Pembangkit Listrik Tenaga Surya …

Nyoman S. Kumara

PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA SKALA RUMAH TANGGA URBAN DAN KETERSEDIAANNYA DI INDONESIA

Nyoman S. Kumara

Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Kuta Selatan, Bali, Telp/Fax: 0361-703315 E-mail: [email protected]

Abstrak

Indonesia terletak di daerah katulistiwa sehingga memiliki intensitas penyinaran matahari yang baik sepanjang tahun. Kondisi penyinaran ini potensial untuk digunakan dalam pembangkitan listrik tenaga surya (PLTS). Pemanfaatan tenaga matahari untuk pembangkitan listrik sebenarnya sudah dilakukan sejak cukup lama namun aplikasinya masih terbatas pada sistem berdaya kecil atau yang lebih dikenal dengan solar home system (SHS). SHS ini biasanya merupakan bantuan pemerintah yang diberikan secara subsidi dan masyarakat pedesaan menggunakannya sebagai sarana penerangan di malam hari untuk mengganti lampu minyak tanah. Dalam konteks ini terlihat bahwa pendekatan yang digunakan bersifat top-down sehingga selama ini perkembangan SHS sangat tergantung pada program pemerintah dan sejauh ini kontribusi energi listrik surya nasional masih sangat kecil.

Masyarakat perkotaan merupakan komponen yang cukup besar dalam komposisi populasi Indonesia. Sebenarnya kelompok masyarakat ini hampir semuanya berada dalam jangkauan jaringan listrik PLN namun demikian mereka memiliki karakteristik yang lebih baik dibandingkan dengan masyarakat pedesaan dalam pemanfaatan PLTS seperti daya beli, tingkat pendidikan, serta pemahaman tentang lingkungan dan penyelamatannya. Di samping itu, peranan energi listrik dalam kehidupan masyarakat urban sudah sangat melekat sehingga ketidaktersediaan energi tersebut akan berpengaruh langsung terhadap kehidupan mereka seperti produktifitas dan kenyamanan. Beberapa ciri positif yang dimiliki masyarakat urban ini bisa dijadikan penggerak pemasyarakatan PLTS perkotaan yang bersifat swakarsa dan swakelola. Melalui pendekatan berbasis pemberdayaan masyarakat kota ini diharapkan akan menjadi komponen penting dalam upaya peningkatan kapasitas terpasang PLTS nasional untuk mencapai target sekitar 5% energi listrik terbarukan pada tahun 2025 seperti ditetapkan dalam Kebijakan Energi Nasional.

Salah satu prasyarat dalam perluasan pemanfaatan PLTS adalah ketersediaan peralatan dan komponen PLTS tersebut. Tulisan ini mencoba untuk meninjau ketersediaan sistem PLTS di Indonesia yang kapasitasnya sesuai dengan kebutuhan rumah tangga di perkotaan. Ketersediaan yang dimaksud meliputi data tentang kapasitas dan vendor dari komponen PLTS. Informasi tentang ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu acuan cepat untuk mengetahui perkembangan PLTS di Indonesia khususnya bagi masyarakat yang tertarik untuk memanfaatkan tenaga matahari sebagai sumber pembangkit listrik sebagai partisipasi nyata dalam pengembangan pembangkit listrik ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Keywords: energi listrik terbarukan, panel surya, baterai PLTS, vendor PLTS, inverter PLTS

  • 1.    PENDAHULUAN

Wilayah Indonesia terletak di daerah ekuator yaitu wilayah tengah yang membagi bola bumi menjadi bagian utara dan selatan. Posisi ini menyebabkan ketersediaan sinar matahari hampir sepanjang tahun di seluruh wilayah Indonesia kecuali pada musim hujan dan saat awan tebal menghalangi sinar matahari. Berdasarkan peta insolasi matahari, wilayah Indonesia memiliki potensi energi listrik surya sebesar 4.5 kW/m2/hari. Hal ini tentu sangat potensial untuk dimanfaatkan dalam memenuhi kebutuhan energi listrik mengingat beratnya

permasalahan yang terkait dengan pembangkitan listrik berbahan bakar fosil.

