setiap satuan satu juta rupiah. Artinya, angka pengganda pada lapangan pekerjaan menunjukkan efek peningkatan pada lapangan pekerjaan yang diakibatkan oleh perubahan satu juta rupiah pada permintaan akhir. Berdasarkan tabel 4, angka pengganda lapangan pekerjaan tipe I tertinggi adalah pada pertanian, kehutanan, dan perikanan yaitu sebesar 0,0205, yang berarti bahwa kenaikan seratus juta rupiah permintaan akhir pada industri tersebut akan menghasilkan lapangan pekerjaan sebesar 2,05 tenaga kerja pada perekonomian yang terdiri dari efek langsung dan tidak langsung.

Untuk angka pengganda output tipe II pada produksi atau output yang tertinggi adalah pada industri pengadaan listrik dan gas sebesar 3,1556. Namun jika melihat selisih perbandingan antara angka pengganda tipe I dan tipe II pada produksi untuk melihat besaran efek induksi terbesar, maka industri jasa pendidikan dan industri administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib memiliki efek induksi tertinggi yaitu masing 1.4805 dan 1.4284. Ini artinya, efek induksi dari

belanja rumah tangga dari penghasilan yang didapat disemua sektor, lebih banyak dibelanjakan atau digunakan untuk kedua industri tersebut. Selanjutnya, angka pengganda tipe II tertinggi untuk pendapatan, dan nilai tambah bruto adalah jasa pendidikan dengan nilai 0,7087 dan 1,3208. Sementara itu, angka pengganda lapangan pekerjaan tipe II dengan nilai tertinggi masih dimiliki oleh industri pertanian, kehutanan, dan perikanan, yaitu sebesar 0,0244. Hal ini mengindikasikan bahwa dampak penyerapan tenaga kerja akibat gabungan efek langsung, tidak langsung, dan induksi, lebih banyak dihasilkan dari permintaan akhir pada inustri pertanian, kehutanan, dan perikanan.

Dampak Terhadap Produksi (Output)

Paul A. Samuelson and William D. Nordhaus (2004) mengemukakan bahwa produksi alam suatu perekonomian adalah jumlah barang atau jasa yang diproduksi oleh perusahaan, industri, atau negara selama periode waktu tertentu yang dikonsumsi atau digunakan untuk proses produksi selanjutnya. Dengan demikian, pengaruh terhadap produksi (output) dapat dikatakan sebagai peningkatan jumlah produksi barang dan jasa di suatu wilayah akibat pengeluaran pariwisata yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah, dunia usaha, industri pariwisata, dan industri lainnya yang berperan sebagai penyuplai barang dan jasa untuk industri pariwisata. Tabel 5. Dampak Pengeluaran Wisatawan Domestik Terhadap Produksi (Output) di

Jawa Barat Tahun 2021 (dalam miliar rupiah)

Jenis Pengeluaran Wisatawan Domestik

Dampak Terhadap Output

Efek

Langsung

Efek Tidak Langsung

Efek

Induksi

Total

1

Akomodasi

45.815,31

25.230,98

39.897,25

110.943,54

2

Makanan dan

Minuman

34.080,90

18.768,72

29.678,60

82.528,21

3

Transportasi

30.684,42

19.752,50

21.808,78

72.245,71

4

Paket Wisata

1.385,05

711,80

1.625,73

3.722,59

5

Jasa Hiburan dan Rekreasi

13.366,96

5.236,92

8.814,09

27.417,97

6

Cinderamata

9.989,52

3.455,92

9.615,75

23.061,19

7

Belanja

23.085,19

7.986,42

22.221,41

53.293,02

8

Jasa Pemandu

3.363,16

1.728,37

3.947,57

9.039,10

9

Biaya Covid

11.402,19

6.003,75

12.167,87

29.573,80

10

Lainnya

12.817,70

6.587,19

15.045,02

34.449,91

Total Produksi (Output)

