Majalah Ilmiah Teknologi Elektro, Vol. 19, No. 2, Juli - Desember 2020

DOI: https://doi.org/10.24843/MITE.2020.v19i02.P18                                                              249

Skema Pelepasan Beban Menggunakan Relai Rate of Change of Frequency dengan Supervisi Under

Frequency Relay

Adrianti1, Muhammad Nasir2, Adiv Rama Salvayer3

[Submission: 21-11-2020, Accepted: 15-12-2020]

Abstract—A Rate of Change of Frequency (ROCOF) relay works based on rate of frequency changes (df/dt) that is a direct indicator of power unbalance between generation and demand. The df/dt indicator make ROCOF relays have a promising opportunity for under frequency load shedding. Examining the performance of the proposed ROCOF relay scheme for under frequency load shedding become the research objective. The proposed scheme consists of five load shedding steps and they are supervised by Under Frequency Relay (UFR) to avoid maloperation due to short circuits. The scheme was assessed using generation loss simulation with contingency of N-1, N-2 and N-2-1 with Digsilent Powerfactory. It is found, for N-1 and N-2 contingencies, the proposed scheme provide better frequency results and faster than UFR scheme. However, there is a problem with the sensitivity of the scheme that is adjusted by delay setting. For light to medium power of generation loss, the required delay is relatively large to obtain the true df/dt value from the measured df/dt that tends to oscillate. However, for severe generation loss, the large delay setting causes the relay to be less sensitive hence a small proportion of the relays do not work at all expected steps.

Intisari— Relai Rate of Change of Frequency (ROCOF) bekerja berdasarkan kecepatan perubahan frekuensi (df/dt) yang merupakan indikasi langsung dari ketidakseimbangan beban dengan pembangkit pada sistem. Dengan karakteristik ini pemanfaatan relai ROCOF sebagai relai pelepasan beban sangat menjanjikan. Pada penelitian ini bertujuan untuk menganalisa kemampuan skema relai ROCOF untuk pemanfaatan sebagai relai pelepasan beban frekuensi rendah. Skema relai ROCOF yang diusulkan terdiri dari lima tahap pelepasan dan disupervisi oleh relai frekuensi untuk mencegah maloperasi pelepasan beban saat kejadian hubung singkat. Skema relai ROCOF diuji melalui simulasi pelepasan pembangkit dengan kontingensi N-1, N-2 dan N-2-1. Simulasi dilakukan menggunakan Digsilent Powerfactory dan dibandingkan dengan skema UFR. Untuk kontingensi N-1 dan N-2, hasil simulasi menunjukkan skema relai ROCOF dapat mengembalikan frekuensi ke nilai yang lebih baik dan dalam waktu yang lebih cepat dari pada skema UFR. Namun terdapat permasalahan dalam pengaturan sensitifitas relai ROCOF melalui setting delay waktu. Untuk kondisi kekurangan pembangkitan ringan dan sedang dibutuhkan setting delay yang cukup besar untuk memperoleh nilai df/dt yang sebenarnya dari nilai df/dt yang cenderung berosilasi. Namun untuk kekurangan

pembangkitan yang parah, setting delay yang besar menyebabkan relai menjadi kurang sensitif sehingga sebagian kecil relai tidak bekerja pada semua tahap yang diharapkan.

Kata Kunci— relai ROCOF, skema pelepasan beban, UFR, kontingensi.

  • I.    pendahuluan

Sistem tenaga bekerja pada frekuensi nominalnya dengan margin toleransi deviasi yang sangat kecil [1], [2]. Dalam operasi sistem tenaga frekuensi selalu dijaga dikisaran nilai nominalnya dengan cara menyeimbangkan daya pembangkitan dan beban [3]. Pelepasan beban merupakan solusi terakhir yang terpaksa diambil ketika terjadi penurunan frekuensi akibat kehilangan pembangkitan, yang jika tidak dilakukan akan dapat mengakibatkan collapse-nya sistem tenaga [4]. Pelepasan beban dapat dilakukan secara manual oleh operator sistem tenaga jika penurunan frekuensi masih belum terlalu cepat dan tidak terlalu besar . Namun jika penurunan frekuensi cukup besar dan cepat, maka pelepasan dilakukan secara otomatis menggunakan relai. Relai Under Frequency (UFR) merupakan relay yang paling umum digunakan untuk pelepasan beban [5], [6].