Dua hal mendasar yang memberatkan pemanfaatan sumber energi berbasis fosil adalah bahwa ketersediaan sumber daya alam ini sangat terbatas dan berdampak negatif terhadap lingkungan lokal serta global. Sebagai contoh keterbatasan sumber energi primer adalah produksi minyak bumi nasional sudah menurun sehingga untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri saja sudah harus melakukan impor (EIA, 2006). Sementara itu, cadangan gas nasional juga akan mengalami skenario yang sama bahwa

sekitar 20 tahun lagi, gas sudah harus diimpor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (Widianto, 2007). Kondisi yang sama juga terjadi pada batubara walaupun rentang waktu ketersediaanya cukup panjang dimana diperkirakan bahwa cadangan batubara nasional akan mampu memenuhi kebutuhan hingga 70 – 100 tahun ke depan (ICMA, 2007). Dengan demikian, maka kondisi pasca bahan bakar fosil ini harus mulai di antisipasi sejak dini dengan melakukan konservasi energi, diversifikasi sumber energi dan menggali sumber serta teknologi energi baru, dan pemasyarakatan pemanfaatan teknologi energi listrik terbarukan yang sudah siap.

Untuk mengantisipasi pertumbuhan kebutuhan listrik nasional dan keterbatasan ketersediaan sumber daya alam berbasis fosil, pemerintah Indonesia sudah menerbitkan Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang berisikan kebijakan pemerintah tentang pengelolaan energi nasional. Dalam KEN ini juga telah disusun peta jalan menuju peningkatan peran energi terbarukan dalam pembangkitan energi listrik nasional. Yang digolongkan sebagai energi listrik terbarukan menurut KEN adalah pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan mikrohidro (PLTM), pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), pembangkit listrik tenaga angin (PLTB), pembangkit listrik biomasa, pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTPB). Disebutkan bahwa pada tahun 2025 diharapkan peran energi terbarukan akan mencapai sekitar 5% dari keseluruhan kapasitas pembangkitan listrik nasional. Dan peran PLTS diharapkan dapat menyumbang sebesar 800 MW dengan pertumbuhan sekitar 40 MW pertahun.

Pemanfaatan tenaga matahari untuk pembangkitan listrik sebenarnya sudah dilakukan sejak cukup lama yaitu sejak awal dekade 80-an namun aplikasinya masih terbatas pada sistem berdaya kecil atau yang lebih dikenal dengan solar home system (SHS). Sistem SHS biasanya memiliki kapasitas antara 25 – 50 Watt sehingga kemampuannya untuk mencatu beban-beban listrik sangat terbatas. Umumnya, sistem ini digunakan oleh masyarakat pedesaan yang belum terjangkau jaringan listrik PLN. Penduduk desa menggunakan SHS sebagai lampu penerangan untuk menggantikan lampu tradisional yang berbahan bakar minyak tanah. Penggunaan SHS tentu saja sangat bermanfaat karena mengurangi penggunaan minyak tanah,

mengurangi emisi karbon, lebih mudah digunakan, lebih aman, dan memiliki kualitas penerangan yang lebih baik untuk aktifitas di malam hari seperti belajar dan kegiatan produktif lainya. Dengan adanya SHS juga dimungkinkan untuk menghidupkan radio dan televisi sebagai sarana pendidikan, hiburan, dan akses terhadap informasi. Namun demikian, perkembangan pemasangan SHS cukup lambat karena sangat tergantung dari program pemerintah sehingga sejauh ini total kapasitas daya terpasang listrik surya dalam bauran energi listrik nasional masih sangat kecil. Pada akhir tahun 2008 akumulasi PLTS baru mencapai 10 MW yang berasal dari SHS dan sistem desentral yang dibangun sebagai upaya meningkatkan elektrifikasi pedesaan atau daerah terpencil di seluruh Indonesia. Jumlah ini masih di bawah target capaian tahunan dan sangat jauh dari target akumulasi sejak ditetapkannya Kebijakan Energi Nasional.