185.990,41

95.462,56

164.822,07

446.275,04

Sumber : Olahan Peneliti, 2022

Berdasarkan tabel 5, dapat diketahui bahwa total produksi (output) Jawa Barat yang dihasilkan dari pengeluaran wisatawan domestik pada tahun 2021 adalah sebesar 446.275 miliar rupiah. Total produksi ini lebih dari setengahnya merupakan dampak dari efek tidak langsung dan induksi dari pengeluaran wisatawan domestik. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan akan konsumsi pariwisata di Jawa Barat sangat berpengaruh terhadap total produksi sektor – sektor lainnya yang terkait dan menyuplai persediaan barang dan jasa untuk kegiatan pariwisata di Jawa Barat. Efek induksi terhadap total produksi sebesar 164.822 miliar rupiah (36,93% dari total dampak produksi pengeluaran wisatawan domestik) menunjukkan besarnya pengaruh perubahan ekonomi di Jawa Barat yang disebabkan oleh belanja rumah tangga dari pendapatan yang dihasilkan baik dari efek langsung atau tidak langsung dari pengeluaran wisatawan domestik. Oleh karena itu, sektor pariwisata merupakan sektor prioritas yang harus dikembangkan dan didukung oleh pemerintah Jawa Barat baik dalam hal kebijakan maupun program kerja pemerintah.

Dampak Terhadap Pendapatan Rumah Tangga (Income)

Case, K. & Fair, R. (2007) mengemukakan bahwa pendapatan untuk rumah tangga dan individu adalah akumulasi dari seluruh upah, gaji, keuntungan, pembayaran bunga, sewa dan bentuk pendapatan lainnya yang diterima ataupun dihasilkan pada periode waktu tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dampak pariwisata terhadap pendapatan adalah upah, keuntungan, sewa atau pendapatan lain yang diterima rumah tangga sebagai balas jasa atau pengahsilan dari

pekerjaan di sektor pariwisata. Dalam penelitian ini, dampak peningkatan pendapatan termasuk yang dihasilkan oleh tenaga kerja yang terjadi sebagai efek dari pengeluaran wisatawan di sektor pariwisata beserta industri penunjangnya

Tabel 6. Dampak Pengeluaran Wisatawan Domestik Terhadap Pendapatan Rumah

Tangga (Income) di Jawa Barat Tahun 2021 (dalam miliar rupiah)

Jenis Pengeluaran Wisatawan Domestik

Dampak Terhadap Pendapatan (Income)

Efek

Langsung

Efek Tidak Langsung

Efek

Induksi

Total

1

Akomodasi

8.373,39

6.430,51

4.293,08

19.096,98

2

Makanan dan

Minuman

6.228,76

4.783,50

3.193,52

14.205,78

3

Transportasi

4.340,07

3.752,09

2.346,70

10.438,86

4

Paket Wisata

444,21

159,02

174,93

778,16

5

Jasa Hiburan dan Rekreasi

2.226,18

1.044,29

948,43

4.218,90

6

Cinderamata

2.854,76

713,17

1.034,69

4.602,62

7

Belanja

6.597,18

1.648,09

2.391,10

10.636,37

8

Jasa Pemandu

1.078,62

386,13

424,77

1.889,52

9

Biaya Covid

3.185,32

1.329,58

1.309,30

5.824,20

10

Lainnya

4.110,83

1.471,63

1.618,89

7.201,36

Total Pendapatan (Income)

39.439,32

21.718,02

17.735,41

78.892,75

Sumber : Olahan Peneliti, 2022

Tabel 6 menunjukkan bahwa dampak pengeluaran wisatawan domestik pada tahun 2021 telah menghasilkan pendapatan rumah tangga sebesar 78,89 triliun rupiah di Jawa Barat. Berdasarkan tabel tersebut, jenis pengeluaran yang paling besar berpengaruh terhadap kontribusi pendapatan adalah pengeluaran untuk jasa akomodasi, kemudian dilanjut oleh pelayanan makan dan minum, transportasi, dan belanja. Jenis pengeluaran yang paling kecil kontribusinya adalah jasa paket wisata dan jasa pemandu, dimana hal ini disebabkan oleh besaran pengeluaran wisatawan domestik pada kedua jasa ini juga relatif kecil.