Relai Rate of Change of Frequency (ROCOF) adalah relai yang mendeteksi kecepatan perubahan frekuensi (df/dt). Relai ini biasa digunakan pada pembangkit tersebar untuk mendeteksi terlepasnya grid dari jaringan distribusi. Sehingga merupakan salah satu jenis relai anti islanding [7], [8, 9],[10],[11]. Relai ROCOF juga dapat digunakan untuk mendeteksi ketidakseimbangan pembangkitan dan beban, sehingga memiliki potensi untuk digunakan sebagai relai pelepasan beban akibat kekurangan pembangkitan secara tiba-tiba.

Makin besar kekurangan pembangkitan maka akan semakin negatif nilai df/dt. Dengan demikian dapat diatur jumlah beban yang akan dilepas sesuai nilai df/dt sistem yang dideteksi oleh relai ROCOF. Karena nilai df/dt menggambarkan secara langsung besar ketidakseimbangan pembangkit terhadap beban, maka pelepasan beban dapat segera dilaksanakan begitu nilai df/dt melewati setting relai ROCOF. Berbeda dengan pelepasan beban menggunakan UFR yang harus menunggu hingga frekuensi sistem mencapai nilai setting UFR yang tentu memerlukan waktu.

Penggunaan relai ROCOF untuk pelepasan beban juga sudah diteliti pada [12], namun tidak melibatkan UFR sebagai supervisi pelepasan beban. Sehingga maloperasi pelepasan beban dapat terjadi jika sistem mengalami hubung singkat. Pengecekan kerja relai ROCOF melalui simulasi hubung

p-ISSN:1693 – 2951; e-ISSN: 2503-2372

singkat tidak dilakukan pada publikasi ini. Referensi [13] juga mengusulkan penggunaan relai ROCOF untuk pelepasan beban, namun metoda yang digunakan lebih rumit dan melibatkan relai dan peralatan yang lebih canggih karena skema yang diusulkan akan memilih satu dari tiga opsi metoda pelepasan beban yang akan digunakan.

Pada penelitian ini skema yang dibuat sederhana dan hanya menggunakan satu unit relai pada setiap bus beban/feeder yang dialokasikan mengalami pelepasan beban. Relai ROCOF biasanya juga dilengkapi dengan relai frekuensi, sehingga memungkinkan menggunakannya untuk penerapan skema yang diusulkan ini.

Tulisan ini bertujuan untuk menganalisa kemampuan skema relai ROCOF yang disupervisi oleh UFR untuk mendeteksi kekurangan pembangkitan dan melepaskan beban guna menyelamatkan sistem tenaga dari permasalahan stabilitas frekuensi. Penelitian dilakukan dengan teknik simulasi menggunakan software Digsilent Powerfactory. Sebuah sistem uji yaitu IEEE 39 bus modifikasi digunakan untuk mensimulasikan skema yang diusulkan. Hasil yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan kemampuan skema konvensional (UFR) dalam melakukan pelepasan beban untuk situasi yang sama.

  • II.    Relai ROCOF

Relai ROCOF bekerja berdasarkan kecepatan perubahan frekuensi yang dirasakannya. Kecepatan perubahan frekuensi df/dt dihitung dengan rumus [11]:

df = h—h

dt     t2—^i

(1)


Dimana f2 -f1 adalah perbedaan frekuensi antara dua cycle yang berurutan, t2 -t1 adalah durasi waktu antara kedua cycle yang berurutan.