Masyarakat perkotaan atau urban merupakan komponen yang cukup besar dalam komposisi populasi Indonesia. Di wilayah Jawa dan Bali penduduk yang tinggal di kota mencapai 50% lebih dari total populasi (BPS, 2005). Kelompok masyarakat urban ini memiliki karakteristik yang lebih baik dibandingkan dengan masyarakat pedesaan dalam konteks pemanfaatan PLTS seperti daya beli, tingkat pendidikan, serta pemahaman tentang lingkungan dan penyelamatannya. Di samping itu, peranan energi listrik dalam kehidupan masyarakat urban sudah sangat melekat sehingga ketidaktersediaan energi tersebut akan berpengaruh langsung terhadap kehidupan mereka seperti produktifitas dan kenyamanan. Ciri-ciri positif yang dimiliki masyarakat urban ini bisa dijadikan penggerak program pemasyarakatan PLTS di wilayah perkotaan. Kontribusi masyarakat perkotaan diharapkan akan mampu menjadi komponen penting dari upaya peningkatan kapasitas terpasang PLTS nasional untuk mencapai target bauran energi listrik tahun 2025.

PLTS skala urban adalah sistem pembangkit listrik yang memiliki kapasitas daya yang umum digunakan oleh masyarakat rumah tangga di daerah urban dan semi urban. PLTS yang dimaksud adalah sistem yang memiliki kapasitas daya mulai dari 450, 900, 1300, hingga 2200 Watt. Kapasitas daya di atas 2200 Watt memerlukan investasi yang sangat besar

sehingga sangat kecil untuk bisa dikembangkan oleh masyarakat secara mandiri.

Secara umum, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perluasan pemanfaatan PLTS khususnya yang bersifat swakarsa dan swakelola antara lain tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat, daya beli, insentif dari pemerintah bagi pengguna PLTS, ketersediaan informasi teknis yang mudah diakses, dan ketersediaan peralatan dan komponen PLTS tersebut dan layanan purna jual untuk menjaga keberlanjutan penggunaan sistem yang sudah terpasang. Tulisan ini mencoba untuk meninjau ketersediaan sistem dan komponen PLTS di Indonesia. Ketersediaan yang dimaksud meliputi data tentang kapasitas sistem dan vendor dari PLTS. Data yang disajikan dalam tulisan ini diperoleh dari publikasi vendor, pabrikan, departemen pemerintah terkait, publikasi ilmiah, serta publikasi lainnya. Informasi tentang ketersediaan PLTS ini diharapkan dapat dijadikan salah satu rujukan cepat bagi anggota masyarakat yang tertarik untuk memanfaatkan tenaga matahari sebagai sumber pembangkit listrik untuk secara bersama-sama mengembangkan pembangkit listrik terbarukan dan ramah lingkungan.

  • 2.    KARAKTERISTIK KONSUMEN LISTRIK DI PERKOTAAN

Masyarakat yang tinggal di wilayah perkotaan biasanya adalah kelompok masyarakat yang sudah menggunakan energi listrik sebagai salah satu kebutuhan pokok. Pemanfaatan energi listrik oleh rumah tangga perkotaan antara lain untuk penerangan dan hiburan seperti menghidupkan radio, hifi, dan televisi. Rumah tangga juga sudah semakin banyak yang menggunakan peralatan pengkondisian udara seperti kipas angin, exhaust, dan air conditioning dan mesin pengkondisian makanan dan minuman seperti kulkas dan freezer. Komputer juga sudah merupakan peralatan umum di rumah tangga yang digunakan sebagai alat komunikasi, hiburan, dan sarana pendidikan. Dan sejak proliferasi bidang telekomunikasi, hampir semua anggota dari sebuah keluarga kota sudah menggunakan telepon seluler yang memerlukan energi listrik dalam pengisian baterai. Peralatan lain seperti setrika, mesin cuci, dan pengering juga semakin memasyarakat. Untuk aktifitas di dapur, rumah tangga sudah makin banyak yang menggunakan alat bantu

memasak seperti rice cooker, magic jar, mixer, dan blender. Sementara untuk memudahkan sirkulasi air, penggunaan pompa listrik sudah berkembang sejak lama. Di sini dapat dilihat bahwa masyarakat urban sudah sangat tergantung pada energi listrik dimana hampir semua aspek kehidupan telah dipermudah dengan menggunakan peralatan bertenaga listrik.