Dampak Terhadap Nilai Tambah Bruto (Gross Value Added)

Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), nilai tambah bruto adalah nilai tambah yang dihasilkan dari kombinasi faktor produksi dan bahan baku yang digunakan dalam proses produksi, dimana didapat dengan mengurangkan biaya produksi dengan biaya antara. Nilai tambah bruto di sini mencakup komponen – komponen pendapatan atau kompensasi tenaga kerja, surplus usaha (termasuk pendapatan campuran) bruto dan pajak neto subsidi atas produksi. Nilai tambah bruto sangatlah penting untuk menghitung PDRB dari suatu daerah, karena dengan menghitung nlai tambah bruto dari tiap sektor yang ada dan menjumlahkan dari seluruh sektor tadi, maka akan diperoleh PDRB atas dasar harga berlaku.

Tabel 7. Dampak Pengeluaran Wisatawan Domestik Terhadap Nilai Tambah Bruto

(Gross Value Added) di Jawa Barat Tahun 2021 (dalam miliar rupiah)

Jenis Pengeluaran

Dampak Terhadap Nilai Tambah Bruto (Gross Value Added)

Wisatawan Domestik

Efek     Efek Tidak     Efek

Total

Langsung   Langsung    Induksi

1

Akomodasi

21.899,39

15.267,59

11.641,17

48.808,14

2

Makanan dan

16.290,43

11.357,19

8.659,58

36.307,20

Minuman

3

Transportasi

15.782,07

9.981,43

6.363,34

32.126,83

4

Paket Wisata

824,40

382,66

474,35

1.681,41

5

Jasa Hiburan dan Rekreasi

9.071,90

2.748,13

2.571,76

14.391,79

6

Cinderamata

7.133,07

1.882,19

2.805,67

11.820,94

7

Belanja

16.484,10

4.349,64

6.483,73

27.317,47

8

Jasa Pemandu

2.001,80

929,16

1.151,82

4.082,77

9

Biaya Covid

6.157,33

3.290,79

3.550,32

12.998,45

10

Lainnya

7.629,27

3.541,21

4.389,82

15.560,30

Total Nilai Tambah Bruto (Gross Value Added)

103.273,76

53.729,98

48.091.57

205.095.31

Sumber : Olahan Peneliti, 2022

Tabel 7 meunjukkan nilai tambah bruto (gross value added) yang dihasilkan dari pengeluaran wisatawan domestik di Jawa Barat, dimana dari alokasi pengeluaran wisatawan dihasilkan total nilai tambah bruto sebesar 205.095 miliar rupiah. Nilai tanmbah domestic bruto ini terdiri dari total efek langsung sebesar 103,27 triliun rupiah, total efek tidak langsung sebesar 53,73 triliun rupiah, dan total efek induksi sebesar 48,09 triliun rupiah. Nilai tambah bruto yang merupakan komponen utama dalam perhitungan PDRB regional, menjadikan kontribusinya dapat diperhitungkan terhadap PDRB suatu wilayah. Bila melihat besaran PDRB Jawa Barat pada tahun 2021 atas harga berlaku yatiu 2.209,82 triliun rupiah, maka nilai tambah bruto sebagai dampak alokasi dari pengeluaran wisatawan domestik berkontribusi sebesar 9,28%. Nilai persentase ini lebih besar bila dibandingkan dengan kontribusi sektor penyediaan akomodasi dan makan minum (2,83%) serta transportasi dan pergudangan (4,99%) yang merupakan dua sektor yang mewakili industri pariwisata dalam perekonomian Jawa Barat. Hal ini menunjukkan bahwa dampak dan kontribusi pariwisata jauh lebih besar terhadap perekonomian Jawa Barat dan sektor pariwisata telah dirugikan akibat kurangnya data yang menunjukkan hal tersebut.

Dampak Terhadap Lapangan Pekerjaan (Employment)

Penciptaan lapangan kerja adalah salah satu dampak utama dari berkembangnya pariwisata di suatu daerah. Hampir seluruh produk pariwisata adalah dalam bentuk jasa, dimana sebagian besar proses produksinya berkaitan langsung dengan hubungan antar manusia. Akibatnya, pariwisata menyerap lapangan pekerjaan lebih banyak dibandingkan industri lainnya.