Nilai df/dt dapat negatif atau positif tergantung apakah frekuensi berkurang atau bertambah. Untuk pelepasan beban, setting relai ROCOF berharga negatif, karena yang memicu pelepasan beban adalah penurunan frekuensi.

Relai ROCOF dapat mengukur df/dt untuk setiap cycle gelombang tegangan, namun dapat juga menghitung rata-rata df/dt (∆f/∆t) untuk setiap beberapa cycle gelombang tegangan. Relai ROCOF yang menghitung rata-rata df/dt ini sering disebut juga sebagai average rate of change of frequency. Karena menggunakan gelombang tegangan dalam mendapatkan nilai frekuensi, relai ROCOF memerlukan tranformator tegangan sebagai trafo instrumennya.

Besar df/dt dipengaruhi besar ketidakseimbangan beban dan pembangkit dan juga inersia sistem [14]. Semakin besar ketidakseimbangan beban dan pembangkit, semakin besar nilai mutlak df/dt. Sistem dengan inersia besar lebih stabil dibandingkan sistem yang inersianya lebih rendah, sehingga besaran df/dt sistem dengan inersia besar juga lebih rendah [15].

  • III.    Metoda Penelitian

Untuk menganalisa kinerja relai ROCOF dalam skema pelepasan beban, sistem IEEE 39 bus digunakan sebagai sistem uji. Data sistem diperoleh dari dokumentasi example yang disediakan oleh Digsilent Powerfactory [16] sementara

data exiter dan governor pada generator diambil dari [17].

Single line diagram sistem uji ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Single line sistem IEEE 39 bus [18]

Sistem IEEE 39 bus memiliki frekuensi 60 Hz dan sering juga dikenal dengan nama “the 10-machine New-England Power System” [18]. Sebagai pembanding, pada penelitian ini diadopsi skema pelepasan beban UFR The Western Electricity Coordinating Council (WECC) yang mengatur koordinasi listrik di wilayah barat Amerika Serikat [19]. Skema pelepasan beban UFR WECC ditunjukkan pada Tabel 1. Pelepasan beban dimulai jika frekuensi sistem turun mencapai 59,1 Hz. Skema ini dijadikan skema pembanding terhadap kemampuan kerja skema relai ROCOF yang diusulkan.

Tabel 1

Skema pelepasan beban UFR WECC

Step

Setting UFR (Hz)

Pelepasan Beban (% total beban)

1

59,1

5,3

2

58,9

5,9

3

58,7

6,5

4

58,5

6,7

5

58,3

6,7

Untuk menentukan jumlah MW kehilangan pembangkit yang menyebabkan diperlukannya pelepasan beban, maka dilakukan simulasi kontingensi kehilangan pembangkitan. Jika kontingensi yang disimulasikan memberikan frekuensi terendah lebih besar dari pada 59,1 Hz, maka tidak dibutuhkan pelepasan beban otomatis. Dengan melakukan beberapa simulasi kontingensi N-1 akan diperoleh besar MW kehilangan pembangkitan yang akan memberikan penurunan frekuensi terendah mencapai 59,1 Hz. Nilai MW kehilangan pembangkit tersebut digunakan untuk menghitung kecepatan perubahan frekuensi (df/dt) terendah bagi setting skema relai ROCOF. Persamaan (2) digunakan untuk menghitung nilai df/dt untuk kehilangan P MW pembangkitan pada sistem .

df dt


—P f/(2 S Hsys)


(2)


DOI: https://doi.org/10.24843/MITE.2020.v19i02.P18 dimana f adalah frekuensi nominal (60 Hz), Hsys adalah konstanta inersia sistem dan S adalah MVA total pembangkit di sistem.

Skema pelepasan beban relai ROCOF dibuat memiliki jumlah tahapan dan besar pelepasan beban mengikuti skema pelepasan beban UFR WECC. Perbedaan nilai df/dt untuk setiap tahapan dipilih sebesar 0,1 Hz/s.