Dari segi tingkat pendidikan, masyarakat perkotaan merupakan masyarakat dengan tingkat pendidikan yang tinggi dibadingkan dengan masyarakat pedesaan. Lebih 80% dari penduduk yang sudah menyelesaikan pendidikan tingkat universitas berasal dari perkotaan sedangkan untuk pendidikan menengah baik umum maupun kejuruan hampir 70% berasal dari perkotaan (BPS, 2005). Masyarakat di perkotaan juga memiliki akses yang luas terhadap hampir semua sumber informasi baik media cetak, televisi, perbukuan dan perpustakaan, dan internet.

Di samping manfaat, masyarakat perkotaan juga lebih merasakan dampak negatif lingkungan akibat pemanfaatan teknologi tersebut. Sebagai contoh masyarakat perkotaan lebih merasakan menurunnya kualitas lingkungan akibat meluasnya penggunaan teknologi seperti polusi suara, pencemaran udara dan sungai, panas udara harian yang meningkat, serta dampak dari munculnya fenomena pemanasan global.

Tingginya tingkat pendidikan masyarakat perkotaan dan akses informasi yang luas serta pemahaman terhadap dampak negatif atas pemanfaatan suatu teknologi merupakan faktor-faktor yang penting dalam menggalang partsipasi masyarakat urban khususnya dalam pembangunan yang berasaskan pembangunan bersih dan berkelanjutan. Namun tentu saja, keberadaan faktor-faktor tersebut harus diikuti dengan kebijakan positif lainnya seperti pemberian insentif pagi pengguna PLTS rumah tangga, pengembangan sistem percontohan di tiap wilayah urban yang strategis, dan lain-lain.

  • 3.    PERKEMBANGAN INDUSTRI PLTS DI

    INDONESIA

Sebuah sistem PLTS terdiri dari panel surya, rangkaian pengatur pengisian, penyimpan energi listrik, inverter, pengkabelan serta konektor, dan perlengkapan mekanis lainnya. Perkembangan teknologi dari tiap-tiap

komponen ini telah mampu menghasilkan sistem PLTS yang ekonomis dan handal. Industri nasional sudah mampu memproduksi hampir semua subsistem dari PLTS kecuali panel surya. Industri hulu yang fokus pada pengembangan sel dan panel surya belum ada sedangkan industri hilir yang terdiri dari balance of system yang meliputi lampu, rangkaian pengatur, dan baterai, integrasi sistem, distribusi serta instalasi sudah berkembang cukup baik (Retnanestri et all, 2004). Dari sisi kualitas, sebagian komponen utama PLTS yang beredar di pasaran nasional sudah memenuhi standar uji BPPT walaupun masih terdapat sebagian yang kualitasnya substandar. Dari hasil uji yang dilakukan disebutkan bahwa 52% modul surya yang diuji sudah memiliki kapasitas sebesar nilai nominalnya dan bahkan lebih (B2TE, 2008).

Panel surya atau photovoltaic panel adalah komponen utama suatu PLTS yang berfungsi untuk mengubah sinar matahari menjadi energi listrik. Satu-satunya perusahaan dalam negeri yang memiliki kapasitas untuk memproduksi panel surya adalah PT LEN Industri. Namun, kemampuan produksi ini baru terbatas pada desain dan produksi secara terbatas karena tidak adanya fasilitas atau pabrik untuk kegiatan produksi masal (Layuck, 2003), (Ismet et all, 2005), (Respati, 2008), (Tunggal, 2010). Hal ini menyebabkan hampir semua panel surya yang sudah terpasang di seluruh Indonesia adalah produk impor. Sejak beberapa terakhir, aktifitas yang mengarah pada pengembangan industri panel surya dalam negeri mulai mendapat perhatian. Misalnya, peta jalan pengembangan industri PLTS sudah ditetapkan (Perpres KEN,

