Rekonfigurasi Jaringan Dsitribusi …

Cok. Gede Indra Partha

REKONFIGURASI JARING DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK MENGGUNAKAN BREEDER GENETIC ALGORITHM (BGA)

Cok. Gede Indra Partha email: cokindra@yahoo.com Staf Pengajar Jurusan Teknik Elektro Unud Kampus Bukit Jimbaran Bali

Abstrak

Kebutuhan akan daya listrik saat ini semakin meningkat, seiring dengan perkembangan teknologi, cara hidup, kebutuhan dan budaya di daerah tersebut. Untuk itu keandalan dan kontinuitas pelayanan, sistem transmisi dan distribusi perlu ditingkatkan untuk memperoleh pelayanan yang optimal dengan losses terendah. Pada penelitian ini digunakan metode Breeder Algoritma Genetika (BGA) yang telah dikembangkan dalam optimasi beban seimbang untuk rekonfigurasi jaring distribusi tegangan menengah (JTM). Proses optimasi beban dilakukan dengan cara merubah switch-switch pada penyulang (sebagai gen-gen dalam kromosom) jaring distribusi sehingga diperoleh jaring distribusi yang paling optimal. Hasil analisis menggunakan BGA menunjukkan konfigurasi baru yang optimal dengan losses terendah serta lebih cepat konvergen jika dibandingkan dengan Genetic Algorithm (GA) biasa.

Kata Kunci: Breeder Genetic Algorithm BGA, Rekonfigurasi jaring distribusi.

  • 1.    PENDAHULUAN

Penggunaan tenaga listrik merupakan suatu kebutuhan atau tuntutan hidup yang tidak dapat dipisahkan dalam menunjang segala aktivitas sehari-hari. Meningkatnya aktivitas kehidupan manusia secara langsung akan mengakibatkan tingginya permintaan energi listrik yang mengakibatkan penambahan beban pada jaring listrik.

Secara otomatis penambahan beban listrik akan mengakibatkan adanya perluasan jaring listrik. Apabila beban ini cukup besar, maka arus yang mengalir di jaring listrik dan jatuh tegangan semakin besar (toleransi +5% dan -5%).

Panjangnya jaring listrik mengakibatkan perbedaan tegangan antara sisi kirim dan sisi terima menjadi berbeda, makin panjang jaring, maka perbedaan tegangan semakin besar karena pengaruh rugi-rugi (losses) pada jaring tersebut. Turunnya tegangan sering terjadi pada sistem tenaga listrik yang kapasitasnya terbatas, sehingga pada jam-jam tertentu (pada beban puncak) tegangan pada ujung sisi terima semakin rendah, bahkan melampaui batas-batas toleransi, sedangkan pada jam-jam dimana beban listriknya berkurang, tegangan listriknya akan kembali normal.

Sistem distribusi biasanya terdiri dari beberapa penyulang/feeder dengan sistem jaring radial dimana antara penyulang yang satu dengan yang lainnya dapat dihubungkan dengan mengoperasikan sectionalizing switches/LBS. Sectionalizing switches dengan posisi terbuka pada kondisi normal ini sangat berperan untuk proses rekonfigurasi sistem jaring sehingga losses dapat dikurangi. Jika suatu penyulang mengalami gangguan, daerah yang padam sementara dapat disuplai kembali secara cepat dengan membuat konfigurasi jaring baru dengan mengoperasikan beberapa sectionalizing switches. Dalam jaring distribusi tenaga listrik, mengubah status

sectionalizing switches dari normaly open (NO) ke normaly closed (NC) atau sebaliknya merupakan perubahan struktur topologi dari jaring distribusi. Dalam operasi sistem tenaga listrik rekonfigurasi bertujuan untuk mengurangi losses, sehingga kualitas tegangan listrik menjadi lebih baik.

Banyaknya alternatif rekonfigurasi sistem baru yang mungkin dibuat, akan menyulitkan operator menentukan pilihan konfigurasi yang tepat. Oleh karena itu diperlukan suatu metode agar didapatkan konfigurasi baru yang optimal dan dengan losses terendah.