Selain kehilangan pembangkitan, analisa juga mengkaji kinerja relai ROCOF saat terjadi gangguan hubung singkat. Karena kejadian hubung singkat juga akan menyebabkan terjadinya perubahan frekuensi yang berpotensi memicu relai ROCOF untuk beroperasi. Jika hal tersebut terjadi, maka dibutuhkan suatu mekanisme yang memungkinkan skema ini dapat membedakan antara perubahan frekuensi akibat kehilangan pembangkitan dan akibat hubung singkat.

Mekanisme pembeda yang dapat digunakan adalah deteksi frekuensi. Gangguan hubung singkat yang kemudian dihilangkan dengan kerja pemutus (circuit breaker) menyebabkan penurunan frekuensi yang relatif kecil jika dibandingkan penurunan frekuensi akibat kehilangan pembangkitan yang membutuhkan pelepasan beban. Karena itu relai, ROCOF akan disupervisi oleh UFR agar dapat membedakan df/dt yang disebabkan hubung singkat dan yang membutuhkan aksi pelepasan beban. Untuk supervisi ini output sinyal relai ROCOF (yang memiliki banyak step) akan terhubung dengan output UFR (tanpa step) menggunakan logika AND.

Simulasi pelepasan beban maupun hubung singkat dilakukan menggunakan simulasi RMS dari software Digsilent Powerfactory. Untuk skema UFR WECC digunakan relai UFR Generic 60Hz 6 step, sedangkan untuk skema relai ROCOF digunakan relai Generic ROCOF yang memiliki fasilitas UFR dan relai Under Voltage. Kedua relai tersebut tersedia pada Library Digsilent Powerfactory.

Untuk menganalisa kinerja skema dalam melepaskan beban, dilakukan pengujian untuk kehilangan pembangkitan yang divariasikan untuk kontigensi N-1, N-2 dan N-2-1. Kontingensi N-2-1 adalah kontingensi N-2 yang kemudian ditambahkan lagi dengan pelepasan sebuah pembangkit dengan waktu yang lebih lambat dari pada kontingensi awal.

  • IV.    Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan skema UFR WECC, diketahui bahwa pelepasan beban secara otomatis oleh relai akan terjadi jika frekuensi turun mencapai minimal 59,1 Hz. Hasil simulasi Digsilent Powerfactory pada sistem IEEE 39 bus, menunjukkan penurunan frekuensi hingga 59,1 Hz diperoleh jika terjadi kehilangan pembangkitan minimal 830 MW seperti ditunjukkan pada Gambar 2.

Untuk kondisi kehilangan pembangkitan 830 MW, dapat dihitung kecepatan penurunan frekuensi df/dt menggunakan (2) yang memberikan nilai df/dt sebesar -0,9 Hz/s. Nilai -0,9 Hz/s ini dijadikan setting tahap pertama relai ROCOF. Skema relai ROCOF didesain juga memiliki lima tahapan pelepasan seperti skema UFR WECC. Dengan menggunakan kenaikan 0,1 Hz/s untuk setiap tahap dan persentase pelepasan beban tiap tahap juga sama dengan skema UFR WECC, maka skema

Adrianti: Skema Pelepasa Beban Menggunakan …

251

relai ROCOF yang diujikan pada penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 2.

Gambar 2: Penurunan frekuensi sistem uji akibat kehilangan pembangkit 830 MW

Pengujian setting pelepasan beban skema relai ROCOF dilakukan terhadap kontingensi N-1 yaitu terlepasnya sebuah pembangkit. Hasil simulasi menunjukkan, ketika generator bus 39 yang menyuplai 1000 MW terlepas, semua relai ROCOF bekerja pada semua tahap, kecuali relai ROCOF pada bus 29 tidak ada yang bekerja. Jumlah pelepasan beban yang terjadi sebesar 1808 MW. Walaupun skema berhasil mengembalikan frekuensi ke 60 Hz namun beban yang dilepas terlalu besar dibandingkan daya pembangkit yang terlepas. Hasil simulasi ini menunjukkan setting ROCOF yang dibuat terlalu sensitif sehingga terlalu mudah untuk trip. Karena itu, pada setting relai ROCOF diberikan waktu delay. Besar delay yang dicobakan mulai dari 2 cycle dan dinaikkan terus hingga diperoleh setting yang tidak terlalu sensitif, namun masih bisa mendeteksi dengan baik df/dt akibat kehilangan pembangkit.