2006), (Rezavidi, 2008), (Kepmen 193, 2009). Dari sisi bahan baku Indonesia memiliki bahan alam silika yang melimpah yang merupakan komponen penting dalam pabrikasi panel surya (Puspitek, 2006). Dan yang lebih spesifik adalah bahwa pemerintah pusat telah menyatakan kesiapannya untuk mendukung pembangunan pabrik sel dan panel surya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (Republika, 2009), (LEN, 2009). Tabel 1 memperlihatkan produsen dari panel surya yang beredar di tanah air beserta negara asal. Sedangkan daftar panel berdasarkan kapasitas keluaran dan spesifikasi teknis dapat dilihat pada Tabel 2.

Baterai adalah komponen PLTS yang diperlukan untuk menyimpan energi listrik yang dihasilkan oleh panel surya pada siang hari untuk kemudian digunakan pada malam hari. Ketersediaan produk ini secara nasional sudah mencukupi baik dari sisi kapasitas dan distribusi. Hal ini mungkin didukung oleh aplikasi baterai yang sangat luas di bidang transportasi walaupun harus diperhatikan bahwa karakteristik baterai untuk PLTS berbeda dengan aplikasi baterai untuk kendaraan bermotor. Beberapa produk baterai yang tersedia di dalam negeri dan sering digunakan dalam PLTS antara lain Delkor, Fiamm, GS, Haze, Hitachi, Incoe, Leoch, Massiv, Mastervolt, Panasonic, PowerKingdom, Rita, Trojan, dan Yuasa. Dalam penelitian tentang uji standar baterai yang dilakukan sejak 2006 hingga 2008 oleh B2TE, ditemukan bahwa hampir 75% baterai yang diuji telah memenuhi persyaratan uji dan berhak memperoleh sertifikat uji standar (B2TE, 2008).

Tabel-1. Produsen dari panel surya yang beredar di Indonesia

Perusahan

Negara

Alamat situs

BP Solar

Bright Scenery elSOL

Kyocera

New Tomorow

OKI

Sharp

Shinyoku

SunRise Solartech

SunSeap

Time Valiant

Zytech

Inggris Cina Jerman

Amerika, Australia

Jerman

Cina, Jerman

Jepang

Cina

Singapura, Jerman

Cina

Spanyol

www.bp.com

http://brightscenery.en.alibaba.com www.EL-SOL-tec.dewww.kyocerasolar.com www.new-tomorrow.dewww.oki.com www.sharp-solar.com http://shinyokuled.com www.srsolartech.cn www.sunseap.com www.thxny.com www.zytech.es

Tabel-2. Panel surya yang tersedia di pasar nasional

Kapasitas satu panel (Wp)

Spesifikasi

Pembuat )*

V (V)

I (A)

P (W)

(Kg)

Ukuran (cm)

P

L

T

5

16.5

0.27

5

0.8

26.9

25.1

2.3

BP Solar

10

16.8

5.9

10

1.9

42.1

26.9

2.3

BP Solar, Shinyoku

16

17.4

0.93

16

1.6

51.7

28

1.7

Kyocera

20

16.8

1.19

20

3

42.4

27.3

2.3

BP Solar, Shinyoku

21

17.4

1.21

21

2

36.7

51.2

1.7

Kyocera

30

16.8

1.78

30

3.9

59.4

50.2

5

BP Solar

32

17.4

1.84

32

2.8

51.7

51.2

1.7

Kyocera

40

17.4

2.48

43

4.5

65.2

52.6

5.4

Kyocera, BP Solar

Kyocera, BPSolar, Sharp, Time

50

17.4

3.11

54

5

65.2

63.9

5.4

Valiant, New Tomorrow, Bright Scenery, SunRise, Shinyoku, Solartech, OKI, SunSeap