Permasalahan konfigurasi jaring listrik dengan losses daya terendah ini akan diselesaikan dengan memodelkan ke dalam metode Intelligent Computation yaitu Breeder Genetic Algorithm. Dengan metode ini diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan dan dapat mengoptimasi fungsi-fungsi obyektif tersebut secara cepat serta akurat dan hasilnya dapat dijadikan sebagai acuan dalam penentuan konfigurasi jaring yang optimal dengan losses terendah.

  • 2.    TINJAUAN PUSTAKA

Optimasi konfigurasi jaring distribusi telah berkembang sangat pesat, seperti metode singleperiod dan multi-period [1], tetapi kedua model tersebut sangat baik digunakan untuk sistem linier saja. Permasalahan optimasi pada kondisi riil lebih banyak ditemukan sistem yang tak linier, sehingga penggunaan metode single-period dan multi-period memberikan hasil yang kurang valid. Metode optimasi dikembangkan lagi sesuai dengan perkembangan metode Intelligent Computation seperti Fuzzy Logic, Simulasi Annealing, Tabu Search, Genetic Algorithm dan Imune System. Metode komputasi Genetic Algorithm (GA) telah banyak digunakan untuk menyelesaikan permasalahan optimasi tak linier [2], [8], dalam

bukunya menggunakan metode Genetic Algorithm dalam menyelesaikan permasalahan optimasi di Industri. Metode GA kemudian berkembang penggunaanya ke berbagai bidang ilmu, salah satunya diaplikasikan dalam optimasi disain jaring distribusi [3], [7]. Dalam penelitiannya digunakan metode GA kode biner untuk mendisain sistem distribusi yang optimal. Kode biner GA sangat baik digunakan untuk mendapatkan hasil yang memerlukan ketelitian.

Perkembangan metode GA terus berkembang mendisain sistem distribusi optimal. Kodifikasi non-biner telah dipilih karena kesederhanaan dan kemampuannya untuk memasukkan informasi lebih dari bilangan biner [4]. Algoritma ini telah diterapkan dalam sistem distribusi yang besar dan diperoleh penyelesaian global optimal atau penyelesaian yang sangat mendekati pada titik optimal sebenarnya. Aplikasi lainnya dari metode GA yaitu dalam optimasi jaring distribusi dengan cara mengoptimalkan penyulang-penyulang primer untuk sistem yang tak seimbang dan lossesnya dapat dikurangi [5].

Pengembangan metode GA telah berkembang terus, oleh Muhlenbein dalam buku penyelesaian masalah optimasi dengan teknik heuristik mengembangkan metode Breeder GA (BGA). Kelebihan dalam metode BGA adalah dalam setiap pembentukan genererasi baru (regenerasi), kromosom dengan nilai terbaik sebelumnya akan menggantikan generasi baru yang memiliki fitness terjelek (untuk menghindari kehilangan nilai yang terbaik karena proses acak). Hasil simulasi menunjukkan dengan metode BGA memberikan hasil yang lebih cepat konvergen dibandingkan metode GA.

  • 2.1.    Sistem Jaring Distribusi 20 kV

Pembangkit listrik umumnya berada jauh dari pusat beban, terlebih-lebih pembangkit listrik berskala besar, sehingga untuk menyalurkan tenaga listrik tersebut sampai ke konsumen atau pusat beban maka tenaga listrik tersebut harus disalurkan seperti gambar 1.

Gambar 1. Bagan Sistem PenyaluranTenaga Listrik

Sistem jaring distribusi dapat dibedakan menjadi dua yaitu sistem jaring distribusi primer dan sistem jaring distribusi sekunder. Kedua sistem tersebut dibedakan berdasarkan tegangan kerjanya. Pada umumnya tegangan kerja pada sistem jaring distribusi primer adalah 20kV, sedangkan tegangan kerja pada sistem jaring distribusi sekunder adalah 380/220V [6].