Dengan mensimulasikan berbagai nilai delay, diperoleh delay 10 cycle menjadi setting yang sesuai untuk skema pada penelitian ini. Delay 10 cycle artinya relai akan trip jika selama 10 cycle nilai dari df/dt yang dirasakan relai lebih kecil dari pada nilai setting (nilai df/dt lebih minus dari pada

Tabel 2

Skema pelepasan beban relai ROCOF

Step

Setting ROCOF Hz/s

Pelepasan Beban (% total beban)

Delay (cycle)

1

-0,9

5,3

10

2

-1,0

5,9

10

3

-1,1

6,5

10

4

-1,2

6,7

10

5

-1,3

6,7

10

Setting UFR supervisi = 59,1 Hz

setting). Penerapan delay pada relai ROCOF bermanfaat untuk meminimalisir efek osilasi nilai df/dt yang biasanya terjadi dan nilainya sangat dipengaruhi posisi relai terhadap lokasi gangguan disamping kondisi sistem sendiri [20]. Dengan memberikan delay, diperoleh setting skema relai ROCOF seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2

Skema relai ROCOF disupervisi oleh sebuah UFR untuk mencegah maloperasi relai ROCOF ketika terjadi perubahan p-ISSN:1693 – 2951; e-ISSN: 2503-2372

frekuensi yang bukan karena kehilangan pembangkit, seperti karena hubung singkat. Setting UFR supervisi didasarkan nilai tertinggi setting UFR WECC yaitu 59,1. Pelepasan beban hanya akan terjadi jika relai ROCOF dan UFR mengirim perintah trip. Jika hanya salah satu relai yang mengirim perintah trip, maka pelepasan beban tidak terjadi. Hal ini dilakukan karena nilai df/dt pada bus dapat melebihi setting relai ROCOF saat terjadi gangguan hubung singkat di sistem. Seperti ditunjukkan pada Gambar 3, saat terjadi hubung singkat pada bus 14 yang kemudian diputus oleh peralatan proteksi dalam waktu 0,4 detik setelah gangguan terjadi, perubahan frekuensi yang timbul memiliki nilai df/dt mencapai -0,9 Hz/s. Hal ini dapat memicu tripnya tahap satu pelepasan beban skema relai ROCOF. Untuk mencegah maloperasi skema relai ROCOF ini, perlu ditambahkan supervisi oleh UFR seperti yang sudah dijelaskan. Tentu saja penambahan supervisi oleh UFR ini akan memperlambat kerja relai ROCOF, namun hal ini terpaksa dilakukan untuk mencegah maloperasi. Rangkaian logika relai ROCOF dan UFR ditunjukkan pada gambar 4.

Gambar 3: Penurunan frekuensi sistem uji akibat hubung singkat 3 fasa pada

bus 14

Gambar 4: Rangkaian logika pelepasan beban skema relai ROCOF

Kemampuan kerja skema relai ROCOF untuk kontingensi N-1 dengan pelepasan beban 850 MW atau lebih, diuji melalui simulasi RMS Digsilent Powerfactory. Salah satu hasil simulasi RMS kontingensi N-1 adalah kehilangan pembangkit dengan daya keluaran 1000 MW. Hasil simulasi menunjukkan skema relai ROCOF berhasil mengembalikan frekuensi ke 60 Hz dalam waktu kurang dari 4 detik seperti ditunjukkan pada Gambar 5. Beban yang dilepas sebanyak 1524 MW.