Tabel 8. Dampak Pengeluaran Wisatawan Domestik Terhadap Lapangan Pekerjaan

(Employment) di Jawa Barat Tahun 2021

Jenis Pengeluaran Wisatawan Domestik

Dampak Terhadap Lapangan Pekerjaan (Employment)

Efek

Langsung

Efek Tidak Langsung

Efek

Induksi

Total

1

Akomodasi

384.753

227.192

124.575

736.520

2

Makanan dan

Minuman

286.209

169.002

92.668

547.879

3

Transportasi

179.004

93.458

68.096

340.557

4

Paket Wisata

7.382

3.501

5.076

15.959

5

Jasa Hiburan dan Rekreasi

215.628

28.372

27.521

271.521

6

Cinderamata

110.817

16.917

30.024

157.758

7

Belanja

256.091

39.095

69.384

364.570

8

Jasa Pemandu

17.925

8.501

12.326

38.752

9

Biaya Covid

70.399

34.513

37.993

142.905

10

Lainnya

68.316

32.400

46.977

147.693

Total Lapangan Pekerjaan (Employment)

1.596.524

652.950

514.640

2.764.114

Sumber : Olahan Peneliti, 2022

Pada tabel 8 terlihat bahwa total pengeluaran wisatawan domestik pada tahun 2021 telah memberikan dampak berupa kontribusi lapangan pekerjaan di Jawa Barat sebanyak 2.764.114 lapanga pekerjaan. Lebih dari setangah (58%) total tenaga kerja yang ada, merupakan efek langsung dari pengeluaran wisatawan domestik. Hal ini memperlihatkan bahwa dampak langsung dari sektor pariwisata sendiri sudah mempunyai dampak yang cukup besar dalam menciptakan lapangan pekerjaan dan menyerap tenaga kerja di Jawa Barat. Selain itu, bila dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja Provinsi Jawa Barat pada tahun 2021 yang mencapai 21,31 juta orang (Tinjauan Ekonomi Provinsi Jawa Barat 2021), maka dapat dikatakan bahwa sektor pariwisata melalui pengeluaran wisatawan domestik telah berkontribusi sebesar 12,39% terhadap penyerapan tenaga kerja di Jawa Barat. Pariwisata merupakan sektor ekonomi yang padat karya, dimana dalam operasional kegiatannya membutuhkan

jumlah tenaga kerja yang banyak untuk mengakomodir dan melayani kebutuhan wisatwan yang melakukan aktivitas pariwsiata. Oleh karena itu, pengembangan sektor pariwisata menjadi salah satu alternatif dalam mengurangi tingkat pengangguran di Jawa Barat.

Rasio Dampak Eknomi Pariwistawa dari Efek Langsung, Tidak Langung, dan Induksi

Berdasarkan empat indikator dampak yang ada, dihasilkan bahwa efek tidak langsung dan induksi dari dampak pengeluaran wisatawan domestik relatif besar atau bahkan lebih besar dibandingkan efek langsungnya yaitu pada dampak produksi (output) dan pendapatan (income). Pada Grafik 2 dapat dilihat bahwa efek induksi terhadap dampak produksi (output), pendapatan (income), Nilai Tambah Bruto (Gross Value Added), dan lapangan pekerjaan (employment) masing – masing memperoleh persentase sebesar 36,93, 22,48%, 23,45%, dan 37,13%. Sementara itu, efek tidak langsungnya juga relatif besar yaitu masing – masing memperoleh persentase 21,39%, 27,53%, 26,20%, dan 23,62%. Angka – angka ini menunjukkan bahwa ada hubungan keberadaan yang relatif kuat dari sektor pariwisata dengan sektor-sektor ekonomi lainnya.