  • 2.2.    Konfigurasi Jaring Distribusi

Dalam distribusi jaring tegangan menengah, dikenal beberapa macam sistem jaring, dimana masing-masing sistem mempunyai kelebihan dan kekurangan. Dasar pemilihan suatu sistem tergantung dari tingkat kepentingan konsumen atau daerah beban itu sendiri yang meliputi:

  • 1.    Kontinyuitas pelayanan yang baik.

  • 2.    Kualitas daya yang baik.

  • 3.    Luas dan penyebaran daerah beban yang dilayani seimbang.

  • 4.    Kondisi dan situasi lingkungan.

  • 5.    Kerapatan beban pada daerah yang dihendaki.

  • 6.    Regulasi tegangan.

  • 7.    Sistem penyambungan beban.

  • 8.    Pertimbangan faktor teknis dan ekonomis.

  • 9.    Perencanaan dan besar kapasitas gardu distribusi.

  • 10.    Keperluan darurat penambahan daya listrik pada penyulang.

  • 2.3.    Jaring Distribusi Tegangan Menengah Tipe Radial

Sistem konfigurasi tipe radial ini merupakan bentuk dasar dari semua jaring yang ada dan merupakan konfigurasi yang paling sederhana serta biaya investasi yang relatif murah [8], seperti pada gambar 2, sehingga banyak digunakan pada jaring distribusi menengah.

Gambar 2. Jaring Distribusi Tipe Radial

  • 2.4.    Rekonfigurasi Jaring Distribusi

Dari beberapa tipe jaring, kebanyakan tipe jaring yang digunakan pada penyulang distribusi listrik adalah tipe radial. Hal ini untuk memudahkan koordinasi dalam sistem keamanannya. Pada penyulang distribusi terdiri dari dua jenis switch yaitu switch normally close (NC) dan switch normally open (NO). Dalam kondisi terjadi gangguan, switch NC akan terbuka untuk mengisolasi gangguan pada cabang jaring, pada saat yang sama switch NO akan menutup untuk mengalihkan beberapa atau semua bagian dari cabang jaring yang diisolasi ke penyulang lain atau ke cabang lain dalam penyulang yang sama.

Rekonfigurasi jaring merupakan proses pembentukan struktur topological dari penyulang distribusi dengan mengubah status dari switch. Selama kondisi operasi normal rekonfigurasi jaring bertujuan untuk mengurangi losses dan menyeimbangkan beban-beban dalam jaring [7].

  • 3.    REKONFIGURASI JARING MENG GUNAKAN BREEDER GENETIC ALGORITHM

    • 3.1.    Jaring Tegangan Menegah (JTM)

Jaring tegangan menengah terdiri dari beberapa penyulang yang melayani beban-beban baik perumahan, maupun industri. Pada jaring ini terdapat Load break switch (LBS) sebagai switch yang digunakan untuk pemulihan pelayanan.

Dalam operasi normal (tidak ada gangguan/ pertumbuhan daya) jaring tegangan menengah ini akan digunakan sebagai bahan simulasi untuk menunjukkan efektifitas dari pada BGA, keadaan load break switch (LBS) seperti ditunjukkan pada gambar 3. Jenis penghantar yang digunakan pada penyulang JTM adalah penghantar A3C dengan ukuran 70 mm2, 95 mm2 dan 150 mm2.

Gambar 3. Jaring Distribusi

  • 3.2.    Kodifikasi Kromosom dari Switch pada

    Penyulang

Susunan gen pada kromosom individu akan dibangkitkan secara acak, jumlah gen tergantung jumlah LBS (sebagai switch pada penyulang) berarti tiap susunan kromosom terdapat jumlah LBS gen. Semakin banyak jumlah LBS, maka semakin banyak pula jumlah gen-nya. Pada gambar 4. ditunjukkan contoh penyulang yang terdiri dari GI sebagai slack bus (bus1) dan penyulang yang terdiri dari beberapa beban/transformator sebagai load bus (bus 2 dan seterusnya) serta 4 buah LBS sebagai switch.