Untuk perbandingan, hasil simulasi pelepasan beban akibat kehilangan pembangkit yang sama, menggunakan skema UFR WECC ditunjukkan pada Gambar 6. Terlihat frekuensi mencapai nilai steady state pada waktu 9,36 detik dengan nilai

59,898 Hz. Jumlah beban yang dilepas sebanyak 902,6 MW. Walaupun skema UFR lebih sedikit melepas beban, namun waktu yang dibutuhkan untuk mencapai frekuensi steady state lebih lama (sekitar dua kali waktu skema ROCOF). Frekuensi steady state yang dicapai juga lebih rendah dari pada skema ROCOF karena beban yang dilepas lebih sedikit. Disamping itu frekuensi terendah yang dicapai skema UFR WECC lebih kecil dari pada skema relai ROCOF.

Gambar 5: Perubahan frekuensi akibat kehilangan pembangkitan 1000 MW dengan pelepasan beban skema ROCOF

Gambar 6: Perubahan frekuensi akibat kehilangan pembangkitan 1000 MW

dengan pelepasan beban skema UFR

Untuk kontingensi N-2 disimulasikan 2 pembangkit terlepas pada waktu yang bersamaan. Skenario N-2 yang paling besar pelepasannya adalah 1830 MW akibat lepasnya generator pada bus 39 dan 38. Kurva frekuensi hasil simulasi kontingensi N-2 ini ditunjukkan pada Gambar 7 untuk skema relai ROCOF dan untuk skema UFR.WECC ditunjukkan pada Gambar 8. Terlihat frekuensi steady state yang dicapai oleh skema ROCOF lebih tinggi (59,9 Hz) dari pada skema UFR (59,8 Hz) dan waktu pencapaiannya juga lebih cepat. Frekuensi terendah pada skema ROCOF juga lebih baik dari pada skema UFR, yaitu 58,39 pada skema UFR dan 58,88 pada skema ROCOF. Untuk mencapai hal tersebut, skema ROCOF melepaskan 1773,6 MW beban sedangkan skema UFR melepaskan 1594,5 MW beban.

DOI: https://doi.org/10.24843/MITE.2020.v19i02.P18

Gambar 7 : Perubahan frekuensi akibat kehilangan pembangkitan 1830 MW dengan pelepasan beban skema relai ROCOF


253 beban yang sudah direncanakan pada semua tahap, sehingga total beban yang dilepas adalah 1896,2 MW.

Gambar 9 : Perubahan frekuensi akibat kehilangan pembangkitan 2480 MW

dengan pelepasan beban skema relai ROCOF


Gambar 8: Perubahan frekuensi akibat kehilangan pembangkitan 1830 MW dengan pelepasan beban skema UFR WECC

Pada skema relai ROCOF, total beban yang dilepas adalah 1754,1 MW, lebih kecil dari skenario N-2 yang melepas beban 1773,6 MW. Hal ini disebabkan karena kecuraman penurunan frekuensi berkurang karena efek lepasnya generator ketiga yang berjarak 1,9 detik dari pelepasan generator pertama dan kedua. Selain itu besar df/dt pada sebuah bus dapat berosilasi yang menyebabkan nilai df/dt yang terdeteksi menjadi lebih rendah. Akibatnya, diperoleh frekuensi steady state yang rendah, yaitu 59,3 Hz dan waktu mencapai steady state juga cukup lama yaitu hampir 40 detik (gambar 9).

Pada skema UFR WECC, frekuensi steady state yang dihasilkan lebih baik, yaitu 59,69 Hz (gambar 10), walaupun waktu untuk mencapai steady state tidak terlalu berbeda dengan skema ROCOF. Skema ini berhasil melepaskan semua

Gambar 10 : Perubahan frekuensi akibat kehilangan pembangkitan 2480 MW dengan pelepasan beban skema relai UFR WECC