■ Efek Langsung ■ Efek Tidak Langsung ■ Efek Induksi

Produksi (Output)


22,48%       23,45%

18,62%

23,62%

57,76%


27,53%       26,20%

49,99%       50,35%

Pendapatan    Nilai Tambah     Pekerjaan

(Income)      Bruto (Gross (Employment)

Value Added)

Grafik 2. Persentase Efek Langsung, Tidak Langsung, dan Efek Induksi dari Dampak Pengeluaran Wisatawan Domestik di Jawa Barat Tahun 2021

Sumber : Olahan Peneliti, 2022

Besaran dampak ekonomi pariwisata yang diukur dengan efek tidak langsung dan induksi menunjukkan bahwa sektor pariwiata bersifat multisektoral, dengan dampak yang lebih tinggi terjadi pada sektor atau industri lain dibandingkan pada industri pariwisata. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa besarnya pariwisata itu sendiri tidak ada artinya jika dibandingkan dengan pengaruh kegiatannya terhadap perekonomian secara keseluruhan.

Kesimpulan

Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa pengeluaran wisatawan domestik di Jawa Barat pada tahun 2021 mencapai pengeluaran sebesar 185,99 triliun rupiah. Dari besaran pengeluaran wisatawan domestik tersebut berdampak atau menghasilkan manfaat ekonomi dalam hal produksi, pendapatan rumah tangga, nilai tambah bruto, dan lapangan pekerjaan. Total produksi dan pendapatan rumah tangga provinsi Jawa Barat yang dihasilkan akibat pengeluaran wisatawan domestik mencapai angka masing – masing yaitu 446,27 miliar rupiah dan 78,89 miliar rupaih. Untuk nilai tambah bruto yang dihasilkan berjumlah 205,09 miliar rupiah, yang bila dibandingkan dengan PDRB Jawa Barat tahun 2021, maka berkontribusi sebesar 9,28%. Sementara itu, tenaga kerja yang terserap akibat pengelauaran wisatawan domestik mencapai jumlah sebanyak 2,76 juta orang, yang mana berkontribusi sebesar 12,39% dari total penduduk yang bekerja di Jawa Barat tahun 2021. Mengingat semua dampak pariwisata terhadap perekonomian, dapat dikatakan bahwa pariwisata adalah salah satu penggerak ekonomi utama di Jawa Barat. Oleh sebab itu, kebijakan pembangunan ekonomi Jawa Barat secara umum perlu lebih difokuskan untuk mempertahankan posisi strategis industri pariwisata. Hal ini dapat dicapai dengan memastikan bahwa dampak ekonomi industri pariwisata selalu diperhitungkan.

Perkembangan sektor pariwisata yang begitu luas dalam perekonomian, membuat pariwisata dimasukkan ke dalam berbagai sektor ekonomi lainnya

sehingga tidak jelas dimana dampak ekonomi pariwisata dapat didefinisikan sebagai satu kesatuan. Dimana, hal ini menyebabkan tendensi tidak jelasnya dampak dari sektor pariwisata terhadap perekonomian Jawa Barat. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah Jawa Barat perlu menyusun neraca satelit (Satelilite Account) regional sektor pariwisata Jawa Barat, khususnya untuk melihat dampak pariwisata terhadap perkonomian secara keseluruhan. Dengan adanya neraca satelit pariwisata, akan membantu pemerintah Jawa Barat dalam mempertimbangkan kepentingan sektor pariwisata dalam perumusan kebijakan di bidang ekonomi. Pemerintah seharusnya melihat bahwa pariwisata bukan lagi suatu industri ataupun sektor pelengkap saja melainkan salah satu sektor penggerak utama perekonomian Jawa Barat. Oleh karena itu, segala upaya dalam perencanaan dan pengembangan pariwisata perlu dilakukan agar tingkat kunjungan dan tingkat pengeluaran wisatawan dapat terus ditingkatkan sehingga dapat meningkatkan perekonomian Jawa Barat.

Daftar Pustaka

Adyaharjanti, A., & Hartono, D. (2020). Dampak pengeluaran wisatawan

mancanegara terhadap perekonomian Indonesia. Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan, 33-54.

Badan Pusat Statistik (BPS). (2010). Tabel Input Output Indonesia 2010. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Badan Pusat Statistik (BPS). (2018). Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia Agustus 2016. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Badan Pusat Statistik (BPS). (2018). Tabel Input Output Provinsi Jawa Barat Tahun 2016. Bandung: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat

Badan Pusat Statistik (BPS). (2022). Provinsi Jawa Barat Dalam Angka 2022. Bandung: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.