Jadi pada gambar 4 tersebut menunjukkan satu sistem yang dinyatakan sebagai satu kromosom yang terdiri dari 4 gen yang menyatakan LBS/switch.

  • 3.3.    Pembangkitan Populasi Awal

Populasi awal dibangkitkan secara acak dengan susunan kromosom sesuai dengan jumlah LBS/switch. Pada setiap LBS dikodekan dalam bilangan biner dipilih secara acak 0 (nol) dan 1 (satu) untuk mewakili operasi switching pada masing-masing kromosom.

Misal pada GI terdapat penyulang-penyulang yang terdiri dari 20 LBS/switch, maka tiap kromosom terdiri dari 20 gen yang berupa bilangan biner yang mewakili LBS/switch tersebut, sehingga dapat ditulis untuk populasi yang terdiri dari 4 kromosom:

  • V 1= [10010111110001110110]

  • V 2= [00110010101111100111]

  • V 3= [11100111010101011101]

  • V 4= [10101010000011111101]

  • 3.4.    Fungsi Evaluasi (Fungsi Kebugaran-fitness)

Fungsi evaluasi merupakan masalah yang penting dalam GA. Fungsi evaluasi yang baik harus mampu memberikan nilai fitness yang sesuai dengan kinerja kromosom. Berkaitan dengan masalah rekonfigurasi jaring distribusi tegangan menengah dengan tujuan mengurangi losses daya, maka nilai fitness dapat dirumuskan dalam bentuk:

(Losses + 0.01)

Penambahan angka 0.01 untuk menghindari floating point bilamana nilai losses (rugi-rugi) menjadi nol.

  • 3.5.    Operasi Genetika

    3. .5.1. Seleksi Elitist

Model seleksi elitist merupakan pendekatan sampling deterministik, seleksi dari kromosom didasarkan atas nilai fitness terbaik. Pendekatan ini memungkinkan kromosom terbaik selalu muncul pada setiap generasi. Algoritma dari model elitist diperlihatkan pada gambar 5, dapat diuraikan sebagai berikut:

  • 1.    Menghitung nilai fitness setiap individu.

  • 2.    Memilih individu dengan fitness terbaik.

  • 3.    Mengcopykan fites terbaik pada generasi.

  • 4.    Kromosom lainnya yang dibentuk dalam generasi selanjutnya melalui proses operator genetika.

    Gambar 4. Pengkodean JTM pada bus


    CinTHiKiAiKT-Iriii                                        SrirlIieiVT-Iriiii

    Gambar 5. Pembentukan next generation dalam Algoritma Genetika.


  • 3.5.2.    Crossover

Crossover adalah operator genetika yang utama. Operator ini bekerja dengan memasangkan dua individu sebagai induk (parent) untuk mendapatkan kromosom anak (offspring). Pasangan kromosom orang tua akan mengalami proses pindah silang dengan cara memotong string (kromosom) mereka pada posisi yang terpilih secara acak, untuk memproduksi dua segmen head dan dua segmen tail. Metode crossover yang digunakan pada algoritma genetika adalah crossover satu titik (single-point crossover). Metode ini memilih satu titik sebagai posisi persilangan, sebelah kanan titik persilangan akan ditukarkan dari kedua induk kromosom untuk menghasilkan kromosom anak. Proses crossover dapat dilihat dalam gambar 6.

Gambar 6. Ilustrator operasi crossover

  • 3.5.3.    Mutasi

Operator mutasi digunakan untuk melakukan modifikasi satu atau lebih nilai gen dalam individu yang sama. Mutasi memastikan bahwa probabilitas untuk pencarian pada daerah tertentu dalam persoalan tidak akan pernah nol dan mencegah kehilangan kemiripan genetic setelah proses pemilihan dan penghapusan. Mutasi ini bukanlah operator genetic yang utama, yang dilakukan secara acak pada gen dengan kemungkinan yang kecil (Pm sekitar 0,01).