65

17.4

3.75

65

6

75.1

65.2

5.4

Kyocera, BPSolar, Sharp

70

17

4.16

70

7.7

120.4

53.7

5

BPSolar

75

17

4.45

75

7.7

120.4

53.7

5

B Solar

80

17.2

4.7

80

6.1

119.7

53

1.9

BPSolar, Sharp, Zytech, elSOL, NewTomorrow, SunRise, Solartech

85

17.4

5.02

87

8.3

100.7

65.2

5.8

Kyocera, BP Solar, Sharp, Zytech

100

14.64

6.83

100

10.5

98.9

85

4

Zytech, SunRise, Solartech, Shinyoku

105

14.88

7.06

105

10.5

98.9

85

4

Zytech

110

15.81

6.96

110

11

132.4

67.1

4

Zytech

115

17.1

6.73

115

12

151

67.4

5

BP Solar, Zytech

120

17.57

6.83

120

12.5

148.2

67.1

4

Zytech

125

17.3

7.23

125

12

151

67.4

5

BP Solar

130

17.6

7.39

130

12.2

142.5

65.2

3.6

Kyocera, Sharp, Zytech

135

20.08

6.72

135

14

116.6

98.9

4

Zytech

140

19.76

7.09

140

14

164

67.1

4

Zytech

145

20.75

6.99

145

14

116.6

98.9

4

Zytech

155

21.17

7.32

155

14

116.6

98.9

4

Zytech

160

34.4

4.7

160

15

159.3

79

5

BP Solar, Zytech

165

23.71

6.96

170

15.5

132.4

98.9

4

Zytech

170

34.7

4.9

170

15

159.3

79

5

BP Solar, Zytech

175

26.33

6.65

175

18

148.6

99.3

5

Zytech

180

24.29

7.41

180

15.5

132.4

98.9

4

Zytech

185

26.68

6.93

185

18

148.6

99.3

5

Zytech

190

28.68

6.62

190

20

164.4

99.3

5

Zytech

195

26.95

7.24

195

18

148.6

99.3

5

Zytech

200

29.28

6.83

200

20

164.4

99.3

5

Zytech, Kyocera

205

27.32

7.5

205

18

148.6

99.3

5

Zytech

210

29.76

7.06

210

21

165.2

99.2

5

Sharp

215

29.94

7.18

215

21

165.2

99.2

5

Zytech

220

30.12

7.3

220

21

165.2

99.2

5

Zytech

225

30.36

7.41

225

21

165.2

99.2

5

Zytech

230

30.48

7.55

230

21

165.2

99.2

5

Zytech

235

30.6

7.68

235

21

165.2

99.2

5

Zytech

280

35.21

7.95

280

22

196.6

99.2

5

Zytech

)* Jika terdapat lebih dari satu merek maka data pada kolom spesifikasi adalah untuk merek/pabrikan yang tertulis paling awal. Untuk kapasitas panel yang sama perbedaan spesifkasi antara satu produk dengan produk yang lain tidak terlalu besar. ..

Inverter adalah peralatan elektronika yang berfungsi untuk merubah sistem tegangan searah menjadi bola-balik. Dalam PLTS, inverter akan dihubungkan dengan baterai yang bertegangan arus searah dan akan menghasilkan tegangan listrik bolak-balik 220 V, 50 Hz. Tegangan keluaran ini serupa dengan sistem tegangan PLN sehingga akan memudahkan pengintegrasian PLTS pada rumah tangga yang sudah terhubung dengan jala-jala PLN dan tidak perlu melakukan penggantian peralatan listrik yang digunakan.