Dari hasil simulasi skema relai ROCOF, ditemukan sejumlah relai ROCOF yang tidak trip pada semua tahap pelepasan beban. Hal ini menunjukkan sensitifitas relai relatif rendah. Pemberian delay 10 cycle pada skema relai ROCOF telah mengurangi sensitifitas relai dalam mendeteksi ketidakseimbangan pembangkit - beban. Karena itu dicoba mengurangi delay agar skema dapat trip pada semua tahap di semua lokasi relai ROCOF untuk kontingensi N-2-1 tersebut. Simulasi dengan variasi delay dilakukan dan hasilnya ditunjukkan pada Tabel 3. Terlihat bahwa pemberian delay 2 cycle dan tanpa delay berhasil membuat semua tahap relai ROCOF pada semua bus bekerja, sehingga frekuensi menjadi 59,7 Hz. Namun jika delay 2 cycle atau kurang diterapkan pada setting, skema, relai ROCOF menjadi terlalu sensitif, sehingga trip akan terjadi pada semua tahap, meskipun pembangkit yang terlepas cukup kecil. Hal ini tentu akan mengurangi efektifitas skema.

Adrianti: Skema Pelepasa Beban Menggunakan …


p-ISSN:1693 – 2951; e-ISSN: 2503-2372


.


Tabel 3

Kinerja Skema relai ROCOF untuk kontingensi N-2-1 dengan

PEMBERIAN VARIASI DELAY

Delay (cyc)

F steady state (Hz)

Waktu steady state (detik)

Semua tahap relai ROCOF trip?

10

59,3

40

tidak

8

59,3

40

tidak

6

59,3

40

tidak

4

59,4

40

tidak

2

59,7

40

ya

0

59,7

40

ya

  • V.    Kesimpulan

Penelitian ini mengusulkan skema relai ROCOF yang disupervisi oleh UFR agar skema dapat membedakan antara ganguan hubung singkat dengan terlepasnya pembangkit yang mengharuskan terjadinya pelepasan beban. Nilai df/dt pada suatu bus berosilasi untuk setiap cycle-nya. Sehingga perlu digunakan delay waktu yang menjamin bahwa df/dt terukur benar-benar sudah lebih kecil dari setting selama 10 cycle berturut-turut sebelum relai ROCOF mengeluarkan perintah trip.

Hasil simulasi kontingensi N-1 dan N-2 menunjukkan bahwa skema relai yang diusulkan berhasil mengembalikan frekuensi steady state dengan lebih cepat dan nilai frekuensi yang lebih baik dari pada skema UFR WECC. Akan tetapi untuk skema N-2-1, skema relai ROCOF kurang baik kinerjanya dibandingakan skema UFR WECC. Hal ini ditandai dengan frekuensi steady state yang rendah karena kurangnya jumlah pelepasan beban. Pengurangan delay dapat meningkatkan sensitifitas relai ROCOF sehingga beban yang dilepas meningkat. Namun sentifitas yang tinggi ini akan menimbulkan permasalahan jika pembangkit yang lepas kecil, karena relai ROCOF akan melepas beban lebih banyak dari pada yang diperlukan. Pemilihan delay yang optimum bagi setting relai ROCOF masih memerlukan kajian lebih lanjut jika relai ini akan digunakan sebagai relai utama pelepasan beban.

Ucapan Terima Kasih

Terima kasih kepada Jurusan Teknik Elektro Universitas Andalas yang telah membiayai penelitian ini melalui kontrak no. 088/UN.16.09.D/PL/2020.

Referensi

  • 1.    G. M. N. C. Aryanata, I. N. Suweden, and I. M. Mataram, "Studi Analisis Governor sebagai Load Frequency Control pada PLTG

menggunakan Fuzzy Logic Controller," Majalah Ilmiah Teknologi Elektro, vol. 17, pp. 107-115, 2018.

  • 2.    M. D. Noviantara, I. N. Suweden, and I. M. Mataram, "Analisis Stabilitas Sistem Tenaga Listrik Dengan Automatic Generation Control (AGC) Dua Area Menggunakan Fuzzy Logic Controller," Majalah Ilmiah Teknologi Elektro, vol. 17, pp. 263-270.

  • 3.    P. Kundur, N. J. Balu, and M. G. Lauby, Power system stability and control vol. 7: McGraw-hill New York, 1994.