  • 3.6. Metode Breeder Genetic Algorithm (BGA)

Metode seleksi dalam algoritma genetika dilakukan secara random/acak, sehinga ada kemungkinan bahwa kromosom yang sebenarnya sudah baik tidak bisa turut serta pada generasi berikutnya karena tidak lolos seleksi. Untuk itu perlu adanya perbaikan pada algoritma genetika yang dikenal dengan nama Breeder Genetic Algorithm (BGA).

Metode Breeder Genetic Algoritm dikembangkan oleh Muhlenbein, pada BGA ini digunakan parameter r, yang menunjukkan kromosom-kromosom terbaik. Kromosom-kromosom ini akan tetap dipertahankan pada generasi berikutnya dengan cara menggantikan sebanyak r kromosom pada generasi tersebut.

3.7. Flowchart Breeder Genetic Algorithm

Gambar 7. Flowchart Breeder GA

  • 4. HASIL DAN ANALISIS.

  • 4.1.    Parameter Kontrol

Parameter yang digunakan dalam penelitian ini seperti pada tabel 1.

Tabel 1. Data Parameter Kontrol.

No

PARAMETER

VALUE

1

Power factor

0,9

2

Crossover rate

0,45

3

Mutasi rate

0,01

4

Jumlah Populasi

80

5

Generasi

100

6

Tegangan Nominal (Kv)

20

7

Base Power (MVA)

100

8

Magnitude Tegangan (p.u)

Vmax = 1.04

  • 4.2.    Penghantar Sistem Distribusi 20kV

Pada tabel 2. menunjukkan data-data parameter penghantar sistem distribusi 20kV.

Tabel 2. Data Parameter Penghantar.

Penghantar

D (mm2 )

r

( Ω )

x

( Ω )

KHA (A )

CU XLPE

240

0.1610

0.0980

358

AL XLPE

150

0.2650

0.1060

272

AAAC

150

0.2375

0.3002

425

AAAC

95

0.3744

0.3321

320

AAAC

70

0.5303

0.3406

255

  • 4.3.    Data Transformator Sistem Distribusi 20kV

Pada tabel 3. ditunjukkan data-data parameter tranformator sistem distribusi 20kV.

Tabel 3. Data Parameter Transformator.

KVA

z ( % )

x ( % )

r ( % )

25

4

1.70

3.62

50

4

1.60

3.67

100

4

1.60

3.67

160

4

1.25

3.30

200

4

1.25

3.30

250

4

1.20

3.82

315

4

1.24

3.80

400

4

1.15

3.83

630

4

1.03

3.86

  • 4.4.    Hasil analisis aliran daya pada penyulang-penyulang dengan menggunakan metode Breeder GA.

  • 1.    Hasil menggunakan metode konvensional GA seperti pada gambar 8, didapatkan hasil losses daya total untuk daya aktif sebesar 11,834843 KW dan untuk daya reaktif sebesar 33,701733 KVAR.

  • 2.    Hasil menggunakan metode Breeder Genetic Algorithm (BGA) didapat hasil yang sama dengan metode GA gambar 8, tetapi ditekankan pada proses konvergen losses daya, dimana dengan menggunakan GA konvergen dicapai pada generasi ke 29 sedangkan dengan menggunakan BGA konvergen losses daya total pada generasi ke 13. Jadi dengan menggunakan BGA lebih cepat konvergen jika dibandingkan dengan GA biasa.

Gambar 9. memperlihatkan grafik fungsi fitness dari metode GA yang konvergen pada generasi ke 29 dan gambar 10. menunjukkan grafik fungsi fitness dari BGA yang konvergen pada generasi ke 13.

Gambar 9. Grafik Nilai Fitness GA

Gambar 10. Grafik Nilai Fitness Breeder GA

Perhitungan losses daya sebelum direkonfigurasi menggunakan program EDSA TECHNICAL 2000 ditunjukkan pada tabel 4.