Badan Pusat Statistik (BPS). (2022). Statistik Wisatawan Nusantara 2021. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Badan Pusat Statistik (BPS). (2022). Tourism Satelite Account Indonesia 2016 - 2020. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Case, K. E., & Fair, R. C. (2007). Principles of microeconomics. Pearson Education.

Edy Waluyo, J. (2016). Analisis Input Output Dampak Pariwisata Terhadap Ekonomi Masyarakat Lokal Kota Bandung.

Frechtling, D.C. (1994). Economic impact models, In Tourism Marketing and management handbook 2nd ed. S.F. Witt and L. Moutinho. Prentice Hall, New York.

Goeldner, Charles R., Ritchie, J. R. Brent, & McIntosh, Robert W. 2000. Tourism: Principles, Practices, Philosophies, 8th Edition. John Wiley & Sons Canada, Ltd., New Jersey.

Guo, Z., Robinson, D., & Hite, D. (2017). Economic impact of Mississippi and Alabama Gulf Coast tourism on the regional economy. Ocean & coastal management, 145, 52-61.

Habibi, F., Rahmati, M., & Karimi, A. (2018). Contribution of tourism to economic growth in Iran's Provinces: GDM approach. Future Business Journal, 4(2), 261271.

Hafizh, M. N., & Imansyah, M. H. (2021). Identifikasi Sektor Potensial pada Perekonomian Kabupaten Banjar: Analisis Input-Output. JIEP: Jurnal Ilmu Ekonomi dan Pembangunan, 4(2), 386-396.

Hara, T. (2008). Quantitative tourism industry analysis: introduction to input-output, social accounting matrix modeling, and tourism satellite accounts. Routledge.

Hrubcova, G., Loster, T., & Obergruber, P. (2016). The Economic effects of tourism in the group of the least developed countries. Procedia Economics and Finance, 39, 476-481.

Jannah, L. T. W., & Tasriah, E. (2022). Analisis Input-Output: Peranan Industri Terkait Pariwisata di Provinsi Sumatera Barat. Jurnal Ekonomi Pembangunan, 11(1), 11-21.

Kronenberg, K., & Fuchs, M. (2021). Aligning tourism's socio-economic impact with the United Nations' sustainable development goals. Tourism Management Perspectives, 39, 100831.

Liu, A., Kim, Y. R., & Song, H. (2022). Toward an accurate assessment of tourism economic impact: A systematic literature review. Annals of Tourism Research Empirical Insights, 3(2), 100054.

Kurniawan, B. & Kristarini, S. (2022). Komparasi Penggunaan Matriks Kebalikan Leontief & Ghosian Untuk Peramalan Dalam Model Input Output. Diophantine Journal of Mathematics and Its Aplications, 1(1).

Miller, R. E., & Blair, P. D. (2009). Input-output analysis: foundations and extensions. Cambridge university press.

Nazara, Suahasil. 2005. Analisis Input Output. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Putra, A. P., Wijayanti, T., & Prasetyo, J. S. (2019). Analisis dampak berganda (multiplier effect) objek wisata Pantai Watu Dodol Banyuwangi. Journal of tourism and creativity, 1(2).

Samuelson, P. A., & Nordhaus, W. D. (2004). Economics. Columbus.

Stynes, Daniel J. 1997. Economic Impacts of Tourism: A Handbook for Tourism Professionals. Department of Park Recreation and TourismnResources, Michigan State University, Michigan.

Tiku, O., & Shimizu, T. (2020). Tourism, accommodation, and the regional economy in Indonesia's West Papua. Island Studies Journal, 15(2), 315-333.

Torre, A., & Scarborough, H. (2017). Reconsidering the estimation of the economic impact of cultural tourism. Tourism Management, 59, 621-629.

Zhang, Y., Li, S., & Guo, Z. (2015). The Evolution of the coastal economy: The role of working waterfronts in the Alabama Gulf Coast. Sustainability, 7(4), 4310-4322

JUMPA Volume 10, Nomor 1, Juli 2023

101