Berdasarkan bentuk gelombang yang dihasilkan, inverter dikelompokkan menjadi tiga yaitu inverter dengan gelombang keluaran berbentuk square, modified, dan true sine wave. Inverter yang terbaik adalah yang mampu menghasilkan gelombang sinusoida murni atau true sine wave yaitu bentuk gelombang dari listrik PLN. Pemilihan jenis inverter bergantung pada jenis beban yang digunakan. Produk inverter untuk PLTS yang tersedia di pasar nasional dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel-3. Inverter satu fasa untuk PLTS di pasar domestik

Produk Inverter

Pembuat

Square atau Modified

True Sine Wave

Kapasitas (Watt)

BELL

Indonesia

x

500, 3000

BledPower

Indonesia

x

x

500, 1000

Cyceron

x

x

600, 1200, 2000

Kawachi

Taiwan

x

500, 1000

Lotway

x

500

Selectronic SunPower Suoer

Studer

Australia Amerika Cina

Swiss

x

x

1600, 2400, 3600

240, 480

1000

200, 300, 400, 500, 600, 700,

1300, 2100, 2400

Targa

x

1000

TBE

x

100, 300, 1000, 1200

Xantrex

Kanada

x

x

150, 300, 500, 1000, 1500, 1800

Kabel dan material mekanis lain yang diperlukan dalam pemasangan suatu PLTS sudah tersedia secara luas karena industri perkabelan dalam negeri yang sudah mapan. Industri logam juga sudah berkembang sedemikian rupa sehingga material untuk membuat struktur mekanis pendukung yang memenuhi persyaratan sudah bisa diproduksi di dalam negeri. Komponen lain seperti lampu hemat energi (LHE), lampu LED, televisi hemat energi, mesin pendingin makanan, baik yang ber-arus listrik searah maupun bolak-balik sudah tersedia di pasaran nasional.

  • 4.    DISTRIBUTOR DAN SISTEM

    INTEGRATOR PLTS DI INDONESIA

Perkembangan PLTS di Indonesia tidak terlepas dari peran distributor dan sistem integrator teknologi ini. Distributor berperan sebagai penghubung antara produsen atau pabrikan komponen PLTS dengan konsumen

yang ingin memanfaatkan teknologi PLTS. Sementara sistem integrator berperan sebagai lembaga atau badan usaha yang memberikan layanan teknis berupa konsultasi atau kontrak kerja pemasangan PLTS. Tabel 3 memperlihatkan industri dan atau perusahaan yang bergerak dalam bidang pengadaan komponen, jasa konsultasi dan pemasangan sistem PLTS di Indonesia.

  • 5.    RINGKASAN

Dalam tulisan ini telah dipaparkan tentang perkembangan pembangkitan listrik tenaga surya nasional. Bahwa untuk meningkatkan kontribusi listrik surya dalam bauran energi nasional perlu dilakukan upaya-upaya untuk memperluas penggunaan pembangkit listrik tenaga surya di masyarakat khususnya masyarakat urban dan tetap menjalankan program program kelistrikan wilayah terpencil dengan SHS.

Tabel-3. Distributor komponen PLTS dan sistem integrator nasional

Perusahaan

Penjualan Komponen

Sistem Integrator

Alamat Situs

ASA Surya

x

x

http://asasurya.com

Aneka Surya

x

www.anekasurya.com

Aviotech International

x

http://aviotech-network.8m.com

Azet Surya

x

x

www.azetsurya.com

BELL

x

x

www.powerbell.co.id

DLDM SHS

x

http://dldm.net

IndoElectric Instruments

x

www.indoelectric.info

IndoSUN Energy

x

www.indosunergy.com

Mambruk Energy International

x

www.meisolar.com

Dynton

x

x

www.dynton.com

SELF

x

www.self.org/indo.asp

SelSurya

x

www.selsurya.co.cc

Sharp Solar

x

www.sharptenagasurya.com

Solar Power Indonesia

x

x

www.solarpowerindonesia.com

Sudimara

x

x

www.xs4all.nl/~rebelj

Sundaya

x

x

www.sundaya.com

Surya Energi Indotama

x

x

www.suryaenergi.com

Surya Unggul Nusasemesta

x

http://ptsun.multiply.com/journal

Hal ini sangat potensial karena masyarakat urban memiliki karakteristik yang relatif lebih baik dibanding masyarakat pedesaan dalam mengembangkan listrik surya yang bersifat swakarsa dan swadana sehingga gabungan dua pendekatan, yaitu PLTS daerah terpencil dan masyarakat urban, akan mampu mewujudkan peta jalan PLTS menuju 800 MW pada tahun 2025.