  • 4.    T. C. Njenda, M. E. H. Golshan, and H. H. Alhelou, "WAMS Based Intelligent Under Frequency Load Shedding Considering Online Disturbance Estimation," in 2018 Smart Grid Conference (SGC), 2018, pp. 1-5.

  • 5.    A. Ketabi and M. Hajiakbari Fini, "Adaptive underfrequency load shedding using particle swarm optimization algorithm," Journal of Applied Research and Technology, vol. 15, pp. 54-60, 2017/02/01/ 2017.

  • 6.    H. Haes Alhelou, M. E. Hamedani-Golshan, T. C. Njenda, and P. Siano, "Wide-area measurement system-based optimal multi-stage underfrequency load-shedding in interconnected smart power systems using evolutionary computing techniques," Applied Sciences, vol. 9, p. 508, 2019.

  • 7.    Adrianti and A. Dysko, "Risk assessment analysis to find optimum ROCOF protection settings," in 12th IET International Conference on Developments in Power System Protection (DPSP 2014), 2014, pp. 1-6.

  • 8.    W. Freitas, X. Wilsun, C. M. Affonso, and H. Zhenyu, "Comparative analysis between ROCOF and vector surge relays for distributed generation applications," IEEE Transactions on Power Delivery, vol. 20, pp. 1315-1324, 2005.

  • 9.    S. P. Chowdhury, S. Chowdhury, T. Chui Fen, and P. A. Crossley, "Islanding protection of distribution systems with distributed generators - A comprehensive survey report," in 2008 IEEE Power and Energy Society General Meeting - Conversion and Delivery of Electrical Energy in the 21st Century, Pittsburgh, 2008, pp. 1-8.

  • 10.    "IEEE Application Guide for IEEE Std 1547(TM), IEEE Standard for Interconnecting Distributed Resources with Electric Power Systems," IEEE Std 1547.2-2008, pp. 1-217, 2009.

  • 11.    M. H. Bollen and F. Hassan, Integration of distributed generation in the power system vol. 80: John Wiley & Sons, 2011.

  • 12.    A. Derviskadic, Y. Zuo, G. Frigo, and M. Paolone, "Under Frequency Load Shedding based on PMU Estimates of Frequency and ROCOF," in 2018 IEEE PES Innovative Smart Grid Technologies Conference Europe (ISGT-Europe), 2018, pp. 1-6.

  • 13.    M. Q. Ahsan, A. H. Chowdhury, S. S. Ahmed, I. H. Bhuyan, M. A. Haque, and H. Rahman, "Technique to Develop Auto Load Shedding and Islanding Scheme to Prevent Power System Blackout," IEEE Transactions on Power Systems, vol. 27, pp. 198-205, 2012.

  • 14.    D. Marsudi, Operasi sistem tenaga listrik. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006.

  • 15.    National-Grid, "Frequency Changes during Large Disturbances and their Impact on the Total System," National Grid, London 2013.

  • 16.    Digsilent. (2019, 20/03). Digsilent Power Factory Web. Available: https://www.digsilent.de/en/powerfactory.html

  • 17.    P. Demetriou, M. Asprou, J. Quiros-Tortos, and E. Kyriakides, "Dynamic IEEE Test Systems for Transient Analysis," IEEE Systems Journal, vol. 11, pp. 2108-2117, 2017.

  • 18.    M. A. Pai, Energy Function Analysis for Power System Stability: Springer US, 2012.

  • 19.    Z. Gajic, D. Karlsson, C. Andrieu, P. Carlsson, N. R. Ullah, and S. Okuboye, "Intelligent Load Shedding," CRISP2005.

  • 20.    "IEEE Guide for the Application of Protective Relays Used for Abnormal Frequency Load Shedding and Restoration," IEEE Std C37.117-2007, pp. 1-55, 2007.

ISSN 1693 – 2951

Adrianti: Skema Pelepasa Beban Menggunakan …