Tabel 4. Hasil Generasi Daya Program EDSA Tech. 2000

ITEM

P (KW)

Q (KVAR)

Pf (%)

Swing Bus

1758.506

973.659

87.49

Generator

0.000

0.000

0.00

Total Load

1746.228

93.990

88.10

Total Loss

12.278

35.668

Mismatch

0.000

0.000

Gambar 8. Hasil Perhitungan Output GA.


Hasil rekonfigurasi didapatkan sistem jaring yang radial dengan penurunan losses daya aktif sebesar 12.278KW-11.834843 KW =0.443157 KW (3.7%).

Pengujian jatuh tegangan rekonfigurasi sistem baru dilakukan dengan menggunakan program EDSA Technical 2000, didapat hasil jatuh tegangan tidak melebihi batas-batas toleransi (+5% dan -5%), yang terkecil 0.01% dan terbesar 2.5%. Data selengkapnya ditunjukkan pada tabel 5.

Tabel 5. Analisis jatuh tegangan dengan EDSA Tech. 2000

NO

Penyulang

Jatuh Tegangan

Min (%)

Mak (%)

1

P1

0.01

4.61

2

P2

2.5

0.95

3

P3

2.5

1

4

P4

2.5

0.74


Hasil rekonfigurasi sitem didapatkan sistem radial seperti ditunjukkan pada gambar 11.

Gambar 11. Hasil Rekonfigurasi Jaring Radial


North Carolina State University. North Carolina. 1988.

  • [8]    Debapriya Das, “A Fuzzy Multiobjective Approach for Network Reconfiguration of Distribution Systems”, IEEE Transactions on Power Delivery, Vol. 21, No. 1, January 2006, p.202.

  • 5.    KESIMPULAN

Penggunaan metode Breeder Genetic Algorithm pada rekonfigurasi sistem distribusi daya listrik dapat disimpulkan:

  • 1.    Penggunaan metode BGA lebih cepat konvergen jika dibandingkan dengan metode GA biasa.

  • 2.    Dengan metode Breeder Genetic Algorithm ini menurunkan losses daya Aktif sebesar sebesar 12,278KW – 11,835KW = 0.443KW (3.7%)

  • 3.    Jatuh tegangan untuk masing-masing penyulang masih dalam batas toleransi (+5%, dan -5%), minimum sebesar 0,01% dan maksimum sebesar 2.5%

  • 6.    DAFTAR PUSTAKA

  • [1]    S.R. Khator and L.Cheung, “Power distribution Planning”, review of models and issues, IEEE Trans.Power. Syst., Vol. 12, No.3, pp.11511158, May 1997.

  • [2]    D.E Golberg, “Genetic Algorithms in Search Optimization, and Machine Learning”, Reading, M.A: Addison-Wesley, 1989.

  • [3]    I.J.    Ramirez-Rosado    and    T.    Gonen,

Pseudodynamic, “Planning for expansion of Power Distribution System”, IEEE Transaction on Power System, Vol.6, No.1, February 1991, pp.245-254.

  • [4]    I.J Ramirez-Rosado and J.L. Bernal-Agustin, ”Genetic Algorithms aplied to the design of larger power distribution System” IEEE Trans. Power Syst. Vol. 13, No. 12, pp. 696-703, May 1998.

  • [5]    T-H Chen and T.Cherng,”Optimal fasa arrangement   of   Distribution   transformer

connected to primary feeder for system unbalance improvement and loss reduction using Genetic Algorithms,” IEEE Tans. Syst. Vol. 15, No.3, pp. 994-1000, Aug. 2000.

  • [6]    Stevenson, Jr. dan William, D. “Analisis Sistem Tenaga Listrik”, Erlangga. Bandung. 1990.

  • [7]    Civanlar,S. dan Grainger, J.J. “Distribution Feeder Reconfiguration For Loss Reduction”,

Teknologi Elektro

2 4

Vol. 5 No. 1 Januari – Juni 2006

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com