Juga telah dipaparkan tentang perkembangan industri komponen PLTS. Salah satu kendala lambatnya kemajuan PLTS adalah panel surya yang merupakan komponen utama dari PLTS masih diimpor. Sementara komponen-komponen PLTS yang lain sudah tersedia secara luas di tanah air. Ketersediaan informasi tentang komponen PLTS dan vendor-nya di pasar nasional telah disajikan dalam bentuk tabel yaitu Tabel 1, Tabel 2, dan Tabel 3. Informasi ini diharapkan dapat menjadi rujukan cepat bagi masyarakat yang tertarik untuk mengembangkan PLTS di lingkungannya sendiri

sebagai wujud partisipasi aktif dalam kegiatan penyediaan energi listrik berkelanjutan yang ramah lingkungan.

  • 6.    DAFTAR PUSTAKA

  • [1]    B2TE, “Standar dan Sertifikasi Komponen Sistem PLTS”, B2TE, Workshop Peran PV Dalam Penyediaan Energi Listrik di Indonesia, Jakarta, Juli 2008.

  • [2]    BPS, “Penduduk Menurut Perkotaan dan Pedesaan 2005”, Biro Pusat Statistik, http://demografi.bps.go.id, di akses Juni 2010.

  • [3]    DESDM, “Kebijakan Energi Nasional 2003-2020”, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta, 2003.

  • [4]    DESDM, “Kebijakan Energi Terbarukan Dan Konservasi Energi”, Departemen Energi Sumber Daya Mineral, Jakarta, 2003.

  • [5]    EIA, “International Energy Annual, Short Term Energy Outlook, EIA, 2006.

  • [6]    GES, “Planning and Installing Photovoltaic System”, GES, Germany, 2008.

  • [7]    ICMA,    “Long-term   Prediction of

Indonesian Coal Production, Exports and Domestic Consumption”, Indonesian Coal Mining Association (ICMA), 2007.

  • [8]    Ismet, I., Rosa, E.S., Shobih, “Fabrikasi Sel Surya Untuk Produksi Skala Kecil”, Jurnal Elektronika No 2 Vol 5, Jakarta, Juli – Desember 2005.

  • [9]    Layuck, J.R., “Wilson Wenas Gelisah akan Tragedi Sel Surya”, Kompas on line, www.kompas.com, 20 Desember 2003.

  • [10]    Pagliaro, M., Palmisano, G., Ciriminna, R., “Flexible Solar Cells”, Willey-VCH, Weinheim, 2008.

  • [11]    Puspitek, “Teknologi Nano Gandakan Kekuatan Beton”, Puspitek.net, 5 September 2006 www.puspitek.net, diakses Juni 2010.

  • [12]    Republika, “Indonesia Akan Produksi Sel Surya”, Republika, 4 Desember 2009.

  • [13]    Respati, R.S., “Peluang Bisnis Photovoltaic di Indonesia”, Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Juli 2008.

  • [14]    Retnanestri, M., Outhred, H., Healy, S., “Off-Grid Photovoltaic Applications in Indonesia: A Framework for Analysis”, The University of New South Wales, Sydney, 2004.

  • [15]    Rezavidi, A., “Peta-Jalan Pengembangan Teknologi Energi Surya Fotovoltaik”, Diskusi Interaktif Peran Fotovoltaik dalam Sistem Kelistrikan Nasional, Jakarta, Juli 2008.

  • [16]    Ristek, “Agenda Riset Nasional 2010 – 2014, Keputusan Menteri Riset dan Teknologi, Jakarta, 2010.

  • [17]    Tunggal, N., “Laboratorium Sel Surya Hartika”, Kompas on line, 5 Februari 2010, www.kompas.com, diakses pada Mei 2010

  • [18]    Widianto, A., “Kondisi Energi Primer Indonesia”, Pertemuan Nasional FKPT Teknik Elektro 2007, Yogyakarta, Desember 2007.

Teknologi Elektro

7 5

Vol. 9 No.1 Januari – Juni 2010